Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri dan pegawai

pemerintah dengan perjanjian kontrak kerja yang bekerja pada instansi

pemerintah. Pegawai ASN melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh

pejabat Pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, memberikan pelayanan publik yang professional dan berkualitas dan

mempererat persatuan dan kesatuan NKRI.

Setelah disahkannya Undang-undang (UU) ASN aparatur Negara memiliki

kekuatan dan kemampuan professional kelas dunia, berintegritas tinggi non

parsial dalam melaksanakan tugas, berbudaya kerja tinggi non parsial dan

kesejahteraan tinggi, serta dipercaya publik dengan dukungan Sumber Daya

Manusia.

Peraturan baru tentang ASN tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 sudah

secara implisit menghendaki bahwa ASN yang umum disebut sebagai birokrasi

bukan sekedar merujuk kepada jenis pekerjaan tetapi merujuk kepada sebuah

profesi pelayanan public, maka dari itu sebagai ASN perlu membuat rancangan

aktualisasi terutama di bidang Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di

rumahsakit dan fasilitas medis lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula

penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode

pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu

dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi


maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri

dan lain sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis/klinik maupun

rumah sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern”

keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program patient safety.

Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan

kesehatan kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa

sumber “best practices” yang berlaku secara Internasional, seperti National

Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), the Centers for Disease

Control (CDC), the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), the

US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya. Data tahun 1988, 4%

pekerja di USA adalah petugas medis. Dari laporan yang dibuat oleh The National

Safety Council (NSC), 41% petugas medis mengalami absenteism yang

diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar

dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Survei yangdilakukan terhadap 165

laboratorium klinis di Minnesota memperlihatkan bahwa injury yang terbanyak

adalah needle sticks injury (63%) diikuti oleh kejadian lain seperti luka dan tergores

(21%).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kembali melakukan gebrakan

regulasi dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Regulasi dengan nama

“Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit” resmi diundangkan pada 5

Januari 2017 lalu. Regulasi ini sekaligus mencabut Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan


Kerja di Rumah Sakit. Permenkes No.66 Tahun 2016 memuat panduan yang

sangat komprehensif dalam penerapan Sistem Manajemen K3 di rumah sakit.

Regulasi ini diwajibkan kepada rumah sakit yaitu yang melaksanakan rawat jalan,

rawat inap dan pelayanan gawat darurat. Regulasi ini tidak hanya fokus kepada

pasien (patient safety) tapi juga ke seluruh manusia yang ada di rumah sakit

seperti sumber daya manusia rumah sakit (pekerja) serta pengunjung. Permenkes

66 Tahun 2016 berfokus pada penerapan yang 8 rencana K3RS yang meliputi:

1. manajemen risiko K3RS;

2. keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;

3. pelayanan Kesehatan Kerja;

4. pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan

dan Kesehatan Kerja;

5. pencegahan dan pengendalian kebakaran;

6. pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan

Kesehatan Kerja;

7. pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan

Kerja; dan

8. kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

Bagi praktis keselamatan dan kesehatan kerja, Permenkes 66 Tahun 2016

bisa menjadi sebuah peluang baru mengingat bahwa setiap rumah sakit harus

memiliki unit kerja fungsional K3RS dan harus dipimpin oleh orang yang memiliki

kualifikasi di bidang K3 sebagaimana disebut dalam Pasal 26 ayat (1):


“Pimpinan unit kerja fungsional K3RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

harus tenaga kesehatan dengan kualifikasi paling rendah S1 bidang keselamatan

dan Kesehatan Kerja, atau tenaga kesehatan lain dengan kualifikasi paling rendah

S1 yang memiliki kompetensi di bidang K3RS. “

B. Tujuan Aktualisasi Nilai – nilai Dasar Profesi

Kegiatan aktualisasi bertujuan membentuk ASN yang profesional yakni

seorang ASN yang mampu menerapkan nilai – nilai dasar profesi Pegawai Negeri

Sipil dalam lingkungan kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta latar

belakang pendidikan masing-masing. nilai- nilai dasar profesi ASN yang perlu

diterapkan yaitu Akuntabilitas, Nasionanalisme, Etika publik, Komitmen Mutu, dan

Anti Korupsi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada individu, keluarga

dan kelompok sesuai tugas dan fungsi sebagai K3 RS di Rumah Sakit Umum

Daerah Puruk CAhu.

C. Manfaat Aktualisasi

Manfaat dari kegiatan aktualisasi ini agar peserta pelatihan dasar golongan III

diharapkan mampu menerapkan nilai-nilai dasar profesi PNS di tempat tugas

masing-masing

D. Ruang lingkup

Ruang lingkup dari kegiatan aktualisasi ini adalah penerapan nilai-nilai dasar

Akuntabilitas, Nasionalisme, etika Publik, komitmen Mutu, dan Anti Korupsi pada

pelayanan kesehatan serta melakukan kegiatan yang berhubungan dengan

aktivitas K3RS sesuai dengan tugas dan fungsi saya sebagai pelaksana K3RS di

wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Puruk Cahu

Anda mungkin juga menyukai