Anda di halaman 1dari 68

PENGUJIAN DEKOMPOSISI KULTUR MURNI DAN PENGARUH

INOKULUM FUNGI Aspergillus fumigatus PADA PENGOMPOSAN


SERASAH NANAS (Ananas comosus)

(Skripsi)

Oleh
Sesti Edina Merisca

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

PENGUJIAN DEKOMPOSISI KULTUR MURNI DAN PENGARUH


INOKULUM FUNGI Aspergillus fumigatus PADA PENGOMPOSAN
SERASAH NANAS (Ananas comosus)

Oleh
Sesti Edina Merisca

Nanas merupakan salah satu tanaman buah dari kelompok Bromeliaceae. Industri
nanas di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan, sehingga memberikan
dampak terhadap keseimbangan lingkungan. Maka diperlukan suatu proses untuk
menangani limbah yang dihasilkan dengan memanfaatkan limbah nanas menjadi
kompos. Kompos adalah hasil penguraian bahan organik yang telah mengalami
proses pelapukan. Untuk mempercepat laju dekomposisi diperlukan penambahan
inokulum. Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai inokulum dalam proses
pengomposan serasah nanas adalah Aspergillus fumigatus. Fungi ini bersifat
selulolitik sehingga mampu mendegradasi kandungan selulosa yang terdapat di dalam
serasah nanas. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian dekomposisi
kultur murni serta mengetahui pengaruh inokulum fungi A. fumigatus pada proses
pengomposan serasah nanas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017
sampai bulan Januari 2018 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas
Lampung. Penelitian ini dilakukan tiga tahap yaitu PCDT (Pure Culture
Decomposition Test) dengan menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap),
produktivitas inokulum dan pengomposan. Variabel yang diamati yaitu jumlah spora
dan CFU (Colony Forming Unit). Kompos dianalisis kadar C, N, P, K dan rasio C/N.
Data hasil pengukuran variabel tersebut dianalisis menggunakan Analisis Variansi
(ANOVA), jika terdapat perbedaan signifikan pada perlakuan maka dilanjutkan
dengan uji lanjut menggunakan BNT (Beda Nyata Terkecil) α 5%. Hasil penelitian
PCDT menunjukkan bahwa A. fumigatus mampu mendekomposisi substrat serasah
nanas hingga 39,68%, penambahan inokulum A.fumigatus dapat meningkatkan
kualitas kompos, ditandai dengan menurunya rasio C/N tertinggi pada perlakuan B
sebesar 22,96% dan terendah pada perlakuan A sebesar 14,48%.

Kata Kunci : A. fumigatus, dekomposisi serasah nanas, inokulum, kompos,


selulolitik
PENGUJIAN DEKOMPOSISI KULTUR MURNI DAN PENGARUH
INOKULUM FUNGI Aspergillus fumigatus PADA PENGOMOMPOSAN
SERASAH NANAS (Ananas comosus)

Oleh
Sesti Edina Merisca

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar


SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Provinsi Lampung

pada tanggal 30 September 1996. Penulis merupakan anak

kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Safwan

dan Ibu Dra. Endang Setiawati. Penulis mengawali jenjang

pendidikan di Taman Kanak-Kanak Aisyah Kota Gajah

Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2001, Sekolah Dasar Negeri 3

Kota Gajah Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2003. Pada tahun 2008, penulis

melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Kota

Gajah Kabupaten Lampung Tengah melalui jalur prestasi, dan pada tahun 2011

penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9

Bandar Lampung. Di tahun 2014 penulis diterima sebagai Mahasiswi Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui

jalur Ujian Masuk Lokal (UML).

Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah menajdi asisten dosen dalam Praktikum

Mikrobiologi Umum dan Mikrobiologi Pangan Industri. Selain itu penulis juga aktif
v

dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai

anggota bidang Komunikasi dan Informasi (KOMINFO).

Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Karya Wisata Ilmiah di Desa Gisting selama7

hari. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Rengas, Kecamatan Bekri, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari dari bulan

Januari sampai Februari 2017. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Kerja Praktik

di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta Provinsi Tangerang dengan Judul

“Deteksi Tomato Spotted Wilt Virus Pada Tanaman Anggrek Bulan Asal

Jakarta di BBKP Soekarno Hatta”.


PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’’alamin

Dengan rahmat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang atas segala karunia-Nya

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda cinta dan

kasih ku kepada:

Ibunda dan Ayahanda Tercinta yang selalu menyayangi,

mengasihi, serta mendoakan ku dalam setiap langkah

perjalanan hidupku

Kakakku dan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan

semangat, motivasi, do’a dan dukungan dalam menyelesaikan

pendidikanku

Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan Ilmu dengan

penuh kesabaran dan keikhlasan serta sahabat-sahabatku yang

selalu mendukung dan menemani ku selama ini

Almamaterku tercinta Universitas Lampung


MOTTO

Kebaikan seorang Ayah lebih tinggi daripada gunung dan

kebaikan seorang Ibu lebih dalam dari lautan

(Japanese Proverb)

Kita tak akan hidup di planet ini untuk selamanya.

Perjuangkan hari esok, berhenti menyesali hari kemarin, tetap

tersenyum, bagikan kebaikan (Fiersa Besari)

Lakukan yang terbaik, sehingga aku tak akan menyalahkan

diriku sendiri atas segalanya (Magdalena Neuner)

Tiada keindahan yang lebih baik daripada kecerdasan

(Nabi Muhammad SAW)


SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat

Allah SWT, Tuhan pemilik segala alam semesta dan seisinya yang telah memberikan

limpahan karunia dan rahmat-Nya kepada penulis. Atas kehendak-Nya penulis

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengujian Dekomposisi Kultur

Murni dan Pengaruh Inokulum Fungi Aspergillus fumigatus Pada Pengomposan

Serasah Nanas (Ananas comosus)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Sains Bidang Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Lampung.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri, akan tetapi berkat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik dukungan moril maupun materil.

Oleh karena itu, penulis penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih

yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Bambang Irawan M.Sc., selaku Pembimbing I yang dengan sabar

membimbinng, memberikan nasihat, motivasi, ilmu pengetahuan serta kritik dan

saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


ix

2. Bapak Ir. Salman Farisi, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah membimbing,

memberikan ilmu pengetahuan, nasihat, motivasi, kritik dan saran sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Dra. Yulianty, M.Si., selaku Pembahas yang telah membimbing, memberikan

ilmu pengetahuan, kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.

5. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Lampung.

6. Ibu Dra. C.N. Ekowati, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, kritik dan saran selama penulis

menuntut ilmu di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen, laboran, staff dan karyawan FMIPA Universitas Lampung

bantuannya selama ini.

8. Kedua orang tuaku, Bapak Drs. Safwan dan Ibu Dra. Endang Setiawati yang

telah banyak memberikan cinta dan kasih sayangnya yang tak terhingga

kepadaku serta atas do’a, motivasi, semangat dan dukungan baik moril dan

materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas

segalanya.

9. Kakakku, Udo Vicky Hendrawan Saputra yang selalu menemaniku mengerjakan

skripsi hingga larut malam. Terima kasih atas do’a, semangat, dan motivasinya.

10. Kedua adik sepupuku Dwi Mertania dan Salsabila Elysia yang selalu

memberikan semangat dan do’a.


x

11. Sahabat terkasih ku RUMPIES Triana Gusmaryana, Puput Dian Anggrani, Milsa

Solva Diana, Rachma Aulia, Suminta Frida Hairisah, dan Adelea Tasya Putri

yang telah banyak memberikan bantuan, kasih sayang, do’a, semangat dan

motivasi. Terima kasih telah mengisi dan menemani hari-hariku di bangku

perkuliahan ini. Semoga persahabatan kita abadi.

12. Teman-teman seperjuangan selama penelitian Tim Receh Menuju S.Si., Triana

Gusmaryana dan Syahnaz Yuliasaputri. Terima kasih atas kerja sama, semangat,

dan motivasinya selama ini, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat tersayang ku Lele Ingusan Anisah Rahmaningsih, Nidya Nurhasanah,

Mufidah Aulia Annisa, Khusnul Dwi Wulandari, Tia Tantia Dewi, dan Anggi

Anggramayeni atas do’a, kasih sayang, semangat, dan motivasinya. Terima

kasih sudah setia menemaniku dari SMA hingga saat ini, semoga persahabatan

kita abadi.

14. Teman-teman seperjuangan “Microholic 14”, yang telah memberikan motivasi

dan semangat kepada penulis selama berkuliah dan menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman Jurusan Biologi 2014 khususnya Biologi B 2014 yang tidak bisa

kusebutkan semuanya, terima kasih atas semangat dan motivasi. Dan terima

kasih atas canda tawa dan kebersamaannya selama ini.

16. Teman-teman KKN Desa Rengas Tassya Fatimah, Intan Crusita, Nurul Dwi,

Putri Windarni, Ayu Lingga, Rosi Destiana Putri, Aninda Nurkumala, Abu

Haris, Ridho Lipurnaim, Hakim Hamzah, Muhamad Adam, dan Bayu Setiawan

terima kasih untuk 40 hari yang berkesan.


xi

17. Alamamaterku tercinta Universitas Lampung dan semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian pada

skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang

membangun. Semoga Allah SWT senantiasa membalas dan mengganti segala

kebaikan yang telah kalian berikan. Penulis berharap semoga hasil karya sederhana

ini bermanfaat bagi kita semua.

