Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya
ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman
bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
2.1.2 Batasan Lansia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
(1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59
tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua
(Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu
usia diatas 90 tahun.
(2) Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
(3) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia
sebagai berikut :
Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa
penuh (Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia
(Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun
(Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).
2.1.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000)
yaitu :
1) Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh
terjadinya proses degeneratif yang meliputi :
(1) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar
ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya
intraseluler.
(2) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam
respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera
yang menyebabkan berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya masalah kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya.
(3) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di
atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya kemampuan
pendengaran meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang
seringkali merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan dan
berkaitan dengan efek-efek kolateral seperti komunikasi yang buruk
dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan penyimpangan
fungsional.
(4) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak
yang menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya akomodasi,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap,
menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas.
(5) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas
pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh darah feriver
untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, duduk keberdiri
bisa mengakibatkan tekanan darah menurun menjadi mmHg yang
mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan
oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
2) Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori
cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung
disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif
berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering
dikemukakan oleh manula, keluhan ini di anggap lumrah dan biasa oleh lansia,
keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross sectional dan logitudional
didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan
memori, terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotient)
tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya
membayangkan karena tekanan-tekanan dari factor waktu.
3) Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya dan
identitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purna
tugas) ia akan mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan.
Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi
semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan
kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya
bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu
kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah
kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung
bertentangan dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka
tampaknya masih jauh dank arena itu mereka kurang memikirkan kematian.
4) Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai
sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain
penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal
ini di kenal apa yang di sebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan
diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya
dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja.
Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru.
Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban, dengan gaya
reaksi yang lamban dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang
menurun. Daya ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai
pikun dan demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang
telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi.
2.2. Konsep Dasar Osteoartitis
2.2.1 Definisi Osteoartitis
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi ) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas) (Smeltzer, C Suzanne, 2002).
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia,
penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering
dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan
adanya perbedaan frekuensi.

