Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH

ILMU DAN INDUSTRI TERNAK UNGGAS

“Kontrol Peningkatan Produktifitas Ternak Unggas Lokal ”

Disusun oleh :

Suharyanta

PROGRAM STUDI MAGISTER PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung.
Makalah ini berjudul “Kontrol Peningkatan Produktifitas Ternak Unggas Lokal”,
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu dan Industri Ternak Unggas. Selain itu juga,
makalah ini diharapkan mampu menjadi sumber pembelajaran bagi kita semua untuk
mengerti lebih jauh tentang peternakan unggas di Indoensia.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca. Namun penulis cukup
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis berharap
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 3 Januari 2018


Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan .......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 6
2.1 Penanganan Khusus pada Anak dan Induk .................................. 6
2.2 Manipulasi Iklim .......................................................................... 7
2.3 Vaksinasi ...................................................................................... 8
2.4 Perkandangan ............................................................................... 9
2.5 Perbaikan Kualitas Bibit .............................................................. 14
2.6 Pemanfaatan Ransum Lokal ........................................................ 16
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki
komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dimana perkembangan usaha ini
memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian. Industri perunggasan
memiliki nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan peluang ekspor, disamping peranannya dalam memanfaatkan
peluang kesempatan kerja. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 2 juta tenaga kerja yang
dapat diserap oleh industri perunggasan, disamping mampu memberikan lapangan
pekerjaan bagi 80 ribu peternak yang tersebar di seluruh Indonesia. Sumbangan produk
domestik bruto (PDB) sub sektor peternakan terhadap pertanian adalah sebesar 12% (atas
dasar harga berlaku), sedangkan untuk sektor pertanian terhadap PDB nasional adalah
17% pada tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa peran sub sektor peternakan terhadap
pembangunan pertanian cukup signifikan, dimana industri perunggasan merupakan
pemicu utama perkembangan usaha di sub sektor peternakan.
Sampai saat ini nampaknya pengembangan industri perunggasan masih bertumpu
kepada industri peternakan ayam ras, sementara pengembangan peternakan ayam lokal
masih belum optimal. Pengembangan industri perunggasan yang hanya bertumpu kepada
industri peternakan ayam ras mengandung banyak resiko. Hal ini mengingat bahwa
ketergantungan pengembangan peternakan ayam ras sangat tinggi terhadap gejolak yang
terjadi secara internasional. Semakin meningkatkan peternakan ayam ras untuk
memenuhi kebutuhan daging ayam dan telur maka akan semakin tergantung pula kepada
luar negeri. Selain itu, dengan semakin langkanya bahan ransum unggas dunia, seperti
jagung, karena meningkatnya penggunaan jagung untuk industri energi terbarukan
(bioetanol), maka harga bahan ransum dunia akan meningkat pula dan ini akan
mempengaruhi industri unggas, khususnya ayam ras (Suprijatna, 2010). Berdasarkan
kepada latar belakang dan permasalahan yang dihadapi tersebut maka penulisan makalah
ini bertujuan mencoba menyampaikan strategi mengenai pengembangan peternakan
ayam lokal dalam rangka meningkatkan kemandirian pengadaan bahan pangan sumber
protein hewani melalui perbaikan manejemen.

4
1.2.Rumusan Masalah
Usaha apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak unggas
di Indonesia? Bagaimana cara menerapkannya pada suatu usaha peternakan?

1.3.Tujuan Penulisan
Setelah mengetahui usuaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas ternak unggas di Indonesia, diharapkan para peternak mampu meningkatkan
usaha peternakan di Indonesia ke jenjang industri dan mampu bersaing dengan industri
peternakan dari negara lain. Selain itu peternakan unggas indonesia juga diharapakn akan
mampu menjadi salah satu pusat peternakan unggas di dunia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

Populasi ayam lokal di Indonesia sebagai penghasil telur dan dagingmenduduki


peringkat kedua terbesar setelah ayam ras. Pada tahun 2007 populasi ayam lokal mencapai
317 juta ekor dengan masing-masing produksi daging dan telur mencapai 349.020 ton dan
212.463 ton (Statistik Peternakan, 2007). Dalam rangka mencukupi kebutuhan bahan pangan
hewani, ayam lokal memiliki peran yang penting karena mampu menyumbang sampai 23 %
kebutuhan daging dan 40 % kebutuhan telur. Ayam lokal walaupun hanya memiliki populasi
sekitar 23 % dari total populasi ternak unggas. Besarnya populasi ayam lokal tersebut apabila
diupayakan peningkatan produktivitasnya, akan menjadi aset nasional yang tinggi nilainya.
Lebih lanjut pada pemeliharaan di tingkat petani dengan sentuhan input teknologi tepat guna
diikuti perbaikan manajemen pemeliharaannya akan memberikan nilai tambah yang cukup
berarti bagi petani dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional.
Pengembangan ternak ayam lokal sebagai produk pangan komplemen dalam penyediaan
daging unggas dewasa ini memiliki prospek yang cukup baik (Suprijatna, 2010).
Salah satu indikasinya adalah kecenderungan peningkatan permintaan produk ayam
lokal dari tahun ke tahun yang menunjukkan bahwa: (1) masih tingginya preferensi
masyarakat terhadap produk ayam lokal karena rasa daging yang khas; (2) terdapat
kecenderungan beralihnya pangsa konsumen tertentu dari produk daging berlemak ke produk
daging yang lebih organik dan (3) adanya pangsa pasar ayam lokal tersendiri yang tercermin
dari semakin banyaknya restauran/outlet/ gerai yang menggunakan ayam lokal seperti Ayam
Suharti, Ayam Kalasan, Mbok Berek dll (Priyanti et al., 2005). Kondisi ini pada tahun-tahun
mendatang diprediksikan akan terus meningkat, sehingga merupakan suatu peluang bagi
masyarakat di perdesaan dan daerah periurban (pinggiran perkotaan) untuk meningkatkan
usaha ternak ayam lokal. Beberapa usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak unggas di
Indonesia diantaranya ialah :

2.1. Penanganan khusus pada anak dan induk


Tujuannya untuk mempercepat atau melipatgandakan perkembangbiakannya.
Penanganan khusus pada anak ayam adalah dengan melakukan penyapihan lebih awal.
Anak ayam harus disapih pada umur 1 hari atau pada umur 1 bulan, karena pada saat
umur 1 bulan anak ayam sudah dapat mencari makan sendiri. Jika penyapihan dilakukan
pada saat umur 1 hari, maka harus dipelihara dalam kandang khusus (box), diberi

6
makanan bergizi dan pemanas (induk buatan) dan jangan lupa divaksinasi. Dengan
penyapihan lebih awal ini seekor induk dapat berproduksi lebih banyak daripada
dibiarkan mengasuh terus anaknya. Jika dibiarkan mengasuh terus anaknya, induk hanya
akan berproduksi setiap 2-3 bulan sekali (4-6 kali dalam setahun). Penanganan pada anak
ini nanti juga berguna untuk pengambilan bibit unggas.
Perlakuan khusus terhadap induk adalah perlakuan yang diberikan kepada induk
yang disapih, baik dari telurnya maupun dari anak-anaknya. Induk yang disapih dengan
anaknya atau yang telurnya diambil (tidak dibiarkan mengerami) ditangkap dan
dimandikan setiap pagi hari selama 3-4 hari dan diberikan makanan yang lebih bergizi,
bila perlu dikurung bersama pejantan. maksud perlakuan ini adalah untuk menurunkan
suhu tubuhnya, yang pada saat mengerami telur atau saat mengasuh anaknya, suhu tubuh
tinggi. Ini diperlukan untuk memberikan kehangatan baik pada telur yang dierami
maupun anak yang diasuh. Dengan menurunkan suhu tubuh maka sikap mengeram atau
mengasuh anak akan berkurang bahkan hilang. Apalagi bila dirangsang dengan makanan
bergizi dan pejantan, maka proses peneluran akan lebih cepat timbul. Biasanya induk
yang diperlakukan demikian akan bertelur kembali setelah 7-10 hari dari saat perlakuan.

2.2. Manipulasi Iklim


Untuk mengatasi pengaruh iklim makro yang tidak dapat dikontrol, maka salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan manipulasi iklim mikro
melalui rasionalisasi perkandangan. Menurut Austic dan Nesheim (1990), dalam
pembuatannya kandang harus ditinjau dari tiga sudut pandang: (1) sebagai problem
biologi, (2) sebagai problem teknik dan (3) sebagai problem ekonomi. Artinya, peternak
harus mengetahui kondisi suhu, kelembaban dan pergerakan udara yang ideal untuk
produksi telur dan laju pertumbuhan yang maksimum. Demikian juga konstruksi
kandang yang baik agar kondisi di atas dapat dikontrol pada suatu flock dengan jumlah
ayam tertentu, batas maksimum atau minimum masing-masing faktor tanpa
mempengaruhi produksi secara berarti, serta biaya konstruksi kandang haruslah dalam
batas kewajaran (Austic dan Nesheim, 1990).
Dari segi konstruksi, menurut Abbas (1992) manipulasi perbaikan kandang
haruslah memperhatikan lokasi, lebar kandang, bahan dan sistem atap yang digunakan,
tipe dan susunan cage, penyinaran dan ventilasi dalam kandang. Lebar kandang
hendaknya 4-8 m dengan bagian samping yang terbuka dan panjang dapat disesuaikan.
Pembatasan lebar 4-8 m dimaksudkan agar aerasi dan pertukaran udara dalam kandang

7
menjadi lancar. Kandang yang terlalu lebar akan menyebabkan pertukaran O2, CO2 dan
amoniak (yang tidak boleh lebih dari 25 ppm) akan menjadi sukar.
Banyak penyusunan cage dalam kandang tidak boleh melebihi tiga tingkat,
karena menyebabkan aerasi akan menjadi jelek. Alasan efisiensi penggunaan ruang
kandang tidaklah tepat (Abbas, 1992).Sistem ventilasi harus sangat diperhatikan sekali.
Hal ini penting, agar aliran udara bertambah selama periode panas. Dengan bertambah
cepatnya udara dalam kandang, suhu dalam kandang menjadi berkurang. Jika pergerakan
aliran udara sedikit (60 feet/menit atau lebih), suhu kandang adalah 90ºF dan ayam akan
merasakan panas sebesar itu pula. Tetapi bila aliran udara 300 feet/menit, maka ayam
akan merasakan panas hanya sebesar 67ºF. Sebaiknya fan ventilasi disediakan dalam
kandang (Bokhari, 1993). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah atap kandang
hendaklah dibuat dengan sistem monitor, sebab panas dalam kandang dapat keluar
melalui monitornya. Sehubungan dengan daya refleksi, bahan kandang hendaklah
menggunakan bahan-bahan yang mampu memantulkan panas sebanyak mungkin. Untuk
itu cat/pengapuran putih serta digunakannya atap asbes, genteng atau rumbia lebih
baik dari pada atap seng yang sekarang ini banyak digunakan oleh peternak (Abbas,
1992)

2.3. Vaksinasi Secara Teratur


Sudah umum diketahui bahwa penyakit merupakan momok utama penyebab
kematian unggas. Penyakit ini biasanya terjadi pada saat pergantian musim, baik dari
musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Karena disebabkan oleh virus, satu-
satunya cara untuk menghindarkan unggas dari serangan penyakit ini adalah dengan
menciptakan kekebalan pada tubuhnya, denganmelakukan vaksinasi secara teratur.
Vaksinasi sebaiknya dilaksanakan dengan program 4 4 3 3, artinya unggas mulai
divaksin pada umur 4 hari dengan cara tetes mata atau hidung memakai vaksin strain F.
Setelah itu diulang kembali pada umur 4 minggu dengan cara tetes mata/hidung, tetapi
bila memungkinkan untuk disuntik dapat saja dilakukan penyuntikan pada otot dada atau
paha. Kemudian divaksin kembali (revaksinasi) pada umur 3 bulan dengan cara disuntik
menggunakan vaksin strain K dan diulang setiap 3 bulan sekali. Tanpa melaksanakan
vaksinasi ND secara teratur, ayam kampung yang dipelihara tidak dapat hidup seperti
yang diharapkan terutama pada anak-anaknya (antara 1-30 hari).

8
2.4. Perkandangan
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha pemeliharaan ayambroiler meliputi;
persyaratan temperatur berkisar antara 32,2 - 35°C, kelembaban berkisar antara 60 -
70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang
agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model
kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1
bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan
memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang
postal atapun kandang bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang
mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama. Berikut beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan terkait dalam manajemen perkandangan ayam broiler :
2.4.1. Memilih Lokasi Kandang
Sebelum memutuskan membangun kandang, terlebih dahulu perlu mencari lokasi
yang tepat. Lokasi yang dipilih untuk peternakan harus strategis dan dekat dengan
pemasaran. Selain itu, kandang yang nyaman harus berada di lokasi yang nyaman pula.
Lahan yang digunakan untuk peternakan sebaiknya adalah lahan yang kurang produktif,
seperti tanah pertanian kering, tegalan, atau sawah tadah hujan namun memiliki
persyaratan baik teknis untuk peternakan broiler. Pedoman memilih lokasi adalah
sebagai berikut:
Terdapat Sumber Air Yang Baik Dan Memadai
Air merupakan kebutuhan pertama yang harus terpenuhi dalam lokasi kandang.
Peranan air sangat vital bagi produktivitas ayam. Selain untuk memenuhi kebutuhan
minum ayam, air juga berguna untuk mencuci kandang dan peralatan baik pada masa
pemeliharaan atau saat pembersihan kandang (persiapan kandang). Sumber air yang ada
juga harus menjamin ketersediaan sepanjang tahun karena kekurangan air akan
mengganggu produktivitas ternak. Selain itu, air juga harus memiliki kualitas yang sesuai
untuk kebutuhan ayam baik secara fisik, kimia dan biologis. Jika air tanah yang ada
ternyata memiliki kualitas yang kurang memenuhi secara fisik, kimia dan biologis, tetapi
lokasi lahan baik secara teknis, maka perlu adanya pegolahan air agar air memiliki
kualitas yang dikehendaki. Kini sudah banyak alat dipasaran yang bisa mengolah air agar
memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan baik fisik, kimia, dan biologis. Secara
umum, prinsip kerjanya seperti alat pada air isi ulang. Namun, jika memungkinkan bisa
saja menggunakan sumber air dari PDAM sehingga praktis langsung bisa digunakan.

9
Baik pengolahan maupun menggunakan sumber air PDAM tentunya membutuhkan
tambahan biaya.
Dekat Dengan Pemasaran
Lokasi yang dekat dengan pemasaran mempunyai berbagai keuntungan antara
lain harga jual lebih tinggi, biaya transport lebih rendah dan biasanya lebih disukai
customer. Hal ini berarti proses panen bisa lebih cepat dan memudahkan peternak dalam
menerapkan sistem all in all out.
Akses Jalan Mudah
Akses jalan yang mudah diperlukan untuk memperlancar proses panen,
pengiriman DOC, OVK, pakan maupun segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
peternakan. Jalan harus kuat dan bisa dilalui kendaraan kengan kapasitas minimal 8 ton.
Jika kandang jauh dari jalan raya, harus diusahakan dibuat jalan tersendiri menuju lokasi
kandang.
Jauh Dari Lokasi Pencemaran Dan Peternakan Lain
Maksudnya adalah pilihlah lokasi yang masih steril dari berbagai penyakit
unggas. Hindari membangun atau menyewa kandang dilokasi yang sering terjangkit
kasus penyakit. penyakit. Lokasi yang sudah padat dengan peternakan biasanya relatif
rawan penyakit ternak. Untuk itu, usahakan lokasi kandang jauh dari lokasi peternakan
lain seperti broiler, puyuh, itik, ayam kampung dll.. Hal ini, untuk menghindari
penularan penyakit dari satu peternakan ke peternakan lain karena chick in dan umur
tidak seragam sehingga siklus penyakit tidak terputus. Jika memungkinkan, jarak
dengan peternakan lain adalah 1 km, jika tidak memungkinkan maka bioscurity harus
diperketat.
Jauh Dari Pemukiman Penduduk
Pemilihan lokasi peternakan yang jauh dari pemukiman adalah untuk
menghindari protes dari masyarakat akibat kegiatan peternakan seperti bau kotoran, debu
dan lalulalang kendaraan yang membawa sapronak serta saat panen. Selain itu, juga
untuk menghindari lalu lalang ternak peliharaan penduduk seperti ayam kampung yang
bisa mendatangkan penyakit. Namun, realita di lapangan terkadang kandang berada
dilokasi pemukiman penduduk. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan peternak kepada
warga misalnya dengan memberikan dana sosial untuk kegiatan pemuda, kegiatan
keagamaan dll. Untuk menghindari lalulintas orang, kendaraan dan hewan piaraan
kandang harus dilengkapi dengan pagar keliling dan diterapkan bioscurity yang baik.

10
Kondisi Dan Struktur Tanah
Kondisi dan struktur tanah berhubungan dengan keamanan, sirkulasi udara,
drainase dan kelembaban kandang. Lahan yang digunakan untuk lokasi kandang
diusahakan rata. Tanah yang rata memungkinkan angin bertiup dengan lancar sehingga
mampu memberikan sirkulasi udara yang baik bagi kandang. Sirkulasi udara yang baik
sangat dibutuhkan untuk membuang zat-zat berbahaya yang dihasilkan baik dari kotoran
ayam maupun dari pemanas (brooder) seperti amoniak, H2S dan CO2 yang dapat
memicu terjadinya penyakit pernafasan seperti CRD. CRD bersifat imunosupresif
(menurunkan kekebalan) sehingga bisa memicu munculnya penyakit lain seperti
collibasilosis, ND dan sebagainya. Selain itu, sirkulasi udara yang baik akan menjamin
suplay O2 yang dibutuhkan ternak serta mengurangi kelembaban kandang. Namun,
bukan berarti tanah yang berbukit tidak bisa digunakan. Lahan dengan struktur tanah
berbukit bisa saja digunakan sebagai lokasi kandang asalkan memenuhi kriteria tidak
rawan longsor dan pembuatan kandang harus memenuhi syarat teknis. Misalnya jika
tanah bergawir, maka jarak gawir dari kandang minimal 8 meter agar percikan air hujan
tidak masuk ke kandang, lebar kandang maksimal 6 meter dan tidak ada tanaman yang
tinggi untuk memperlancar sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban kandang,
drainase harus baik untuk menghindari genangan air, dan tetap memperhatikan arah
kandang membujur timur – barat agar intensitas matahari cukup.
2.4.2. Konstruksi Kandang
Bentuk kandang memiliki banyak model dengan biaya pembuatan yang juga
bervariasi, tergantung jenis kandangnya. Konstruksi kandang harus disesuaikan dengan
keadaan lokasi dan modal yang dimiliki. Berikut adalah gambaran yang bisa dijadikan
acuan dalam membuat kandang. Prinsip dalam pembuatan kandang adalah kuat/kokoh,
murah dan mampu memberikan kenyamanan pada ayam. Kekuatan kandang harus
diperhitungkan dalam pembuatan kandang karena berkenaan dengan keselamatan ayam
dan pekerja kandang. Kandang harus bisa kuat (kokoh) terhadap terpaan angin, dan
mampu menahan beban ayam. Untuk itu perlu diperhatikan konstruksinya agar kokoh
dan tidak mudah ambruk. Disamping kuat, pembangunan kadang diusahakan murah,
namun bukan berarti murahan. Artinya pembangunan kandang hendaknya menggunakan
bahan-bahan yang mudah didapatkan di daerah setempat tanpa mengurangi kekuatan
kandang karena setelah kandang terbangun dan digunakan, diperlukan perawatan secara
berkala agar kandang tetap awet. Jika menggunakan bahan yang murah dan mudah di
dapat, maka akan memperingan biaya perawatan kandang.

11
Faktor terpenting dalam memilih atau membuat kandang adalah memperhatikan
segi kenyamanan ayam. Kandang yang nyaman akan mendukung pertumbuhan ayam.
Dengan demikian, berkenaan dengan konstruksi kandang ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
1. Atap ; mengunakan atap monitor. Atap monitor sangat bagus untuk digunakan
karena pertukaran udara lebih lancar sehingga pembuangan gas beracun seperti H2S,
NH3 dan CO2 bisa lebih maksimal;
2. Tinggi dinding minimal 1,8 m untuk kandang postal tunggal. Untuk kandang
tingkat, tinggi dinding bawah minimal 2 m dan tinggi dinding atas minimal 1,7 m;
3. Lebar kandang maksimal 8 meter. Namun, untuk kandang tingkat lebar kandang
maksimal 7 m. Jika kandang dekat gawir (terhalang tebing) lebar maksimal 6 m dengan
jarak minimal kandang dari gawir (tebing) 8 m. Usahakan, tinggi tebing jangan melebihi
½ tinggi kandang dengan drainase yang baik.
4. Jarak antar kandang minimal satu lebar kandang (8 meter), diukur dari bagian
terluar kandang
5. Dinding kandang bisa menggunakan bambu atau kawat dan tiang harus kokoh bisa
dari bambu, kayu, atau cor.
6. Kemiringan atap baik, antara 30-45 Derajat. Prinsipnya air bisa cepat turun dan
tidak menggenang.
7. Arah kandang membujur barat timur agar kandang mendapatkan sinar matahari
yang cukup tetapi tidak langsung mengenai ayam. Jika matahari terlalu banyak masuk ke
dalam kandang maka suhu kandang menjadi tinggi serta akan menyebabkan “kepadatan
semu”. Kepadatan semu adalah kondisi ayam yang mengumpul disalah satu sisi kandang
yang tidak terkena matahari langsung. Kondisi ini biasanya terjadi pada pagi dan sore
hari ketika matahari masuk ke dalam kandang. Akibat dari kepadatan semu adalah suhu
dan gas beracun disalah satu sisi meningkat karena kepadatan menjadi tinggi dan
distribusi tempat pakan dan minum menjadi tidak seimbang, akibatnya konsumsi pakan
menjadi menurun dan tidak merata sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan
kesehatan ternak.
8. Bahan atap bisa dari asbes, genting, seng, ijuk/rumbia, atau aluminium foil. Pilihan
atap disesuaikan dengan lokasi kandang (suhu dan kelembaban), ketersediaan bahan, dan
ketersediaan dana.
2.4.3. Tipe Kandang
Berdasarkan tipenya, kandang ayam broiler dibedakan menjadi:

12
1. Kandang Battery ; kandang ini menggunakan sistem alas berlubang atau kawat.
Kandang batere adalah sangkar segi empat yang disusun secara berderet memanjang dan
bertingkat dua atau lebih. Kandang battery berbentuk kotak yang bersambung satu
dengan yang lain terbuat dari kayu, bambu atau kawat. Masing-masing kotak berukuran
lebar 30 sampai 35 cm, panjang 45 cm dan tinggi 60 cm. Lantai kandang baterai letaknya
agak miring ke salah satu sisi sekitar 6-7 cm. Ada beberapa bentuk kandang baterey
antara lain; Single deck (kandang batere 1 tingkat), Double deck ( kandang batere 2
tingkat), Triple deck (kandang batere 3 tingkat), Four deck dan Five deck hampir sama
dengan Triple deck tetapi menggunakan 4 dan 5 tingkat. Sistem kandang baterai
bertujuan agar ayam tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dengan demikian energi
dimanfaatkan untuk metabolisme tubuh, khususnya untuk ayam memproduksi telur
(Anggorodi, 1985). Kebaikan kandang sistem batere adalah kandang lantai kandang yang
selalu bersih karena kotorannya jatuh ke tempat penampungan, peredaran udara lebih
lancar, dapat menampung ayam lebih banyak, pengontrolan penyakit lebih mudah dan
dapat menimbulkan penyakit Coccidiosis, serta konversi pakan lebih baik. Penggunaan
kandang sistem battery memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
litter, memerlukan penanganan ekskreta secara serius serta dapat menyebabkan lepuh
dada dan cacat kaki.
2. Kandang Postal (Litter) ; kandang dengan tipe litter adalah suatu tipe kandang
pemeliharaan ayam broiler dengan lantai kandangnya ditutup oleh bahan penutup lantai
seperti sekam padi, serutan gergaji, tongkol jagung, jerami padi yang dipotong-potong,
serta dapat digunakan kapur mati yang penggunaannya dicampurkan dengan bahan litter.
Litter yang baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni : memiliki daya serap
yang tinggi, lembut sehingga tidak menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan
kehangatan, menyerap panas, dan menyeragamkan temperatur dalam kandang. Bahan
litter yang efektif adalah bersifat daya serap air (absorben) tinggi, bebas debu, sukar
untuk dimakan ayam, tidak beracun, murah, mudah diangkut dan diganti, serta tersedia
melimpah. Sainsburry (1995) menyatakan bahwa litter harus menimbulkan kenyamanan
bagi unggas dan terbebas dari parasit dan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada
unggas. Pengawasan terhadap kualitas litter sangat penting untuk kesuksesan manajemen
perkandangan unggas. Kesalahan manajemen tempat minum atau karena ventilasi
kandang yang buruk adalah penyebab utama meningkatnya kelembaban litter yang pada
akhirnya adalah terjadinya akumulasi amonia (Daghir, 1995). Kandang litter juga
memiliki kelebihan yaitu: pertama dapat memberikan hasil yang memuaskan, baik

13
kuantitas (bobot badan) maupun kualitas daging, kedua dapat menghindarkan ternak
ayam menderita lepuh dada atau pembengkakan tulang dada (Breast Blister),
memudahkan didalam pengelolaan yakni seperti pembersihan dan pembuangan kotoran,
serta dapat menghemat tenaga kerja.
3. Kandang Panggung ; Akpobome dan Funguy (1992) menyatakan bahwa broiler
yang dipelihara pada kandang panggung memiliki bobot badan yang lebih rendah tetapi
konversi pakan yang lebih baik dibandingkan broiler yang dipelihara di atas lantai
sekam. Sinurat et al., (1995) menyatakan bahwa terjadi penurunan pertambahan berat
badan ayam broiler yang dipelihara pada lantai kawat setelah berumur 5 - 6 minggu
dibanding broiler yang dipelihara pada lantai sekam, Hal ini terjadi karena semakin
tinggi bobot badan ayam gesekan antara tubuh dengan kawat semakin tinggi yang
mungkin menyebabkan stress bagi ayam yang dipelihara di atas lantai kawat. Kandang
panggung berlantai kawat menyebabkan lebih banyak kerusakan kaki dan kelainan
bentuk kaki dibanding lantai litter. Masalah pada kaki menyebabkan turunnya produksi
pada ayam petelur (Anderson, 1994). Kejadian lepuh dada broiler pada kandang
panggung dua kali lebih banyak dibanding pada lantai litter (Akpobome dan Funguy,
1992). Keunggulan dari kandang panggung yaitu memiliki ventilasi yang sangat baik
bagi ayam di dalamnya, sebab udara bertiup melalui seluruh bagian tubuh ayam.
Keuntungan lain dari penggunaan kandang panggung adalah kemudahan dalam
mekanisme kandang, tidak diperlukan biaya untuk pembelian litter dan mengurangi
kontak ayam dengan feses (Hypes et al, 1994).

2.5. Perbaikan Kualitas Bibit


Ayam lokal harus diperbaiki kualitasnya dengan tujuan untuk meningkatkan laju
pertumbuhannya dan meningkatkan efisiensi reproduktifnya, tetapi dengan tetap menjaga
karakteristik asli ayam lokal seperti warna bulu, bentuk tubuh, bentuk jengger, warna
cakar dan karakteristik lainnya seperti citarasa daging, tekstur daging, bentuk telur,
warna kerabang dan komposisi interior telur. Untuk tujuan ini dapat ditempuh dengan
cara melakukan seleksi dan persilangan. Seleksi yang dilakukan pada ayam lokal mampu
meningkatkan produktivitasnya dengan tidak merubah karakteristik produk dan
fenotifiknya. Penelitian mengenai perbaikan mutu bibit ayam lokal untuk peningkatan
produksi telur dengan cara seleksi masih sangat terbatas. Seleksi selama tujuh generasi
menunjukkan peningkatan produksi telur. Pada generasi ke-tujuh produksi telur
meningkat 19 butir telur lebih banyak dan 4 g bobot telur lebih tinggi (Khan, 2008).

14
Perbaikan kualitas ayam lokal dapat pula dilakukan dengan cara persilangan.
Persilangan yang dilakukan adalah antara ayam lokal dengan galur ayam lokal yang yang
telah diseleksi untuk pertumbuhan yang cepat atau produksi telur yang tinggi. Seleksi
dan persilangan ayam lokal tersebut akan menghasilkan performa dengan karakteristik
ayam lokal tetap terjaga. Terjaganya karakteristik ayam lokal yang tetap nampak pada
ayam lokal yang telah diperbaiki kualitasnya akan meningkatkan kesukaan (preferensi)
konsumen terhadap produk tersebut. Persilangan antara ayam lokal dengan ayam eksotis
akan mampu menghasilkan keturunan dengan performa yang lebih baik, tetapi sering
muncul karakteristik yang berubah, tidak mirip ayam lokal, sehingga mengurangi
preferensi konsumen. Persilangan ayam lokal dengan ayam eksotis mampu
meningkatkan bobot badan dan umur pertama bertelur (sexual maturity), serta
meningkatkan 24-45 butir telur (Khan, 2008). Persilangan tersebut dapat dilakukan
dengan metode yang umum dilakukan di beberapa negara lain yang telah berhasil
melaksanakannya, seperti misalnya negeri Cina menerapkan two-way crossing atau
three-way crossing (Yang dan Jiang, 2005).
Permasalahan produktivitas daging/telur yang rendah dapat diatasi dengan
penggunaan ayam hasil persilangan. Salah satunya adalah ayam persilangan antara
pejantan Pelung dengan betina lokal yang mempunyai prospek sebagai ayam pedaging
lokal (Gunawan dan Sartika, 1999; Iskandar dan Resnawati, 1999) karena terbukti ayam
tersebut pertumbuhannya cukup bagus (dapat mencapai 1,2 kg dalam umur 12 minggu).
Sementara untuk meningkatkan produksi telur maka dapat digunakan ayam persilangan
antara ayam Arab dengan ayam lokal yang telah terbukti mempunyai produksi telur yang
lebih tinggi dibandingkan ayam lokal atau menggunakan induk ayam lokal (ayam Kedu
hitam) terseleksi yang mempunyai produksi telur yang tinggi.
Persilangan untuk meningkatkan produksi daging ayam lokal juga dapat
ditempuh sementara dengan persilangan ayam lokal dengan ayam ras. Persilangan
tersebut mampu memberikan produksi daging dengan performa mirip ayam lokal dan
mengurangi lemak abdiminal yang umum nampak pada ayam ras pedaging (Youssao et
al., 2009). Persilangan ayam jantan lokal dengan ayam ras betina untuk mendapatkan
produksi daging pada umur muda yang lebih tinggi dilaporkan oleh Dharsana et al.
(1996). Pertumbuhan ayam silangan jantan lokal dengan betina ras ini terlihat lebih
tinggi, namun perlu untuk diupayakan untuk mempertahankan kualitas rasa dan tampilan
sebagai ayam kampung. Jarmani et al. (1998) dan Jarmani et al.(1999} melaporkan
bahwa ayam silangan (F1) jantan lokal (kampung, Sentul, Kedu, Pelung atau Bangkok)

15
dengan ayam petelur ras mempunyai rasa dan tampilan yang diterima konsumen, dapat
menghasilkan ayam dengan bobot yang sesuai permintaan konsumen (0,8 – 1,0 kg) pada
umur 12 minggu berpenampilan seperti ayam lokal yang sebenarnya dengan warna bulu
hitam dan kulit kuning.

2.6. Pemanfaatan Bahan Ransum Lokal


Ransum merupakan komponen produksi yang memakan biaya terbesar dalam
pemeliharaan ternak secara intensif, dapat mencapai 60-70% dari total biaya produksi.
Keterbatasan persediaan ransum mengakibatkan Indonesia harus mengimpor bahan
ransum dari luar negeri. Indonesia mengimpor bahan ransum berupa jagung, tepung ikan,
tepung bungkil kedelai, tepung daging dan tepung tulang. Untuk itu perlu dilakukan
langkah-langkah peningkatan penyediaan ransum. Salah satu upaya dimaksud adalah
integrasi dan diversifikasi lahan pertanian, termasuk perkebunan maupun pemanfaatan
produk samping industri pertanian secara optimal. Sentuhan teknologi akan sangat
membantu mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan industri pertanian
sebagai sumber ransum alternatif. Dengan demikian efisiensi pemanfaatan lahan dapat
ditingkatkan, sekaligus dapat memberi nilai tambah pada petani. Mengingat macam dan
ragam limbah pertanian sangat banyak, maka dalam makalah ini hanya diuraikan
beberapa limbah pertanian yang dianggap potensial penggunaannya dan dapat
dipergunakan dalam mengatasi masalah ransum yang dihadapi saat ini.
Selain itu bahan ransum lokal banyak ragamnya, tiap daerah memiliki potensi
bahan ransum lokal berbeda. Oleh karena itu masing-masing peternak harus belajar
meramu ransum dengan menggunakan bahan ransum lokal setempat, sehingga mampu
menekan biaya produksi . Di Jawa dan luar jawa berbeda bahan ransum lokal yang
potensial (Ratnawati, et al., 2004) Hasil samping pertanian selalu dikaitkan dengan harga
yang murah dan berkualitas rendah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum kandungan gizi, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat
racun atau zat anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat
digunakan sebagai ransum ternak.
Melalui inovasi teknologi, hasil samping limbah pertanian dan industri pertanian
dapat dimanfaatkan sebagai sumber ransum ternak yang potensial . Pengolahan dapat
dilakukan melalui proses fisik, biologis dan kimiawi dengan teknik hidrolisis, fermentasi
dan amoniasi. Keunggulan pengembangan ransum berbasis bahan baku lokal antara lain :
1) harga lebih murah, 2) mudah dalam pengumpulan bahan baku dan distribusi produk,

16
3) nilai tambah dari kegiatan prosesing ransum diperoleh langsung para peternak, 4)
dapat menumbuh kembangkan embrio usaha agroinput pada skala usaha kecil dan
menengah di daerah-daerah sentra produksi ternak, serta 5) membantu penyediaan bahan
ransum seimbang karena adanya imbangan konsentrat dan kandungan nutrisi yang baik
sehingga akan meningkatkan konsumsi bahan kering (Sutrisno, 2009).

17
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Secara keseluruhan dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa peternakan unggas,
merupakan sumber utama bagi pemenuhan kebutuhan pangan sumber protein hewani.
Mengingat pentingnya peternakan unggas, khususnya ayam dalam menyediakan bahan
pangan sumber protein hewani bagi masyarakat, maka peternakan ayam ke depan akan
tetap menjadi tumpuan utama dalam menyediakan bahan pangan sumber protein hewani.
Untuk memacu industri perunggasan supaya lebih mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri dan bersaing di pasar global, maka pengembangan peternakan ayam tidak
bertumpu hanya pada ayam ras. Hal ini didasarkan kepada beberapa pertimbangan, yaitu
: 1) ayam ras tingkat ketergantungannya sangat tinggi terhadap luar negeri dalam
pengadaan sarana produksi (bibit, ransum, obat) dan teknologi, 2) penyebaran produk
ayam ras belum mampu menjangkau pelosokpelosok wilayah yang terpencil, hanya
terbatas di sekitar kota-kota besar. Oleh karena itu ayam lokal memiliki peran strategis
dalam menyediakan bahan pangan hewani. Selain menjadi sumber pangan hewani bagi
keluarga petani, juga mampu memasok sebagian kebutuhan masyarakat lainnya,
terutama yang berada disekitar kota sebagai diversifikasi bahan pangan hewani,
suplementasi bagi ayam ras.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, K. 1992. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Mikoriza Vesikular Arbuskular dan
Pupuk Fosfat Terhadap Serapan Fosfor oleh Tanaman Jagung.Tesis. Program Sarjana
IPB, Bogor.

Austic, R. E. and M. C. Nesheim. 1990. Poultry Production. 13th Ed. Lea and Febiger,
Washington.

Khan. 2008. Evaluasi model pengembangan ayam buras di Indonesia : kasus di Jawa Timur.
Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Hal
260-271.

Priyanti. 2005. Toleransi ayam lokal pada masa sedang bertelur terhadap kandungan serat
kasar dalam ransum. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Special edition. Hal. 78-
83.

Ratnawaty, S., D.K. Haui, J. Nuliki dan E. Handiwirawan. 2006. Perbaikan manajemen
pemeliharaan dalam menunjang pengembangan ayam buras lokal di Nusa Tenggara
Timur. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Hal : 228-
236.

Statistik Peternakan. 2007. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian R.I.

Suprijatna, E., B. Srigandono dan J.A.N. Setyaningsih. 2010. Kualitas fisik dan nutrisi telur
ayam kampung akibat pemberian ransum komersial yang ditambah dedak halus.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Inovatif Untuk Mendukung
Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Sudirman. Purwokerto. Halaman :

Sutrisno, I. 2009. Pemanfaatan sumber daya ransum lokal terbarui. Prosiding Seminar
Nasional Kebangkitan Peternakan “ Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha
Peternakan Berbasis sumber daya lokal dalam Rangka Peningkatan Ketahanan pangan
Nasional Berkelanjutan”. Program magister Ilmu Ternak. Pascasarjana Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Yang, N., and R.S. Jiang, 2005. Recent advances in breeding for quality chickens. World’s
Poultry Sci.J. 61(3):373-381.

19

Anda mungkin juga menyukai