Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

KISTA OVARIUM

Dosen Pengampu: Ibu Kusniyati Utami, Ners.,M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 2:
1. Alpin Putra Pradana (003SYE17)
2. Astuti Handayani (005SYE17)
3. Iva Annisha Novira (012SYE17)
4. Nining Agustina (020SYE17)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D III
MATARAM
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ganggungan kesehatan yang sering terjadi pada system reproduksi wanita di
kalangan masyarakat diantaranya kanker serviks, kanker payudara, kista ovarium,
gangguan menstruasi, mioma uteri dan lain sebagainya (Manuaba, 2009). Salah satu
gangguan kesehatan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita adalah kista ovarium.
Kista ovarium merupakan suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat
mengakibatkan pembesaran pada perut bagian bawah (Prawirohardjo, 2009). Kista
ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai
pada wanita di masa reproduksinya.Kista ovarium disebabkan oleh ganguan
(pembentukan) hormone pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Kista ovarium
pada umumnya dijumpai pada wanita usia yang lebih tua, post menopause,
hampir80% kasus tumor ovarium dijumpai pada wanita usiadiatas 50 tahun. Kista
ovarium yang bersifat ganas disebut kanker ovarium.
Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia diperkirakan sebanyak 2.314
kasus (5,3%) (Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia, 2008). Di Indonesia sekitar
25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan serta penyakit system reproduksi misalnya kista ovarium.
(Depkes RI,2011).
Kepala Departemen Radioterapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Profesor
Soeharti Gondhowiardjo mengatakan, jumlah penderita kanker di Indonesia kian
meningkat. Dari data Kementrian Kesehatan (KemenKes) tahun 2012 menyebutkan,
prevalensi kanker mencapai 4,3 banding 1.000 orang. Padahal data sebelumnya
menyebutkan prevalensi 1 banding 1.000 orang (KemenKes 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1. Definisi Kista Ovarium
2. Etiologi Kista Ovarium
3. Klasifikasi Kisa Ovarium
4. Tanda dan Gejala Kista Ovarium
5. Patofisiologi Kista Ovarium
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penatalaksanaan
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum

2
Mampu mengetahui dan memahami secara lebih mendalam tentang penyakit
kista ovarium
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami konsep dasar medis Kista Ovarium
2. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan Kista
Ovarium

3
BAB II

KONSEP DASAR

2.1 Definisi Kista Ovarium


Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada wanita di masa reproduksinya (Depkes RI, 2011).
Kista ovarium merupakan pembesaran dari indung telur yang mengandung
cairan. Besarnya bervariasi dapat kurang dari 5 cm sampai besarnya memenuhi
rongga perut, sehingga menimbulkan sesak nafas. (Manuaba, 2009).
Jadi, kista ovarium merupakan tumor jinak yang menimbulkan benjolan
abnormal di bagian bawah abdomen dan berisi cairan.
2.2 Etiologi Kista Ovarium
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya
akan menentukan tipe dari kista. Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi
ada beberapa factor pemicu yaitu :
1. Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya :
a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
b. Zat tambahan pada makanan
c. Kurang olah raga
d. Merokok dan konsumsi alkohol
e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
f. Sering stress
g. Zat polutan
2. Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker,
yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena
makanan yang bersifat karsinogen polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau
karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen
pemicu kanker.

2.3 Klasifikasi Kista Ovarium


Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak
ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan
dengan siklus menstruasi yang normal.

4
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa
subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma.
Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat
menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum.
Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang
sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.
2. Tipe Kista Abnormal
a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya
bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat
karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit,
kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian
indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada
di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan
endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat
menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium
akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang
menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut
agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
2.4 Tanda dan Gejala
Seperti pada penyakit ganas, tumor ovarium dapat tumbuh dengan tenang dan
jarang penyebab gejala sampai setelah mencapai ukuran besar. Ketika tumor
berkembang akan terjadi distensi abdominal. Pengaruh berat tekanan terhadap usus
dan kandung kemih.Pertumbuhan tumor ovarium dapat memberikan gejala karena