2.2.2 Etiologi Osteoartitis


Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1. Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan
yang harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis,
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut dan infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh
membran sinovial dan sel-sel radang.
7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi
akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang
sehingga mempercepat proses degenerasi.
8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
2.2.3 Klasifikasi Osteoartitis
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Smeltzer, C
Suzanne, 2002).
2.2.4 Patofisiologi Osteoertitits
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan,
rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh
stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan
penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau
adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas,
adanya hipertropi atau nodulus.
2.2.5 Web of Caution (WOC). Lihat lampiran 1.
2.2.6 Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila
sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 – 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang
sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang
semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri
biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya
pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril,
dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini
belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan
cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada klien dengan osteoartitis adalah sebagai
berikut:
1. Gangguan/kesulitan gerak.
2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko jatuh.
4. Patah tulang.
2.2.8 Pemeriksaan Dignostik
1. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi.
2. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal.
3. Reaksi aglutinasi: positif
4. LED meningkat pesat
5. Protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
6. SDP: meningkat pada proses inflamasi
7. JDL: Menunjukkan ancaman sedang
8. Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
9. RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi,
osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan
ruang sendi
2.2.9 Penatalaksanaan
1. Tindakan preventif
a. Penurunan berat badan
b. Pencegahan cedera
c. Screening sendi paha
d. Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja
2. Farmakologi: obat NSAID bila nyeri muncul.
3. Terapi konservatif: kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-
alat ortotik untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi
4. Irigasi tidal (pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artroscopik.
5. Pembedahan: artroplasti.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris
limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit:
kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
2. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
a. Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
b. Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
c. Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / Cairan
a. Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
b. Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
5. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
6. Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).
8. Keamanan
a. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
b. Lesi kulit, ulkas kaki
c. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
d. Demam ringan menetap
e. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan
peran: isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Riwayat rematik pada keluarga
b. Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa
pengujian
c. Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
2.3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
DX.1. Diagnosa 1. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh
akumulasi cairan / proses inflamasi, distruksi sendi.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
(Kriteria) maka diharapkan nyeri berkurang/hilang, dengan criteria
Hasil : hasil:
- Skala nyeri ringan
- Klien terlihat rileks dapat tidur/beristirahat dan
berpartisipasi dalam aktivitas
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan 1. Membantu dalam menentukan
intensitas nyeri (skala 0 – 10), catat kebutuhan managemen nyeri dan
faktor-faktor yang mempercepat keefektifan program.
dan tanda-tanda rasa nyeri. 2. Matras yang lembut/empuk, bantal
2. Berikan matras atau kasur keras, yang besar akan mencegah
bantal kecil. Tinggikan linen pemeliharaan kesejajaran tubuh yang
tempat tidur sesuai kebutuhan. tepat, menempatkan setres pada
3. Biarkan pasien mengambil posisi sendi yang sakit. Peninggian linen
yang nyaman pada waktu tidur atau tempat tidur menurunkan tekanan
duduk di kursi. Tingkatkan istirahat pada sendi yang terinflamasi / nyeri
di tempat tidur sesuai indikasi. 3. Pada penyakit berat, tirah baring
4. Dorong untuk sering mengubah mungkin diperlukan untuk
posisi. Bantu pasien untuk bergerak membatasi nyeri atau cedera sendi.
di tempat tidur, sokong sendi yang
sakit di atas dan di bawah, hindari
gerakan yang menyentak.
5. Anjurkan pasien untuk mandi air 4. Mencegah terjadinya kelelahan
hangat atau mandi pancuran pada umum dan kekakuan sendi.
waktu bangun. Sediakan waslap Menstabilkan sendi, mengurangi
hangat untuk mengompres sendi- gerakan/rasa sakit pada sendi.
sendi yang sakit beberapa kali 5. Panas meningkatkan relaksasi otot
sehari. Pantau suhu air kompres, air dan mobilitas, menurunkan rasa sakit
mandi. dan melepaskan kekakuan di pagi
6. Berikan masase yang lembut hari. Sensitifitas pada panas dapat
kolaborasi. dihilangkan dan luka dermal dapat
7. Beri obat sebelum aktivitas atau disembuhkan.
latihan yang direncanakan sesuai 6. Meningkatkan elaksasi/mengurangi
petunjuk seperti asetil salisilat. tegangan otot
7. Meningkatkan relaksasi,
mengurangi tegangan otot,
memudahkan untuk ikut serta dalam
terapi.
Diagnosa 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan otot.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
(Kriteria maka diharapkan klien mampu berpartisipasi pada aktivitas
Hasil) : yang diinginkan, dengan kriteria hasil:
- Kelelahan pasien berkurang
- Pasien mampu mempertahankan postur tubuh tegak, duduk,
berdiri dan berjalan.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan istirahat tirah 1. Untuk mencegah kelelahan dan
baring/duduk jika diperlukan. mempertahankan kekuatan.
2. Bantu bergerak dengan bantuan 2. Meningkatkan fungsi sendi,
seminimal mungkin. kekuatan otot dan stamina umum.
3. Dorong klien mempertahankan
postur tegak, duduk, berdiri dan 3. Memaksimalkan fungsi sendi dan
berjalan. mempertahankan mobilitas.
4. Berikan lingkungan yang aman
dan menganjurkan untuk
4. Menghindari cedera akibat
menggunakan alat bantu.
kecelakaan seperti jatuh.
5. Berikan obat-obatan sesuai
indikasi seperti steroid.
5. Untuk menekan inflamasi sistemik
akut.
Daignosa 3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang.
Tujuan (Kriteria Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Hasil) : maka diharapkan tidak terjadi risiko cedera, dengan kriteria
hasil:
- Klien atau keluarga dapat menciptakan lingkungan yang
aman.
- Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.

Intervensi Rasional
1. Kendalikan lingkungan dengan : 1. Lingkungan yang bebas bahaya akan
Menyingkirkan bahaya yang mengurangi resiko cedera dan
tampak jelas, mengurangi membebaskan keluarga dari
potensial cedera akibat jatuh kekhawatiran yang konstan.
ketika tidur misalnya 3. Hal ini akan memberikan pasien
menggunakan penyanggah tempat merasa otonomi, restrain dapat
tidur, usahakan posisi tempat tidur meningkatkan agitasi, mengegetkan
rendah, gunakan pencahayaan pasien akan meningkatkan ansietas.
malam siapkan lampu panggil
2. Memantau regimen medikasi
3. Izinkan kemandirian dan
kebebasan maksimum dengan
memberikan kebebasan dalam
lingkungan yang aman, hindari
penggunaan restrain, ketika
pasien melamun alihkan
perhatiannya ketimbang
mengagetkannya.
Diagnosa 4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Tujuan (Kriteria Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
Hasil) : maka diharapkan tidak terjadi perubahan pola tidur pasien,
dengan criteria hasil:
- Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur.
- Pola tidur pasien 7-8 jam/hari
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya 1. Mengkaji perlunya dan
dan biasanya dan perubahan yang mengidentifikasi intervensi yang
terjadi. tepat.
2. Berikan tempat tidur yang nyaman. 2. Meningkatkan kenyamaan tidur
serta dukungan fisiologis/psikologis
3. Buat rutinitas tidur baru yang 3. Bila rutinitas baru mengandung
dimasukkan dalam pola lama dan aspek sebanyak kebiasaan lama,
lingkungan baru. stress dan ansietas yang
4. Instruksikan tindakan relaksasi berhubungan dapat berkurang.
5. Tingkatkan regimen kenyamanan 4. Membantu menginduksi tidur
waktu tidur, misalnya mandi hangat 5. Meningkatkan efek relaksasi
dan massage. 6. Dapat merasakan takut jatuh karena
6. Gunakan pagar tempat tidur sesuai perubahan ukuran dan tinggi tempat
indikasi: rendahkan tempat tidur tidur, pagar tempat untuk membantu
bila mungkin. mengubah posisi
7. Hindari mengganggui bila 7. Tidur tanpa gangguan lebih
mungkin, misalnya membangunkan menimbulkan rasa segar dan pasien
untuk obat atau terapi mungkin mungkin tidak mampu
kembali tidur bila terbangun.

