Disusun oleh :
Akmad Rhofi
16020124066
Pendidikan Seni Rupa 2016 C
Dosen Pengampu :
Dr. Djuli Djatiprambudi, M.Sn
1
Pemateri I Dr. H. Muchlas Samani, M.Pd.
Perguruan tinggi generasi keempat (4.0) secara revolusioner mendorong ke dalam kerangka
pengembangan ilmu dan teknologi multidisiplin yang menuntut untuk secara linier mendorong
munculnya jurusan-jurusan baru sebagai inovasi tuntutan jaman. Munsulnya berbagai jurusan-jurusan
baru tidaklah lepas dari aturan transdisplin. Pendekatan mengunakan metode ini menghilangkan sekat
kemutinarasian yang ada pada setiap displin ilmu. Revolusi industri menuntut agar stiap individu maupn
perguruan tinggi memiliki bekal dan ilmu yang multiply tidak hanya menguasai satu bidang. Konsep
semacam ini sebenarnya sudah ada sejak berabad-aabd namun baru terealisasi pada era industri yan tidak
hanya berbasis teknologi ini.
Inilah era yang membuka kemungkinan-kemungkinan baru dalam revolusi ilmu dan teknologi yang
secara hipotetik akan dapat menghasilkan inovasi-inovasi revolusioner yang memiliki nilai tambah tinggi.
Ke konvergensian ilmu khususnya dalam konteks bidang ilmu seni rupa dan desain pada era perguruan
tinggi generasi keempat ini, tentu akan lebih condong ke arah mutual-sciences. Disiplin seni rupa sebagai
satu disiplin ilmu yang mencabang menjadi sebuah lahirnya jurusan baru yang merupakan akar dari seni
yaitu desain, kedepannya terbuka untuk berinteraksi dengan disiplin apapun secara nyata telah banyak
melahirkan varian praktik dan wacana seni rupa yang telah banyak dipamerkan di berbagai forum nasional
dan internasional. Munculnya New Media Art, misalnya, tidak bisa lepas dari berinteraksinya antara seni
rupa, teknologi media, dan wacana global art. Begitu pula desain, yang berhibrida dengan beragam disiplin
lain menurunkan berbagai kategori desain (komunikasi visual, produk, interior, engineering, fashion,
interaction, game, dan lain sebagainya). Konsepsi dsar yang hanya sebagai sebauah penikmatan visual
melalui cara manual yang kemudian ber elaborasi dengan tuntutan zaman melahirkan sesuatu yang tidak
monotan yang sesuai dengan kepraktisan era 4,0
Di awal peradaban pada dasarnya pendidikan tinggi bukan condong unruk melahirkan lulusan
yang kompeten di bidang pekerjaan. Era 4.0 merupakan era cyber yang terbagi menjadi cabang displin
ilmu cyber yaitu cyber psychal, internet of things, cloud compuring signature, cognitive compuring. Dalam
setiap universitas haruslah memiliki problem dan memiliki fix solution dari setiap tuntutan masalah akibat
dari berkembangnya zaman yaitu discruption is coming merupakan kunci dari solution yaitu solving
problems do not exist yet using technology has not been invented yet. Kemempuan untuk mentransferkan
beberapa disiplin ilmu yang digunakan untuk sebuah bidang yang belum pernah ada atau baru fast
learning solving problem creativity and actually. Beberap perguruan tinggi memiliki penalaran khusus
bagaimana Sedangkan didalam sebuah perbandincra memultinarasiakn beberapa displin ilm akibat
2
tuntutan zaman untuk mentrasferkan kedalam beberapa bidang ilmu, sebagai contoh adalah negara
Singapura yang menggunakan konsep : what to learn – how to learn.
Pada era 4.0 perguruan tinggi harus mengalami pergeseran ekstrim dari pedagogik menjadi
edagogik. Mahasiswa lebih mengarah pada bertema dengan tokoh yang di kagumi dan hanya fokus belajar
dengan situasi yang sudah ada dan ditampilkan serta interaksi perpaduan seni dan teknologi tak
terhindarkan, kemudian muncul wacana bagaimana perpaduan memultinarasikan seni yang di padukan
dengan aplikasi teknologi yang mempermudahkan segala nya dalam segala hal dan bidang ilmu.
Mengkaji berdasarkan persepsi ikonografi Dr. I Wayan Kun Adnyana, Msn. Mengkaji sebuah
relief yang berada di Candi. Relief Yeh Pulu di Bedulu, Gianyar, Bali.memiliki panjang total 25 meter.
Seorang arkeolog lain dari luar negeri yaitu Kempers menjelaskan bahwa relief figur wayang ini
menuturkan mengenai figur wayang Krisna (1978:136-138) Pandangan arkeolog Kempers tentang dua
hal yakni: pertama karakter visual relief tersebut sebagai “figur wayang”. Yang kedua ditinjau dari segi
tema, relief yang dipahat pada sekitar abad ke 14 ini meyodorkan tema tunggal mengenai sosok
kepahlawanan dari sang Krisna.
3
Tiga tahap analisis memungkinkan pada setiap tahapnya akan menunjukkan temuan-temuan
yang otentik yang akan mengafirmasi pandangan-pandangan baru. Temuan konseptual tersebut
selanjutnya mengalami proses perumusan yang mengarah pada mengacunya sebuah basic penciptaan
seni gaya barau atau kontemporer. Konsep tersebut kemudian digubah menjadi bahasa visual yang
membutuhakan suatau metode pada konteks ini “art practice as a research” yang meliputi eksplorasi
medium, bahasa visual dan menimabng konteks yang relevan menjadi acuan dalam tahap penciptaan
karya.
a. Metode
Penelitian terhadap objek relief Yeh Puluh dilakukan dengan melaukan langsung
observasi ke lapangan, terutama dalam melakukan tahap deskripsi pra ikonografi, untuk
menggali hal-hal yang berbau permukaan seperti karakter pahatan, material, lokasi, dan juga
objek relief. Tahap yang perlu dilampaui selanjutnya adalah menyangkut pautkan tahap analisis
ikonografi; dapat dilakukakn berdasarkan dokumen foto atau video, analisis kedua menghasilkan
konsep narasi. Sementara pada tahap analisis ketiga intepretasi ikonologo merupakan tahap
untuk menemukan makna, tentu saja beranjak dari makna yang diperoleh diproses ketiga.
Pada tahap ikonologi atau intepreatasi ikonografi dafat dirumuskan makna bahwa
konsep multinarasi ikonografi dapat dirumuskan bahwa konsep multinarasi relief Yeh Pulu
tersebut mengungkap sisi kepahlawanan sehari-hari manusia biasa (orang Bali kebanyakan),
Konsep inilah yang menjadi basia penciptaan seni lukis kontemporer.
4
c. Tujuh Pendekatan Artistik
Dasar pijak dalam penciptaan karya diawali dengan eksplorasi konsep mltinarasi
kepahlawan sehari-hari orang orang biasa, melalaui tiga tahap eksperiimen (studio):
a. Eksplorasi medium: menemukan ramuan medium berupa cat acrylic, pensil, cat
plototan tinta china dan bolpoin. Dan juga menemukan dua pendekatan yaitu
coloring dan drawing.
b. Penemuan bahasa visual: merumuskan subject matter/subjek gambar yang
kemudian dijadikan identitas bahasa visual.
c. Dirumuskan tiga pendekatan yaitu: Cutting( mengimajinasiakan objek seperti komik
yang digunting selayah lembar, kemudian guntingan tersebut dijadikan acuan
gambarpada kanvas. Highligting ( memilih adegan atau pose tertentu sebagai subjek
gambar atau subject matter. Smashing (membayangkan objek dalam kondisi pecah-
pecah. Layering (pemunculsn warna transparan pada bagian belakang karya.
Deconstruction ( dekonstruksi atau disposisi atas tema, adegan dan lain-lain).
Tujuh pendekatan atistik tersebut sebagai onsep keindahan karya atau konsep estetik.
Ketujuh pendekatan hadir menyeluruh dari persoalan mediu, bahasa visual, perumusan
konsep tematik. Konsep kekontemporeran juga dijelaskan melalui temuan tujuh pendekatan
artistik. Terutama pada pendekatan dekonstruksi yang memungkinkan adanya tafsir dan
pembertanyaan terkait posisi tematik.
5
Pemateri III Dr. Intan Rizky Mutiaz, M.Ds
Setiap fase periode industri membutuhkan masa yang semakin singkat dari waktu. Kehadiran
revolusi industri membutuhkan masa yang semakin singkat dari waktu ke waktu. Kehadiran revolusi
industri telah 4. 0 telah mengubah cara manusai dalam memandang realitas yang berkembang secara
radikal, massif, intensif dan provokatif.
Dampak yang terasa di era 4.0 terdapat dampak destruptif teknologi dimana inovasi yang
membantu menciptakan pasar baru, berakibat mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada dan
pada akhirnya menggantikan teknlogi yang sudah ada dahulu. Inovasi destruptif ini muncul dengan
cara yang tidak terduga dan sulit diprediksi, umumnya dengan menciptakan jenis jenis konsumen yang
berbeda di pasar baru dan menurunkan harga di pasar yang lama.
Revolusi Industri ke 4 atau era 4.0 dpat dimanfaatkan sebagai media berinovasi dalam
menciptakan desain berbasis budaya nusantara. Perkembangan teknologi di abad 21 terkadang
melupakan manusia mengenai sisi budaya, dan juga bergesarnya nilai tradisi Indonesia yang semakin
hilang seiring perkembangan jaman.
Komoditas kelokalan jika dikemas melalui metode dan produksi yang maksimal, maka dapat
tercipta inovasi yang unggul. Perkembangan era 4.0 tidak lepas dari berkembangnya metode-metode
kreatif untuk melahirkan inovasi. Pendekatan yang dilakukan untuk berinovasi di era 4,0 yaitu:
6
a. Metode Waterfall
Model ini adalah sebenarnya “ Linear Sequintal Model “, model ii sering disebut sebagai
“ classic life cycle “. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Winston Royce tahun 1970. Model
ini menggunakan secara sistematis dan berurutan. Melakukan tahap demi tahap yang dilalui
harus menunggu selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan. Yaitu requirements-
design-implementation-verification-maintenance.
b. Agile
Pada tahun 2001 tujuh belas pengembang bertemu untuk membahas pengembangan
ringan dan menerbitkan Manifesto For Agile Development Software terdiri dari:
1. Individuals and Interactions over process and tool
2. Working software over comprehensive documentation
3. Costumer collaboration over contract negotiation
4. Responding to change over following a plan
Berkerja dalam sprint-sprint pendek kemudian melakukan pengujian sebagai akhir dari setiap
sprint, scrum adalah kerangka kerja proses yang telah digunakan untuk mengelola
pengembangan produk kompleks semenjak awal tahun 1990 yang secara kreatif dan produktif.
c. Metode Scrum
Scrum, sebuah kerangka kerja dimana orang-orang dapat menyelesaikan masalah kompleks
yang senantiasa berubah dimanapada saat bersamaan menghasilkan produk dengan nilai
setinggi mungkin secara kreatif dan inovatif. Scrum adalah kerangka kerja proses yang telah
digunakan untuk mengelola pengembangan produk kompleks semnjak awal tahun 1990.
7
d. Metode TCSUM Tool
Metode ini ditemukan oleh Adi Nugraha dalam disertainya judul TRANSFORMING TRADITION
FOR SUSTAINABILITY TROUGH. Menjadi sebuah pendekatan dalam berinovasi dengan
memanfaatkan nilai budaya tradisi. Metode yang menggunakan pendekatan TCUSM dalam
merancang konten budaya nusantara dan diimplementasikan kepada digital media dengan
observasi langsung dan menganalisis hasil karya mahasiswa seperti proses, dan pemanfatan
unsur – unsur TCUSM.dan terakhir penutup inovasi desain yang diguankan oleh kedua
mahasiswa ini menerapkan proses desain melalui SCRUM dan TCUSM.pendekatan konten
budaya nusantara menjadi nilai budaya kontemporer kedalam medium digital.
8
Pemateri IV Dr. Husen Hendriyana, S.Sn., M.Ds
Metode penciptaan karya seni kriya pada khususnya dan seni rupa pada umumnya terbagi
menjadi dua kelompok besar penelitian praktik yaitu Practice Based Research dan Practice Ied
Research. Kedua kelompok ini dikenal dengan istilah metode penelitian pre factum dan post factum.
Publikasi sangat penting karena merupakan salah satu bagian dari kewajiban dosen
menjalankan tri darma perguruan tinggi yaitu darma penelitian dan publikasi ilmiah. Naskah dan jurnal
merupakan suatu hal yang kompleks jika naskah/tulisan jurnal ilmiah yaitu merupakan tulisan bersifat
ilmiah memuat paparan isi pesan yang secara nyata memajukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
yang didasari pada hasil penelitian, perekayasssan dan telaah yang mengandung temuan danpemikiran
yang orisinil.salah satu persoalan yang mendasar. Contoh suatu hal yang mendasar adalah materi dan
objek apa?. Apa strateginya?/
Strategi pertama, setelah memposisikan diri sebagai seorang dosen atau seorang pengajar
sebagai tenaga fungsional Akademik (TFA) yang patuh mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
Mematuhi dan mengikuti tugas dosen sesuai jalur-jalur yang tertuang di dalam Tri Darma Perguruan
Tinggi Pendidikan dan Pengajaran.
Strategi kedua, setelah memposisikan diri sebagai seorang dosen atau pengajar di perguruan
tinggi yang sebagaian besar diantaranya adalah merangkap sekaligus sebagai seniman, maka langkah
kedua ini bagaimana cara memfokuskan topik, tema, dan judul tulisan ilmiah para dosen sesuai dengan
fokus dan bidang masing-masing.
9
Strategi ketiga, untuk menghemat keterbatasan energi, pikiran dan waktu yang ada , pada diri
seseorang dosen baik yang merangkap seniman maupun tidak, maka sikap dan langkah ketiga adalah
bagaimana hasil-hasil pekerjaan seorang dosen di lingkungan FSRD pada khususnya yang bisa
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan unruk berbagai kepentingan yang berkaitan tupoksi
sebagai TFA di era 4.0 ini. Dosen harus jernih dalam memilih, dan memilah pekerjaan, kegiatan yang
ditekuni memiliki peluang nilai yang dimanfaatkan secara terintegrasi bermuara pada pengembangan
karir dosen dengan prestasi-prestasinya (termasuk didalamnya adalah penilaian angka/kredit/DUPAK
dan BKD yang relevan ada di ranah segitiga profesi dan kompetensi dosen.
Metode penciptaan/perancangan maupun metode kajian terhadap objek seni kriya didasrkan
pada material, bahan tentu akan berkaitan dengan tehnik-tehnik pengerjaan yang dilakukan oleh
sang kreatonya . Merujuk pada spesifikasi kriya bedasarkan material bahannya, melainkan akan
memfokuskan kedudukan seni kriya yang memiliki utility, significance, dan aesthetic. Ada karya seni
yang lainnya yang hanya memiliki keindahannya visualnya saja, atau kegunaan praktis saja.
Berdasar pada kedua aspek seni ini atau desain, penelitian seni kriya juga membelah menjadi
dua kelompok besar, yaitu penelitian berbasis praktik karya seni kriya ( practice-based research)dan
penelitian praktik pembuatan karya seni kriya (practice led research). Pengelompokan bentuk karya
seni kriya dapat tergambarkan pada aspek kebutuhan rumah tangga sehari-hariyang melingkupi
ruang aktifitas seperti: halaman, ruang kerja, meja makan dll.
B. Desain Produk
Desain memiliki pengertian sebagai (1) ilmu, (2) proses perancangan/tindakan (3)
karya/produk objek, (4) wacana. Sebagai salah satu kompetensi akademik akademik karya visual
1
0
dua dimensi atau tiga dimensi yang mengedepankan kecerdesan konseptual yang berorientasi
pada utility (kegunaan), signifiance (makna) dan aesthetic (keindahan)kemudian diampaikan oleh
ekspresi (individu/kolektif).
1.2. Seni Kriya: Karya kolektif hasil produk budaya masyarakat tradisi
Merujuk pada grand theory hasil karya budaya (idea, activities, dan artifact), bahwa
artifak sebagai hasil karya budaya manusia termasuk karya-karya “kriya seni budaya” seperti
pakaian adat, rumah adat dan lain sebagainya adalah hasil kolektif dari masyarakat
pendukungnya.
1.4. Seni Kriya: Metode penciptaan dan kajian karya seni kriya
Berdasarkan ada dan tidak adanya objek karya sebelumnya dalam proses kegiatan
penelitian seni pada uumnya, desain maupun seni kriya sehingga terbagi menjadi dua
yaitu: Pre Factum, Post Factum.
1.5. Metode pengkajian karya seni kriya (Post Factum, Practice Based Learning)
1
1
Kategori penelitian ini mengacu pada objek risetnya sehingga permasalhan-
permasalahn yang diangkat sebagai question research pada penelitian ini bukan bersumber
dari isu-isu dan permasalahan yang didapatkan/ditemukan di suatau fenomena kehidupan
masyarakat dilapangan.
1.6. Metode perancangan/penciptaan seni kriya (Pre Factum, Practice Led Resesarch)
Berbeda dengan penelitian Post Factum, dalam kategori penelitian ini lebih mengacu
pada isu-isu dan permasalahan yang ditemukan di masyarakat/dilapangan, serta tujuan
peneliti dalam meramu mengangkat menjadi sebuah topik penelitian itu. Dalam
pelaksanaan kegiatan penelitian ini harus merancang komponen dan unsur penelitiannya
sesuai dengan tujuan dan manfaat dari penelitian itu sendiri. Kegiatan penelitian, peneliti
harus merancang komponen dan unsur penelitiannya sesuai dengan tujuan dan manfaat
dari penelitian yang dimaksud. Penelitian juga harus mengarah pada pemahaman baru
tentang praktik dan terintegrasi dipraktikkan.
Strategi publikasi dalam jurnal ilmiah sebagai upaya diseminasi penelitian dan
pemikiran seni rupa dan desain dikembalikan pada kedisiplinan, pertanggungjawaban
dirinya sebagai seorang tenaga fungsional akademik (TFA).
1
2