5
besarnya, terdapat perubahan hormonal atau penyulit yang terjadi.Tumor jinak
ovarium diameternya kecil sering ditemukan secara kebetulan dan tidak memberikan
gejala klinik yang berarti. Sebagian besar tanda dan gejala adalah akibat dari :
1. Gejala akibat pertumbuhan
a. Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
b. Mengganggu miksi atau defekasi
c. Tekanan tumor dapat menimbulkan konstipasi atau edema pada tungkai bawah
2. Gejala akibat perubahan hormonal
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila
berhubungan dengan tumor menimbulkan gangguan menstruasi, tumor sel
granulase
3. Gejala klinik akibat komplikasi yang terjadi pada tumor
a. Perdarahan ke dalam kista (intra tumor)
Bila terjadi perdarahan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan nyeri
abdomen mendadak dan memerlukan tindakan cepat.
b. Robek dinding kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista
tumpah ke dalam ruang abdomen.
c. Degenerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium sering dijumpai :
a) Kista pada usia sebelum menarche
b) Kista pada usia diatas 48 tahun
d. Sindrome Meigs
Sindrom yang ditemukan oleh meigs menyebutkan terdapat fibroma ovari,
acites dan hidrothorak dengan tindakan operasi fibroma ovari maka sindroma
akan menghilang dengan sendirinya.

Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang
tidak berbahaya.Tetapi ada pula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan
nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena
mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul,
kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.

Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh
Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila
anda mempunyai kista ovarium :
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung
bawah dan paha.
6
5. Nyeri sanggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan
segera:
1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah

2.5 Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari
2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus
luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-
tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis
dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-
mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista
theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan
HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma)
dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan
kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi
ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene
citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas
dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling
sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik
parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa
dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk
jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel
primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan
germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal. Endometrioma adalah
kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium
7
biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti
terlihat dalam sonogram.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk
mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang
menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di
layar monitor.Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk
memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan
apakah isi kista cairan atau padat.Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista
berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui
pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap
cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
4. Foto Rongent
Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista
dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista.

8
2.7 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya yang harus dilakukan perawat adalah tindakan keperawatan
seperti melakukan asuhan keperawatan yang holistik dan sesuai dengan prioritas
masalah klien. Untuk kasus seperti ini, yang dilakukan perawat adalah melakukan
pengamatan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada klien.
Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa dengan perawatan
pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat,
komplikasi ini dapat dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.

9
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Data Fokus
1. Identitas klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama
dan alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit: biasanya klien merasa nyeri pada daerah
perut dan terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-
henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang: Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada
daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi
yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.

b. Riwayat kesehatan dahulu: Sebelumnya tidak ada keluhan.

c. Riwayat kesehatan keluarga: Kista ovarium bukan penyakit


menular/keturunan.

4. Riwayat perkawinan: Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap


timbulnya kista ovarium.
5. Riwayat kehamilan dan persalinan: Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini
tidak mempengaruhi untuk tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
6. Riwayat menstruasi: Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi
digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea.
7. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu: Bertujuan untuk mengetahui
apabila terdapat penyulit, maka bidan harus menggali lebih spesifik untuk
memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
8. Riwayat KB: Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini
digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada
penyakit yang diderita saat ini.
9. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang
masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena dapat
merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.

b. Eliminasi

10
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil
meliputi frekuensi, warna, jumlah.
c. Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah menimbulkan
keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
d. Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak.
e. Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama
pada daerah genetalia.
f. Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada pola ini
perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok atau
tidak, kebersihan kulit kepala.
b. Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat atau
tidak.
c. Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak,
konjungtiva anemis atau tidak.
d. Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih
atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e. Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau tidak.
f. Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g. Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid,
limfe, vena jugularis atau tidak.
h. Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau
tidak.
i. Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan
atau tidak.
j. Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran
perut.
k. Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau
tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l. Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak.
m. Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.

11
n. Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium (Pemeriksaan Hb)
b. Ultrasonografi (Untuk mengetahui letak batas kista.)
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Preoperasi

a. Nyeri kronis b/d ageninjuri biologi


b. Cemas b/d diagnosis dan rencana pembedahan
c. PK: perdarahan

2. Post operasi

a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik


b. Resiko infeksi b/d tindakan invasif dan pembedahan
c. Defisit perawatan diri b.d imobilitas (nyeri paska pembedahan)

2.3 Intervensi Keperawatan

DIANGOSA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC)

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan


injuri biologi keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
§ Lakukan pengkajian nyeri secara
diharapkan nyeri pasien berkurang
komprehensif termasuk lokasi,
NOC : karakteristik, durasi, frekuensi,
v Pain Level, kualitas dan faktor presipitasi

v Pain control, § Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan
v Comfort level
§ Gunakan teknik komunikasi
Kriteria Hasil : terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
v Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu § Kaji kultur yang mempengaruhi
menggunakan tehnik respon nyeri
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, §
mencari Evaluasi pengalaman nyeri masa
bantuan) lampau

§ Evaluasi bersama pasien dan tim


v Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen kesehatan lain tentang
nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau

12
v Mampu mengenali nyeri (skala, § Bantu pasien dan keluarga untuk
intensitas, frekuensi dan tanda mencari dan menemukan
nyeri) dukungan

v Menyatakan rasa nyaman setelah § Kontrol lingkungan yang dapat


nyeri berkurang mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
v Tanda vital dalam rentang normal kebisingan

§ Kurangi faktor presipitasi nyeri

§ Pilih dan lakukan penanganan


nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)

§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk


menentukan intervensi

§ Ajarkan tentang teknik non


farmakologi

§ Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri

§ Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

§ Tingkatkan istirahat

§ Kolaborasikan dengan dokter jika


ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil

2. Kecemasan bd Setelah dilakukan asuhan NIC :


diagnosis dan keperawatan selama 3x 24 jam
pembedahan diharapakan cemasi terkontrol Anxiety Reduction (penurunan
kecemasan)
NOC :
Gunakan pendekatan yang
v Anxiety control menenangkan

v Coping Nyatakan dengan jelas


harapan terhadap pelaku pasien
Kriteria Hasil :
Jelaskan semua prosedur dan
v Klien mampu mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama
mengungkapkan gejala cemas prosedur

v Mengidentifikasi, mengungkapkan Temani pasien untuk


dan menunjukkan tehnik untuk memberikan keamanan dan
mengontol cemas

13
v Vital sign dalam batas normal mengurangi takut

v Postur tubuh, ekspresi wajah, Berikan informasi faktual


bahasa tubuh dan tingkat aktivitas mengenai diagnosis, tindakan
menunjukkan berkurangnya prognosis
kecemasan
Dorong keluarga untuk
menemani anak

Lakukan back / neck rub

Dengarkan dengan penuh


perhatian

Identifikasi tingkat kecemasan

Bantu pasien mengenal situasi


yang menimbulkan kecemasan

Dorong pasien untuk


mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi

Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi

Barikan obat untuk


mengurangi kecemasan

3. PK: Perdarahan Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda


keperawatan selama 3x24 jam perdarahan gastrointestinal
diharapakan pasien menunjukkan
perdarahan dapat diminimalkan Awasi petheciae, ekimosis,
perdarahan dari suatu tempat

Monitor vital sign

Catat perubahan mental

Hindari aspirin

Awasi HB dan factor


pembekuan

Berikan vitamin tambahan


dan pelunan feses

14
Post Operasi

DIANGOSA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC)

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan


injuri fisik keperawatan selama 3x24 Pain Management
jam diharapkan nyeri § Lakukan pengkajian nyeri secara
pasien berkurang komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
NOC : kualitas dan faktor presipitasi
v Pain Level, § Observasi reaksi nonverbal dari
v Pain control, ketidaknyamanan

v Comfort level § Gunakan teknik komunikasi


terapeutik untuk mengetahui
Kriteria Hasil : pengalaman nyeri pasien

v Mampu mengontrol nyeri§ Kaji kultur yang mempengaruhi


(tahu penyebab nyeri, respon nyeri
mampu menggunakan
tehnik §
nonfarmakologi Evaluasi pengalaman nyeri masa
untuk mengurangi nyeri, lampau
mencari bantuan) §Evaluasi bersama pasien dan tim
v Melaporkan bahwa nyeri kesehatan lain tentang
berkurang dengan ketidakefektifan kontrol nyeri
menggunakan manajemen masa lampau
nyeri § Bantu pasien dan keluarga untuk
v Mampu mengenali nyeri mencari dan menemukan
(skala, intensitas, frekuensi dukungan
dan tanda nyeri) § Kontrol lingkungan yang dapat
v Menyatakan rasa nyaman mempengaruhi nyeri seperti
setelah nyeri berkurang suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
v Tanda vital dalam rentang
normal § Kurangi faktor presipitasi nyeri

§ Pilih dan lakukan penanganan


nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)

§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk


menentukan intervensi

15
§ Ajarkan tentang teknik non
farmakologi

§ Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri

§ Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

§ Tingkatkan istirahat

§ Kolaborasikan dengan dokter jika


ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil

2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol


penurunan keperawatan selama 3x 24 infeksi)
pertahanan primer jam diharapakan infeksi
terkontrol Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
NOC :
Pertahankan teknik isolasi
v Immune Status
Batasi pengunjung bila perlu
v Knowledge : Infection
control Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
v Risk control berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
Kriteria Hasil :
Gunakan sabun antimikrobia
v Klien bebas dari tanda dan untuk cuci tangan
gejala infeksi
Cuci tangan setiap sebelum
v Mendeskripsikan proses dan sesudah tindakan kperawtan
penularan penyakit, factor
yang mempengaruhi Gunakan baju, sarung tangan
penularan serta sebagai alat pelindung
penatalaksanaannya,
Pertahankan lingkungan
v Menunjukkan kemampuan aseptik selama pemasangan alat
untuk mencegah timbulnya
infeksi Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
v Jumlah leukosit dalam batas dengan petunjuk umum
normal
Gunakan kateter intermiten
v Menunjukkan perilaku untuk menurunkan infeksi
hidup sehat kandung kencing

16
Tingktkan intake nutrisi

Berikan terapi antibiotik bila


perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)

Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal

Monitor hitung granulosit,


WBC

Monitor kerentanan terhadap


infeksi

Batasi pengunjung

Saring pengunjung terhadap


penyakit menular

Partahankan teknik aspesis


pada pasien yang beresiko

Pertahankan teknik isolasi k/p

Berikan perawatan kuliat pada


area epidema

Inspeksi kulit dan membran


mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase

Ispeksi kondisi luka / insisi


bedah

Dorong masukkan nutrisi


yang cukup

Dorong masukan cairan

Dorong istirahat

Instruksikan pasien untuk


minum antibiotik sesuai resep

Ajarkan pasien dan keluarga

17
tanda dan gejala infeksi

Ajarkan cara menghindari


infeksi

Laporkan kecurigaan infeksi

Laporkan kultur positif

3. Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Personal hyegene managemen


diri b.d imobilitas keperawatan selama 3x24
(nyeri pembedahan) jam diharapakan pasien Kaji keterbatasan pasien
menunjukkan kebersihan dalam perawatan diri
diri Berikan kenyamanan pada
NOC : pasien dengan membersihkan
tubuh pasien (oral,tubuh,genital)
v Kowlwdge : disease process
Ajarkan kepada pasien
v Kowledge : health Behavior pentingnya menjaga kebersihan
diri
Kriteria Hasil :
Ajarkan kepada keluarga
v Pasien bebas dari bau pasien dalam menjaga
v Pasien tampak kebersihan pasien
menunjukkan kebersihan

v Pasien nyaman

18
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I. B. G. (2009). Memahami kesehatan reproduksi wanita (2 ed.).


Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (2009). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan


neonatal. Jakarta: Tiga Putera Begawan.

Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Direktorat Jendral Kesehatan Ibu
dan Anak. Jakarta.

Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta


: Nuha Medika

19

Anda mungkin juga menyukai