Kolaborasi : 1. Mungkin diberikan untuk membantu


pasien tidur atau istirahat.
1. Berikan sedative, hipnotik sesuai
indikasi
Daignosa 5. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan
muskuloskeletal : Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak,
Depresi.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
(Kriteria maka diharapkan tidak terjadi kurang perawatan diri, dengan
Hasil) : kriteria hasil:
- Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan diri secara
mandiri.
- Klien dapat mempertahankan mobilitas.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat fungsi fisik 1. Mengidentifikasi tingkat bantuan/
dukungan yang diperlukan
2. Pertahankan mobilitas, kontrol 2. Mendukung kemandirian
terhadap nyeri dan progran latihan fisik/emosional
3. Kaji hambatan terhadap partisipasi 3. Menyiapkan untuk meningkatkan
dalam perawatan diri, identifikasi kemandirian yang akan
untuk modifikasi lingkungan meningkatkan harga diri
4. Identifikasikasi untuk perawatan 4. Memberikan kesempatan untuk dapat
yang diperlukan, misalnya; lift, melakukan aktivitas secara mandiri
peninggian dudukan toilet, kursi
roda
Diagnosa 6. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
(Kriteria) maka diharapkan pasien dapat mengungkapkan peningkatan
Hasil : rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi
penyakit, perubahan gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan, dengan kriteria hasil:
- Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
- Perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri rendah
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Dorong pengungkapan mengenai 1. Beri kesempatan untuk
masalah mengenai proses mengidentifikasi rasa takut/kesal
penyakit,harapan masa depan. menghadapinya secara langsung.
2. Diskusikan arti dari 2. Mengidentifikasi bagaimana
kehilangan/perubahan pada penyakit mempengaruhi persepsi diri
pasien/orang terdekat. Memastikan dan interaksi dengan orang lain akan
bagaimana pandangan pribadi psien menentukan kebutuhan terhadap
dalam memfungsikan gaya hidup intervensi atau konseling lebih lanjut.
sehari-hari termasuk aspek-aspek 3. Isyarat verbal/nonverbal orang
seksual. terdekat dapat mempunyai pengaruh
mayor pada bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri.
3. Diskusikan persepsi pasien 4. Nyeri melelahkan, dan perasaan
mengenai bagaimana orang marah, bermusuhan umum terjadi.
terdekat menerima keterbatasan. 5. Dapat menunjukkan emosional atau
4. Akui dan terima perasaan berduka, metode maladaptive, membutuhkan
bermusuhan, ketergantungan. intervensi lebih lanjut atau dukungan
psikologis.
5. Perhatikan perilaku menarik
diri,penguanan menyangkal atau 6. Membantu pasien mempertahankan
terlalu memperhatikan kontrol diri yang dapat
tubuh/perubahan. meningkatkan perasaan harga diri.
6. Susun batasan pada prilaku 7. Meningkatkan perasaan
maladaptive. Bantu pasien untuk kompetensi/harga diri, mendorong
mengidentifikasi perilaku positif kemandirian, dan mendorong
yang dapat membantu koping. partisipasi dan terapi.
7. Ikut sertakan pasien dalam
merencanakan perawatan dan
membuat jadwal aktivitas.
Kolaborasi :
1. Rujuk pada konseling psikiatri
2. Berikan obat-obat sesuai petunjuk
1. Pasien/orang terdekat mungkin
membutuhkan dukungann selama
berhadapan dengan proses jangka
panjang/ketidakmampuan
2. Mungkin dibutuhkan pada saat
munculnya depresi hebat sampai
pasien mengembangkan kemampuan
koping yang efektif.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan atau implementasi adalah tahap penyelesaian masalah
keperawatan berdasarkan perencanaan yang ditetapkan melalui prosedur spesifik.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan menilai keefektifan intervensi yang telah
dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai