Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada zaman dengan pertumbuhan perekonomian yang pesat ini, permasalahan
mengenai etika dan moral di Indonesia semakin hari justru semakin mengalami penurunan.
Sebagian masyarakat sudah mulai melupakan nilai-nilai etika dan moral yang seharusnya
diabadikan secara turun-temurun. Globalisme dunia luar yang mempengaruhi etika dan moral
masyarakat Indonesia mengikis budaya masyarakat Indonesia secara perlahan-lahan. Yang
mana budaya Indonesia yang mencerminkan kebudayaan timur dalam aspek berkehidupan
bermasyarakat memiliki nilai etika dan moral yang begitu sangat dijunjung tinggi.
Etika adalah suatu metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas
perilaku-perilaku orang lain. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Etika selalu berlaku, baik kita
sedang sendiri atau bersama orang lain, selain itu etika juga bersifat absolut, dimana tidak ada
tawar-menawar didalamnya, dan juga memandang manusia dari segi dalam. Orang yang
etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang
sungguh-sungguh baik.
Moral sendiri juga biasa dikait-kaitkan pada etika yang diartikan nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Dengan kata lain, etika di sini diartikan sebagai sistem nilai yang
dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat mempengaruhi tingkah lakunya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Etika dan Moral dalam keperawatan?
2. Apa saja tujuan dari Etika dan Moral dalam keperawatan?
3. Apa saja fungsi dari Etika dan Moral dalam keperawatan?
4. Apa saja peranan Etika dan Moral dalam keperawatan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi dari Etika dan Moral dalam keperawatan.
2. Mengetahui tujuan dari Etika dan Moral dalam keperawatan.
3. Mengetahui fungsi dari Etika dan Moral dalam keperawatan.
4. Mengetahui peranan Etika dan Moral dalam keperawatan.

1
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti budaya atau karakter.
Etika memiliki beberapa arti dalam penggunaan umum. Pertama, etika yang mengacu
pada metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitasperilaku
manusia. Yaitu etika adalah studi Moralitas. Ketika digunakan dalam cara ini, etika
adalah suatu aktivitas. Etika adalah cara memandang atau menyelidiki isu tertentu
mengenai perilaku manusia. Kedua, etika mengacu pada praktik, keyakinan, dan
standar perilaku. (Koening Kathleen, 2012, 79).

Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan yang membahas baik


buruk atau benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus
menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Dalam bahasa etika diartikan sebagai
kebiasaan. Namun lambat laun pengertian etika berubah, seperti sekarang. Etika ialah
suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan memperlihatkan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal pikiran.

Di dalam kamus ensklopedia pendidikan diterangkan bahwa etika adalah


filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik buruk. Sedangkan dalam kamus istilah
pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan keluhuran budi.

Sedangkan kata ‘etika’ dalam kamus besar bahasa Indonesia yang baru
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988) mempunyai arti :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Sementara itu menurut Magnis Suseno, etika harus dibedakan dengan ajaran
moral. Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,

2
patokan-patokan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana ia harus bertindak,
tentang bagaimana harus hidup dan bertindak, agar ia menjadi manusia yang baik.

Sumber langsung ajaran moral adalah orang-orang dalam berbagai kedudukan,


seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan-tulisan
para bijak seperti kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Paku Buwana IV. Sumber dasar
ajaran-ajaran adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau ideologi-
ideologi tertentu. Sedangkan etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral,
melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran
dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi
etika adalah ajaran-ajaran moral tidakberada pada tingkat yang sama. Yang
mengatakan, bagimana kita harus hidup bukan etika, melainkan ajaran moral. (Magnis
Suseno, 1987; 14).

Pendapat Magnis bahwa etika merupakan ilmu tidak berbeda dengan Bertens,
sebagaimana terminologinya yang ketiga tersebut, di samping pada bagian lain juga
menyatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (Bertens, 1993: 4). Namun menurut Bertens, pengertian etika
selain sebagai ilmu, juga mencakup moral, baik arti nilai-nilai moral, norma-norma
moral, maupun kode etik. Adapun pendapat Magnis yang menyatakan etika sebagai
filsafat juga sesuai dengan pandangan umum yang menempatkan etika sebagi salah satu
dari enam cabang filsafat, yakni metafisika, epistemologi, metodologi, logika, dan
estetika. Bahkan, oleh filsuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 s.M.), etika sudah
digunakan dalam pengertian filsafat moral.

