Book Gambut 25jan2019
Book Gambut 25jan2019
CORRECTIVE
ACTION
TATA KELOLA GAMBUT
DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
2018
CORRECTIVE ACTION
02 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT
DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Tim Penyusun
Dipublikasikan oleh:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut
Pengarah :
Siti Nurbaya Bakar
Penanggungjawab :
M.R. Karliansyah
Editor :
SPM Budisusanti
Huda Achsani
Muhammad Askary
Tim Penulis :
Prabudi Winarto
Waluyo Yogo Utomo
Riza Murti Subekti
Imam Wuryanto
Wahyu Utami
Agus Suwendar
Desain dan Layout :
Ryan Mukti Wicaksono
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA 03
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Kata Pengantar
Dalam satu dekade terakhir, kebakaran hutan dan lahan gambut secara
masif tak dapat dihindari hingga menyebabkan polusi udara dan kerusakan lahan
dengan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar. Masih belum
hilang dalam memori adalah kebakaran hutan dan lahan gambut pada tahun 2015
dengan luasan 2,6 juta hektar dan kerugian mencapai Rp. 220 triliun. Berdasarkan hal
tersebut, pemerintah di bawah kepemipinan Presiden Joko Widodo mendeklarasikan
untuk tidak ada lagi kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia. Pemerintah
memprioritaskan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu pencegahan
sekaligus pemulihan ekosistem gambut yang rusak, dan tindakan hukum yang
tegas terhadap individu maupun korporasi yang bertanggung jawab menyebabkan
kebakaran, melalui sanksi administratif maupun pidana.
Daftar Isi
03 20
Kata Pengantar Pemulihan Fungsi
Ekosistem Gambut
08 26
Pendahuluan Pembangunan Database
09 30
Strategi Kebijakan Perlindungan Pembangunan Portal Website
dan Pengelolaan Ekosistem Sistem Informasi Geografis (SIG)
Gambut
16 32
Inventarisasi dan Penetapan Peta Kontribusi
Fungsi Ekosistem Gambut Penurunan Emisi GRK
18 34
Perencanaan Pengendalian Dukungan Terhadap SDG’s
Kerusakan Gambut
36
Rekognisi dan Pengembangan
International Tropical Peatland Center
(ITPC)
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA 05
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Hutan Sekunder
di Ekosistem Gambut
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA 07
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT
DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
865
Kesatuan Hidrologis Gambut 3,11 Juta
Hektar
24,67 Juta
Hektar
Luas Pemulihan
Ekosistem Gambut
di Areal Konsesi
Luas Seluruh KHG
di Indonesia
8.382
Hektar
Luas Pemulihan
Ekosistem Gambut
di Areal Masyarakat
CORRECTIVE ACTION
08 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Pendahuluan
Mengacu pada Keputusan Menteri besar pada tahun 2015 lalu yang luasnya mencapai
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.129/ 2,6 juta hektar. Akibat bencana kebakaran tersebut,
MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Presiden Joko Widodo memberikan arahan yang
Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional, sangat jelas, yaitu upaya corrective action terkait
Indonesia memiliki ekosistem gambut berjumlah pengelolaan Gambut. Salah satu tindak lanjutnya
865 Kesatuan Hidrologis Gambut dengan total adalah mempromosikan pencegahan dengan cara
luasan 24.667.804 hektar yang tersebar di pulau pengelolaan dan tata kelola lahan gambut.
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Dari
luasan tersebut, 14,9 juta hektar merupakan lahan Berdasarkan latar belakang tersebut,
gambut (BBSDLP, 2013). Ini adalah lahan gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tropis terbesar di dunia, diikuti oleh Republik secara intensif melaksanakan upaya perlindungan
Demokratik Kongo dengan lahan gambut yang dan pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana
luasnya mencapai 9 juta hektar dan Republik Kongo dimandatkan di dalam Peraturan Pemerintah
yang luasnya mencapai sekitar 5,5 juta hektar (Miles Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2014
et al., 2017). sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun
Gambut mempunyai karakteristik yang 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
unik karena selain sebagai komponen lahan basah, Ekosistem Gambut.
komponen dari ruang daratan, juga komponen
lingkungan hidup yang terletak dalam wilayah
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan karakteristik yang demikian, Gambut
memiliki fungsi yang beragam dalam perikehidupan
bangsa Indonesia, antara lain sebagai sumber daya
alam berupa plasma nutfah dan komoditi kayu,
sebagai tempat hidup ikan endemik, dan sebagai
gudang penyimpan karbon sehingga berperan
sebagai penyeimbang iklim.
Dengan karakteristik yang unik tersebut, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
lahan gambut juga rentan terhadap kerusakan jika dan Kehutanan
Permasalahan utama
pada ekosistem gambut
Fungsi Lindung Gambut : Ketebalan > 3m yang berada di hulu sungai dan rawa
UU No. 24 Th. 1992 PP No. 150 Th. 2000 Inpres No. 2 Th. 2007
Penataan Ruang Pengendalian Percepatan Rehabilitasi
Kerusakan Tanah untuk dan Revitalisasi Kawasan
Produksi Biomasa Pengembangan Lahan
Gambut di Kalimantan
Tengah
Milestone
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut: minimal 30% dari luas KHG + Ketebalan >3m, dll.
Inpres No. 10 Th. 2011 PP No. 71 Th. 2014 PP No. 57 Th. 2016
PIPIB PPEG Perubahan PP No. 71 Th. 2014
UU No. 32 Th. 2009 Inpres No. 6 Th. 2013 Inpres No. 8 Th. 2015
Perlindungan dan PIPIB PIPIB
Pengelolaan LH
Kriteria Rusak Fungsi Budidaya Gambut: Tinggi Muka Air Tanah > 0,4 m
Milestone pada Gambar 1 menunjukkan Keppres no. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan
bahwa Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen kawasan lindung sampai dengan penetapan
yang tinggi dalam perlindungan dan pengelolaan Peraturan Pemerintah no. 26 tahun 2008 tentang
ekosistem gambut. Penetapan kedua Peraturan RTRW Nasional yang lebih mengutamakan zonasi
Pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan dan pemanfaatan.
ekosistem gambut memberikan kewenangan dan
kekuatan lebih dalam pelaksanaan perlindungan Adapun Peraturan Menteri dan Surat
dan pengelolaan ekosistem gambut dengan Keputusan Menteri yang telah ditetapkan untuk
berfokus pada pengaturan, karakteristik, dan kriteria menjadi acuan operasional di lapangan pelaksanaan
kerusakan gambut, serta pengelolaan ekosistem Peraturan Pemerintah dalam perlindungan dan
gambut berbasis pada kesatuan hidrologis gambut. pengelolaan ekosistem disajikan dalam uraian
Hal ini merupakan upaya Corrective Action dari berikut ini.
peraturan sebelumnya yang dimulai dari penetapan
Permen LHK Nomor P.14/ Permen LHK Nomor P.17/MENLHK/ Keputusan Menteri LHK Nomor
MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 SETJEN/KUM.1/2/2017 SK.129/MENLHK/SETJEN/
Tentang Tata Cara Inventarisasi dan Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PKL.0/2/2017
Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut; Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor Tentang Penetapan Peta Kesatuan
P.12/Menlhk-II/2015 Tentang Pembangunan Hidrologis Gambut Nasional;
Hutan Tanaman Industri;
Permen LHK Nomor P.15/ Permen LHK Nomor P.77/ Keputusan Menteri LHK SK.130/
MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Menlhk-Setjen/2015 MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017
Tentang Tata Cara Pengukuran Muka Tentang Tata Cara Penanganan Areal yang Tentang Penetapan Peta Fungsi
Air Tanah di Titik Penaatan Ekosistem Terbakar Dalam Izin Usaha Pemanfaatan Ekosistem Gambut Nasional.
Gambut; Hasil Hutan Pada Hutan Produksi;
Selain itu, telah ditetapkan pula Peraturan dan Keputusan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan (PPKL), antara lain :
Lingkup pengaturan perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut yang dilaksanakan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengacu pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, serta sanksi adminsitratif bagi pihak yang terindikasi
melakukan pelanggaran.
INVENTARISASI
PERATURAN
PEMERINTAH [Keputusan MENLHK No. P.14/
NO. 71/2014 MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 2/2017]
JUNCTO PERATURAN
PEMERINTAH Penetapan KHG dan Fungsi
01 Ekosistem Gambut RPPEG
NO. 57/2016 (F. Lindung dan F. Budidaya)
(PERLINDUNGAN
DAN PENGELOLAAN Pengukuran Tinggi Perusahaan /
EKOSISTEM GAMBUT) 02
dan Muka Air Tanah Lahan Masyarakat
Penilaian Keberhasilan
Pemulihan Fungsi
03 Degradasi Gambut RESTORASI Ekosistem Gambut
(Pasal 18 P.16/MENLHK/
SETJEN/ KUM.1/2/2017)
Ruang Lingkup : Perencanaan, Pemanfaatan,
Pengendalian, Pemeliharaan, Supervisi dan [Keputusan MENLHK No. P.16/MENLHK/
Sanksi Administratif (Pasal 3) SETJEN/ KUM.1/2/2017]
Sedangkan kriteria baku kerusakan lahan Gambut. Peraturan Dirjen yang membagi status
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan perlindungan kerusakan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu rusak
dan pengelolaan Ekosistem Gambut adalah kriteria sangat berat, rusak berat, rusak sedang, rusak
baku kerusakan Ekosistem Gambut dalam Pasal ringan, dan tidak rusak, serta penetapan prioritas
23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia penanganan I untuk kategori rusak sangat berat,
Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan prioritas II rusak berat, priortias III rusak sedang, dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut dengan indikator prioritas IV rusak ringan.
keberhasilan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut
mengacu pada Pasal 18 Peraturan Menteri LHK Dari segi kelembagaan, perlindungan
Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 dan pengelolaan Ekosistem Gambut di Indonesia
Tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
Ekosistem Gambut. dan Kehutanan melalui Direktorat Pengendalian
Kerusakan Gambut, Direktorat Jenderal Pengendalian
Penetapan prioritas program dan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Pemerintah
kegiatan perlindungan dan pengelolaan Ekosistem membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG)
Gambut dilakukan berdasarkan peta status melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2016, yang
kerusakan Ekosistem Gambut yang telah ditetapkan bertugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi
melalui Keputusan Peraturan Direktora Jenderal restorasi gambut pada lahan akibat kebakaran hutan
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan tahun 2015 di Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi
Lingkungan Nomor SK.40/PPKL/PKG/PKL.0/3/2018 Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi
tentang Penetapan Status Kerusakan Ekosistem Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan
Provinsi Papua.
CORRECTIVE ACTION
14 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Jumlah KHG
No Uraian Keterangan
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
1 Inventarisasi karakteristik ekosistem
a. Skala 1:250.000 865
b. Skala 1:50.000 5 (lengkap 5) 8 (lengkap 8) 4 (lengkap 4) 12 (lengkap 4, kurang Total inventarisasi
lengkap 8) 29 KHG
2 Penetapan peta fungsi Ekosistem Gambut
a. Skala 1:250.000 865
b. Skala 1:50.000 5 16 Sudah ditetapkan 5
KHG, sudah lengkap
16 KHG (usulan
penetapan), 8 KHG
perlu dilengkapi data
inventarisasi di lahan
konsesi
Penetapan Peta KHG dan Fungsi Ekosistem Gambut skala 1:250.000 ditetapkan melalui Keputusan
Menteri LHK Nomor SK.129/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis
Gambut Nasional dan Keputusan Menteri LHK SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan
Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional.
Proses Inventarisasi Ekosistem Gambut dilakukan mulai tahun 2015 dengan total 29 KHG yang
sudah dilakukan Inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut pada skala 1:50.000. Sebanyak 5 KHG telah
ditetapkan Peta Fungsi Ekosistem Gambutnya pada Tahun 2017. Tahun 2018 akan dilakukan proses penetapan
sebanyak 16 KHG pada skala 1:50.000. 8 KHG dari 29 KHG yang sudah dilakukan Inventarisasi Ekosistem
Gambut masih perlu tambahan data hasil inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut dari pemegang izin
konsesi/perusahaan. Perincian nama-nama kelima KHG yang sudah ditetapkan dan 24 KHG hasil inventarisasi
Karakteristik Ekosistem Gambut Tahun 2016-2018, disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA 17
Menuju Ekosistem
(Pelaksanaan Perlindungan
GambutDan
Berkelanjutan
Pengelolaan Ekosistem Gambut)
Tabel 2. Nama-nama KHG Hasil Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut Skala 1:50.000 Tahun 2015-2018
2015 2016
1. KHG Sungai Kampar – Sungai Gaung: 1. KHG Krueng Surin – Krueng Muling:
Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh;
dan Indragiri Hilir, Provinsi Riau 2. KHG Krueng Tripa – Krueng Seuneuam:
2. KHG Sungai Gaung – Sungai Batang Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh;
Tuaka: KHG Sungai Kanopan – Sungai Kuala:
Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara;
Hilir, Provinsi Riau; 3. KHG Sungai Kanopan – Sungai Kuala:
3. KHG Pulau Tebing Tinggi: Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara;
Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi 4. KHG Sungai Kuala – Sungai Kuo:
Riau; Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara;
4. KHG Pulau Bengkalis: 5. KHG Aek Lunang – Aek Sidang:
Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau; Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat;
5. KHG Sungai Kapuas – Sungai Terentang: 6. KHG Aek Ubar – Aek Lunang:
Kabupaten Kuburaya, Provinsi Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat;
Kalimantan Barat 7. KHG Sungai Kelinjau – Sungai Kedangyantau:
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur; serta
8. KHG Sungai Kedangyantau – Sungai Sabintulung:
Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
2017 2018
1. KHG Krueng Matee – Krueng Tumiyee: 1. KHG Krueng Wonki - Krueng Gubon:
Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh; Kab. Aceh Barat, Provinsi Aceh
2. KHG Batang Toru – Aek Maraitgadang: 2. KHG Krueng Meureubo - Krueng Matee:
Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Kab. Aceh Barat, Kab. Naganraya, Provinsi Aceh
Sumatera Utara; 3. KHG Aek Na Birong - Aek Batang Toru:
3. KHG Aek Maraitgadang – Aek Sikapas: Kab. Tapanuli Selatan, Provinsi Sumater Utara
Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi 4. KHG Sungai Kualuh Bilah - Sungai Barumun:
Sumatera Utara; serta Kab. Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara
4. KHG Batang Ampu – Bah Mandiangin: 5. KHG Pulau Mendol:
Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Kab. Pelalawan, Provinsi Riau
Sumatera Barat. 6. KHG Sungai Indragiri - Sungai Belilas:
Kab. Indragiri Hulu, Provinsi Riau
7. KHG Sungai Tabat - Batang Masangkiri:
Kab. Agam, Provinsi Sumbar
8. KHG Aek Musi - Sungai Upang:
Kab. Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan
9. KHG Sungai Bila - Sungai Rasau:
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Sukamara Provinsi
Kalimantan Tengah
10. KHG Sungai Dadau - Sungai Sikan:
Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat
11. KHG Sungai Sambih - Sungai Landak:
Kabupaten Kuburaya, Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat
12. KHG Sungai Kapuas - Sungai Mendawak:
Kab. Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat
Perencanaan Pengendalian
Kerusakan Gambut
F. Lindung EG F. Budidaya EG
1. Penelitian
2. Ilmu Pengetahuan Semua Kegiatan
3. Pendidikan, dan/atau (Sesuai RPPEG)
4. Jasa Lingkungan
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut merupakan bagian dari rencana
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) dan menjadi dasar serta memperhatikan
perencanaan pembangunan lainnya, seperti RPJMN/RPJMD, rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana
kehutanan tingkat nasional (RKTN), dan rencana strategis lainnya.
Sampai dengan tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang dalam proses
menyelesaikan RPPEG Nasional yang akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri. Sedangkan untuk memberi
acuan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penyusunan RPPEG di daerahnya masing-
masing, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan tentang pedoman tata cara penyusunan, penetapan dan perubahan RPPEG. Selain itu,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga membuat pilot project penyusunan RPPEG pada:
A B C
Satu Kesatuan Hidrologis Gambut Wilayah administrasi pada tingkat Satu wilayah administrasi pada tingkat
(KHG) Sungai Kapuas – Sungai Kabupaten di Kabupaten Tana Hidung Provinsi di Provinsi Kalimantan Utara
Terentang, Kabupaten Kubu Raya; (9 KHG), dan/atau Kabupaten Nunukan yang memiliki 13 KHG.
(5 KHG), Provinsi Kalimantan Utara.
Dalam penyusunan pilot project RPPEG tersebut di atas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
melibatkan beberapa pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi, pemegang
konsesi, dan masyarakat.
CORRECTIVE ACTION
20 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Pemulihan Fungsi
Ekosistem Gambut
A. Pemulihan di Lahan Konsesi
Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal tentang dokumen rencana pemulihan fungsi ekosistem
gambut di areal konsesi, perusahaan diwajibkan melaporkan pelaksanaan pemulihan secara berkala serta
menyampaikan data pemantauan tinggi muka air tanah sebagai titik penaatan baik secara manual maupun
otomatis dengan menggunakan data logger, serta data pemantauan curah hujan. Data perkembangan
pemulihan ekosistem gambut disajikan pada uraian berikut.
68
Luas Areal ekossitem Gambut Jumlah TP TMAT Jumlah SP Curah Hujan
2.226.780,8 5.669 unit 263 unit
hektar
Jumlah sekat kanal terbangun Luas Rehabilitasi Vegetasi Luas Suksesi Alami
8.012 unit 4.438,70 306.112
hektar hektar
Jumlah perusahaan
127
Luas Areal ekossitem Gambut Jumlah TP TMAT Jumlah SP Curah Hujan
884.580,92 3.934 unit 337 unit
hektar
Jumlah sekat kanal terbangun Luas Rehabilitasi Vegetasi Luas Suksesi Alami
9.460 unit - -
Jumlah perusahaan
194
Luas Areal ekossitem Gambut Jumlah TP TMAT Jumlah SP Curah Hujan
3.111.360,89 9.603 unit 600 unit
hektar
Jumlah sekat kanal terbangun Luas Rehabilitasi Vegetasi Luas Suksesi Alami
17.292 unit 4.438,70 306.112
hektar hektar
IMAS
PROGRAM
KEMANDIRIAN MASYARAKAT
Rencana Kerja
Masyarakat
IMAS
Indentifikasi Masalah dan Analisis Situasi
Indikator, Target & PPEG
Waktu Capaian Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut
MENDUKUNG CAPAIAN SDG’s
Langkah awal yang yang disusun oleh masyarakat nilai ekonomi untuk perbaikan
dilakukan adalah Kementerian (bottom-up planning) untuk / peningkatan pendapatan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan pemulihan Ekosistem Gambut. masyarakat, seperti nanas, kopi
bekerjasama dengan Universitas liberika / excelsa, jernang, jahe
dan Pemerintah Daerah Rencana kerja merah, pinang, serta budidaya
dalam menunjuk fasilitator masyarakat yang disusun ikan, budidaya lebah, dan lain-
di tingkat desa. Selanjutnya mencakup kegiatan perlindungan lain. Rencana kerja masyarakat
fasilitator tersebut diberikan dan pengelolaan Ekosistem tersebut juga dilengkapi dengan
pelatihan tentang perlindungan Gambut yang memenuhi tiga penetapan indikator kinerja,
dan pengelolaan Ekosistem kriteria yaitu kembalikan airnya target dan waktu capaian, serta
Gambut dan strategi komunikasi (bring back the water), kembalikan keterkaitan dalam mendukung
dengan masyarakat. Fasilitator ekosistemnya / biodiveritasnya capaian tujuan pembangunan
mendampingi masyarakat dalam (bring back the ecosystem), berkelanjutan (SDG’s Goals)
melakukan identifikasi masalah dan tingkatkan perilaku dan pada Goal 1 (Tanpa Kemiskinan),
dan analisis situasi (IMAS) terkait perikehidupan masyarakatnya Goal 2 (Tanpa Kelaparan), Goal
dengan kebutuhan masyarakat (improve community livelihood). 13 (Perubahan Iklim) dan Goal
dalam mendukung upaya 15 (Ekosistem Daratan).
perlindungan dan pengelolaan Kegiatan tersebut
Ekosistem Gambut di daerahnya. dilaksanakan melalui pembuatan Adapun hasil
Kemudian fasilitator bersama sekat kanal, rehabilitasi / vegetasi, pelaksanaan pemulihan
masyarakat membentuk tim kerja dan peningkatan kesejahteraan. ekosistem gambut berbasis
perlindungan dan pengelolaan Kegiatan peningkatan masyarakat disajikan dalam tabel
Ekosistem Gambut di tingkat kesejahteraan masyarakat berikut ini.
desa. Fasilitator bersama tim diakukan antara lain melalui
kerja menyusun dokumen pembuatan demplot rehabilitasi
Rencana Kerja Masyarakat (RKM) vegetasi dengan penanaman
yang merupakan rencana kerja jenis tanaman yang memiliki
Output Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Total
Dokumen Identifikasi Masalah - 17 12 24 53
dan Analisis Situasi (IMAS)
SK Tim Kerja Perlindungan dan - 17 12 24 53
Pengelolaan Ekosistem Gambut
(TK-PPEG) oleh Kepala Desa
Rencana Kerja Masyarakat (RKM) - 54 40 66 160
Jumlah sekat kanal yang dibangun 12 model (Riau, 205 (Aceh, Riau, 130 (Aceh, 196 (Aceh, 543
(unit) Kalbar, Kalteng) Jambi, Kalbar, Sumut, Kaltim) Sumut, (Aceh, Sumut,
Kaltim) Sumbar, Sumbar, Riau, Jambi,
Kaltim) Kalbar, Kalteng,
Kaltim)
Luas lahan yang terbasahi melalui 173 ha 2.870 ha 2,139 ha 3.200 ha 8.382 ha
pembangunan sekat kanal
Pendampingan
Pelatihan
Kelembagaan
Permodalan
Pemasaran
Infrastruktur
LSM
Universitas
Media massa
Manggala Agni
Organisasi Profesi
Lembaga Penelitian
Pada tahun 2018 Pertamina RU II Sungai Model kegiatan kemitraan tersebut akan
Pakning berhasil memperoleh PROPER Emas dari terus dikembangkan untuk dapat direplikasikan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tempat lain bersama mitra-mitra yang lain
karena keunggulan program community development mengingat luasan lahan gambut di area masyarakat
khususnya dalam membangun masyarakat untuk (non konsesi) sangat luas, yaitu 9,607 juta hektar di
melakukan pencegahan kebakaran, upaya-upaya kawasan lindung dan 9,600 juta hektar di kawasan
perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut, budidaya atau sekitar 75 persen dari luas total
serta peningkatan ekonomi dengan berbudidaya Kesatuan Hidrologis Gambut.
nanas di lahan gambut sehingga masyarakat
mempunyai kemandirian ekonomi untuk menjaga
Ekosistem Gambut secara berkelanjutan.
ARBORETUM GAMBUT
Pembangunan Database
Kementerian Lingkungan Hidup dan Database tersebut dapat dikoneksikan
Kehutanan telah membangun database pemantauan dengan dengan database lain yang terkait
Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) dan curah hujan di seperti Sipongi, database yang dimiliki oleh
areal konsesi maupun lahan masyarakat pada lokasi Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika
pilot project pemulihan Ekosistem Gambut berbasis (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan
masyarakat. Database yang telah mengelola data dari Bencana (BNPB) untuk mendukung perhitungan
9.603 titik penaatan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) pencapaian pemulihan Ekosistem Gambut dengan
yang tersebar di seluruh Indonesia diupdate secara ukuran kuantitatif dan melakukan evaluasi serta
kontinyu melalui aplikasi gawai (mobile application penyempurnaan kebijakan perlindungan dan
based). pengelolaan Ekosistem Gambut di waktu yang akan
datang. Gambaran tentang database pemantauan
Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) dan curah hujan
disajikan dalam Gambar 5 berikut.
Ilustrasi Sebaran Titik Penataan untuk Memantau Tinggi Muka Air Tanah (TMAT)
Server KLHK-Gambut
1. GIS Server (8080)
2. Aplikasi Database Server (8080)
3. Web Server (80)
GIS Server
Desktop ArcGIS Online
Database tersebut dapat digunakan untuk mengetahui pemenuhan kewajiban pelaksanaan tata
kelola air dengan indikator data pemantauan tinggi muka air tanah (TMAT). Sebagai contoh tingkat pemenuhan
tinggi muka air tanah pada perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan sawit sebagaimana
disajikan pada Gambar 6 berikut. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa perusahaan HTI maupun perkebunan
sawit dapat memenuhi ketentuan tinggi muka air tanah (TMAT) < 0,4 meter dan tidak mematikan tanaman
yang dibudidayakannya.
DATA PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR TANAH DI HTI (2018) DATA PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR TANAH DI PERKEBUNAN SAWIT (2018)
TIDAK ADA AKASIA YANG MATI DAN TMAT < 0,4 METER DAPAT DICAPAI TIDAK ADA SAWIT YANG MATI DAN TMAT < 0,4 METER DAPAT DICAPAI
500
450
60
400
350
50
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
> -40cm TP -TMAT � -80cm
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
TP - TMAT > -100cm
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Januari Februari Maret April
Periode Pengukuran
Periode Pengukuran
TMAT � 40cm > -40cm TMAT � -80cm
PT. ITM > -80cm TMAT � -100cm TMAT > -100cm
EVALUASI DATA PENGUKURAN TP-TMAT EVALUASI PEMANTAUAN TINGGI MUKA AIR TANAH
400
350
300
60
Jumlah TP - TMAT
250
50
200 40
150
30
100
20
50 10
0 0
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode II
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Periode I
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Januari Februari Maret April Mei Juni
TMAT � 40cm > -40cm TMAT � -80cm TP - TMAT � 40cm > -40cm TP -TMAT � -80cm
PT. LSW PT. ABM-LIA > -80cm TP - TMAT � -100cm TP - TMAT > -100cm
> -80cm TMAT � -100cm TMAT > -100cm
Gambar 6. Data Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah di HTI dan Perkebunan Sawit
Peta Sebaran Titik Penaatan Tinggi Muka Air Tanah di Areal Konsesi
CORRECTIVE ACTION
TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA 29
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
CORRECTIVE ACTION
30 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Pada tanggal 25 Oktober 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melaunching
Portal Website Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut
sebagai bentuk publikasi atas keseriusan pemerintah dalam penanganan pengelolaan ekosistem gambut yang
berkelanjutan dan mengurangi potensi kebakaran hutan. Link Website yang disiapkan bisa diakses melalui
alamat url berikut: “pkgppkl.menlhk.go.id “ sebagaimana disajikan dalam Gambar 7.
Kontribusi
Penurunan Emisi GRK
Capaian pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut tersebut di atas
memberikan dukungan terhadap penurunan potensi kebakaran lahan gambut dan emisi gas rumah kaca
(GRK). Pulihnya fungsi hidrologis gambut melalui kegiatan pemulihan ekosistem gambut akan membuat
lahan gambut berada dalam kondisi yang basah, sehingga potensi kebakaran lahan gambut dapat tercegah.
Bersamaan dengan hal ini pemantauan ekosistem gambut (misalnya TMAT) menjadi tahapan yang penting
dalam pencegahan kebakaran lahan gambut dan peringatan dini (early warning system). Tabel 5 menunjukkan
berkurangnya secara signifikan jumlah hotspot yang berada di lahan gambut dari tahun 2015 s.d. 2017.
Penurunan emisi gas rumah kaca di lahan gambut dapat diukur melalui aktivitas restorasi atau
pembasahan lahan gambut. Capaian penurunan emisi GRK diukur melalui perbandingan emisi sebelum dan
sesudah adanya aktivitas restorasi gambut. Adanya pembasahan lahan gambut akan mengurangi dekomposisi
gambut sehingga mencegah terjadinya emisi CO2. Sebagai ilustrasi sebagaimana tabel di bawah, sampai
dengan tahun 2018 telah dilakukan pemulihan seluas 3,11 juta hektar baik di areal konsesi maupun lahan
masyarakat. Aktivitas tersebut dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 190.602.794,29 ton CO2 ekuivalen,
dari semula 304.105.620,00 ton CO2 ekuivalen menjadi 113.502.825,71 ton CO2 ekuivalen. Perhitungan
tersebut masih memerlukan validasi dan pencermatan lebih lanjut.
Tabel Perhitungan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Kegiatan Restorasi Gambut
Data dan Metode Perhitungan Capaian Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Kegiatan Restorasi
Agroforestri
pada ekosistem gambut
CORRECTIVE ACTION
36 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Ekosistem gambut
berpotensi menjadi obyek ekowisata
CORRECTIVE ACTION
38 TATA KELOLA GAMBUT DI INDONESIA
Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Online
Website : pkgppkl.menlhk.go.id
Email : ditgambut.klhk@gmail.com