PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.
Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan mencakup peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) serta mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu,
keluarga dan kelompok masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakat (resosialitatif). Dewasa
ini, penyakit batu saluran kemih menjadi salah satu kasus yang membutuhkan perhatian perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan karena prevalensinya di
Indonesia yang terus meningkat (Nurlina, 2008).
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi(Nurlina, 2008). Batu saluran kemih yang muncul dapat
disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik yang paling mempengaruhi
adalah faktor gaya dan pola hidup masyarakat terutama mayarakat kota.Pola hidup masyarakat
kota cenderung statis dan praktis. Pola hidup dikatakan statis karena masyarakat kota cenderung
kurang aktivitas/gerak dan mobilitas dibantu dengan mesin seperti kendaraan bermotor dan
eskalator. Pola hidup dikatakan praktis karena masyarakat kota memiliki tuntutan untuk bekerja
efisien dalam kehidupan sehari-hari sehingga membutuhkan hal-hal yang praktis, termasuk
didalamnya kepraktisan untuk mengakses makanan dan minuman cepat saji (fastfood). Pada
orang yang dalam pekerjaannya kurang gerakan fisik, kurang olahraga, dan menderita stres lama
sering mengalami batu saluran kemih (Muslim, 2007). Faktor pola minum yang memicu
timbulnya batu saluran kemih antara lain kurang meminum air putih, banyak mengkonsumsi jus
tomat, anggur, apel, vitamin C dan soft drink, sementara banyak mengkonsumsi teh, kopi, susu
dan jus jeruk mengurangi kemungkinan terbentuknya batu saluan kemih. Makanan yang
mempengaruhi kemungkinan terbentuknya batu saluran kemih antara lain terlau banyak protein
hewan, lemak, kurang sayur, kurang buah, dan tingginya konsumsi fastfood/junkfood.
Mengkonsumsi suplemen makanan dan obat-obatan tertentu juga dapat memicu
terbentuknya batu saluran kemih. Sering menahan BAK dan kegemukan juga dapat menaikkan
kemungkinan terkena batu saluran kemih (Muslim, 2007). Gaya hidup masyarakat kota seperti
disebutkan dalam paragraf ini mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih.Indonesia terletak
pada kelompok negara di dunia yang dilewati oleh sabuk batu atau stone belt(Portalkalbe dalam
Nurlina, 2008). Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi (Nurlina, 2008). Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit
ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sampai saat ini angka kejadian batu saluran
kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun (Muslim,
2007). Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita
batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai
182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002 (Raharjo, 2002). Laki-laki
lebih sering dibandingkan wanita (kira-kira 3:1) dengan puncak insidensi antara dekade keempat
dan kelima, hal ini kurang lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-CM (Raharjo, 2004).
Tujuan Khusus
1.Menganalisis masalah kesehatan perkotaan pada agregat dewasa dengan penyakit batu saluran
kemih
2.Menganalisi kasus kelolaan pasien dengan batu saluran kemih
3.Menganalisis aplikasi asuhan keperawatan pasien dengan batu saluran kemih
Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien, khususnya
peran perawat sebagai edukator dalam mengubah perilaku dan gaya hidup serta mencegahan
kekambuhan ulang pasien dengan batu saluran kemih.
Definisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari
ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter
maksimum sekitar 1,7 cm didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung
kemih (Fillingham dan Douglass, 2000).
Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis(Brunner dan Suddarth,
2003).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih
atau infeksi(Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di
dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan
diketemukannya batu pada kandung kemih mummi(Muslim, 2007).
Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks
ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian
turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra
yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta se
luruh kaliks ginjal dan merupakan batu sal uran kemih yang paling sering terjadi(Brunner dan
Suddarth, 2003).
Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentuka batu yang normal(Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, Sistin dan mineral struvit (Sja’bani, 2006).
Batu struvit (campuran dari magnesium, ammonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi
karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim, 2007). Ukuran batu
bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5
sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:
a.Faktor Endogen .
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
b.Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
c. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3:1
d. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih memiliki
resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak memiliki anggota
keluarga dengan batu saluran kemih.
f. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum air.
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine
meningkat.
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari
pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas sehingga
pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh hidrasi yang adekuat akan
meningkatkan resiko batu saluran kemih.
i. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium klorida,
vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko pembentukan batu karena
mempengaruhi saturasi urine.
Patofisiologi
a.Teori Intimatriks
meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik
sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b.Teori Supersaturasi
menyebutkan terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c.Teori Presipitasi-Kristalisasi
menyebutkan perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan
mengendap garam-garam fosfat.
Manifestasi Klinis
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung
kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis
renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri
kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan
paha sebelah dalam.
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan
darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu
melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi.
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di
dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis)
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik
yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya
sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini
disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis, sedangkan
pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih dan pada akhirnya bisa terjadi
kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat dari saluran urin,
terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai
nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah maka klien sedang mengalami
episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi.
Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung,
pangkereas dan usus besar.
Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm
secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar. (
Brunner and Suddarth. 2001).
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih adalah
1.Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah
menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan
ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat),
alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN
menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi).
Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai
1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2.Laboratorium
a.Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
b.Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi
kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
4.Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5.USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6.EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7.Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal, menunjukkan
adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
8.IVP (Intra Venous Pyelografi)
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi
kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan
memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
9.Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi
retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat,
kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan
medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di
dapatkanuntuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien.
Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu
(Sja’bani, 2006). Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah
terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a.Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari5 mm. Batu ureter yang
besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan. Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut
terdapat pilihan terapi konservatif berupa:
1.Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2.α - blocker
3.NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan
pilihan.
Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya
ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap
obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani (2002)
menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih dengan menggunakan
gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara.
Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu
kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir
tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat), perlu beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan
ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan
dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic(URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis
terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan
pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa
untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu
seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan sebagai
terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan pertama sebelum
melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat
memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL.
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau
fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh ataudipecah.
Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat diambil atau
dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses
PCNLberlangsung cepat dan dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan
PCNL adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
e. OperasiTerbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi operasi terbuka
untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung pada anatomi dan posisi
batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saatini
operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada
penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
Salah satu perubahan gaya hidup yaitu perubahan terhadap pola konsumsi makan dan
minum masyarakat kota. Makanan dan minuman berpengaruh besar pada eksresi bahan
pembentuk batu dalam air kemih. Makan banyak bahan yang mengandung asam urat, oksalat,
kalsium, dan fosfat dapat meningkatkan kadar substansi tersebut dalam air kemih yang berakibat
timbulnya batu saluran kemih (Muslim, 2003). Demikian juga dengan minuman, terdapat
beberapa jenis minuman yang merangsang terjadinya batu saluran kemih dan ada pula yang
mengurangi kemungkinan tersebut.
Muslim (2007) menyebutkan bahwa air sangat penting dalam proses pembentukan
saluran kemih, sebab bila kekurang an air minum terjadi supersaturasi bahan pembentuk batu
dalam air kemih yang terjadi akibat adanya kristalisasi. Dianjurkan minum air 2-2,5 liter perhari
atau 250 ml air tiap 4 jam, dan 250 ml air tiap kali makan untuk mencegah terjadinya batu
saluran kemih. Terdapat ahli yang mengatakan air kemih yang dihasilkan minimal 2 liter per 24
jam ( Resnick, 1990 dan Parivar, 1996).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.I (31 Tahun) DENGAN BATU SALURAN KEMIH
PENGKAJIAN
Informasi Umum
Nama: Tn. I
Usia: 31 tahun
Tanggal Lahir: 12-06-1982
Jenis Kelamin: laki-laki
Suku Bangsa : Indonesia
Pekerjaan: TNI
Tanggal Masuk : 29-05-2013
Waktu: 12.30 WIB
Dari: Poli bedah
Sumber Informasi: klien, keluarga, dan rekam medik
Diagnosa medis: batu ureter distal dextra
•Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan terkadang jantung terasa berdebar. Klien mengatakan tidak memiliki
riwayat penyakit gula ataupun hipertensi. Klien mengatakan mulai jarang berolahraga dan tidak
suka minum air putih terlalu banyak. Terdapat perubahan frekuensi berkemih yaitu menjadi lebih
sering namun sedikit dan BAK terasa sakit.
•Tanda ( Obyektif)
Pemeriksaan tanda vital klien: TD 110/70 mmHg, frekuensi nadi radialis 80 x/menit, kuat
dan teratur. Hasil auskultasi paru tidak ada ronkhii. Pada ekstremitas teraba hangat. Suhu tubuh
36˚C. Warna kulit klien sawo matang, tidak pucat, pengisian kapiler: ± 2 detik.
Kuku jari bersih dan normal. Penyebaran rambut merata, rambut kasar sampai mata kaki,
ada bulu pada ibu jari.Warna wajah dan lengan kemerahan sehat, mukosa bibir berwarna pink ,
punggung kuku melengkung baik, kongjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik.
Integritas Ego
•Gejala ( Subyektif )
Saat ini klien mengatakan tidak merasakan stres yang berarti. Kondisi yang dialami
sekarang dilalui dengan banyak berdoa dan berdzikir. Klien tidak memikirkan masalah finansial
karena ditanggung oleh dinas. Klien sudah menikah dan beragama Islam. Gaya hidup menengah
keatas. Klien mengatakan yang dicemaskan saat ini adalah masalah operasi dan apa saja
penyebab batu ginjal yangdialami.
•Tanda ( Obyektif )
Status emosi klien gelisah, kekhawatiran terhadap operasi yang dijalankan muncul,
respon psikologis yang terobservasi adalah eskpresi wajah menahan nyeri dan sedikit cemas.
Ansietas klien termasuk skala ringan karena masih terorientasi dengan waktu, tempat, dan orang.
Eliminasi
•Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan buang air besar hampir setiap pagi, tidak ada gangguan. BAB terakhir
kemarin pagi, konsistensi lembek warna kuning tua. Tidak ada perdarahan. Klien mengatakan
tidak memiliki riwayat hemoroid dan konstipasi. Penggunaan laksatif harian tidak pernah.
Pola BAK klien sekitar 4-6 x/hari. Karakter urin: kuning jernih, namun pernah berdarah sekali
lalu tidak muncul lagi. Sebelum tindakan URS Litotripsiklien mengatakan adasensari nyeri
seperti terbakar saat BAK. BAK menetes di akhir sering tidak tuntas. Sebelumnya tidak memiliki
riwayat penyakit kandung kemih atau ginjal. Tidak ada penggunaan diuretik.
•Tanda ( Obyektif )
Saat pemeriksaan abdomen, tidak didaptkan nyeri tekan abdomen. Abdomen lunak dan
elastis. Terdapat bising usus aktif (8-9x/menit) di keempat kuadran. Tahun 2012 riwayat
hematuria dan sejak saat itu terasa perubahan pola BAK. BAK menjadi lebih sering dan tindak
tuntas. Saat berkemih terasa nyeri skala 4-5 dari 10, urin menetes, berwarna kuning keruh. Saat
berkemih berdarah skala nyeri 5 dari 10.
Setelah URS Litotripsi skala nyeri 5 dari 10.
Cairan/Makanan
•Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan makanan kesukaan adalah ikan dan nugget. Klien mengatakan gemar
meminum teh dan minuman bersoda. Klien makan 3 kali sehari. Saat dirumah sakit pola diit
mengikuti aturan rumah sakit.
Makan pagi: Roti, buah/bubur sumsum, sayur,daging. Makan siang: nasi, sayur, daging, buah.
Makan Malam: nasi, sup, daging, buah.
Klien mengatakan selalu nafsu makan, tidak ada mual dan muntah ataupun keluhan nyeri
ulu hati. Klien tidak memiliki alergi makanan. Klien tidak memiliki kesulitan mengunyah dan
menelan. Gigi masih utuh dan bersih.
•Tanda ( Obyektif )
Berat badank lien 68 kg dan tinggi badan 166 cm. IMT 24,67 dalam batas normal. Postur
tubuh tegap berisi. Turgor kulit baik dan elastis. Penampilan lidah pink. Membran mukosa pink
utuh. Kondisi gigi dan gusi utuh dan baik, tidak ada perdarahan gusi. Bising usus: aktif pada
keempat kuadran.
Higiene
•Gejala ( Subyektif )
Aktivitas sehari-hari klien dilakukan mandiri, saat sakit dan setelah menjalani operasi
dibantu oleh istri.
•Tanda ( Obyektif )
Penampilan umum klien bersih, rapi, rambut dicukur pendek, cara berpakaian rapi dan
bersih. Tidak ada bau badan. Kondisi kuku dan kepala bersih. Tidak ditemukan kutu.
Neurosensori
•Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan tidak merasa pusing dan tidak merasa kebas pada ekstremitas.
Penglihatan baik, pendengaran baik, indera pembau baik.
•Tanda ( Obyektif )
Tidak ada perdaraha pada hidung, indera bembau tidak bermasalah, status mental sadar,
terorientasi terhadap waktu, tempat, orang. Afek bicara jelas dan koheren. Reaksi pupil mata
positif, tidak menggunakan kacamata. Tidak menggunakan alat pendengaran.
Kekuatan genggaman sama antara kiri dan kanan dan sensitif terhadap sentuhan.
Nyeri
•Gejala ( Subyektif )
Sebelum URS Litotripsi klien merasakan nyeri pada pinggang kanan dan nyeri saat ingin
dan sedang berkemih. Nyeri seperti terbakar, skala 5 dan hilang saat beristirahat. Muncul saat ing
in berkemih. Setelah operasi nyeri muncul di alat genitalia (testis), namun bila menarik napas
nyeri dapat hilang.
•Tanda ( Obyektif)
Sebelum URS Litotripsi: Nyeri di area pinggang dan testis, nyeri menyebar, skala 5 dari
10, nyei hilang saat beritirahat dan muncul saat ingin berkemih. Klien tampak menjaga area yang
sakit, berhati-hati saat tidur dan bangun tidur, berhati-hati saat menoleh dan beraktivitas serta
ekspresi wajah terlihat kesakitan dan menjaga area yang sakit. Respon emosi masih terkendali
dan sabar.
Pernapasan
•Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan tidak ada keluhan batuk, sesak napas, dan riwayat TB ataupun
bronkitis dan pneumonia. Tidak ada alat bantu pernapasan.
•Tanda ( Obyektif)
Frekuensi pernapasan:12 x/menit. Kedalaman baik, pengembangan dada simentris,
auskultasi tidak ada ronkhii, tidak ada wheezing, tidak ada sianosis, tidak ada jari tabuh.
Fungsi mental/kegelisahan: Sadar terorientasi dan tegang, wajah terlihat gelisah.
Keamanan
•Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi. Tidak ada riwayat fraktur dan dislokasi.
Tidak ada masalah penglihatan dan pendengaran.
•Tanda ( Obyektif )
Suhu: 36º C.
Integritas kulit baik dan tidak ada jaringan parutdi ekstremitas kulit. Kekuatan
sama pada semua ekstremitas.Tonus otot baik, rentang gerak maksimal.
Interaksi Sosial
•Gejala ( Subyektif )
Klien sudah menikah kurang lebih 6 tahun, memiliki satu anak. Perilaku koping klien
dengan membicarakan masalah pada istri.
•Tanda ( Obyektif )
Bicara jelas dan dapat dimengerti. Komunikasi verbal/non-verbal dengan istri dan
keluarga.
DATA SUBYEKTIF:
•Klien mengatakan nyeri pada pinggang kanansejak akhir tahun 2011
•Klien mengatakan skala nyeri sedang (4-5)
•Klien mengatakan ketika berkemih seperti terbakar
•Klien mengatakan berkemih sering namun tidak tuntas dan menetes diakhir
•Klien mengatakan jarang minum air putih, gemar minum teh dan minuman bersoda
•Klien mengatakan lebih sering berada di meja dalam ruangan ber AC
•Klien mengatakan mulai jarang berolahraga
•Klien mengatakan tahun 2012 pernah berkemih dan berdarah, saat itu skala nyeri 5 dari 10.
•Klien mengatakan cemas akan tindakan operasi yang akan dijalankan
•Klien mengatakan tidak tahu apa saja yang bisa dilakukan agar tidak terkena batu ginjal
•Klien mengatakan mengantuk setelah operasi, pusing bila mengangkat kepala
DATA OBYEKTIF
•Klien terlihat kesakitan, ekspresi menahan nyeri, setelah operasi masih
merasakan nyeri disekitar genitalia
•Klien terlihat cemas
•Skala nyeri 4-5 dari 10
•Perubahan pola berkemih: disuria
•Riwayat hematuria tahun 2012
•Klien terlihat melindungi area yang sakit
•Klien terpasang IVFD RL : 20 tpm
•Klien terlihat gelisah dan wajah tegang
•Kecemasan skala ringan karena masih terorientasi dengan waktu, tempat, dan orang.
•Hasil Observasi TTVTD : 110/70 mmHg, S=36˚CN = 80x/menit, RR = 12 x/menit
•Hasil pemeriksaan lab tanggal 14 Mei 2016
- Leukosit = 11.010 / ul
- SGOT/SGPT = 40/91
•Hasil pemeriksaan BNO IVP dan USG Abdomen: Batu ureter distal dextra
•Penatalaksanaan URS Litotripsi tanggal 30 Mei 2016
•Anestesi spinal
•Tidak ada perdarahan post URS Litotripsi
•Perencanaan pulang post op tanggal 31 Mei 2013
•Terpasang kateter urine 18 Frproduksi kuning
RENCANA KEPERAWATAN
Intervensi Keperawatan:
a.Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan dan karakteristik urine
Rasional: hasil pengawasan memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b.Tingkatkan pemasukan sampai 2500 ml/hari sesuai toleransi
Rasional: Hidrasi yang cukup meningkatkan pengenceran kemih dan membantu mendorong
lewatnya batu.
c.Observasi perubahan status mental
Rasional: akumulasi uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat
d.Periksa urine
Rasional: membantu mengidentifikasi tipe batu dan pilihan terapi
e.Awasi pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit, BUN, dan kreatinin
Rasional: indikasi disfungsi ginjal/komplikasi
f. Kolaborasi pemberian acstazolamid/alupurinol, dan antibiotik
Rasional: alupurinol untuk meningkatkan pH urine, antibiotil untuk mengatasi infeksi.
Diagnosa Keperawatan: Ansietas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam ansietas teratasi
Kriteria Hasil: ungkapan cemas berkurang, gelisah berkurang, klien beraktivitas dengan normal,
wajah tidak tegang
Intervensi Keperawatan:
a.Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional: Mengetahui tingkat kecemasan klien menentukan terapi
b.Motivasi klien untuk mengungkapkan kecemasan yang dirasakan.
Rasional: Perawat mengetahui apa yang diraskan klien
c..Mengajarkan dan melatih teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi kecemasan.
Rasional: Teknik relaksasi napas dalam meningkatkan vasodilatasi dan sirkulasi sehingga
membuat tubuh rileks
d.Jawab setiap pertanyaan klien dengan penuh perhatian dan berikan informasi yang benar
Rasional: Informasi yang tepat mengurangi kecemasanklien.
Diagnosa Keperawatan: Defisiensi pengetahuan terkait kondisi dan pengobatan batu ginjal
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x 24 jam pengetahuan klien meningkat
Kriteria Hasil: memahami penjelasan oerawat, mampu menjawab pertanyaan validasi, berdiskusi
aktif
Intervensi Keperawatan:
1.Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai kondisinya
Rasional: tingkat pengetahuan klien menentukan sejauh mana informasi yang perlu diberikan.
2.Menjelaskan jenis tindakan yang akan dihadapi klien
Rasional: informasi yang tepat memberikan pengetahuan bagi klien
3.Memotivasi untuk minum air putih 2,5 L perhari untuk pencegahan
Rasional: Hidrasi yang cukup meningkatkan pengenceran kemih dan membantu mendorong
lewatnya batu, mencegah kekambuhan berulang
4.Memotivasi untuk melakukan diit rendah kalsium dan protein hewani untuk pencegahan
Rasional:perubahan pola diit menurunkan oksalat dan protein sehingga akan menurunkan resiko
pembentukan batu saluran kemih
Diagnosa Keperawatan: Resiko Cedera
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi cedera
Kriteria Hasil: tidak ada keluhan pusing, tidak ada cedera fisik
Intervensi Keperawatan:
a.Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Penurunan TD dan peningkatan nadi menunjukkan kehilangan volume cairan
b.Pantau tingkat kesadaran klien
Rasional: Efek anestesi dan kondisi fisik mempengaruhi tingkat kesadaran
c.Berikan lingkungan yang aman pada klien, pasang handrail, jauhkan dari benda-benda
berbahaya.
Rasional: Mencegah resiko jatuh dan cedera pada klien
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang sudah diberikan kepada klien dengan batu saluran
kemih, dapat ditarik beberapa kesempulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengkajian didapati bahwa penyebab dari pembentukan batu saluran kemih yang
dialami klien adalah adanya faktor resiko ekstrinsik yaitu rendahnya konsumsi air putih,
pekerjaan yang monoton, dan tingginya konsumsi protein hewani.
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri, gangguan eliminasi urine, ansietas, defisiensi
pengetahuan, resiko cedera, dan resiko perdarahan.
3.Implementasi yang menjadi fokus utama dalam rangka prevensi kekambuhan ulang batu
saluran kemih adalah edukasi psien terkait peningkatan intake cairan dan perubahan pola diit.
4.Peningkatan intake cairan dan perubahan pola diit adalah salah satu metoda yang terbukti
melalui beragam penelitian dapat meningkatkan volume urine sehingga mengurangi resiko
pembentukan batu saluran kemih.
5.Evaluasi keperawatan dilakukan secara kontinyu dan pasien pulang setelah melalui 3 hari
perawatan dengan fungsi eliminasi sudah kembali normal.
Saran
1. Bagi Penulis
a. Meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan batu saluran kemih.
b. Dapat menciptakan/mengembangkan intervensi yang baru (inovatif) dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada.
2. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pemahaman tentang penyebab batu saluran kemih
b. Meningkatkan kebiasaan intake air putih minimal 2-2,5 L perhari.
3. Bagi Instansi/ Rumah Sakit
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagipasien batu aluran kemih
b. Meningkatkan pemahaman dan berpikir kritis dalam menghadapi kasus batu saluran kemih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kohlany, KM., Shokeir,AA., Mosbah,A., Mohsen, T., Shoma,AM., Eraky,I, et al. (2005).
Treatment of complete staghorn stones : a prospective randomized comparison of open surgery
versus percutaneous nephrolithotomy. J Urol; 173: 469 – 73.
Assimos, Dean G. and Holmes Ross. 2000. Role of diet in the therapy of urolithiasis.Vol 27.
2:255-268. The Urologic Clinic of North Americ
Brunner & Sudarth. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC