Anda di halaman 1dari 31

APENDISITIS

DISUSUN OLEH :

1. M. Efendy Jayadi
2. Novita Maramis
3. Rimayazul Aini
4. Tania Hartati Rahman

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang apendisitis
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Mataram, 22-maret-2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar belakang masalah ............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................ 1
1.3 Tujuan penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Pengertian apendisitis ............................................................................. 3
2.2 Etiologi apendisitis ................................................................................. 4
2.3 Klasifikasi apendisitis ............................................................................. 6
2.4 Manifestasi klinis.................................................................................... 7
2.5 Patofiologi apendisitis ............................................................................ 7
2.6 Woc......................................................................................................... 10
2.7 Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 11
2.8 Komplikasi ............................................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 13
2.10 Pengkajian .............................................................................................. 15
2.11 Diagnosa Yang Muncul .......................................................................... 19
2.12 Intervensi ................................................................................................
2.13 Implementasi .......................................................................................... 20
2.14 Evaluasi .................................................................................................. 20
BAB III ................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 33
3.2 Saran ......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Apendisitis merupakan penyakit yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai

penyakit usus buntu. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling

sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Apendisitis akut merupakan masalah

pembedahan yang paling sering dan apendektomi merupakan salah satu operasi darurat

yang sering dilakukan diseluruh dunia (Paudel et al., 2010). Faktor potensialnya adalah

diet rendah serat dan konsumsi gula yang tinggi, riwayat keluarga serta infeksi.

Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita (Craig,

2010). Insidensi apendisitis lebih tinggi pada anak kecil dan lansia

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa

apendisitis diderita oleh 418 juta jiwa di seluruh dunia, 259 juta jiwa darinya adalah

laki-laki dan selebihnya adalah perempuan, dan mencapai total 118 juta jiwa di

kawasan Asia Tenggara. Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu sehingga

penyakit ini dapat menyebabkan nyeri dan beberapa keluhan lain seperti mual, muntah,

konstipasi atau diare, demam yang berkelanjutan dan sakit perut sehingga mengganggu

aktivitas sehari-hari.

4
Apendisitis bisa terjadi pada semua golongan usia, namun sering terjadi di

bawah usia 40 tahun, terutama antara 10 dan 20 tahun. Kejadian apendisitis

meningkat dengan bertambahnya umur dan memuncak pada remaja.

Apendisitis jarang terjadi pada anak dengan umur kurang dari 10 tahun dan

sangat jarang pada anak kurang dari 2 tahun (Philip, 2007).

Menurut Departmen Kesehatan RI pada tahun 2006, apendisitis

merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006.

Jumlah pasien rawat inap penyakit apendiks pada tahun tersebut mencapai

28.949 pasien, berada di urutan keempat setelah dispepsia, duodenitis, dan

penyakit cerna lainnya. Pada rawat jalan, kasus penyakit apendiks menduduki

urutan kelima (34.386 pasien rawat jalan), setelah penyakit sistem pencernaan

lain, dispepsia, gastritis dan duodenitis.

Sedangkan, menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009,

apendisitis masuk dalam daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap

di rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia dengan total kejadian 30,703

kasus dan 234 jiwa yang meninggal akibat penyakit ini.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa Pengertian apendisitis ?
b. Apa Etiologi apendisitis ?
c. Apa Klasifikasi apendisitis ?
d. Bagaimana Manifestasi klinis ?
e. Bagaimana Patofiologi apendisitis ?
f. Bagaimana Woc ?

5
g. Bagaimana Pemeriksaan penunjang ?
h. Apa Komplikasi yang muncul ?
i. Bagaimana Penatalaksanaan ?
j. Bagaimana Pengkajian ?
k. Apa Diagnosa Yang Muncul ?
l. Apa Intervensi ?
m. Bagaimana Implementasi ?
n. Bagaimana Evaluasi ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengertian apendisitis
b. Untuk mengetahui Etiologi apendisitis
c. Untuk mengetahui Klasifikasi apendisitis
d. Untuk mengetahui Manifestasi klinis
e. Untuk mengetahui Patofiologi apendisitis
f. Untuk mengetahui Woc
g. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang
h. Untuk mengetahui Komplikasi
i. Untuk mengetahui Penatalaksanaan
j. Untuk mengetahui Pengkajian
k. Untuk mengetahui Diagnosa Yang Muncul
l. Untuk mengetahui Intervensi
m. Untuk mengetahui Implementasi
n. Untuk mengetahui Evaluasi