Penulis,

Sesti Edina Merisca


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK…...…………………..….…………………………...……... i

HALAMAN PERSETUJUAN…...………………………………...….. ii

HALAMAN PENGESAHAN…...…………………………………….. iii

RIWAYAT HIDUP……….....……………………………..…….......... iv

PERSEMBAHAN………………...………………………………......... vi

MOTTO…...…………………………………….................................... vii

SANWACANA…...………………………………………………......... viii

DAFTAR ISI…………………...……………………….…………....... xii

DAFTAR TABEL …………………………………………………...... xv

DAFTAR GAMBAR …………………...……………………….......... xvii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………...……...………………………..…....... 1
1.2 Tujuan…………...……………………………….………........ 6
1.3 Manfaat Penelitian…...…………...………………………....... 6
1.4 Kerangka Pikir……...…………………………………....…..... 6
1.5 Hipotesis……………...…………………………..………….... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Nanas (Ananas comosus)…………………………………….... 9
2.2 Jagung………………...……………………………….............. 11
2.3 Aspergillus fumigatus…...…………………………….............. 12
2.4 Inokulum…...……………………………………..…............... 14
xiii

2.5 Kompos……...………………………………….……................. 15
2.6 Dekomposisi…...…………………….………………................. 17
2.7 Selulosa………...………………………......................... ……….. 19

III. METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat…...…………………………….…........... …. 22
3.2 Alat dan Bahan………...……………………..…….…............... 22
3.2.1 Alat………..…………..…………………..…….…........... 22

3.2.2 Bahan…………………………………………………….. 23
3.3 Rancangan Penelitian.……………………………..………….... 23
3.4 Prosedur Kerja………………………………..….….................. 24
3.4.1 Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) ..….…... 24
3.4.2 Peremajaan Fungi Aspergillus fumigatus……….............. 25
3.4.3 Preparasi Media Inokulum…………...………………...... 25
3.4.4 Perhitungan Jumlah Spora dan CFU
(Colony Forming Unit) ...................................................... 26
3.4.5 Pengujian Dekomposisi Kultur Murni
(Pure Culture Decomposition Test)………..…..……….... 28
3.4.6 Aplikasi Inokulum Aspergillus fumigatus pada
Pengomposan Serasah Nanas…………………..………… 29
3.4.7 Analisis Kompos………………………………………..... 30
3.4.7.1 Penentuan Kadar C (Karbon) Kompos….….......... 31
3.4.7.2 Penentuan Kadar N (Nitrogen) Kompos…............. 31
3.4.7.3 Rasio C/N Kompos….………………….…............ 34
3.4.7.4 Penentuan Kadar P (Fosfor) Kompos….…………. 34
3.4.7.5 Penentuan Kadar K (Kalium) Kompos…..……….. 35
3.4.8 Diagram Alir penelitian........……………………….......... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 PCDT (Pure Culture Decomposition Test)
Fungi Aspergillus fumigatus…………………………….... 38
4.1.2 Jumlah Spora dan Nilai CFU (Colony Forming Unit)
Fungi Aspergillus fumigatus……………………………… 41
4.1.3 Kadar C Kompos…………….…………………………... 42
4.1.4 Kadar N Kompos………………….……………………... 44
4.1.5 Rasio C/N Kompos………………….….………………... 45
4.1.6 Kadar P Kompos………………….…………………….... 46
4.1.7 Kadar K Kompos………………….……………………... 48
4.2 Pembahasan
4.2.1 PCDT (Pure Culture Decomposition Test) Fungi
Aspergillus fumigatus ………………………………….…. 49
4.2.2 Jumlah Spora dan Nilai CFU (Colony Forming Unit)
Fungi Aspergillus fumigatus…………..……………….….. 51
xiv

4.2.3 Kadar C Kompos………………….…………..……….….. 54


4.2.4 Kadar N Kompos………………….……………………..... 55
4.2.5 Rasio C/N Kompos………………….….………………..... 57
4.2.6 Kadar P Kompos………………….…………………….…. 58
4.2.7 Kadar K Kompos………………….……………………..... 59

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan…………………………..……………………….….. 62
5.2 Saran………………………………..……………………………. 63

DAFTAR PUSTAKA…………………………...…………….......……... 64

LAMPIRAN ……………………..……………...……………........…...... 71
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Perubahan Berat Substrat Serasah Nanas Selama Proses
Pengomposan 30 Hari …...…………………………....…...……... 40

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Spora dan Nilai CFU


Aspergillus fumigatus……………………………….…………….. 41

Tabel 3. Hasil Analisis Variansi (ANOVA) Kehilangan Berat (Weight


Lost) Substrat Serasah Nanas Setelah Inkubasi 30 Hari………..… 72
Tabel 4. Hasil Analisis Variansi (ANOVA) Perubahan Berat Substrat
Serasah Nanas Setelah Inkubasi 30 Hari……..…...……………… 72
Tabel 5. Rata-Rata, Standar Deviasi, dan Standar Error Penurunan Berat
Substrat Serasah Nanas Setelah Inkubasi 30 Hari.……………….. 73
Tabel 6. Rata-Rata, Standar Deviasi, dan Standar Error Kehilangan
Berat (Weight Lost) Substrat Serasah Nanas Setelah
Inkubasi 30 Hari…………………………………………………... 74
Tabel 7. Rata-Rata Perubahan Berat Substrat Serasah Nanas Setelah
Proses Dekomposisi Selama 30 Hari……...……….…………….. 75
Tabel 8. Persentase Perubahan Berat Substrat Serasah Nanas Setelah
Proses Dekomposisi Selama 30 Hari……...……...……………... 76
Tabel 9. Rata-Rata Kehilangan Berat Substrat Serasah Nanas Setelah
Proses Dekomposisi Selama 30 Hari…...………………………… 77
Tabel 10. Hasil Analisis Kadar C Kompos pada
Minggu Ke-4 dan Minggu Ke-6………………………….……… 78

Tabel 11. Hasil Analisis Kadar N Kompos pada


Minggu Ke-4 dan Minggu Ke-6…………………………..……… 78
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Aspergillus fumigatus.………………………………………….. 14

Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa……………………..…………………. 20

Gambar 3. Degradasi Selulosa.………………….…………………………. 21

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian……………………..…………………. 36

Gambar 5. Persentase Rata-Rata Kehilangan Berat Substrat


Serasah Nanas Oleh Aspergillus fumigatus …………..…...…... 39
Gambar 6. Rata-Rata Perubahan Berat Substrat Serasah Nanas
Oleh Aspergillus fumigatus…………………………………..... 40

Gambar 7. Hasil Analisis Kadar C Kompos Serasah pada Minggu


Ke-4 dan Minggu Ke- 6……………………………………….. 43
Gambar 8. Hasil Analisis Kadar N Kompos Serasah pada Minggu
Ke-4 dan Minggu Ke- 6 ………………………………………. 44
Gambar 9. Rasio C/N Kompos Serasah pada Minggu Ke-4
dan Minggu Ke- 6………………...…………….……………… 45

Gambar 10. Hasil Analisis Kadar P Kompos Serasah pada Minggu Ke-4
dan Minggu Ke- 6………...………….……………….………. 47

Gambar 11. Hasil Analisis Kadar K Kompos Serasah pada Minggu Ke-4
dan Minggu Ke- 6……………….……………………………. 48

Gambar 12. PCDT Aspergillus fumigatus Hari Ke-0 …………………….. 80

Gambar 13. PCDT Aspergillus fumigatus Hari Ke-10 ……………..…….. 80


xvi

Tabel 12. Hasil Analisis Rasio C/N Kompos pada


Minggu Ke-4 dan Minggu Ke-6…………………….…………… 78

Tabel 13. Hasil Analisis Kadar P Kompos pada


Minggu Ke-4 dan Minggu Ke-6………………….……………… 79

Tabel 14. Hasil Analisis Kadar K Kompos pada


Minggu Ke-4 dan Minggu Ke-6…………………………………. 79
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Aspergillus fumigatus.………………………………………….. 14

Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa……………………..…………………. 20

Gambar 3. Degradasi Selulosa.………………….…………………………. 21

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian……………………..…………………. 36

Gambar 5. Persentase Rata-Rata Kehilangan Berat Substrat


Serasah Nanas Oleh Aspergillus fumigatus …………..…...…... 39
Gambar 6. Rata-Rata Perubahan Berat Substrat Serasah Nanas
Oleh Aspergillus fumigatus…………………………………..... 40

Gambar 7. Hasil Analisis Kadar C Kompos Serasah pada Minggu


Ke-4 dan Minggu Ke- 6……………………………………….. 43
Gambar 8. Hasil Analisis Kadar N Kompos Serasah pada Minggu
Ke-4 dan Minggu Ke- 6 ………………………………………. 44
Gambar 9. Rasio C/N Kompos Serasah pada Minggu Ke-4
dan Minggu Ke- 6………………...…………….……………… 45

Gambar 10. Hasil Analisis Kadar P Kompos Serasah pada Minggu Ke-4
dan Minggu Ke- 6………...………….……………….………. 47

Gambar 11. Hasil Analisis Kadar K Kompos Serasah pada Minggu Ke-4
dan Minggu Ke- 6……………….……………………………. 48

Gambar 12. PCDT Aspergillus fumigatus Hari Ke-0 …………………….. 80

Gambar 13. PCDT Aspergillus fumigatus Hari Ke-10 ……………..…….. 80


xviii

Gambar 14. PCDT Aspergillus fumigatus Hari Ke-20….…………….……. 81

Gambar 15. PCDT Aspergillus fumigatus Hari Ke-30..……...……………. 81

Gambar 16. Jumlah Spora Inokulum Aspergillus fumigatus


Inkubasi 14 Hari Ulangan Ke-1……………………………….. 82

Gambar 17. Jumlah Spora Inokulum Aspergillus fumigatus


Inkubasi 14 Hari Ulangan Ke-1……………………………….. 82

Gambar 18. Nilai CFU Inokulum Aspergillus fumigatus


Inkubasi 5 Hari Ulangan Ke-1…………………………………. 82

Gambar 19. Nilai CFU Inokulum Aspergillus fumigatus


Inkubasi 5 Hari Ulangan Ke-2…………………………………. 82

Gambar 20. Kompos K (1) Hari Ke-0………………………………………. 83

Gambar 21. Kompos K (2) Hari Ke-0………………………………………. 83

Gambar 22. Kompos A (1) Hari Ke-0………………………………………. 83

Gambar 23. Kompos A (2) Hari Ke-0…………………………………….... 83

Gambar 24. Kompos B (1) Hari Ke-0………………………………………. 84

Gambar 25. Kompos B (2) Hari Ke-0………………………………………. 84

Gambar 26. Kompos K (1) Minggu Ke-4...………………………………… 84

Gambar 27. Kompos K (2) Minggu Ke-4...……...……………………….. 84

Gambar 28. Kompos A (1) Minggu Ke-4...……………………………….. 85

Gambar 29. Kompos A (2) Minggu Ke-4...……………………………….. 85

Gambar 30. Kompos B (1) Minggu ke-4...………………………………... 85

Gambar 31. Kompos B (2) Minggu ke-4...………………………………… 85

Gambar 32. Kompos K (1) Minggu ke-6...……………………………….. 86

Gambar 33. Kompos K (2) Minggu ke-6...……………………………….. 86


xix

Gambar 34. Kompos A (1) Minggu ke-6...…………………………………. 86

Gambar 35. Kompos A (2) Minggu ke-6...………………………………… 86


Gambar 36. Kompos B (1) Minggu ke-6...………………………………… 87

Gambar 37. Kompos B (1) Minggu ke-6...………………………………… 87


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia tanaman nanas (Ananas comosus) sangat terkenal dan banyak

dibudidayakan di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi. Menurut

Rukmana (1996) tanaman nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia

sepanjang tahun serta tergolong ke dalam tanaman yang tahan terhadap kemarau

dan dapat hidup baik pada suhu sekitar 30 °C dengan curah hujan sebanyak 1250

mm setahun. Nanas merupakan salah satu tanaman yang memiliki nilai gizi dan

nilai ekonomis yang cukup tinggi. Karena tidak hanya buahnya saja yang dapat

dimanfaatkan (Richana dkk., 2001). Limbah industri nanas merupakan produk

sampingan yang dihasilkan dalam proses pengolahan buah nanas. Limbah

industri nanas ini digolongkan menjadi 3 jenis yaitu limbah padat (bonggol

nanas), limbah cair (limbah dalam bentuk cair dan lumpur/ sludge), dan limbah

gas (Suharto, 2011).

Saat ini industri pengolahan nanas di Indonesia sedang mengalami peningkatan,

sehingga dampak yang ditimbulkan terhadap keseimbangan dan kelestarian


2

lingkungan juga meningkat seperti pencemaran air, pencemaran udara dan

pencemaran tanah yang disebabkan oleh limbah industri. Untuk menghindari hal

tersebut, maka diperlukan suatu proses untuk menangani limbah yang dihasilkan

agar tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Salah satu caranya

adalah dengan memanfaatkan limbah nanas menjadi pupuk organik atau

kompos. Pada umumnya buah nanas memiliki bagian-bagian yang bersifat

buangan, bagian-bagian tersebut antara lain daun, kulit luar, dan bonggol. Pada

bagian kulit merupakan bagian terluar, memiliki tekstur yang tidak rata, dan

banyak terdapat duri kecil pada permukaannya. Bagian mata memiliki bentuk

yang agak rata dan banyak terdapat lubang-lubang kecil menyerupai mata.

Bagian terakhir yang juga merupakan bahan buangan adalah bonggol yaitu

bagian tengah dari buah nanas, memiliki bentuk memanjang sepanjang buah

nanas, memiliki tekstur yang agak keras dan rasanya agak manis (Tahir dkk.,

2008).

Kompos merupakan produk fermentasi bahan organik dengan kandungan unsur

hara mikro dan makro yang cukup banyak serta memiliki kemampuan menyerap

air yang cukup baik (Sastraatmadja dkk., 2001). Kompos dapat digunakan untuk

mengembalikan kualitas tanah. Proses pengomposan itu sendiri terlindungi dari

paparan sinar matahari serta terlindungi dari hujan dengan cara mengontrol

kelembabannya. Bahan yang digunakan untuk membuat kompos dapat berupa

dedaunan, potongan-potongan rumput, dan sampah sisa sayuran (Sriharti dan

Takiyah, 2010).
3

Unsur hara di dalam tanah dapat diperoleh dari bahan organik hasil sisa tanaman

dan hewan yang telah terdekomposisi. Menurut Dezzeo dkk (1998) dekomposisi

merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan beberapa faktor.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi dari suatu serasah

adalah faktor lingkungan yang meliputi pH (Van Breemen, 1995), temperatur,

kelembaban, intensitas cahaya, komposisi kimia dari serasah, kandungan hara

organik, kandungan oksigen (Hanum dkk., 2014), dan jenis mikroorganisme

tanah (Saetre, 1998). Menurut Sunarto (2003) proses dekomposisi itu sendiri

dimulai dari proses penghancuran sisa tumbuhan serta bahan organik mati yang

dilakukan oleh serangga. Kemudian akan dilanjutkan dengan proses biologi,

dimana pada tahap ini bakteri dan fungi akan menguraikan partikel-partikel

organik tersebut. Dekomposisi merupakan suatu proses penguraian bahan

organik yang dilakukan oleh mikroorganisme pengurai, dimana mikroorganisme

ini berperan sebagai aktivator dalam mempercepat pengomposan (Landau,

2002).

Menurut Landau (2002), selain dapat mempercepat proses pengomposan, suatu

mikroorganisme yang berperan sebagai aktivator atau inokulan juga dapat

membuat hasil pengomposan menjadi lebih sempurna dan bermutu baik. Salah

satu cara untuk mendapatkan kompos yang bermutu baik dan tinggi adalah

dengan menggunakan aktivator alam seperti fungi dengan kandungan nitrogen

atau fosfor yang cukup tinggi. Aktivator sangat berpengaruh dalam proses

pengomposan, karena strain mikroba yang diinokulasikan dalam material


4

kompos selain akan mendekomposisi bahan organik juga akan meningkatkan

kadar N sebagai hara tambahan bagi kelangsungan hidup mikroba tersebut.

Fungi yang digunakan sebagai inokulan dalam pengomposan residu tanaman

(jerami dan daun-daunan) dapat mempercepat proses dan meningkatkan mutu

kompos, karena mikroba yang diinokulasikan akan memperkaya unsur hara

kandungan kompos (Gaur, 1983).

Fungi memiliki peran penting dalam proses dekomposisi suatu bahan organik.

Fungi dapat mengeluarkan enzim ekstraseluler untuk menjangkau substrat yang

jauh dan mempercepat proses dekomposisi. Fungi berpotensi sebagai inokulum

dari pengomposan suatu serasah, karena salah satu dari sifat fungi adalah

saprofit. Dimana fungi memperoleh nutrisi dan energinya dari organisme mati.

Nutrisi yang didapatkan tersebut akan didaur ulang, kemudian akan digunakan

oleh organisme lain. Selanjutnya bahan organik akan dirombak menjadi

senyawa yang lebih sederhana lagi (Campbell dkk., 2008). Menurut Purwadaria

dkk (2003), kemampuan kapang sebagai mikroorganisme pendegradasi selulosa

dan hemiselulosa lebih efektif dibandingkan dengan bakteri. Berdasarkan

penelitian Hamdani (2015), fungi Aspergillus dapat mempercepat proses

pengomposan. Pemanfaatan mikroorganisme penghasil enzim selulase sebagai

agen pengomposan yang efektif akan meningkatkan proses pengomposan dan

mendukung penemuan teknologi baru yang ramah lingkungan (Perez dkk.,

2002).
5

Salah satu fungi yang dapat menghasilkan enzim selulase adalah Aspergillus

fumigatus. Menurut Fitriana dan Kuswytasari (2015), A.fumigatus memiliki

kemampuan mendegradasi bahan organik secara optimum pada pH 5. Suatu sel

tanaman tingkat tinggi, kandungan selulosa pada dinding sekitar 35-50% (Lynd

dkk., 2002). Berdasarkan penelitian Irawan dkk (2014) A. fumigatus memiliki

aktivitas enzim selulase relatif lebih tinggi dibandingkan fungi lain. Dengan

demikian adanya penambahan inokulum fungi selulolitik diharapkan dapat

mempercepat proses dekomposisi serta mampu meningkatkan kualitas kompos

serasah nanas.

Pengembangan eksplorasi tentang pengujian dekomposisi kultur murni inokulum

fungi A. fumigatus dan pengaruhnya pada proses pengomposan serasah nanas

(Ananas comosus) belum banyak dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan

penelitian tentang pengujian dekomposisi kultur murni dan pengaruh inokulum

A. fumigatus pada proses pengomposan serasah nanas. Adapun media yang

digunakan untuk menumbuhkan inokulum fungi A. fumigatus adalah media

jagung (Zea mays), karena jagung memiliki harga yang relatif murah dan mudah

untuk didapatkan. Selain itu jagung memiliki kandungan selulosa yang tinggi

yaitu 23%, lignin 0,1% (Suarni dan Widowati, 2011) dan xilan 12,4% (Richana

dkk., 2007). Dengan kandungan selulosa yang tinggi pada media jagung

diharapkan fungi A. fumigatus dapat tumbuh dengan baik.


6

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk melakukan pengujian dekomposisi kultur murni Aspergillus fumigatus

pada serasah nanas.

2. Mengetahui pengaruh inokulum fungi Aspergillus fumigatus pada proses

pengomposan serasah nanas yang meliputi kadar C, N, P, K dan rasio C/N.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi ilmiah bahwa limbah nanas dapat digunakan sebagai

pupuk organik.

2. Untuk mengetahui pengaruh inokulum fungi Aspergillus fumigatus pada

proses pengomposan serasah nanas yang meliputi kadar C, N, P, K dan rasio

C/N.

1.4 Kerangka Pikir

Fungi Aspergillus fumigatus merupakan fungi selulolitik yang mampu

menghasilkan enzim ekstraseluler berupa enzim selulase yang dapat

mendegradasi selulosa yang ada pada tumbuhan. Fungi ini mampu mendaur

ulang karbon dan nitrogen di lingkungannya untuk membuat materi sel baru.

Enzim selulase yang terdapat pada A. fumigatus akan menguraikan bahan

organik di lingkungan menjadi senyawa sederhana. Selulosa merupakan


7

senyawa organik terbesar yang ada pada tanaman, sehingga dengan adanya

proses dekomposisi selulosa ini, maka akan mempercepat proses pengomposan.

Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi

oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki

sifat-sifat tanah. Kandungan unsur hara yang terdapat pada kompos sangat

esensial bagi tanaman. Suatu proses pengomposan dapat dipercepat dengan

menambahkan suatu aktivator berupa mikroorganisme. Di alam mikroorganisme

ini bersifat saprofit, dengan memanfaatkan bahan organik dari tanaman yang

telah mati atau membusuk sebagai sumber energi. Bahan organik yang diperoleh

dari lingkungan berupa unsur-unsur atau senyawa kimia yang akan digunakan

sebagai senyawa kimia penyusun sel baru.

Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran sisa tumbuhan serta bahan

organik mati yang dilakukan oleh serangga, kemudian akan dilanjutkan dengan

proses biologi. Pada tahap ini bakteri dan fungi akan menguraikan partikel-

partikel organik yang berupa protein, karbohidrat, dan lain-lain. Selanjutnya

bahan organik akan diuraikan menjadi ion ammonium (NH4+), nitrat (NO3-), dan

nitrit (NO2-). Dekomposisi merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang

melibatkan beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju

dekomposisi dari suatu serasah adalah faktor lingkungan yang meliputi pH,

temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, komposisi kimia dari serasah,

kandungan hara organik, kandungan oksigen dan jenis mikroorganisme tanah.


8

Pada penelitian ini fungi selulolitik diinokulasikan pada media jagung. Untuk

mengetahui pertumbuhan dari fungi tersebut, maka terdapat tiga parameter

pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya adalah Pure Culture

Decomposition Test (PCDT), produktivitas spora yang meliputi pengukuran

jumlah spora dan nilai CFU (Colony Forming Unit) serta kualitas kompos

serasah nanas yang dapat dilihat dari analisis kadar C, kadar N, kadar P, kadar K

dan rasio C/N kompos serasah nanas. Pemanfaatan fungi selulolitik sebagai

agen pengomposan yang efektif akan mempercepat proses pengomposan serta

meningkatkan kualitas kompos serasah nanas.

1.5 Hipotesis

1. Produktivitas inokulum fungi Aspergillus fumigatus mempengaruhi laju

dekomposisi serasah nanas (Ananas comosus).

2. Penambahan inokulum fungi Aspergillus fumigatus dapat meningkatkan

kualitas kompos serasah nanas (Ananas comosus) yang dilihat dari

menurunnya kadar C, meningkatnya kadar N, kadar P, kadar K serta

menurunnya rasio C/N.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanas (Ananas comosus)

Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

Ananas comosus (L.) Merr. Secara taksonomis, tanaman nanas tergolong ke

dalam suku Bromeliaceae, yaitu kelompok tanaman monokotil berbunga yang

berasal dari wilayah tropis (Amerika Selatan). Menurut Cronquist (1981) dan

APG (2003) klasifikasi dari tanaman nanas sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Poales

Suku : Bromeliaceae

Marga : Ananas

Jenis : Ananas comosus (L.) Merr.


10

Menurut Rukmana (1996) nanas merupakan salah satu tanaman buah yang selalu

tersedia sepanjang tahun dan tergolong dalam tanaman yang tahan terhadap

kemarau serta dapat hidup baik pada suhu sekitar 30°C dengan curah hujan

sebanyak 1250 mm setahun. Tanaman ini digolongkan kedalam kelas monokotil

yang bersifat tahunan yang mempunyai rangkaian bunga yang terdapat di ujung

batang, berbentuk semak, dan tumbuhnya meluas dengan menggunakan tunas

samping yang berkembang menjadi cabang-cabang vegetafif (Dalimartha, 2001).

Tanaman nanas yang berusia satu sampai dua tahun, memiliki tinggi 50-150 cm

serta mempunyai tunas yang merayap pada bagian pangkalnya. Daunnya

berkumpul dalam roset akar, dimana pada bagian pangkalnya melebar menjadi

pelepah. Daun nanas berbentuk seperti pedang, tebal dan liat, dengan panjang

80-120 cm dan lebar 2-6 cm, ujungnya lancip menyerupai duri, berwarna hijau

atau hijau kemerahan. Buahnya berbentuk bulat panjang, berdaging, dan

berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning, rasanya asam sampai

manis (Dalimartha, 2001).

Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di

Indonesia. Semakin meningkatnya produksi nanas, maka limbah yang dihasilkan

akan semakin meningkat pula. Buah nanas umumnya memiliki bagian-bagian

yang bersifat buangan, bagian-bagian tersebut antara lain daun, kulit luar, mata

dan hati (bonggol) (Tahir dkk., 2008). Menurut Murni dkk. (2008) limbah nanas

mengandung serat yang relatif tinggi yakni sebesar 57,3%. Kandungan pada
11

daun nanas diantaranya lignin, hemiselulosa dan selulosa. Kandungan selulosa

yang terkandung dalam serat daun nanas berkisar (69,5-71,5%), hemiselulosa

(25,95%), lignin (7,31%).

2.2 Jagung

Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai

berikut (Cronquist, 1981):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Poales

Suku : Poaceae

Marga : Zea

Jenis : Zea mays L.

Tanaman jagung menyebar ke seluruh dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di

70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Tanaman jagung mampu

beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan sehingga menyebabkan

tanaman jagung menyebar sangat luas. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis

hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di

atas permukaan laut (dpl). Dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah

sekitar 500 mm per tahun (Iriany dkk., 2007).


12

Jagung merupakan sumber karbohidrat dan protein (8-11%). Kandungan utama

jagung yaitu pati (72-73%), dan kadar gula sederhana (glukosa, fruktosa,

sukrosa) berkisar antara 1-3%. Jagung juga mempunyai Asam lemak jenuh dan

asam lemak tidak jenuh. Selain itu di dalam jagung juga terdapat Vitamin A

(karotenoid) dan vitamin E, mineral esensial (K, Na, P, Ca, dan Fe). Kulit ari

jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7% yang

terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%) (Suarni dan

Widowati, 2011). Sedangkan xilan pada jagung yaitu 12,4% (Richana dkk.,

2007).

2.3 Aspergillus fumigatus

Klasifikasi Aspergillus fumigatus yaitu sebagai berikut (Alexopoulus dkk.,

1996):

Kerajaan : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Bangsa : Eurotiales

Suku : Trichocomaceae

Marga : Aspergillus

Jenis : Aspergillus fumigatus

A.fumigatus termasuk ke dalam filum Ascomycota atau fungi yang berkantung,

membentuk satu atau lebih (umumnya delapan) spora seksual (askospora) dalam
13

sel berbentuk kantung yang disebut askus dan spora aseksual berupa

mikrokonidia bersel tunggal yang diproduksi dalam rantai panjang yang menjalar

dari hifa udara yang disebut konidiofor (Pratiwi, 2004). Di alam A.fumigatus

hidup sebagai saprofit. Secara alami hidup di tanah dan ditemukan di antara

kompos dan permukaan tanaman yang memainkan peran penting dalam daur

ulang karbon dan nitrogen dari organisme mati (Gow, 2005). A.fumigatus

merupakan jamur yang ditemukan di materi organik. Penambahan Aspergillus

dapat mempercepat proses pengomposan limbah organik (Hamdani, 2015).

Ciri-ciri spesies A. fumigatus yaitu memiliki konidiofor (tangkai-tangkai

panjang) yang mendukung vesikula (Marvel, 2016), memiliki koloni, saat muda

bewarna putih dan dengan cepat berubah menjadi hijau dengan terbentuknya

konidia. Konidiofor pendek dan khusus A. fumigatus terletak pada bagian atas

bewarna hijau. Vesikula berbentuk gada, konidia bulat hingga semi bulat dan

berdinding kasar (Wangge dkk., 2012). Warna konidiofor seperti kaca, diameter

vesikula 15µm-25 µm, diameter konidia 2-3 µm (Afzal dkk., 2013). Sporanya

dapat bertahan dengan baik pada suhu 50 oC (Kusumaningtyas, 2013). A.

fumigatus hidup saprofit di alam dengan memanfaatkan bahan organik dari

organisme yang telah mati atau membusuk. Dapat hidup hampir pada semua

bahan, terutama dengan kelembaban yang tinggi (Marvel, 2016).


14

Berikut ini gambar dari Aspergillus fumigatus (Irawan et al, 2014):

A B

C D

Gambar 1. Aspergillus fumigatus


A) Koloni (Data Pribadi, 2016), B) Sporangium, C) Spora lepas dari
sporangium, D) Sporangiofor (Irawan dkk., 2014).

2.4 Inokulum

Untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos

dapat dilakukan dengan penambahan inokulum. Inokulum yang sering

digunakan dalam proses pengomposan diantaranya ialah fungi dan bakteri

(Sentana dkk., 2010). Di dalam tumpukan kompos dapat mendatangkan

mikroorganisme dekomposer dan nitrogen dengan penambahan inokulum

(Novien, 2004). Inokulum tersebut mempengaruhi proses pengomposan melalui

dua cara yaitu inokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam


15

menghancurkan bahan organik dan meningkatkan kadar nitrogen yang

merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme tersebut (Gaur, 1983).

Menurut Suriawiria (2005) inokulum merupakan kultur mikroba yang

diinokulasikan ke dalam suatu medium pada saat kultur mikroba pada fase

pertumbuhan. Berdasarkan penelitian Yasyifun (2008), aplikasi kompos yang

ditambahkan dengan inokulum atau aktivator dapat meningkatkan tinggi, bobot

kering tajuk, dan bobot biji pada tanaman jagung. Untuk menghasilkan proses

fermentasi yang optimal dan untuk mempercepat dekomposisi dipakai inokulum

sebagai bahan pengurai (Salim, 2015).

2.5 Kompos

Kompos merupakan jenis pupuk yang dihasilkan dari proses penghancuran oleh

alam atas bahan-bahan organik terutama daun, tumbuh-tumbuhan seperti jerami,

kacang-kacangan, sampah dan lain-lain. Kompos adalah hasil penguraian bahan

organik oleh sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan aerob atau anaerob

dengan hasil akhir berupa humus. Kompos merupakan bahan organik yang telah

mengalami proses pelapukan, karena adanya interaksi antara mikroorganisme

yang bekerja di dalamnya, bahan organik tersebut dapat berupa dedaunan atau

sisa-sisa tanaman yang sudah mati (Sriharti dan Takiyah, 2010). Salah satu

pupuk organik yang mampu membantu pertumbuhan tanaman dalam sistem

pertanian organik adalah kompos.


16

Saat ini pupuk kimia lebih sering digunakan karena lebih praktis. Penggunaan

pupuk kimia yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan tanah serta dapat

menurunkan kualitas tanah dan menurunnya hasil panen, Salah satu usaha yang

dapat dilakukan untuk menangani masalah tersebut adalah dengan menggunakan

kompos atau pupuk organik (Elfiati dan Siregar, 2010). Manfaat pupuk organik

yaitu dapat memperbaiki sifat fisik tanah misalnya dapat memperbaiki

permeabilitas tanah, struktur tanah, porositas tanah serta daya menahan air

(Roidah, 2013), memperbaiki sifat kimia tanah seperti mengikat ion serta

melepaskan ion sehingga mendukung pertumbuhan tanaman, dan memperbaiki

sifat biologi tanah karena dapat memicu datangnya mikroorganisme tanah seperti

rhizobium, mikoriza, dan bakteri (Sentana, 2010).

Dalam proses pengomposan banyak mikroorganisme yang berperan pada proses

tersebut. Semakin banyak mikroorganisme maka semakin cepat pula proses

pengomposan. Pada umumnya mikroorganisme akan bekerja secara optimal

pada kelembaban ± 60 % dan akan menyebabkan kematian atau tidak

berkembangnya mikroorganisme tersebut apabila tidak berada pada kelembaban

yang sesuai (Sentana, 2010). Proses pengomposan yang terjadi secara aerobik

akan mengalami kenaikan suhu selama 3-5 hari pertama sampai 55-65 oC (Gaur,

1983). Suhu optimal pada saat pengomposan adalah 30-50 oC, mikroorganisme

akan mati jika suhu terlalu tinggi dan apabila suhu terlalu rendah maka

mikroorganisme belum bekerja atau akan mengalami dormansi. Untuk menjaga

suhu tetap optimal maka dilakukan pembalikan kompos, karena dalam proses
17

pengompoan akan terjadi aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan panas.

pH yang ideal selama proses pengomposan adalah antara 6.5-7.5 (Novien, 2004).

Menurut Salim (2015) untuk menentukan kualitas kompos yaitu analisis nilai

C/N, kandungan unsur hara, kadar abu, dan senyawa asam humat. Semakin

optimalnya proses pengomposan, maka kualitas kompos akan lebih baik.

Kompos dengan kualitas baik yaitu memiliki nilai C/N rendah dan kandungan

unsur hara, kadar abu, serta senyawa humat yang tinggi. Parameter yang diamati

pada sifat fisik kompos yaitu berupa suhu, warna, penyusutan volume kompos

(PVK), dan kadar air (KA) pada akhir pengomposan. Pada sifat kimia yaitu pH,

analisis C, N, nilai kadar C/N.

2.6 Dekomposisi

Di alam fungi memiliki peran penting sebagai dekomposer. Selain itu fungi juga

memiliki peran dalam menjaga struktur tanah karena mempunyai hifa yang

bercabang yang tersebar di seluruh permukaan tanah maupun di dasar tanah

(Gadd dkk., 2007). Fungi sebagai dekomposer dapat mempercepat proses

pengomposan, jika pengomposan seacara alami akan membutuhkan waktu 2-3

bulan, proses pengomposan dengan menggunakan fungi sebagai dekomposer

hanya membutuhkan waktu 14-21 hari (Marianah, 2013). Dekomposisi serasah

merupakan proses yang sangat penting dalam dinamika hara pada suatu

ekosistem (Regina dkk., 2001). Proses tersebut sangat vital untuk keberlanjutan
18

status hara pada tanaman dan kecepatan dekomposisinya bervariasi untuk jenis

tanaman yang berbeda (Kochy dan Wilson 1997).

Dekomposisi dimulai dengan proses kolonisasi bahan organik mati oleh fungi

yang mampu mendegradasi jaringan tumbuhan dengan kemampuan enzimatik

tertentu. Fungi memiliki enzim yang dapat menghancurkan molekul-molekul

organik kompleks dari tumbuhan yang telah mati. Proses dekomposisi

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan misalnya air, keasaman, suhu, oksigen,

substrat dan inhibitor (Kurniawan, 2012). Akhir proses dekomposisi bahan

organik, akan dijumpai senyawa-senyawa sederhana seperti NO3, SO4, CH4, dan

H2S, tergantung dari bahan-bahan organik yang didekomposisikan (Novien,

2004).

Dekomposisi merupakan proses yang sangat kompleks yang melibatkan

beberapa faktor (Dezzeo dkk., 1998). Laju dekomposisi serasah dipengaruhi

oleh beberapa faktor lingkungan seperti pH (Van Breemen, 1995), temperatur,

kelembaban (Guo dan Sim, 1999), komposisi kimia dari serasah (Aerts dan

Caluwe, 1997) dan mikroorganisme tanah (Saetre, 1998). Secara umum, laju

dekomposisi lebih lambat pada pH rendah dibanding pada pH netral. Serasah

yang mempunyai C/N rasio tinggi lebih sulit terdekomposisi dibandingkan

serasah yang mempunyai C/N rasio rendah (Murayama dan Zahari, 1992).

Serasah pada daerah dengan jumlah mikroorganisme lebih banyak cenderung


19

lebih cepat terdekomposisi dibandingkan dengan daerah yang mempunyai

jumlah mikroorganisme sedikit (Saetre, 1998).

2.7 Selulosa

Selulosa merupakan polisakarida yang kandungannya paling tinggi dalam

dinding sel tanaman. Struktur kimia selulosa berupa rantai yang tidak bercabang

dan tersusun atas satuan β-D-gluko-piranosa dengan ikatan glikosida 1,4.

Analisis sinar-X membuktikan bahwa selulosa berupa rantai-rantai panjang

sejajar yang terikat menjadi satu oleh ikatan hidrogen. Hal ini yang

menyebabkan selulosa berbentuk serat-serat panjang (Sumardjo, 2009). Struktur

kimia selulosa terdiri dari unsur C, O, H yang membentuk rumus molekul

(C6H10O5)n.

Selulosa yang terdiri dari ribuan unit glukosa dapat saling terhubung dan

membentuk struktur kristal yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen sehingga

memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Satu fibril selulosa pada dinding sel

tanaman memiliki ukuran diameter 2-20 nm dan panjangnya 100-400 nm (Akin,

2010). Satu fibril selulosa saling berikatan membentuk mikrofibril dan

kemudian membentuk serat. Reaktivitas dan sifat selulosa sangat dipengaruhi

oleh gugus hidroksilnya (OH), gugus -OH tersebut dapat berinteraksi dengan

gugus –S, -O, dan –N membentuk ikatan hidrogen. Adapun gugus -OH pada

selulosa juga dapat berikatan dengan gugus –H pada air sehingga membuat

selulosa bersifat hidrofilik (Placket, 2011).


20

Menurut Anggarawati (2012) mikroorganisme yang bisasnya memproduksi

enzim selulase adalah fungi, bakteri, dan protozoa. Fungi adalah

mikroorganisme sebagai penghasil selulase utama dibandingkan mikroorganisme

lainnya, karena fungi tersebut dapat memutuskan ikatan glikosidik β-(1,4) pada

selulosa. Mikroorganisme selulolitik akan mengeluarkan enzim selulase untuk

mendegradasi selulosa menjadi senyawa C sederhana agar memperoleh energi

dan karbon (Salma dan Gunarto, 2007).

Berikut ini adalah struktur kimia dari selulosa (Lehninger, 1975):

Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa (Lehninger, 1975).


21

Berikut ini adalah gambar dari degradasi selulosa menjadi glukosa:

Gambar 3. Degradasi Selulosa (Lehninger, 1975).


III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai bulan Januari

2018 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. Aplikasi

kompos dilakukan di Green House Laboratorium Botani Jurusan Biologi

Universitas Lampung dan analisis kompos dilakukan di PT. Great Giant Pineaple

Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri, pipet

volumetri, beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, jarum ose,

ose bulat, botol kaca transparan berbentuk pipih, oven, inkubator,

autoclave, laminar air flow, kulkas, label, hot plate stirrer, bunsen, gelas

objek, gelas penutup, freezer, mikroskop, pipet tetes, haemocytometer,

timbangan, sumbat, corong plastik, soil tester, keranjang sampah dan

blender.
23

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu fungi A. fumigatus (koleksi

pribadi Dr. Bambang Irawan M. Sc.), PDA (Potato Dextrose Agar), jagung,

kapas, kasa, tali kasur, kotoran sapi, serasah nanas, alumunium foil,

akuadest, alkohol 70%, CaCO3 2%, CaSO4 4% dan methylen blue.

3.3 Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan pengujian dekomposisi kultur murni dan pengaruh

inokulum Aspergillus fumigatus pada pengomposan serasah nanas. Pada uji ini

terdapat tiga parameter pengujian, yaitu PCDT (Pure Culture Decomposition

Test), produktivitas inokulum dan pengomposan. Pada perlakuan PCDT

menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan membuat 10

kali ulangan dan tiga kali pengamatan setiap 10 hari sekali selama 30 hari.

Produktivitas inokulum fungi A. fumigatus akan dihitung jumlah sporanya

dengan menggunakan haemocytometer dan CFU (Colony Forming Unit) untuk

mengetahui viabilitas inokulum.

Pada perhitungan jumlah spora dilakukan pengenceran 10-2 dan CFU dengan

pengenceran 10-7, yang selanjutnya akan di aplikasikan pada kompos. Proses

pengomposan dilakukan dengan pemberian inokulum fungi A. fumigatus pada

bahan kompos. Pada uji ini dilakukan modifikasi metode Lindawati (2017),

yang menggunakan tiga perlakuan pengomposan yaitu K, A, dan B. Dengan

keterangan sebagai berikut :


24

K : 1 kg serasah nanas + 500 gram kotoran sapi kering (Kontrol)

A : 1 kg serasah nanas + 500 gram kotoran sapi kering + 15 gram inokulum

fungi A. fumigatus

B : 1 kg serasah nanas + 1 kg serasah daun + 500 gram kotoran sapi kering + 15

gram inokulum fungi A. fumigatus.

Kualitas kompos diketahui dengan melakukan uji parameter kompos yaitu kadar

C, kadar N, rasio C/N, kadar P dan kadar K. Data pengujian dekompoisi kultur

murni yang diperoleh, di analisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance),

untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut

menggunakan BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf 5%.

3.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.4.1 Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)

Media PDA digunakan untuk peremajaan fungi A.fumigatus. Pembuatan

media PDA pada penelitian ini menggunakan modifikasi metode Malloch

dan Hobbie (1981). Pembuatan media PDA dilakukan dengan cara

menimbang 200 gram kentang yang kemudian dipotong kecil-kecil dan

dicampurkan kedalam 900 ml akuades. Selanjutnya kentang direbus

menggunakan hot plate selama 20-30 menit. Kentang yang telah direbus

disaring dengan menggunakan kertas saring untuk mendapatkan air sari

kentang. Selanjutnya air sari kentang ditambahkan 18 gram dextrose dan


25

13,5 gram agar-agar, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan hot

plate selama 20-30 menit dan disterilisasi dengan menggunakan autoclave

selama 15 menit dengan tekanan 1 atm dan suhu 121 °C.

3.4.2 Peremajaan Fungi Aspergillus fumigatus

Peremajaan fungi A.fumigatus diakukan dengan menggunakan media PDA

steril. Media PDA steril dituang ke dalam cawan petri sebanyak 15-20 ml,

selanjutnya dibiarkan media memadat. Kemudian diambil satu ose biakan

fungi A. fumigatus secara aseptik lalu diletakkan di dalam cawan petri

yang sudah berisi media PDA. Fungi A. fumigatus diinkubasi selama 5-7

hari hingga tumbuh spora.

3.4.3 Preparasi Media Inokulum

Pada penelitian ini pembuatan media inokulum dilakukan dengan

modifikasi metode Gaind dkk., (2009) yaitu dengan menggunakan biji

jagung. Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan media

inokulum ini adalah biji jagung kering yang telah diblender kasar, larutan

CaSO4 4 % (w/v), larutan CaCO3 2 % (w/v). Penggunaan larutan CaSO4 4

% (w/v) dan larutan CaCO3 2 % bertujuan untuk mempertahankan

kelembapan media inokulum. Sebanyak 40 gram CaSO4 dan 20 gram

CaCO3, masing-masing dilarutkan ke dalam 1000 ml aquades. Kemudian

dilakukan pencampuran antara kedua larutan dengan perbandingan 1 : 1

(v/v).
26

Selanjutnya dilakukan pembuatan media inokulum dengan larutan yang

telah dibuat. Bahan yang digunakan adalah biji jagung yang memiliki

kondisi baik yaitu utuh dan bersih, campuran larutan CaSO4 4 % dan

larutan CaCO3 2 % serta buffer sitrat. Setiap 40 gram jagung ditambah

dengan campuran larutan CaSO4 & CaCO3 sebanyak 15 ml dan larutan

buffer sitrat sebanyak 15 ml. Selanjutnya Media dimasukan ke dalam

botol dan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121 °C dan

tekanan 1 atm selama 15 menit. Kemudian media diinokulasikan isolat

fungi Aspergillus fumigatus, dan diinkubasi selama 14 hari.

3.4.4 Perhitungan Jumlah Spora dan CFU (Colony Forming Unit)

Perhitungan jumlah spora dan CFU dilakukan dengan menggunakan

modifikasi metode Prescott (2002). Inokulum fungi A. fumigatus yang

telah berumur 14 hari selanjutnya dihitung jumlah spora dan CFU (Colony

Forming Unit). Perhitungan jumlah spora dilakukan dengan cara

ditimbang 1 gram inokulum, lalu dimasukan ke dalam 9 ml akuades steril

untuk memperoleh dilusi 10-1, selanjutnya suspensi tersebut

dihomogenkan dengan cara divortex agar diperoleh sebaran spora yang

baik (Malloch, 1981). Diambil 1 ml suspensi dan dipindahkan ke tabung

reaksi kedua yang berisi 9 ml akuades steril sehingga dihasilkan dilusi 10 -


2
. Dari dilusi 10-2 diambil 1-3 tetes menggunakan pipet tetes dan diletakan

di atas haemocytometer kemudian ditutup menggunakan gelas penutup


27

(Prescott, 2002). Haemocytometer diletakkan pada meja objek mikroskop

dan dilakukan pengaturan perbesaran lensa objektif hingga diperoleh

perbesaran yang sesuai. Dilakukan perhitungan jumlah spora. Jumlah

spora dinyatakan dalam spora/ml. Jumlah spora dihitung dengan

menggunakan rumus Gabriel dan Riyanto (1989) :

t. d
S= x 10
n .0,25

Keterangan:
S : Jumlah spora
t : Jumlah total spora dalam kotak sampel yang diamati
d : Tingkat pengenceran
n : Jumlah kotak sampel (5 kotak besar)
0,25 : Faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada
haemocytometer

Untuk mengukur viabilitas spora dari inokulum fungi dilakukan

perhitungan CFU. Perhitungan CFU dilakukan dengan cara diambil 1

gram inokulum fungi kemudian dilakukan pengenceran hingga 10 -7 seperti

pada tahap sebelumnya pada perhitungan spora. Selanjutnya di-platting

dengan cara diambil 1 ml dari dilusi untuk membuat biakan 10 -7. Dilusi 1

ml tersebut dimasukkan pada dua cawan petri terpisah (duplo) dengan

metode spread plate pada media PDA. Fungi diinkubasi selama ± 5 hari.

Setelah ± 5 hari, CFU dihitung sebagai gambaran tingkat viabilitasnya.

Untuk perhitungan jumlah koloni digunakan rumus sebagai berikut

(Prescott, 2002) :

Jumlah Koloni
Jumlah Koloni Per Gram Bahan = CFU
Faktor Pengenceran
28

3.4.5 Pengujian Dekomposisi Kultur Murni (Pure Culture Decomposition


Test)

Pengujian dekomposisi kultur murni (PCDT) dilakukan dengan

menggunakan modifikasi metode Osono dan Takeda (2002). Pengujian

ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dekomposisi fungi dan pola

penggunaan substrat. Pertama isolat fungi yang telah diperoleh diaktifkan

kembali dengan menumbuhkannya pada media PDA. Serasah yang telah

terkumpul dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian dicetak

berbentuk kubus dengan ukuran 1 cm3. Setelah itu, dibuat sub sampel

sejumlah 10 substrat kubus yang dikering anginkan pada temperatur 40 oC

selama 4 hari dan ditimbang untuk memperoleh berat awal dari substrat

kubus. Selanjutnya susbstrat kubus diletakkan diantara kertas saring

lembab dalam cawan petri dan diautoklaf pada 120 oC selama 20 menit.

Susbstrat kubus yang sudah steril tersebut kemudian siap untuk digunakan

sebagai substrat uji.

Inokulum fungi yang akan diuji kemampuan dekomposisinya, akan

dipotong pada bagian pertumbuhannya dari media pertumbuhan (2 %

PDA) dan potongan koloni pada agar tersebut diletakan ditengah cawan

petri lain (mengandung 20 ml 2 % plain agar). Selanjutnya 10 sub sampel

substrat kubus tersebut diletakkan disekelilingnya. Cawan petri

diinkubasi selama 10, 20 dan 30 hari pada temperatur 20 oC dalam gelap.

Setelah waktu yang ditetapkan tadi, cakram daun diambil, dan selanjutnya
29

dikeringkan di oven selama 4 hari pada suhu 60 oC, untuk kemudian

ditimbang. Kehilangan berat (weight loss) dihitung sebagai presentase

dari berat awalnya.

3.4.6 Aplikasi Inokulum Aspergillus fumigatus pada Pengomposan Serasah


Nanas

Pengomposan dilakukan menggunkan modifikasi metode Kumar dkk

(2008) dan Takakura Home Metode (Ying dkk., 2012). Inokulum yang

digunakan dalam aplikasi kompos serasah nanas adalah inokulum yang

berumur 14 hari, yaitu yang memiliki jumlah spora dan CFU yang baik.

Serasah yang digunakan yaitu serasah nanas yang telah dicacah dan

dikering anginkan yang berasal dari PT. Great Giant Pineaple dan serasah

yang berupa campuran dari berbagai macam serasah daun kering seperti

Bungur (Lagerstroemia speciosa), Akasia (Acacia auriculiformis), Kerai

Payung (Filicum decipiens), dan Mahoni (Swietenia mahagoni) yang telah

dicacah. Sebagai bahan campuran serasah, digunakan kotoran sapi kering,

kemudian campuran tersebut ditambahkan inokulum sebanyak 1% dari

berat serasah. Penambahan inokulum ini berfungsi sebagai penginduksi

dekomposisi yang diharapkan mampu mempercepat proses dekomposisi

serasah dan meningkatkan kualitas kompos.

Proses pengomposan diawali dengan menyiapkan keranjang pengomposan

berkapasitas 3 kg dengan lubang-lubang kecil beserta tutupnya dan dilapisi


30

kardus bekas guna menjaga kondisi kelembapan pada saat pengomposan.

Selanjutnya disiapkan campuran bahan pengomposan seberat 1 kg serasah,

500 gr kotoran sapi dan 15 gram inokulum fungi Aspergillus fumigatus,

selanjutnya dilakukan tahap yang sama. Kemudian diberikan air sampai

kadar kelembapan mencapai 60 %. Aerasi udara dilakukan dengan

membalik bahan pengomposan setiap 1 minggu sekali (Ying dkk., 2012).

Hal tersebut bertujuan untuk menurunkan temperatur pengomposan agar

fungi dapat bekerja secara optimal. Inkubasi pengomposan dilakukan

selama 6 minggu (Irawan dkk., 2014).

Apabila kompos telah berwarna coklat kehitaman dan suhu sama dengan

suhu kamar maka kompos telah matang. Kemudian kompos yang telah jadi

diayak menggunakan saringan 2 µm untuk selanjutnya dilakukan analisis

kompos yang meliputi kadar C, kadar N, kadar P, kadar K, dan rasio C/N

(Irawan dkk., 2014).

3.4.7 Analisis Kompos

Analisis kompos dilaksanakan di PT. Great Giant Pineaple. Analisis

kompos dilakukan pada minggu ke-4 dan minggu ke-6. Analisis kompos

dilakukan dengan cara mengambil 200 gram sampel kompos kemudian

dikering-anginkan, selanjutnya ditumbuk dan diayak menggunakan

saringan berkuran 2 µm dan dilakukan analisis kimia. Parameter kimia

yang di analisis meliputi kadar C, kadar N, rasio C/N, kadar P dan kadar K.
31

3.4.7.1 Penentuan Kadar C (Karbon) Kompos

Penentuan kadar C dilakukan berdasarkan metode Walkley dan Black.

Prinsip penentuan kadar C kompos ini yaitu karbon yang terdapat

sebagai bahan organik di dalam tanah tereduksi dengan larutan kalium

dikromat (K2Cr2O7) 1 N dalam suasana asam. Dikromat yang telah

bereaksi, selanjutnya dititrasi dengan larutan ferrosulfat menggunakan

difenilamin sebagai indikator. Kompos yang telah dimaserasi ditimbang

1 gram dan dikeringanginkan. Kemudian dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 10 ml larutan kalium dikromat 1 N

secara perlahan-lahan. Selanjutnya ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan

erlenmeyer digoyang-goyang dengan tangan selama 1 menit. Kemudian

didiamkan di atas asbes selama 30 menit. Pada masing-masing

Erlenmeyer (blanko dan perlakuan) ditambahkan 200 ml air destilasi, 5

ml asam phospat pekat (85 %) dan 1 ml larutan difenilamin. Blanko dan

kompos dititrasi dengan larutan ferosulfat 1 N hingga warna hijau.

Ditambahkan lagi 0.5 ml larutan K2Cr2O7 1 N dan dititrasi kembali

dengan larutan FeSO4 1 N hingga warna hijau timbul kembali (Fauzi,

2008).

3.4.7.2 Penentuan Kadar N (Nitrogen) Kompos

Penentuan kadar N dilakukan menggunakan metode Kjeldahl yang

meliputi dua tahap pengerjaan, yaitu : (1) destruksi nitrogen dengan


32

menggunakan H2SO4 pekat 96 % dan campuran selen membentuk

ammonium sulfat dan (2) amonium yang terbentuk diukur dengan cara

destilasi titrimetri dan kolorimetri menggunakan autoanalyzer, lalu

hasilnya dikonversi menjadi nitrogen. Pendestruksian dilakukan dengan

cara menimbang 0,5 gram kompos lalu dimasukkan ke dalam tabung

digest. Ditambahkan 3 ml H2SO4 pekat 96 % dan 0,20 gram campuran

selenium. Dan dipanaskan pada suhu 350 °C selama 3-4 jam. Setelah

destruksi sempurna (keluar asap putih), kompos didinginkan lalu

diencerkan sampai 50 ml dengan air bebas ion dan dikocok hingga

homogen. Larutan yang sudah dikocok dibiarkan selama semalam

hingga terbentuk larutan jernih. Selanjutnya dibuat blanko (tanpa

kompos) dengan perlakuan yang sama terhadap kompos. Penetapan

koreksi bahan kering (KBK) dilakukan dengan cara menimbang 5 gram

kompos dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya, lalu

dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 4 jam. Dan

didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap. Bobot

yang hilang adalah kadar air. Perhitungan :

Kehilangan Bobot x 100%


Kadar air (%) = ————————————
Bobot Kompos

Kadar kompos kering (%) = 100% - % kadar air

1
Koreksi bahan kering = ——————————
% kadar kompos kering
33

Pengukuran N-total secara destilasi titrimetri dilakukan dengan cara

larutan ekstrak jernih hasil destruksi dipipet masing-masing 25 ml ke

dalam 1abu didih yang telah diberi batu didih, kemudian diencerkan

dengan air suling menjadi 100 ml, ditambah 20 ml NaOH 30 % dan labu

didih segera ditutup. Labu didih dihubungkan dengan alat destilasi

untuk menyuling N yang dilepaskan dan ditampung dengan erlenmeyer

yang berisi 10 ml asam borat 1 % dan tiga tetes indikator Conway

(berwarna merah).

Destilasi dilakukan sampai volume larutan penampung sekitar 60 ml

yang berwarna hijau. Larutan hasil destilasi kemudian dititer dengan

H2SO4 (0,05 N) sampai warna hijau berubah menjadi merah muda.

Sebagai kontrol terhadap N yang ada dalam bahan pelarut yang

digunakan, prosedur yang sama dilakukan pada larutan yang tidak

mengandung tanah (sebagai blanko) dengan perlakuan yang sama

terhadap contoh.

Perhitungan:

50
Vc-Vb x N x x 14
25
%N = X KBK X 100%
berat contoh tanah (mg)

Keterangan:
Vc : volume H2SO4 hasil titrasi contoh
N : normalitas H2SO4 (0,05 N)
Vb : volume H2SO4 hasil titrasi blanko
KBK : koreksi bahan kering
34

Pengukuran N total secara kolorimetri dilakukan dengan autoanalyzer.

Pengukuran dilakukan dengan cara memanaskan alat tersebut terlebih

dahulu sekitar 30 menit, lalu pereaksi dialirkan. Dituangkan berturut-

turut standar 0, 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm nitrogen dan ekstrak

jernih hasil destruksi contoh dan blanko ke dalam cup sampler

autoanalyzer. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada layar monitor

dan sudah dalam bentuk konsentrasi ppm nitrogen (Usman, 2012).

Perhitungan:

ppm N
x ml ekstrak
1000
%N= x KBK x 100%
berat contoh tanah (mg)

3.4.7.3 Rasio C/N Kompos

Pengukuran rasio C/N dilakukan dengan menghitung perbandingan nilai

Total C-organik dan Nitrogen Total yang diperoleh dari data hasil analisis

(Hidayati, 2013).

Perhitungan :

Rasio C/N = Nilai C organik


Nilai N total

3.4.7.4 Penentuan Kadar P (Fosfor) Kompos

Penentuan kadar P (fosfor) dilakukan dengan menggunakan metode

Bray 1 atau Bray 2 pada produk kompos dengan perlakuan terbaik.

Sampel kompos kering yang telah lolos ayakan 0,5mm ditimbang


35

seberat 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam botol kocok dan

ditambahkan 20ml pengesktrak Bray 1 atau Bray 2 (ditentukan oleh pH

tanah) kemudian dikocok selama 5 menit pada mesin pengocok.

Kemudian larutan disaring dengan kertas saring whatman 42 dan filtrat

saringan ditampung. Pipet 5 ml hasil saringan dan masukkan dalam

tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan 20 ml aquadest dan reagen B

sebanyak 8 ml, diamkan selama 20 menit. Kemudian, ditetapkan

absorban dengan spectronik 21 pada panjang gelombang 882 nm

demikian jugan dengan deret standard P. Konversi bacaan % absorban

dan dihitung besarnya mgL-1P berdasarkan garis regresi dari pada kurva

standard P yang diperoleh (Hasanudin, 2003).

Perhitungan:

P.tersedia (mgL-1) = Bacaan sampel – A x pengenceran x Fka


B

3.4.7.5 Penentuan Kadar K (Kalium) Kompos

Mula-mula ditimbang 10 gram tanah kering udara dan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 ml larutan

NH4Oac 1N pH 7 dan dikocok dengan shaker selama 10 menit. Larutan

kemudian disaring dengan kertas saring Whatman dan ditampung dalam

beaker 100-200 ml. Filtrat tersebut kemudian dipindahkan ke dalam

botol plastik. Membuat standarisasi alat dengan larutan standar,

mengukur absorbansinya dengan flame fotometer, membuat kurva baku


36

dan menghitung persamaan regresinya. Dilanjutkan dengan menghitung

ppm K nya dan bila filtrat terlalu pekat perlu dilakukan pengenceran

(Hasanudin, 2003).

Perhitungan:

ppm K = C x d x 5

Keterangan: C : ppm K dalam larutan


d : faktor pengenceran.
37

3.4.8 Diagram Alir Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir berikut

ini :
Stok Kultur Fungi
Aspergillus fumigatus

Peremajaan Fungi
A.fumigatus
Uji PCDT Pengomposan

Uji Produktivitas
Preparasi Substrat Preparasi Media
Serasah Nanas Inokulum
Inokulum

Preparasi Media Inokulum


Dicetak berbentuk kubus
Inokulasi Fungi
dengan ukuran 1 Cm3
A.fumigatus Pada Media
Inokulasi Fungi A.fumigatus
Inokulum
Pada Media inokulum
Dikeringkan di oven
selama 4 hari
Pemanenan Inokulum
Pemanenan Inokulum
Ditimbang berat awal
substrat - Perhitungan CFU
- Perhitungan CFU - Perhitungan spora
- Perhitungan spora
Inokulasi Fungi -
A.fumigatus Pada Media -
Inokulum terpilih
PDA

Meletakkan 5 buah Dicampur Kotoran Sapi Aplikasi Inokulum Pada


substrat nanas kedalam Kering 2:1 (w/v) dan Kompos Serasah
cawan petri yang telah diinkubasi selama
berisi media PDA steril 6minggu

Masing-masing dibuat 3 Diinkubasi selama 30 hari


ulangan. setiap ulangan dibuat dan diamati setiap hari ke- Analisis Kompos umur
duplo 10, 20 dan 30 4 minggu dan 6 minggu

Total berat Analisis Dekomposisi Timbang berat akhir Kadar C


yang hilang Kultur Murni (PCDT) substrat Kadar N
Rasio C/N
Kadar P
Kadar K

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Laju dekomposisi substrat serasah nanas oleh A. fumigatus cenderung

mengalami peningkatan selama masa inkubasi 10 hari, 20 hari dan 30 hari.

Dengan persentase tertinggi 39,68 % yang terjadi pada hari ke-30 inkubasi.

2. Aplikasi inokulum A. fumigatus mampu meningkatkan kualitas kompos

ditandai dengan menurunnya rasio C/N tertinggi pada perlakuan B sebesar

22,96 % dan rasio C/N terendah pada perlakuan A sebesar 14,48 %.


63

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka untuk penelitian selanjutnya dapat disarankan

sebagai berikut :

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengujian dekomposisi kultur

murni pada serasah nanas dengan mengkombinasikan 2 atau lebih isolat fungi

lainnya untuk menguji laju dekomposisi pada substrat yang sama.

2. Untuk meningkatkan kualitas kompos dapat dilakukan penambahan waktu

proses pengomposan serasah.

3. Disarankan untuk menambahkan parameter analisis kompos seperti kadar

asam humat dan kadar asam fulvat.


DAFTAR PUSTAKA

Aerts, R. dan H. D. Caluwe. 1997. Nutritional and plant-mediated controls on leaf


litter decomposition Of Carex Species. Ecology. 78: 244-260.Afzal, H.,
Saleem Shazad, and S. Q. Un Nisa. 2013. Morphological Identification of
Aspergillus Species from The Soil of Larkana District (Sindh, Pakistan).
Journal Asian J Agri Biol. 1(3): 7

Afzal, H., S. Saleem, dan S. Q. Un Nisa. 2013. Morphological Identification of


Aspergillus Species from The Soil of Larkana District (Sindh, Pakistan).
Journal Asian J Agri Biol. 1(3): 7

Akin, D. E. 2010. Chemistry of Plant Fibers In: Mussig Jorg (ed). Industry
Applications of Natural Fibers: Structure, Properties and Technical
Applications. United Kingdoms: Joh Wiley & Sons, Ltd

Alexander, M. 1997. Introduction Soil Microbiology. 2nd ed. John Wiley & Sons,
Inc. New York.

Alexopoulus, C. J., C.W. Mims dan W. M. Black. 1996. Introductory Micology.


Wiley. New York

Andeska, D. 2017. Pemanfaataan Fungi Xylanolitik Aspergillus Tubingensis R.


Mosseray Dalam Pembuatan Inokulum Kompos Dengan Media Beras
(Oryza Sativa L.) Pada Kondisi Asam Untuk Meningkatkan Kualitas
Kompos Serasah. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung

Anggarawati, D. 2012. Aktivitas Enzim Selulosa Isolat SGS 2609 BBP4B-KP


Menggunakan Substrat Limbah Pengolahan Rumput Laut yang
Dipretreatment Dengan Asam. Skripsi. Fakultas Teknik Program Studi
Teknologi Bioproses. Universitas Indonesia. Jakarta

A.P.G. (Angiosperm Phylogeny Group). 2003. An update of Angiosperm phylogeny


group classification for the orders and families of flovering plants: APG.
Botanical Journal of the Linnean Society 141: 399-436.
65

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L. Cain, S. A. Wasserman, P. V.


Minorsky dan R. B. Jackson. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2.
Erlangga. Jakarta

Cronquist, A. 1981. An Intergrated System of Clasification of Flowering Plants. New


York: Columbia University Press.

Dalimartha, S. 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Nanas. 140-145.


Trubus Agriwidya. Jakarta

Dezzeo, N., R. Herrera, Escalante, dan Briceno. 1998. Mass and nutrient loss of
fresh plant biomass in a small black-water tributary of caura river,
venezuelan guayana. Biogeochemistry. 43: 197-210.

Elfiati, D. dan E. B. M. Siregar. 2010. Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit


Sebagai Media Tumbuh dan Pemberian Mikoriza Pada Bibit Mindi (Melia
azedarach L.). Jurnal Hidrolitan. 1(3): 1-9

Fauzi, A. 2008. Analisis Kadar Unsur Hara Karbon Organik dan Nitrogen di dalam
Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Skripsi. FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fitriana, A. dan N. D. Kuswytasari. 2015. Potensi Isolat Kapang Koleksi


Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi ITS Dalam
Mendegradasi Pewarna Azo Orange II. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 1: 3-8

Fox, T. R., N. B. Commerford, W. W. McFee. 1990. Phosporus and alumunium


release from spodic horizon mediated by organic acids. Soil Sci. soc. Am. J.,
54: 1763-1767.

Gabriel, B. P. dan Riyanto. 1989. Metarhizium anisopliae Taksonomi, Patologi,


Produksi dan Aplikasinya. Proyek Pengembangan Perlindungan Tanaman
Perkebunan. Direktorat Perlindungan Tanaman Perkebunan. Departemen
Pertanian. Jakarta

Gaind, S., L. Nain, dan V. B. Patel. 2009. Quality Evaluation of Co-Composted


Wheat Straw, Poultry Droppings and Oil Seed Cakes. Biodegradation. 20:
307-317

Gadd, G. M., S. C. Walkinson dan P. Dyer. 2007. Fungi in the Environment.


Cambridge University Press. New York

Gaur, A. C. 1983. A Manual of Rural Composting. Project Field Document. Rome


66

Gow, N. A. R. 2005. Fungal Genomics: Forensic Evidence of Sexual Activity.


Current Biology. 15: 509-511

Guo, L. B. dan R. E. H Sim. 1999. Litter decomposition and nutrient release via
litter decomposition in New Zealand eucalypt short rotation forests.
Agriculture, Ecosystem and Environment. 75: 133-140.

Gusewell, S., dan M. O. Gessener. 2009. N:P Rations Influence Litter


Decompostional Colonitation By Fungi and Bacteria In Micrcosms. Journal
functional Ecologi. 23. 211-219

Hamdani, A. 2015. Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp


Sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo persada. Jakarta

Hanum, A. M. dan N. D. Kuswytasari. 2014. Laju Dekomposisi Seresah Daun


Trembesi (Samanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang. Jurnal
Sains dan Seni Pomits. 3(1): 1-5

Hasanudin. 2003. Peningkatan Ketersediaan dan Serapan N dan P serta Hasil


Tanaman Jagung Melalui Inokulasi Mikoriza Azotobakter dan Bahan
Organik pada Utisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol 5 No. 2: 83
– 89.

Hidayati, E. 2013. Kandungan Fosfor, C/N, dan pH Pupuk Cair Hasil Fermentasi
Kotoran Berbagai Ternak dengan Starter Stardec. Skripsi. Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi
Pendidikan Biologi IKIP PGRI Semarang

Irawan, B., R. S. Kasiamdari, B. H. Sunarminto dan E. Sutariningsih. 2014.


Preparation of Fungal Inoculum For Leaf Litter Composting From Selected
Fungi. Journal of Agricultural and Biollogical Science. 9(3):1-7

Iriany, R. N., M. Yasin dan A. Takdir. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi
Tanaman Jagung. Balai Penelitian Serealia. Maros

Ismayana, A., N. S. Indrasti, Suprihatin, A. Maddu dan A. Fredy. 2012. Faktor Rasio
C/N Awal dan Aerasi Pada Proses Co-Composting Bagasse dan Blotong.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 22(3): 177

Isroi. 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor


67

Jalil, A. A. K. 2004. Enzim Mikrob dan Penguraian Bahan Berselulosa. Perpustakaan


Departemen Biologi. Jakarta

Kochy, K. dan S. D. Wilson. 1997. Litter decomposition and nitrogen dynamic


in Aspen forest and mixed-grass prairie. Ecology. 78: 732-739.

Krismawati, A. dan D. Hardini. 2014. Kajian Beberapa Dekomposer Terhadap


Kecepatan Dekomposisi Sampah Rumah Tangga. Jurnal Buana Sains.
14(2): 79-89

Kumar, A., S. Gaind dan L. Nain. 2008. Evaluation of Thermophilic Fungal


Consortium for Paddy Straw Composting. Journal Biodegradation. 19: 395-
402

Kurniawan, F. 2012. Keanekaragaman Jenis Fungi Pada Seresah Daun Avicennia


marina Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas.
Jurnal Edu-Bio. 3(1):1-2

Kusumaningtyas, E. 2013. Viabilitas dan Morfologi Aspergillus fumigatus Pada


Penyimpanan Dengan Kertas Saring dan Agar Dalam Air Suling. Balai
Besar Penelitian Veteriner. Bogor

Landau, J. K. 2002. Penyediaan bibit unggul dalam proses pembuatan kompos.


Workshop Bidang Mikrobiologi, Puslit Biologi LIPI Bogor

Lehninger, A. L. 1975. Biochemistry. Second Edition. Worth Publishers. New York

Lindawati, L. 2017. Pembuatan Inokulum Kompos Dengan Fungi Selulolitik


Aspergillus Fumigatus Pada Media Jagung (Zea Mays L.) Dalam Kondisi
Asam Dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Kompos Serasah. Skripsi.
Universitas Lampung. Lampung

Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. Zyl dan I. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose


Utilization Fundamentals and Biotechnology. Microbiol. 66(3):506-557

Malloch, M. S. dan J. E. Hobbie. 1981. Moulds: Their Isolation, Cultivation, and


Identification. University of Toronto Press

Marianah, L. 2013. Analisa Pemberian Trichoderma sp. Terhadap Pertumbuhan


Kedelai. Balai Pelatihan Pertanian Jambi. Jambi

Marvel, M. 2016. Aspergillus fumigatus.


https://www.scribd.com/doc/55778781/Aspergillus-fumigatus/ Diakses 07
Oktober 2017 pukul 16:53 WIB.
68

Mikata, K. 1999. Preservation of yeast culture by L-drying: viability after 15


years storage at 5º C. IFO Research Communications. 19: 71--82.

Murayama, S. dan A. B. Zahari. 1992. Biochemical decomposition of tropical forest.


In Proceeding of the International Symposium on Tropical Peatland.
Kuching. Sarawak, Malaysia. pp. 124-133.

Murni, R., A. Suparjo dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk
Pakan. Lab. Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi

Novien, A. 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Aktivator Terhadap Kecepatan Proses


Pengomposan dan Mutu Kompos Dari Sampah Pasar dan Pengaruhnya
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cai Sim (Brassica juncea L.)
dan Jagung Semi (Zea mays L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Osono, T., dan H. Takeda. 2002. Comparison of liter decomposition ability among
diverse fungi in cool temperate deciduous forest in japan. The Mycological
Socienty of America. Lawrence. 94(3) : 421-427

Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. Rubia dan J. Martinez. 2002. Biodegradation and


biological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin. Journal Int
Microbiol. 5:53-63

Plackett, D. 2011. Biopolymer: New Materials for Sustainable Films and Coating.
United Kingdom: Willey Publisher.

Pratiwi, T. S. 2004. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta

Pramatmaja, W. A. 2008. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu di Dusun


Karangbendo, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Skripsi. Teknik
Lingkungan Fakutas Teknik Sipil dan Perencanaan. UII. Yogyakarta

Prescout, H. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. 5th Edition. Mc-Graw-Hill


Companies. 456

Purwadaria, T., P. Marbun, Arnold dan P. Keteren. 2003. Perbandingan aktivitas


enzim selulase kapang dari bakteri dan kapang hasil isolasi dari rayap.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 8:4

Regina, I. S. dan T. Tarazona. 2001. Nutrient pools to the soil through organic
matter and throughfall under a Scot pine plantation in the Sierra de la
Demanda, Spain. European Journal of Soil Biology. 37: 125-133.

Richana, N., T. T. Irawadi, M. A. Nur, I. Sailah, K. Syamsu dan Y. Arkenan. 2007.


Extraksi Xilan dari Tongkol Jagung. Jurnal Pascapanen. 4(1). 38-41
69

Ristiawan, A. 2011. Studi Pemanfaatan Aktivator Lumpur Aktif dan EM4 Dalam
Proses Pengomposan Lumpur Organik, Sampah Organik Domestik, Limbah
Bawang Merah Goreng dan Limbah Kulit Bawang. Jurnal Teknik
Lingkungan. 1: 3-7

Roidah, I. S. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesubursn Tanah.


Jurnal Universitas Tulungung Bonorowo. 1(1): 1-13

Rukmana, R. 1996. Nenas Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

Saetre, P. 1998. Decomposition, microbial community strusture, and earthworm


effects along a birch-spure soil gradient. Ecology. 79: 834-846.

Salim, F. U. 2015. Penilaian Kualitas Kompos dari Bahan Brangkasan Jagung dan
Limbah Baglog Jamur Serta Peranan Aktivator Pemercepat Pengomposan.
Fakultas Pertanian. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Salma, S. dan L. Gunarto. 2007. Enzim Selulase Dari Trichoderma sp. Jurnal
Mikrobiologi Indonesia. 2 (2)

Sastraatmadja, D. D., S. Widawati dan Rachmat. 2001. Kompos sebagai salah


satu pilihan dalam penggunaan pupuk organik. Seminar Pelatihan Produk
Teknologi Unggulan dan Ramah Lingkungan. UNILA Bandar Lampung.

Sentana, S., Suyanto, M. A. Subroto, Suprapedi dan Sudiyana. 2010. Pengembangan


dan Pengujian Inokulum Untuk Pengomposan Limbah Tandan Kosong
Kelapa Sawit. Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 4, No. 2. LIPI.

Sriharti dan S. Takiyah. 2010. Pemanfaatan Sampah Tanaman (Rumput-Rumputan)


Untuk Pembuatan Kompos. Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat
Guna LIPI. Yogyakarta

Steinke, T. D., G. Naidoo dan L. M. Charles. 1983. Degradation of Mangrove Leaf


Litter and Stein Tissues in Situ inMegeni Estuary. Journal Task For
Vegetation Science. 8:141-149

Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Bogor

Suharto, I. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan Udara. CV. Andi
Offset.Yogyakarta

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.


EGC
70

Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi Dalam Proses Produksi Pada Ekosistem Laut.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta

Tahir, I., S. Sumarsih dan S. D. Astuti. 2008. Kajian penggunaan limbah buah nanas
local (Ananas comosus, L.) sebagai bahan baku pembuatan nata. Makalah
Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta

Usman. 2012. Teknik Penetapan Nitrogen Total pada Contoh Tanah Secara Destilasi
Titrimetri dan Kolorimetri menggunakan Autoanalyzer. Jurnal Buletin
Teknik Pertanian. Vol. 17(1) : 41-44.

Van Breemen, N. 1995. Nutrient cycling strategies. Journal of Plant and Soil.
168-169: 321-326.

Wangge, E. S. A., D. N. Suprapta dan G. N. A. S. Wirya. 2012. Isolasi dan


Identifikasi Jamur Penghasil Mikotoksin pada Biji Kakao Kering Yang
Dihasilkan di Flores. Jurnal Agric. Sci. and Biotechnol. 1(1):4

Widarti, B. N., W. K. Wardhini dan E. Sarwono. 2015. Pengaruh rasio C/N bahan
baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal
Integrasi Proses. 5: 76-77.

Witjaksono, R. A., R. Subiantoro, dan B. Utoyo. 2016. Pengaruh Lama Fermentasi


pada Kualitas Pupuk Kandang Kambing. Jurnal Agro Industri Perkebunan.
4(2):88-96

Yasyifun, N. 2008. Respon Pertumbuhan, Serapan Hara dan Efisiensi Penggunaan


Hara Tanaman Kedelai (Glycine max) dan Jagung (Zea mays L.) Terhadap
Kompos Yang Di Perkaya Mikrob Aktivator. Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ying, G. H., L. S. Chi dan M. H. Ibrahim. 2012. Changes of Microbial Biota during
the Biostabilization of Cafetaria Wastes by Takakura Home Method (THM)
Using Three Different Fermented Food Products. UMT 11th International
Annual Symposium on Sustainability Science and Management. 1408-1413.

Anda mungkin juga menyukai