Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA BERMAIN

TERAPI MENYUSUN PUZZLE

Di RUANG ALEXANDRI

RSUD Dr. H. Moch. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Disusun Oleh Kelompok 3:

 Arief Budiman
 M. Risadi
 Lisna Mawarni
 Intan Kartika Sari
 Isma’ul Nikmah
 Suci Rahayu
 Lasmiati
 Rohaniah
 Ayu Magfirah

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2018 / 2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Satuan Acara Bermain (Terapi Menyusun Puzzle)

Tempat : Ruang Alexandri RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin

Kelompok 2 : 1. Asep sukandar (11409717003)


2. Abdul Rahman (11409717001)
3. Shelawati (11409717032)
4. Mega Riana Sari (11409717011)

Mengetahui

Pembimbing Akademik (CT) Pembimbing Lahan (CI)


SATUAN ACARA BERMAIN

(TERAPI MENYUSUN PUZZLE)

Pokok bahasan : Terapi Bermain Menyusun Puzzle

Sub pokok bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Sakit yang Dirawat di Rumah Sakit
dengan Cara Stimulasi Motorik dan Sosial

Waktu : 30 menit

Hari/tanggal : Jumat, 28 Juni 2019

Tempat : Ruang Alexandri (Anak)

Peserta :

Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang Alexandri yang
memenuhi kriteria:
 Anak usia 3 – 5 tahun
 Tidak mempunyai keterbatasan fisik
 Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
 Pasien kooperatif

Peserta terdiri dari: anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 5 orang didampingi
keluarga

A. Alasan Dilakukan Terapi Bermain


Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Whaley, 2001).
Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan
menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya.
Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu seringkali mainannya
dibongkar-pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan
keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan
menimbulkan perlukaan (Kalpan, 2000).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama kurang lebih 30 menit agar dapat
mencapai tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan walaupun
dalam kondisi sakit.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi bermain selama kurang lebih 30 menit anak mampu:
a. Bersosialisasi dengan perawat baru
b. Menunjukkan ekspresi nonverbal dengan tertawa, tersenyum dan saling bercanda.

C. Metode dan Media


1. Metode
a. Bermain bersama
b. Mendengarkan tanggapan anak/tanya jawab
2. Media
a. Puzzle
b. Hadiah

D. Kegiatan
1. Pengorganisasian
a. Leader : Shelawati
b. Co leader : Mega Riana Sari
c. Fasilitator :
 Kelompok 2
d. Observer :
 Asep sukandar
 Abdul Rahman

Pembagian tugas :

1) Peran Leader
 Mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Memimpin jalannya terapi bermain dari awal hingga berakhirnya terapi
 Membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
2) Co Leader
 Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
 Membantu memimpin jalannya kegiatan
 Menggantikan leader jika terhalang tugas
3) Fasilitator
 Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan
dilakukan
 Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
 Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar dapat
kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.
 Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan
 Membimbing kelompok selama permainan
4) Observer
 Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu, tempat
dan jalannya acara
 Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok
dengan evaluasi kelompok

2. Setting tempat (gambar/denah ruangan)

Keterangan:

: Leader

: Co leader

: Peserta

: Fasilitator

: Observer

: Orang tua
3. Kegiatan bermain

No Waktu Terapis Anak


1 5 menit Pembukaan:
1. Co leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan
4. Memperkenalkan anak satu persatu Mendengarkan dan saling
dan anak saling berkenalan dengan berkenalan
temannya
5. Kontrak waktu dengan anak Mendengarkan
6. Mempersilahkan leader Mendengarkan
2 20 menit Kegiatan bermain:
1. Leader menjelaskan cara bermain Mendengarkan
2. Menanyakan pada anak, anak mau Menjawab pertanyaan
bermain atau tidak
3. Membagikan permainan Menerima permainan
4. Leader, co leader, dan fasilitator Bermain
memotivasi anak
5. Observer mengobservasi anak Bermain
6. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3 5 menit Penutup:
1. Leader menghentikan permainan Selesai bermain
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3. Menyampaikan hasil permainan Mendengarkan
4. Memberikan hadiah pada anak yang Senang
cepat dalam menyusun puzzle
5. Membagikan hadiah pada semua Senang
anak yang bermain
6. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
7. Co leader menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam
E. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
 Alat-alat yang digunakan lengkap
 Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi Proses
Yang diharapkan:
 Terapi dapat berjalan dengan baik
 Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
 Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
 Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya

3. Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
 Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun puzzle
kemudian berhasil
 Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
 Anak merasa senang
 Anak tidak takut lagi dengan perawat
 Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
 Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi bermain
Lampiran materi:

TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZLE DENGAN


KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
Menurut Joyce Engel (1999), yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah anak-
anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk
mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:
1. Aspek fisik
2. Aspek motorik
3. Aspek bahasa
4. Aspek kognitif
5. Aspek sosialisasi

Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu
mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam
proses pengembangan kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien untuk
menggunakan kemampuan bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa
dengan proses sosialisasi dengan orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya.
Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar maka dia sudah
siap untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti
bersosialisasi dengan orang lain seperti mengenalkan diri

B. STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-5 TAHUN


Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-5 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan permainan
yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar menggambar.
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu
separuh dengan cara membagikan kue.
4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke
tetangga (Suherman, 2000)
C. TES SKRINING PERKEMBANGAN MENURUT DENVER (DDST)
DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes
IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang
baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas
yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara efektif 85-
100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan perkembangan
(Soetjiningsih, 1998).
Frankenburg dkk (1981) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai
dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah
laku sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar,
memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; Perkembangan Motorik Kasar
(Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

D. FAKTOR PENYEBAB KETIDAK MAMPUAN MENYUSUN PAZEL


Menurut Immanuel, ketidakmampuan melakukan tugas perkembangan tertentu,
seperti bergerak, tumbuh, bicara, ataupun kecakapan motorik tertentu seperti menyusun,
merangkai ataupun memposisikan benda, dapat menghambat berkembangnya
keterampilan berikutnya. Diwaspadai kemungkinan mengalami keterlambatan.
Faktor penyebabnya yaitu:
1. Karena kurang dirangsang atau kurang latihan
Anak dengan usia 3-5 tahun perlu dilatih rangsangan motorik halus dan kasarnya
dengan memberinya stimulus pendukung. Umumnya, anak usia ini berminat pada
hal-hal yang berhubungan dengan sebab-akibat, sehingga ingin mencoba memadukan
satu benda dengan benda lain.
2. Ada gangguan pada mata
Pandangan yang tidak jelas pada anak membuatnya enggan melakukan kegiatan yang
menggunakan benda-benda kecil. Anda perlu memeriksakannya ke dokter sebelum
hal ini berlangsung lama.
3. Ada gangguan pada saraf atau retardasi mental
Gangguan ini dapat diwaspadai dari kemampuan meraba. Bila Anda mendapati si
kecil Anda mengalami kelainan pada keterampilan meraba, Anda perlu waspada.
Segera bawa ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kegagalan
berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:
1. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)
2. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid, kekurangan
hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
3. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam
pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
4. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan
mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh
5. Anemia atau penyakit darah lainnya
6. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau
hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi

Menurut Soetjiningsih secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi


tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan
(ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal dan patologis,
jenis kelamin, suku bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di negara maju lebih
sering diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang berkembang,
gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor genetik juga faktor
lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal.
F. DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.
1. Separation ansiety
2. Tergantung pada orang tua
3. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
4. Tahap putus asa: berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik
diri, sedih, kesepian dan apatis
5. Tahap menolak: Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan
dengan orang lain dan menyukai lingkungan

G. MANFAAT TERAPI BERMAIN


1. Terapi bermain menyusun balok dapat merangsang keterampilan proses berfikir dan
motorik anak
2. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
3. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak
4. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak,
tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih tegang dan nyeri
5. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.
REFERENSI

Immanuel, R. (2006). Permainan Edukatif dalam Perkembangan Logic-Smart Anak. Terdapat


pada:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01fd/325abfcd.dir/doc.pdf.
Diakses pada 25 Desember 2013.

Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 2000. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku,
Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna .

Veltman M,W Browne K.D. 2000. An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing from
Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.

Whaley L.F, Wong D.L. 2001. Nursing Care of infants and children in-ed. St Louis : Mosby year
book

Anda mungkin juga menyukai