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Apendisitis
Apendiksitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga
umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya.
Organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.
Apendiksitis adalah meruapkan salah satu penyakit saluran pencernaan yang
paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan abdomen
yang akut (acu abdomen). Apendiktomy adalah pengangkatan apendiks
terinflamasi dapat dilakukan pada pasien dengan menggunakan pendekatan
endoskopi, namun adanya perlengkapan multiple posisi retroperitoneal dari
apendiks atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan. Apendictomy adalah
pengankatan secara bedah apendiks vermiformis.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum infamasi akut pada kuadrat
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untu bedah abdomen
darurat. Apendiksitis akut adalah nyeri atau rasa tidak enak disekitar umbilicus
berlangsung antara 1-2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah (titik Mc Burney) dengan disertai mual, anoreksia dan muntah.
Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik, dan keluhan menghilang setelah
apendektomi, kriteria mikroskopi apendiks kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik.
Fungsi apendiks tidak diketahui. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml/hari.
Lender secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selan mengalir ke secun.

7
Hambatan aliran lender dimuara apendiks tanpaknya berperan pada patogenesasi
apendiksitis.diperkirakan apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme
imunoglobik. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lympoid Tissue) yang terdapat disepanjang saliuran cerna termasuk
apendiks ialah ig A. immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadapinfeksi. Namun pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system
imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibangdingkan
dengan jumlah disaluran cerna dan saluran tubuh.

2.2 Etiologi
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada colon oleh fecalit(fese yang keras)
c. Pemberian barium
d. Berbagai macam penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
2.3 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari apendisitis dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur local. Appendicitis purulenta difusi, yaitu
sudah berbentuk nanah.
b. Apendiditis kronis, dibagi atas : apendisitis kronis fokalis atau persial, setelah
sembuh akan timbul striker local. Apendisitis kronis obliteritivia yaitu
appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
2.4 Manifestasi klinis
Tanda awal : nyeri mulai di epigastrium/region umbilicus disertai mual dan
anoreksia.
a. Nyeri pindah kekanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local dititik Mc.
Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.

8
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kaudran kiri bawah ditekan (Rovsing
Sign)
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan sbelah kiri dilepas (Blumberg)
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan.
f. Nafsu makan menurun
g. Demam yang tidak terlalu tinggi
h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
i. Gejala-gejala permulaan pada apendiksitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini
umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri
bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar
titik Mc. Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas.
Biasanya ditemukan demam ringan dan leokosit meningkat bila rupture
apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.

2.5 Patofisiologi
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbangan lumen apendik oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elasitisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran linfe yang mengakibatkan edema. Diaphoresis bakteri
dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadin apendiksitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obtruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

9
setempat sehingga menimbulkan nyeri diabdomen kanan bawah, keadaan ini
disebut dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan
apendiksitis gengrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi
ependiksitis perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kea rah apendiks hingga timbul suatu masa local yang disebut
infiltrate apendukularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abese atau
menghilang.
Anak-anak karena omentum lebih pendek dan ependiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

10
2.6 WOC

hiperplosia fokalit Tumor apendiks Cacing ascaris Makan rendah Entamuba hystolotica
serat
Tukak pada mukosa appwediks
konstipasi
Tukak pada mukosa apendiks
Tek. Intasekol meningkat

Pertbhn kuman flora normal meningkat


Sumbatan fungsional apendiks

Penggosongan apendiks terhambat

Apendiks terlipat & tersumbat


Muscus terperangkap
Proses implamasi pada apendiks
dimlumen apendiks
Peningkatan tek. intraluminal
Imflamasi lumen appendiks
Peregangan dinding apendiks
infeksi infeksi
Penurunan aliran darah apendikular
Suhu tbh
meningkat Istemik appendiks

apendisitis Userasi pada apendiks


Gang. Rasa aman
nyaman:
Pertahanan tbh membatasi prses
peningkatan suhu apendiktomi
tubuh pradanagan

Apendiks tertutup omentum


usus hls Efekarastesi umum

Pebentukan massa perappendikuler Psien tirah baring


dependik
Penurunan ekspansi paru

Sesak napas

Penurunan frekuensi
pernapasan

11
Absoesi cairan Nekrosis dan Massa pengguraian
Obtruksi usus Perenggangan usus
usus menurun peristalsis menurun diri secara lambat
yang trus menerus

Sekresi lambung Respirasi cairan usus Iskemia dan Absorsi toksin dan Ulserasi tidak
meningkat peningkatan bakteri dalam darah sempurna
permebilitas pemb
Muntah refluks Distensi usus darah
meningkat Perangsangan Pembentukan
termoregulator di jaringan parut
Kehilangan ion H Cairan dan elektrolit
Tek. Intraluminal hipotalang
kalium dari pindah ke lumen
meningkat usus Perlengketan
lambung demam dengan jaringan
sekitar
dehidrasi
Penurunan C- k+ Peningkatan tek.
dalam darah Kapiler vena & Gang rasa nyaman Eksaserbasi akut
arteriola aman peningkatan
Syok hipolemik
susu tubuh
Alkalosis Perpusi dinding usus Resti infeksi
metabolik Kerusakan perfusi berulang
jaringan
Asidosis aspirasi infeksi

Perubahan
pola napas

12
2.7 Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium

Ditemukan leukositosis 10.000 s/d 18.000/mm3, kadang-kadang


dengan pergeseran ke kiri leukositosis lebih dari 18.000/mm3 diserta
keluhan/gejala apendiksitis lebih dari empat jam mencurigakan perforasi
sehingga diduga bahwa tingginya leukositosis sebandng dengan hebatnya
peradangan.

b. Radiologi
Pemeriksaan radiology akan sangat berguna pada kasus atipikal. Pada
55% kasus apendiksitis stadium awal akan ditemukan gambaran foto polos
abdomen yang abnormal, gambaran yang lebih spesifik adanya masa jaringan
lunak di perut kanan bawah dan mengandung gelembung-gelembung udara.
Selain itu gambaran radiologist yang ditemukan adanya fekalit, pemeriksaan
barium enamadapat juga dipakai pada kasus-kasus tertentu cara ini sangat
bermanfaat dalam menentukan lokasi sakum pada kasus “Bizar”. Pemeriksaan
radiology X-ray dan USG menunjukkan densitas pada kuadran kanan bawah
atau tingkat aliran udara setempat.
c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang didapatkan adanya keluhan


lain yaitu efek sekunder dari peradangan apendiks, berupa gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah, ketidaknyamanan abdomen, diare, dan
anoreksia. Kondisi muntah dihubungkan dengan inflamasi dan irutasi dari
apendiks dengan nyeri menyebar kebagian dekat duodenum, yang
menghasilkan mual dan muntah (atassi, 2002). Keluhan sistematik biasanya
berhubungan dengan kondisi inflamasi di mana di dapatkan adanya
peningkatan suhu tubuh.

Pengkajian riwayat penyakit dahulu diperlukan sebagai sarana dalam


pengkajian preoperative untuk menurunkan risiko pembedahan, seperti

13
pengkajian adanya penyakit DM, hipertensi, tuberculosis, atau kelainan
hematologi.

Pengkajian psikososial biasanya didapatkan kecemasan akan nyeri


hebat atau akibat respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatkan
mengalami ketidakefektifan koping berhubungan dengan perubahan peran
dalam keluarga.

Pada pemeriksaan fisik, survey umum akan didapatkan adanya


aktivitas kesakitan hebat sekunder dari ketidaknyamanan abdominal. Pada
pemeriksaan TTV didapatkan takikardia dan peningkatan frekuensi napas.
Sementara itu, pada kondisi pediatric didapatkan perubahan fisik yang lebih
berat dari pada orang dewasa.

Pada pengkajian abdominal, hal yang mendasar adalah mengklarifikasi


keluhan nyeri pada region kanan bawah atau pada titik McBurney. Pada
inpeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada pasien dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
dapat dilihat pada massa atau abses periapendikular.

Palpasi abdomen kanan bawah akan didapatkan peningkatan respon


nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai
nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tandarovsing (gambar 7.6). Pada apendisitis
retrosekalatauretroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya
rasa nyeri (Sjamsuhidayat, 2005).

14
Gambar 7.7

Gejala dan tanda apendisitis akut. (1) perasaan kurang enak, nyeri, dan mual;
(2) nyeri tekan, nyeri lepas, dan defansuskular setempat di titik McBurney. (3)
tanda Rovsing dan Blumberg (sjamsuhidayat R danWim de J., 2005).

Pemeriksaan uji psoas dan uji obsturator merupakan pemeriksaan yang


lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Untuk mengkaji tanda
tahanan (defans muscular) otot psoas, maka lakukan hiperekstensi pada
ekstremitas kanan dan hip (lihat gambar 7.8). Bila didapatkan adanya respons
dari otot psoas, maka disebut dengan tanda psoas positif yang memberikan
manifestasi adanya peradangan pada apendiks yang menempel pada otot psoas
(apendisitisretrosekum). Sementara itu, uji obturator digunakan untuk melihat
apakah apendiks yang meradang kontak dengan otot obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil dengan mengkaji tanda tahanan (defans
muscular) otot obturator, perawat melakukan fleksi hip dan rotasi eksternal
pada ekstremitas kanan (gambar 7.8). Adanya respons dari ruang obturator
menandakan apendisitis pelvis (Craig, 2009).

15
Gambar 7.8

Kiri: Tanda psoas. Nyeri didapatkan pada saat ekstensi pada ekstremitas
kanan.Kanan: Tanda Obturator. Nyeri pada saat fleksi ekstremitas dan rotasi
internal hip kanan (Williams, S. M., Harned, R.G., Hultman S.A., 1985).

Tanda lainnya dari apendisitis adalah tanda dunphy (nyeri tajam pada
kuadran kanan bawah abdomen yang di dapatkan setelah batuk yang tiba-
tiba). Tanda ini dapat membantu menjadi tanda klinik penting yang
berhubungan dengan peritonitis yang terlokalisasi. Umumnya nyeri kanan
bawah merupakan respon dari perkusi pada bagian kuadran lainnya dan
dijadikan sugesti terjadinya peradangan peritoneal (Katz, 2009).

16
Pemeriksaan colok dubus diperlukan untuk mengevaluasi adanya
peradangan apendiks. Pertama-tama tentukan diameter anus dengan
mencolokkan jari. Apabila yang diperiksa adalah pediatrik, maka jari
kelingking diperlukan untuk melakukan colok dubur. Pemeriksaan colok
dubur dengan manifestasi nyeri pada saat palpasi mencapai area inflamasi
(gambar 7.9), misalnya pada apendisitis pelvika (sjamsuhidayat, 2005).
Pemeriksaan juga mendeteksi apakah fesesa taumassa inflamasi apendiks.
Pada rectal toucher, apabila terdapat nyeri pada arah jam 10-11 merupakan
petunjuk adanya perforasi (craig, 2009).

Gambar 7.9

17
Pemeriksaan colok dubur pada orang dewasa. (1) rongga peritoneum; (2)
peritoneum parietal; (3) sekum; (4) apendiks (apendisitisakut) (Sjamsuhidayat
R danWim de J., 2005).

Pemeriksaan lain yang direkomendasikan oleh salvarado (1986)


dengan mengunakan skor klinik yang disebut dengan skor MANTRELS (table
7.10). Skor ini merupakan hasil tabulasi dari migrasi penyebaran nyeri,
anoreksia, mual dan atau muntah, nyeri tekan kuadran bawah kanan,
peningkatan suhu tubuh, lekositosis dan perubahan sel darah putih.

Sistem skor klinik ini lebih atraktif karena sangat mudah dalam
menentukan diagnosis apendisitis. Walaupun pemeriksaan skor ini merupakan
kopetensi medis, tetapi dengan ikut serta mengetahui pemeriksaan ini, perawat
dapat melakukan peran kolaboratif dalam menentukan intervensi lainnya.

18
Studidari McKay (2007) dengan mengunakan skor MATRELS pada
pasien apendisitis menyebutkan skor ≤ 3 memiliki insidensi 3,6% apendisitis,
skor 4-6 insidensi 32% apendisitis, skor 7-10 insidensi 8% apendisitis.

Pengkajian diagnostic padaapendisitis yang diperlukan, meliputi


pemeriksaan laboratorium, USG, dan CT scan.

a) Hitung sel darah komplit


Padapemeriksaandarahlengkapditemukanjumlahleukositantara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrophil di atas 75%.
b) C-Reactive Protein (CRP)
CRP adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari
infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar
CRP.
c) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks.

19
Gambar 7.10
USG apendiks. Kiri: sonogram secara sagittal menggambarkan
inflamasi apendiks. Kanan: kompresi transabdominal secara
transversal didapatkan akumulasi cairan dari apendisitis (Abou-Nukta
F, Bakhos C, Arroyo K, et al, 2006).
d) Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan
adanya kemungkinan perforasi (Rao, 1999).

Gambar 7.11
CT Scan menggambarkan penipisan dinding apendiks (Raom PM,
Rhea JT, Rattner DW, et al, 1999).

20
2.8 Komplikasi
Yang paling sering adalah :
a. Perforasi
Insidens perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering terjadi pada usia
muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 9% pada anak-anak di bawah
2 tahun antara 40-75% kasus usia di atas 60 tahun ke atas. Perforasi jarang
timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat
tajam sesudah 24 jam.
Perforasi terjadi 70% ada kasus dengan peningkatan suku 39,5˚C tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat
perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan panas
tinggi 39˚C-40˚C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang relatif
jarang.
1. Tromboflebitis supuratif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal.
2. Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain.
3. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
2.9 Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendiksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendiksitis ataupun
peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen
dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit

21
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2. Antibiotik
Apendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali apendiksitis ganggrenosa atau apendiksitis perporsi. Penundaan
tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perporsi.
b. Operasi
1. Apendiktomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perporasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik.
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
4. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan,
angkat sonde lambung bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu
pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan
untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan
pasien di peroleh pulang (Mansjoer, 2003).

22
ASUHAN KEPERAWATAN

2.10 Pengkajian
a. Identitas klien
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Agama
4. Suku atau bangsa
5. Status
6. Pendidikan
7. Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien

c. Riwayat :
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan
apendiksitis meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan
riwayat medik lainnya, pemberian barium baik lewat mulut/rektal,
riwayat diit terutama makanan yang berserat.
Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama : Pasien biasanya mengeluh nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di
pusat atau di epigastrium dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Selain mengeluh nyeri pada daerah
epigastrium, keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa
mual dan muntah, panas.

23
c. Riwayat kesehatan masa lalu : Biasanya berhubungan dengan
masalah kesehatan klien sekarang, bisa juga penyakit ini sudah
pernah dialami oleh pasien sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya penyakit apendiksitis ini
bukan merupakan penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga
ada yang pernah mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami
pasien sebelumnya.
d. Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual
1. Pola nutrisi dan metabolism : nutrisi kurang dikarenakan adanya mual
muntah yang dirasakan oleh pasien
2. Pola eliminasi : kontipasi
3. Pola aktivitas dan latihan : aktivitas kurang
4. Pola istirahat tidur : kurang dikarenakn adanya nyri yang dapat
menggu istirahat tidur pasien
5. Pola mekanisme koping : pasien tampak gelisah
6. Pola persepsi diri dan konsep diri : paien kurang percayadiri
7. pemeriksaan fisik
a. keadaan umum
klien tampak sakit ringan atau sedang atau berat, berat badan
sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat
b. sirkulasi : klien mungkin takikardia. respirasi : takipnea,
pernapasan dangkal.
c. aktivitas atau istirahat : malaise. eliminasi konstipasi pada awitan
awal, dan diare kadang-kadang.
d. distensi abdomen, nyeri tekan atau nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
e. nyeri atau kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik mc.
bumey, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. nyeri pada kaudran kanan bawah karena pasisi ekstensi

24
kaki kanan atau posisi duduk tegak. keamanan demam biasanya
rendah.
f. data psikologis klien Nampak glisah. ada perubahan denyut nadi
dan pernapasan. ada prasaan takut, penampilan yang tidak tenang
.

Data Subyektif

Sebelum operasi

1) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah


2) Mual, muntah, kembung
3) Tidak nafsu makan, demam
4) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
5) Diare atau konstipasi

Sesudah operasi

1) Nyeri daerah operasi


2) Lemas
3) Haus
4) Mual, kembung
5) Pusing

Data Obyektif

Sebelum operasi

1) Nyeri tekan di titik Mc. Berney


2) Spasme otot
3) Takikardi, takipnea
4) Pucat, gelisah
5) Bising usus berkurang atau tidak ada
6) Demam 38-38,5˚C

25
Sesudah operasi

1) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen


2) Terpasang infus
3) Terdapat drain/pipa lambung
4) Bising usus berkurang
5) Selaput mukosa mulut kering

Pemeriksaan Laboratorium

1) Leukosit : 10.000 – 18.000/mm3


2) Netrofil meningkat 75%
3) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi
(jumlah sel dalam darah)

Data Pemeriksaan Diagnostik

1) Radiologi : Foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup.


2) Barium enema : Apendiks terisi barium hanya sebagian.
2.11 Diagnosa
a. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan apen-diks.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
2.12 Intervensi keperawatan
No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA
KEPERAWATAN TINDAKAN
1 Nyeri abdomen Setelah dilakukan 1. Kaji tanda vital
berhubungan dengan intervensi keperawatan 2. Kaji keluhan nyeri,
obstruksi dan peradanagn Selma 3x 24 jam tentukan lokasi ,
apendiks diharapkan nyeri jenis dan intensitas
berkurang. nyeri. Ukur dengan
Criteria : skala 1-10.

26
1. Klien 3. Jelaskan penyebab
mengungkapkan rasa sakit, cara
rasa nyeri berkurang mengurangi.
2. Wajah dan posisi 4. Beri posisi ½
tubuh tampak rileks duduk untuk
3. Skala nyeri mengurangi
berkurang 1-3 penyebaran infeksi
4. Ttv dalam btas pada abdomen.
normal 5. Anjurkan tehnik
rileksasi
6. Kompres es pada
daerah sakit untuk
mengurangi nyeri.
7. Anjurkan klien
untuk tidur pada
posisi nyaman
(miring dengan
menekuk lutut
kanan)
8. Puasa makan
minum bila
dilakukan
tindakan.
9. Ciptakan
lingkungan yang
tenang
10. Laksanakan
program medic
11. Pantau efek

27
trapeutik dan non
trapeutik dari
pemberian
analgetik
2 Resiko kekurangan Setelah diberikan 1. Observasi tanda
volume cairan intervensi keperawatan vital setiap 4 jam
berhubungan dengan 3x 24 jam diharapkan 2. Observasi cairan
mual, muntah, anoreksia cairan dan elektrolit yang keluar dan
dalam keadaan seimbang. masuk
1. Turgor kulit baik 3. Jauhkan mkanan/
2. Cairan yang bau bauan yang
keluar dan masuk merangsang maual
seimbang atau muntah.
3. BB stabil 4. Kolaborasi
pemasangan infuse
dan pipa lambung

2.13 Implementasi
Pada data analisa/assessment kita dapat menuliskan beberapa poin-poin
seperti dibawah ini:
1. Pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah
keluhan/mencapai tujuan pasien
2. Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak
dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien
3. Pilihan pasien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses
ini
4. Apabila kondisi pasien berubah, implementasi mungkin juga harus
berubah /disesuaikan.
2.14 Evaluasi

28
Pada data analisa/assessment kita dapat menuliskan beberapa poin-poin
sperti dibawah ini:
1. Tafsirkan dari hasil tindakan yang telah diambil adalah penting
untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan
2. Analisa dari hasil yang dicapai menjadi focus dari penilaian
ketepatan tindakan.
3. Kalau criteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi
dasar untuk mengembangkan tindakan alternative sehingga dapat
mencapai tujuan.

29
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Apendiksitis adalah meruapkan salah satu penyakit saluran pencernaan yang
paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan abdomen
yang akut (acu abdomen). Apendiktomy adalah pengangkatan apendiks
terinflamasi dapat dilakukan pada pasien dengan menggunakan pendekatan
endoskopi, namun adanya perlengkapan multiple posisi retroperitoneal dari
apendiks atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan. Apendictomy adalah
pengankatan secara bedah apendiks vermiformis.

3.2 SARAN
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah
ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur
lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.

30
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI

Wikilson. Judith M. 2016. Diagnosa Keperawatan : Diagnosa Nanda-1, Intervensi


Nic, Hasil Noc, Ed.10. Jakarta :EGC

Nurarif amin huda& kusuma hardhi. 2015.afliaksi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnose medis & nanda jilid 1. Jogjakarta: mediaction

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : nuha medika

Wijaya andra safitri & putrid yessie mariza.2013.KMB 1 Keperawatan Medical


Bedah. Yogyakarta : nuha medica

31

Anda mungkin juga menyukai