2.2 Komponen Etika


a. Kebebasan dan Tanggung Jawab

Pembahasan masalah etika, mengambil objek material perilaku atau perbuatan


manusia yang dilakukan secara sadar. Dengan demikian maka etika harus melihat
manusia sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan untuk berbuat dan
bertindak sekaligus bertanggung jawab terhadap perbuatan dan tindakan yang
dilakukannya.

Etika merupakan suatu perencanaan menyeluruh yang mengaitkan daya


kekuatan alam dan masyarakat dengan bidang tanggung jawab manusiawi.

3
Sedangkan tanggung jawab dapat dipertanggungjawabkan atau dapat dituntut
apabila ada kebebasan. Dengan demikian, masalah kebebasan dan tanggung
jawab dalam etika merupakan sebuah keniscayaan.

Kebebasan bagi manusia pertama-tama berarti, bahwa ia dapat menentukan


apa yang mau dilakukannya secara fisik. Ia dapat menggerakkan anggota
tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentu dalam batas-batas kodratnya sebagai
manusia. Jadi kemampuan untuk menggerakkan tubuhnya memang tidak terbatas.
Kebebasan manusia bukan sesuatu yang abstrak, melainkan konkret, sesuai
dengan sifat kemanusiaannya.

Kebebasan dan tanggung jawab merupakan dua sisi mata uang etika yang
harus ada. Jika keduanya tidak ada, maka pembahasan etika juga tidak ada.
Manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan seharusnya manusia itu juga
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terdapat hubungan timbal balik antara
kebebasan dan tanggung jawab, sehingga orang yang mengatakan “manusia itu
bebas, maka dia harus menerima konsekwensinya bahwa manusia itu harus
bertanggung jawab”. Maka dengan demikian, dalam etika, tidak ada kebebasan
tanpa tanggung jawab, begitu juga sebaliknya, tidak ada tanggung jawab tanpa
ada kebebasan.

b. Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban merupakan hal yang sambung menyambung atau korelatif
antara satu dengan yang lainnya. Setiap ada hak, maka ada kewajiban. Kewajiban
pertama bagi manusia adalah supaya menghormati hak orang lain dan tidak
mengganggunya, sedangkan kewajiban bagi yang mempunyai hak adalah
mempergunakan haknya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan manusia.

Ada filsuf yang berpendapat bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara
hak dan kewajiban. Pandangan yang disebut “teori korelasi” itu terutama dianut
oleh pengikut utilitarianisme. Menurut mereka setiap kewajiban orang berkaitan
dengan hak orang lain, dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan
kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Mereka berpendapat bahwa
kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi

4
itu. Hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai denganya tidak pantas disebut
“hak”.

Menurut pandangan etika kewajiban adalah pekerjaan yang dirasa oleh hati
sendiri mesti dikerjakan atau mesti ditinggalkan. Yaitu ketetapan pendirian
manusia memandang baik barang yang baik menurut kebenaran dan
menghentikan barang yang jahat menurut kebenaran, meskipun buat
menghentikan atau mengerjakan itu dia ditimpa bahaya atau bahagia, menderita
kelezatan atau kesakitan. Sedangkan yang menyuarakan kewajiban itu didalam
batin ialah hati sendiri. Bukan hati dengan artian segumpal darah tetapi perasaan
halus yang pada tiap-tiap manusia, sebagai pemberian Illahi terhadap dirinya,
itulah yang menjadi pelita menerangi jalan hidup, atau laksana mercu suar untuk
menunjukkan haluan kapal yang lalu lintas.

c. Baik dan Buruk

Dalam membahas etika sudah semestinya mebahas tentang baik dan buruk.
Baik dan buruk bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari perbuatan baik
maupun perbuatan buruk. Apabila akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya itu
baik, maka tindakan yang dilakukan itu benar secara etika, dan sebaliknya apabila
tindakannya berakibat tidak baik, maka secara etika salah.

Nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal dan agama. Upaya akal dalam
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk tersebut dimungkinkan oleh
pengalaman manusia juga. Berdasarkan pengalaman tersebut, disamping ada nilai
baik dan buruk yang temporal dan lokal, akal juga mampu menangkap suatu
perbuatan buruk, karena buruk akibatnya meskipun dalam zat perbuatan itu
sendiri tidaklah kelihatan keburukannya. Demikian sebaliknya, ada perbuatan
baik, karena baik akibatnya, meskipun dalam zat perbuatan itu tidak kelihatan
baiknya.

Derajat keburukan tidak perlu sama, mungkin hanya agak buruk, ada yang
buruk benar, ada pula yang terlalu buruk; tetapi semuanya itu buruk karena tidak
baik. Ternyata buruk itu suatu pengertian yang negatif pula. Bahkan adanya
tindakan yang dinilai buruk, karena tiadanya baik yang seharusnya ada. Jadi

5
bukan tindakannya semata-mata yang memburukkannya. Dari perumusan di atas
disimpulkan bahwa tugas etika ialah untuk mengetahui bagaimana orang
seharusnya bertindak.

d. Keutamaan dan Kebahagiaan

Keutamaan etika berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang pantas


dikagumi dan disanjung. Tindakan yang mengandung keutamaan pantas
dikagumi dan disanjung. Tindakan seperti itu berada pada tataran yang jauh
melampaui tataran tindakan yang vulgar dan biasa. Karena itu keutamaan bersifat
exellence (sesuatu yang unggul dan mengaumkan) atau suatu kualitas yang luar
biasa. Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan keutamaan dalam
pembahasan etika adalah halhal yang terkait dengan kebaikan dan keistimewaan
budi pekerti.

Kebahagiaan hanya dapat dimiliki oleh makhluk-makhluk yang berakal budi,


sebab hanya mereka yang dapat merenungkan keadaannya, menyadari, serta
mengerti kepuasan yang mereka alami. Selain itu. Kebahagiaan adalah keadaan
subyektif yang menyebabkan seseorang merasa dalam dirinya ada kepuasan
keinginannya dan menyadari dirinya mempunyai sesuatu yang baik. Hal demikian
ini, hanya akan disadari oleh makhluk yang mempunyai akal budi. Oleh karena
itu, hanya manusialah yang dapat merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.

2.3 Klasifikasi Etika

Etika sebagai ilmu biasa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu etika deskriptif,
etika normatif, dan meta etika. Etika deskriptif mempelajari tingkah laku moral dalam
arti luas, seperti adat kebiasaan, pandangan tentang baik dan buruk, perbuatan yang
diwajibkan, diperbolehkan, atau dilarang dalam suatu masyarakat, lingkungan budaya,
atau periode sejarah. Sebagai contoh, pengenalan terhadap adat kawin lari di kalangan
masyarakat Bali, yang disebut mrangkat atau ngrorod (Koetjaraningrat, 1980: 288).

6
a. Etika Deskriptif
Di sini, etika deskriptif tugasnya sebatas menggambarkan atau
memperkenalkan dan sama sekali tidak memberikan penilaian moral. Pada masa
sekarang obyek kajian etika deskpiptif lebih banyak dibicarakan oleh
antropologi budaya, sejarah, atau sosiologi. Karena sifatnya yang empiris, maka
etika deskriptif lebih tepat dimasukkan ke dalam bahasan ilmu pengetahuan dan
bukan filsafat.

b. Etika Normatif
Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat
dipertangung-jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam perbuatan
nyata. Berbeda dengan etika deskriptif, etika normatif tidak bersifat netral,
melainkan memberikan penilaian terhadap tingkah laku moral berdasar norma-
norma tertentu. Etika normatif tidak sekedar mendeskripsikan atau
menggambarkan, melainkan bersifat preskriptif atau memberi petunjuk
mengenai baik atau tidak baik, boleh atau tidak oleh-nya suatu perbuatan.
Untuk itu di dalamnya dikemukakan argumenargumen atau diskusi-diskusi yang
mendalam, dan etika normatif merupakan bagian penting dari etika.

c. Meta Etika
Meta etika tidak membahas persoalan moral dalam arti baik atau
buruk-nya suatu tingkah laku, melainkan membahas bahasa-bahasa moral.
Sebagai contoh, jika suatu perbuatan dianggap baik, maka pertanyaannya adalah
: apakah arti “baik” dalam perbuatan itu, apa ukuran-ukuran atau syarat-
syaratnya untuk disebut baik, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam
itu dapat juga dikemukakan secara kritis dan mendalam tentang makna dan
ukuran adil, beradab, manusiawi, persatuan, kerakyatan, kebijaksanaan,
keadilan, kesejahteraan dan sebagainya. Meta etika seolah-olah bergerak pada
taraf yang lebih tinggi dari pada perilaku etis, dengan begerak pada taraf bahasa
etis (meta artinya melebihi atau melampui).

7
2.4 Moral

Moral atau moralitas erupa dengan etika dan banyak orang yang menggunakan
kedua kata ini secara bergantian. Moral biasanya mengacu ada standar personal
individu mengenai apa yang benar dan apa yang salah dalam tingkah laku, karakter, dan
sikap. Terkadang petunjuk pertama sifat moral dari sebuah situasi adalah munculnya
suara hati, atau kesadaran akan perasaan seperti rasa bersalah, harapan, atau malu.
Kecenderungan merespon terhadap situasi dengan beberapa kata adalah indikator lain.
Akhirnya, isu moral dikaitkan dengan nilai dan norma sosial yang penting bukan
mengenai hal yang sepele. (Koening Kathleen, 2012, 79).

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,
bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi
pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral,
yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk
formalnya berbeda.

Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk
tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan
pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang
menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu
dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan
sebelumnya. Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso
(1986: 22) merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan
formalnya sebagai berikut :

1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna
dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan
tertentu
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan
hidup atau agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.

8
Pemahaman tentang moralitas yang didistingsikan dengan legalitas ditemukan dalam
filsafat moral Kant. Menurut pendapatnya, moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan
dengan norma atau hukum batiniah, yakni apa yang oleh Kant dipandang sebagai
“kewajiban”. Sedangkan legalitas adalah kesesuaian sikap dan tindakan dengan hukum atau
norma lahiriah belaka. Kesesuaian ini ini belum bernilai moral, sebab tidak didasari dorongan
batin. Moralitas akan tercapai jika dalam menaati hukum lahiriah bukan karena takut pada
akibat hukum lahiriah itu, melainkan karena menyadari bahwa taat pada hukum itu
merupakan kewajiban. Dengan demikian, nilai moral baru akan ditemukan di dalam
moralitas. Dorongan batin itu tidak dapat ditangkap dengan indera, sehingga orang tidak
mungkin akan menilai memberi penilaian moral secara mutlak. Kant dengan tegas
mengatakan, hanya Tuhan yang mengetahui bahwa dorongan batin seseorang bernilai moral
(Tjahjadi 1991: 48).
Menurut Kant, moralitas masih dibedakan menjadi dua, yaitu moralitas heteronom
dan moralitas otonom. Dalam moralitas heteronom, suatu kewajiban ditaati, tapi bukan
karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak orang
itu sendiri, misalnya karena adanya imbalan tertentu atau karena takut pada ancaman orang
lain. Sedangkan dalam moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus
ditaati sebagai sesuatu yang ia kehendaki, karena diyakini sebagai hal yang baik. Dalam hal
ini, seseorang yang mematuhi hukum lahiriah adalah bukan karena takut pada sanksi, akan
tetapi sebagai kewajiban sendiri, karena mengandung nilai kebaikan. Prinsip moral
semacam ini disebutnya sebagai otonomi moral, yang merupakan prinsip tertinggi moralitas.
Jika dihubungkan dengan teori perkembangan penalaran moral-nya Kohlberg,
kesesuaian sikap dan tindakan semacam ini sudah memasuki tahapan perkembangan yang ke-
6 atau tahapan tertinggi, yakni orientasi prinsip etika universal.
Pada bagian lain, Kant mengemukakan adanya dua macam prinsip yang mendasari
tindakan manusia, yaitu maksim (maxime) dan kaidah obyektif. Maksim adalah prinsip
yang berlaku secara subjektif, yang dasarnya adalah pandangan subjektif dan menjadikannya
sebagai dasar bertindak. Meskipun memiliki budi, akan tetapi manusia sebagai subjek adalah
makhluk yang tidak sempurna , yang juga memiliki nafsu, emosi, selera dan lain-lain. Oleh
karena itu manusia memerlukan prinsip lain yang memberinya pedoman dan menjamin
adanya “tertib hukum” di dalam dirinya sendiri, yaitu yang disebut kaidah objektif tadi.
Kaidah ini tidak dicampuri pertimbangan untung atau rugi, menyenangkan atau
menyusahkan.

9
Pandangan Kant tentang moralitas yang didasari kewajiban tersebut tampaknya tidak
berbeda dengan moralitas Islam (akhlak), yang berkaitan dengan “niat”. Di sini berlaku suatu
prinsip/ajaran bahwa nilai suatu perbuatan itu sangat tergantung pada niatnya. Jika niatnya
baik, maka perbuatan itu bernilai kebaikan. Perbuatan yang dimaksudkan di sini sudah tentu
perbuatan yang baik, bukan perbuatan yang buruk. Dengan demikain niat yang baik tidak
berlaku untuk perbuatan yang jelek. Misalnya perbuatan mencuri yang didasari niat untuk
memperoleh uang guna disumbangkan bagi orang-orang yang sangat memerlukan.
Prinsip/ajaran tersebut lebih ditujukan pada suatu perbuatan yang tampaknya baik, akan tetapi
didasari oleh niat yang tidak baik. Misalnya, seseorang yang membagikan sejumlah bantuan
kepada orang-orang miskin, dengan niat agar memperoleh pujian dari masyarakat. Niat yang
baik itu tidak lain adalah ikhlas, yakni perbuatan yang sematamata ditujukan untuk
memperoleh keridhaan (perkenan) Tuhan. Sementara itu dalam “etika” Jawa juga dikenal
adanya ajaran sepi ing pamrih, yang maksudnya adalah niat yang bebas dari motif-motif
kepentingan pribadi dalam melaksanakan sesuatu bagi kepentingan orang lain atau
kepentingan umum.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Defenisi dari Etika dan Moral dalam Keperawatan


Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang
benar. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan
kewajiban moral. Etika berhubungan dengan peraturan untuk perbuatan atau
tindakan yang mempunyai prinsip benar dan salah, serta prinsip moralitas karena
etika mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari kode etik berarti tidak
memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki moral yang baik. Etika bisa diartikan
juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan keputusan, benar atau
tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undangatau peraturan yang
menegaskan hal yang harus dilakukan.
Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari
martabat dan hak manusia ( yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari
profesi. Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan
situasi individu yang dilayani. Kadang-kadang perawat dihadapkan pada situasi
yang memerlukan keputusanu ntuk mengambil tindakan. Perawat memberi asuhan
kepada klien, keluarga dan masyarakat; menerima tanggung jawab untuk membuat
keadaan lingkungan fisik,sosial dan spiritual yang memungkinkan untuk
penyembuhan dan menekankan pencegahan penyakit; serta meningkatkan
kesehatan dengan penyuluhan kesehatan. Karena beberapa fenomena diatas sebagai
seorang perawat yang profesional wajib mengetahui fungsi dan perannya sebagai
seorang perawat, dan juga mengenal etika-etika dan konsep hukum yang berlaku
dalam prosfesinya supaya dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang menyalahi
etika profesinya yang akan berujung kepada malpraktik atau kelalaian yang
merugikan klien, perawat itu sendiri dan profesinya.
Pengertian Etika berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut
Araskar dan David (1978) berarti ” kebiasaaan ”. ”model prilaku” atau standar yang
diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika
sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi
prilaku. ( Dra. Hj. Mimin Emi Suhaemi. 2002 : 7 ). Etika adalah kode prilaku yang

11
memperlihatkan perbuatan yang baik bagikelompok tertentu. Etika juga merupakan
peraturan dan prinsip bagi perbuatanyang benar. Etika berhubungan dengan hal
yang baik dan hal yang tidak baik dandengan kewajiban moral. Etika berhubungan
dengan peraturan untuk perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip benar dan
salah, serta prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral,
menyimpang dari kode etik berarti tidak memiliki prilaku yang baik dan tidak
memiliki moral yang baik.
Moral berasal dari bahasa latin yaitu adat dan kebiasaan. Moral mirip dengan
etika, moral selalu dikaitkan dengan standar personal individu dalam penerapan
tingkah laku, karakter & sikap. Etik selalu merujuk pada standar moral terutama yg
berkaitan dengan kelompok, spt. Dokter & perawat . Moral adalah perilaku yg
diharapkan oleh masyarakat yg merupakan “standar perilaku” dan “nilai-nilai” yg
harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat dimana ia tinggal.

3.2. Tujuan dari Etika dan Moral dalam Keperawatan


a. Meningkatkan pengertian tentang hubungan antar profesi kesh lain & mengerti
tentang peran & fungsi anggota tim kesehatan
b. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan tentang baik dan buruk yg
akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
c. Mengembangkan sifat pribadi & sikap profesional
d. Mengembangkan pengetahuan & keterampilan yg penting untuk dasar praktik
keperawatan profesional
e. Memberi kesempatan menerapkan ilmu & prinsip etik keperawatan dalam
praktik & dalam situasi nyata

3.3. Fungsi dari Etika dan Moral dalam Keperawatan


Fungsi dari etika keperawatan, yaitu:
1. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan
keperawatan
2. Mendorong para perawat diseluruh indonesia agar dapat berperan serta dalama
kegiatan penelitian dalam bidang keperawatan
3. Mendorong para perawata agar dapat berperan serta secara aktif dalam mendidik dan
melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat

12
4. Mendorong para perawata agar bisa mengembangkan diri untuk meningkatkan
kemampuan profesional, integritas dan loyalitasnya
5. Mendorong para perawat agar dapat memelihara dan mengembangkan kepribadian
serta sikap yang sesuai dengan etika keperawatan
6. Mendorong para perawat menjadi anggota masyarakat yang responsif, produktif dan
terbuka untuk menerima perubahan serta berorientasi ke masa depan.

3.4. Peranan dari Etika dan Moral dalam Keperawatan

1. Menunjukan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan


keperawat.

2. Mendorong para perawat di seluruh indonesia agar dapat berperan serta dalam kegiatan
penelitian dalam bidang keperawatan.

3. Mendorong para perawat agar dapat berperan aktif dalam mendidik dan melatih pasien
dalam kemandirian untuk hidup sehat.

4. Mendorong perawat agar bisa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan


profesional integritas dan loyalitas.

5. Mendorong para perawat agar dapat memelihara dan mengembangkan kepribadian serta
sikap yang sesuai dengan etika keperawatan.

6. Mendorong para perawat menjadi anggota masyarakat yang rensponsip, produktif,


terbuka untuk rensponsip untuk menerima perubahan serta berorientasi ke masa depan.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dalam upaya mendorong profesi keperawatan agar dapat diterima dan di
hargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan
nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang
kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian, perawat yang
menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara etis
profesional. Sikap etis profesional bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan
advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien,
penghormatan terhadap hak-hak pasien, akan berdampak terhadap peningkatan
kualitas asuhan keperawatan.

4.2. Saran
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang
keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya
mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan berbuat atau
bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).

14
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Koening, Kathleen. 2012. Praktik Keperawatan Profesional. Konsep dan Prespektif, Jakarta.

Zulvadi, Dudi. 2015. Etika dan Manajemen Kebidanan, Jakarta

Siyaranamual, Julius. 2002. Etika Hak Asasi Pewabahan Aids. Pewabahan aids, Jakarta.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DASAR-ASAR%20PENGERTIAN%20MORAL.pdf
diakses pada tanggal 5 september 2017.

http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-moral-menurut-para-ahli.html
diakses pada tanggal 5 september 2017.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DASARDASAR%20PENGERTIAN%20MORAL.pdf
diakses pada tanggal 5 september 2017.

http://digilib.uinsby.ac.id/647/5/Bab%202.pdf
diakses pada tanggal 5 september 2017.

https://hartanto104.files.wordpress.com/2013/09/konsep-etik-dan-hukum-keperawatan.pdf

diakses pada tanggal 5 september 2017.

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/5a.%20Teori%20etika%20Kepkom.pdf

diakses pada tanggal 5 september 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai