Pendidikan Karakter Bangsa Disekolah Melalui Pembiasaan Ala Bisa Karena Biasa
Pendidikan Karakter Bangsa Disekolah Melalui Pembiasaan Ala Bisa Karena Biasa
makes perfect merupakan dua ungkapan dari dua bahasa yang berbeda tetapi memiliki nuansa
makna yang mirip. Keduanya memiliki paradigma bahwa suatu tindakan akan teraplikasi dengan
baik ketika tindakan itu dijadikan suatu kebiasaan. Kebiasaan akan menjadi hal yang baik ketika
dipandu dan diarahkan dengan benar. Sekolah saat ini mengemban tugas mulia yaitu tidak hanya
mendidik para muridnya hardskill tetapi juga softkill. Paradigma pembelajaran yang sebelumnya
lebih menekankan pada apa yang perlu dipelajari murid telah beralih pada bagaimana belajar.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran karakter, khususnya karakter bangsa, pembiasaan
merupakan cara yang dinilai efektif dan efisien bagi para murid. Dengan menerapkan
pembiasaan yang dilihat dan ditiru dari sekolah, terutama para guru, murid akan langsung
memahami dan menilai karakter yang baik dan benar. Guru merupakan agen perubahan dan
dalam hal pembelajran karakter, guru terletak pada garis depan dan oleh karenanya guru
diharapkan dapat menjadi role model bagi para muridnya. pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan
biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing)”, akan tetapi juga
“merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling)”, dan “perilaku yang baik (moral
action)”.
Kata kunci: kebiasaan, karakter, pendidikan karakter.
PENDAHULUAN
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan untuk
mengembangkan pendidikan nasional di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan,
“Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan dapat
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia
Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan
tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa di sekolah, dengan berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945 dan kebudayaan kebangsaan
Indonesia.
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang
saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat
kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa;
ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011).
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana
diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan
kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan
karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu
“mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila” (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa: Puskurbuk,
Januari 2011).
Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memprihatikan.
Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan mainstream untuk
berperilaku jujur, karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi
pekerti sebatas teks dan kurang dipersiapkan pada murid untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan
yang kontradiktif. Bahkan, fenomena lahirnya praktek korupsi juga berawal dari kegagalan 2 dunia
pendidikan dalam menjalannya fungsinya , ditandai dengan gejala tereduksinya moralitas dan nurani
sebagian dari kalangan akademisi. Banyak bukti menunjukkan masih tingginya angka kebocoran di
institusi terkait, pengkatrolan nilai oleh guru, plagiatisme naskah-naskah skripsi dan tesis, menjamurnya
budaya nyontek para murid, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya. Di sisi lain, praktek pendidikan
Indonesia cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif sedangkan aspek soft skils atau
nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan
cenderung diabaikan. (Raka, 2006 dalam Astuti, 2010)
Memudarnya karakter manusia di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya “kesenangan‟ dari
sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi-aksi yang berdampak merusak atau
menghancurkan diri bangsa kita sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain bekerja keras
mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing negaranya, sebagian dari warga di
Indonesia malah dengan bersemangat memakai energi masyarakat untuk mencabik-cabik dirinya
sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau
pandangan dengan menggunakan kekerasan, yang secara sistematik mengobarkan kebencian untuk
memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah dua bentuk dari
kegiatan merusak diri sendiri, seperti halnya ; kasus Trisakti , kasus “Koja Priok”. Hal ini terjadi karena
makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh
kembang bersama, secara damai dalam kebhinekaan (Raka, 2007:2 dalam Astuti 2010).
Fenomena lain yang menunjukkan krisis karakter adalah sikap mental yang memandang bahwa
kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan menadahkan tangan dan
dengan menuntut ke kiri dan ke kanan. Lebih lanjut, dijelaskan oleh Gede Raka , bahwa kebiasaan
menimpakan kesalahan kepada orang lain, merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan.
Hal ini bukan kekuatan, namun kelemahan. (Raka,2007:2 dalam Astuti, 2010).
Haruslah diyakini bahwa tidak perlu ada keraguan dari seluruh komponen bangsa tentang
perlunya pembangunan bangsa dan karakter yang oleh Ir Soekarno, Presiden RI Pertama
ditemakan dengan nation and character building karena secara konstitusional komitmen
berbangsa dan bernegara Indonesia telah dengan tegas dinyatakan dalam keempat alinea
Pembukaan UUD 1945. Komitmen tersebut merupakan kristalisasi dari semangat kebangsaan
yang secara historis mengkristal dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928, yang berpuncak dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945. Karena itu kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa yang
dirasakan menghawatirkan saat ini, dan prospek bangsa dan negara Indonesia di masa depan,
sangatlah beralasan. Pelbagai diskusi, seminar, sarasehan, simposium dan sejenisnya yang saat
ini marak di seluruh wilayah Indonesia, merupakan indikator yang kuat bahwa seluruh
komponen bangsa memiliki komitmen kebangsaan yang sangat kuat. Namun demikian
diperlukan adanya kebijakan nasional yang komprehensif, koheren, dan berkelanjutan.
(Winataputra, 2010)
Seperti dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (Republik
Indonesia,2010:1), situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut,
mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter
bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus utama pembangunan nasional.
Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk
memberi dampak positif terhadap pengembangan karaker. Mengenai hal tersebut secara
konstitusional sesungguhnya sudah tercermin dari misi pembangunan nasional yang
memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi
pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007),
yaitu “...terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral
berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat
Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.”
Oleh karena itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi
yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan tersebut sangat luas
karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan “...pengembangan seluruh aspek
potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-
dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial
dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi
penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak
terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan
dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Selanjutnya, ditegaskan bahwa pembangunan
karakter bangsa harus difokuskan pada “...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan
memperkuat jati diri bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan
bangsa yang bermartabat.”
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara
fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut:
a. Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau
warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan
falsafah hidup Pancasila.
b. Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju,
mandiri, dan sejahtera.
c. Fungsi Penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya
bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Demikian ditegaskan bahwa “...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1) Pengukuhan
Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional
UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4)
Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5)
Penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.”
Sedangkan yang menjadi tujuan (Kebijakan Nasional,2010:5) dari pembangunan karakter
bangsa adaalah “...untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu
mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.” Untuk itu maka Pembangunan Karakter Bangsa disikapi dan diperlakukan sebagai
suatu gerakan nasional yang harus menjadi komitmen seluruh komponen bangsa dengan tema
“...membangun generasi Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.”
Agar tujuan ini dapat tercapai, diperlukan cara dan sepertinya pembiasaan dapat menjadi salah
satu cara yang baik dan efektif dalam mewujudkan tujuan ini. Permasalahannya adalah bagaimana
menerapkan kebiasaan sebagai metode pendidikan karakter bangsa dalam ruang lingkup pendidikan?
PEMBAHASAN
Pernyataan Umum
Tujuan akhir dari semua pendidikan adalah karakter. Sekolah berkontribusi, baik atau buruk,
terhadap karakter dan kepribadian tiap murid. Karena perkembangan karakter merupakan bagian
integral dari pendidikan, maka pendidikan karakter harus menjadi pertimbangan dari guru. Pendidikan
moral tidak dapat sepenuhnya berhasil jika dianggap sebagai mata pelajaran saja yang diajarkan dalam
periode tertentu. Meski bukan menjadi penekanan yang melingkupi seluruh kehidupan dan pekerjaan
sekolah tetapi mendidik karakter murid harus selalu hadir dalam pikiran guru.
Pendidikan karakter memiliki dua tujuan realisasi cita-cita besar yaitu, kesejahteraan sosial dan
pengembangan kepribadian individu. Keduanya saling melengkapi. Perilaku yang berkontribusi pada
kebaikan orang lain akan memberi cara nyata dalam pengembangan kepribadian, dan, sebaliknya,
realisasi kapasitas individu berkontribusi, dalam jangka panjang, pada kualitas total dari kehidupan
kelompok. Untuk menjadi pemandu dan panutan yang efektif dalam pengembangan karakter murid,
guru tidak hanya harus memiliki pandangan dan kemampuan interaksi sosial yang luas dan amanah,
tetapi juaga sensitif terhadap kemungkinan potensi laten murid.
Pengembangan karakter moral yang sehat meliputi:
1. Pengetahuan tentang apa yang benar; kesadaran prinsip moral, dan pelbagai alasan yang mendasari
prinsip moral itu. Ini adalah landasan intelektual.
2. Sikap dan Keinginan yang benar, apresiasi terhadap kualitas karakter yang baik dalam diri sendiri dan
orang lain. Dalam hal ini emosi memainkan peran besar.
3. Kebiasaan berperilaku yang benar.
Karakter ini tercermin dalam tindakan kebiasaan. Apa yang yang ditunjukkan oleh apa yang
dilakukan seseorang. Sikap dan kebiasaan yang benar memberikan motif untuk tindakan yang benar dan
kebiasaan hidup yang terpadu. Pengetahuan saja tidak cukup, begitu pula niat, jika tidak disertai dengan
tindakan yang benar. Murid harus memiliki kesempatan untuk memahami mengapa beberapa tindakan
terkategori baik dan buruk, mereka harus dibantu untuk mengembangkan sikap-sikap emosional untuk
melakukan hal-hal yang baik dalam pelbagai kesempatan yang beragam.
Setiap pendidikan karakter harus mendapat perhatian. Studi di bidang ini mengungkapkan
bahwa sebagian besar masalah perilaku disebabkan karena murid tidak mengerti mengapa hal-hal
tertentu harus dilakukan dan yang lain tidak. Ada kebutuhan besar untuk berdiskusi tentang masalah
perilaku yang timbul dalam pengalaman murid yang akan membantu ke pemahaman yang jelas tentang
isu-isu moral. Diskusi panjang menyiratkan bahwa guru tidak akan mendikte opini, tetapi akan berusaha
untuk merangsang pemikiran dan mengapresiasi murid terkait keputusan yang rasional. Refleksi
lanjutan pada masalah etik berfungsi untuk mempercepat penilaian moral serta untuk memperbaiki
gagasan/pemahaman tertentu yang salah dan sikap yang tidak benar. Murid, pada kenyataannya, sangat
tertarik pada masalah mereka sendiri, dan pemahaman sosial serta kemampuan interaksi sosial guru ke
murid akan sangat mempengaruhi diskusi ini.
Sikap dan Perilaku yang benar merupakan perpaduan antara pemahaman moral yang benar dan
sebagai akibat dari kepuasan yang menyertai tindakan yang benar. Tugas guru dalam hubungan ini
adalah untuk memastikan bahwa kepuasan terjadi. Kepuasan yang muncul secara alami dari tindakan itu
adalah nilai yang jauh lebih besar daripada kepuasan yang berasal dari suatu imbalan. Guru harus
menyadari bahwa insentif seperti tanda bintang dan hadiah hanyalah bersifat sementara sebagai
perangsang agar mereka bersikap benar. Akan tetapi jika keinginan untuk hadiah tetap mendominasi
sebagai motif, itu justru akan menjadi penghalang daripada membantu ke sikap dan karakter yang
benar. Apresiasi karakter yang baik, dulu dan sekarang, sangat diperlukan dalam mengembangkan sikap
dan perilaku yang benar.
Setiap sekolah memberikan kesempatan untuk melaksanakan karakter baik yang dididik. Ini
adalah tugas guru untuk mengatur standar perilaku di sekolah dan tidak akan puas sampai kebiasaan
yang diinginkan menjadi mapan. Dalam bekerja menuju akhir ini, guru harus melakukan penilaian yang
baik kapan menggunakan tekanan otoritas dan kapan menggunakan pendekatan personal. Biasanya,
dengan menunjukkan sikap yang benar dan mengukur sampai standar yang diinginkan, lebih baik puas
dengan hasil kecil tetapi mewakili pertumbuhan karakter yang benar daripada mencapai hasil lebih
besar dengan cara sewenang-wenang. Dalam kasus apapun kebijakan yang konsisten sangat diperlukan.
Seiring tercapainya kebiasaan benar yang diharapkan, prinsip yang terlibat harus sesuai dengan
perkembangan usia murid. Pada saat yang sama murid harus dipimpin untuk melihat penerapan prinsip
ini dalam situasi terkait. Dengan cara ini jumlah terbesar kemungkinan transfer akan tercapai.
Pertumbuhan karakter tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Setiap faktor
dalam sekolah memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter setiap murid. Jika sekolah adalah
tempat untuk mencapai efektivitas maksimum dalam pengembangan karakter, maka kebijakan yang
jelas harus diadopsi untuk tercapainya tujuan ini dan menjadi prinsip koordinasi kerja. Berikut ini adalah
beberapa faktor yang memberikan kontribusi pasti dalam pencapaian karakter yang layak:
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang bertanggung jawab. Kepribadiannya
mempengaruhi seluruh institusi dan memainkan peranan besar dalam menentukan atmosfer moral dan
intelektual. Dengan cara yang tegas tapi ramah, kepala sekolah akan mampu membangun kondisi
sekolah yang kondusif. Dengan kepemimpinan yang demokratis dan bijaksana, kepala sekolah dapat
memandu para staf dan guru dalam merumuskan falsafah pendidikan yang terpadu sehingga berfungsi
dalam kehidupan sekolah. Dengan cara ini kepala sekolah akan berperan dalam memaksimalkan sumber
daya para guru dan stafnya untuk kebaikan para murid. Perkembangan karakter terbaik pada setiap
murid akan menjadi tujuan penting setiap saat. Kepala sekolah adalah kekuatan moral yang terdepan di
sekolah.
2. Guru
Pengaruh guru terhadap karakter murid-muridnya sangatlah jauh jangkauannya. Hal ini
diberikan tidak hanya melalui instruksi yang diberikan di kelas dan hal-hal yang murid lakukan di bawah
arahannya, tetapi guru merupakan sosok baik yang dianggap teladan. Minat, hobi, dan apresiasi guru
dapat menjadi sarana membangkitkan minat, hobi dan apresiasi yang sama pada murid yang berpotensi
menjadi kekuatan dalam kehidupan mereka nantinya. Sepertinya guru harus berpose untuk murid-
muridnya sebagai model, yaitu bahwa guru menerapkan karakter yang dia harapkan akan diterapkan
oleh para muridnya nanti. Selanjutnya, guru harus memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap
kepribadian anak, dan keinginan tulus untuk membentuk karakter murid-muridnya dengan benar.
3. Organisasi dan Manajemen Kelas dan Sekolah
Pengelolaan sekolah memiliki pengaruh pada karakter murid. Sekolah yang dikelola dengan baik
lebih mengedepankan pada bagaimana mendidik para murid untuk mencapai potensi terbaik yang
mereka miliki. Jadwal kelas, tugas guru, dan peraturan sekolah harus dikelola sedemikian rupa untuk
menjamin adanya interaksi terbaik antara guru dan murid dan menghindari gesekan dari rutinitas yang
ada. Sekolah besar atau kecil harus mampu mengembangkan sebuah program yang bervariasi, menarik,
dan mamandu tindakan yang bertanggung jawab. Sekolah harus memastikan bahwa guru memiliki
kesempatan dan tanggung jawab kepada murid mereka baik di dalam ruang kelas dan di luar.
Sistem ujian dan nilai harus mendorong pencapaian terbaik dari setiap murid tanpa memberi
penekanan pada aspek-aspek yang tidak diinginkan seperti seakan-akan sekolah adalah tempat
berkompetisi. Hal ini dapat dicapai dengan menafsirkan hasil kinerja murid tanpa membebani murid
dengan sistem standar nilai dan peringkat.
Organisasi dan manajemen sekolah dan kelas harus membuat ketentuan dengan memberikan
porsi pengelolaan kepada murid. Ini merupakan bentuk kepercayaan dengan secara bertahap
menyerahkan tanggung jawab kepada murid agar murid dapat membuktikan bahwa mereka siap dan
mampu untuk memikul tanggung jawab. Tiap kelas memilih pemimpinnya sendiri sehingga terbiasa
dengan dasar-dasar prosedur demokratis.
4. Kurikulum
Mata pelajaran pada kurikulum dapat mempengaruhi karakter murid setidaknya dalam tiga
cara:
1. Dengan berkontribusi langsung ke pengetahuan, sikap, dan perilaku, seperti pada bidang kesehatan,
kewarganegaraan, dan apresiasi sastra dan seni.
2. Dengan membangkitkan minat baru yang mungkin berpengaruh di kemudian hari.
3. Dengan menghasilkan kualitas seperti ketelitian, ketekunan dalam menghadapi kesulitan, dan
kepuasanketika menguasai/berhasil.
Untuk mewujudkan cara ini, kurikulum secara bijaksana harus memilih mata pelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan peradaban sekarang dan masa depan.
Karena pendidikan karakter harus masuk dalam mata pelajaran yang diberikan kepada murid, berikut
akan disajikan gambaran bagaimana beberapa mata pelajaran dapat membentuk karakter murid.
- Pendidikan Kesehatan
Karakter dan perilaku berhubungan erat dengan kesehatan fisik dan mental. Dalam banyak
kasus, masalah perilaku dapat ditelusuri ke kondisi mental yang terganggu, yang pada gilirannya
mungkin disebabkan karena gangguan fisik serta akumulasi pengalaman yang tidak menyenangkan.
Kesehatan mental sulit untuk dibangun secara sehat dalam tubuh yang tidak sehat. Setiap anak memiliki
hak untuk tumbuh secara normal dengan kesehatan dari tubuh dan pikiran yang kuat dan baik.
Pendidikan kesehatan dapat berperan, dengan bekerjasama dengan rumah dan lembaga kesehatan
masyarakat, dalam menjamin lingkungan sekolah yang sehat, menumbuhkan kebiasaan yang baik dan
membangun pengetahuan dan sikap yang baik. Ini adalah tugas bagi setiap guru dan pihak sekolah pada
umumnya.
- Bahasa dan Sastra
Sastra dan bahasa membuka potensi murid dan memberikan wadah untuk ekspresi diri. Sastra
memberikan cerita yang mewakili kehidupan manusia dan dari mempelajari sastra, muird dapat
mempelajari hikmah dan menambah pemahaman mereka dalam membedakan sikap dan perilaku yang
benar atau salah. Diarahkan dengan benar, mempelajari bahasa dan Sastra akan memberikan kontribusi
pada karakter murid karena murid mengembangkan kemampuan imajinasi mereka dari juga mereka
belajar mengapresiasi pengalaman orang lain sebagai dasar untuk belajar moral.
- Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial, seperti namanya, dimaksudkan untuk memberikan murid pemahaman
tentang kehidupan yang beradab dan sikap sosial yang diinginkan. Agar murid memahami konsepsi
sosial yang lebih luas, murid perlu dipandu memadukan kehidupan sosial pribadi dengan pengetahuan
yang diberikan guru. Sejarah, terutama pada sisi biografi, sangat penting dalam menanamkan sikap
pribadi. Semua studi sosial menekankan pada saling hubungan antar kelompok sosial dan hubungan
antar bangsa.
- Pendidikan Hitung
Kita cenderung berpikir matematika sebagai ilmu yang sangat praktis dengan sedikit hubungan ke
sikap dan perilaku dalam pengertian umum. Tidak ada yang bisa jauh dari kebenaran. Belajar berhitung
memberikan murid konsepsi pertama tentang ketepatan dan keniscayaan. Ini adalah perkenalan
pertama murid ke pandangan alam semesta yang akan dibangun nanti melalui studi matematika lebih
maju dan ilmu lainnya.
- Pendidikan Ilmu Dasar
Pemahaman dasar ilmu ilmiah dan sikap menghormati kualitas benda yang ada di alam, baik
hidup maupun mati, adalah salah satu pendidikan karakter terbesar. Ilmu pengetahuan alam
mengajarkan pelajaran tentang saling ketergantungan antar benda hidup dan mati.
- Seni dan Ketrampilan
Pengaruh seni pada hasil karakter murid merupakan perpaduan dari respon emosi dan hasrat
kegiatan yang dapat mengarah pada kepuasan tanpa batas yang lebih besar dan lebih besar. Dalam seni
ada kesempatan untuk beraktivitas secara kreatif, yang diakui memiliki landasan penting pada
pengembangan karakter.
5. Metode Pengajaran
Metode mengajar terikat dengan bagaimana kelas dikelola. Metode yang mengedepankan banyak
inisiatif dari murid sebagai respon dari arahan guru dan berlimpahnya aktivitas yang bervariasi tidak
hanya menghasilkan hasil belajar yang terbaik, tetapi juga pembentukan karakter yang diinginkan.
Metode seperti sosialisasi, perencanaan dan penerapan diri, tugas projek kelas, harus dipertimbangkan
dengan cermat oleh guru dalam kaitannya dengan efek moral pada murid baik secara kolektif dan
individual.
6. Kegiatan Murid
Kegiatan murid, selain dari instruksi yang diberikan di ruang kelas, memiliki tempat yang sangat penting
di sekolah dasar, terutama dari sudut pandang pendidikan karakter. Sekolah harus memiliki perayaan
untuk menandai peristiwa khusus dan perayaan ini melibatkan murid untuk berpartisipasi, seperti Hari
Peringatan Nasional, Hari Raya Keagamaan dan lainnya. Peristiwa ini melibatkan seluruh sekolah dan
masyarakat juga. Dengan pemikiran dan pertimbangan matang, guru dapat memberikan beberapa
tanggung jawab untuk setiap murid.
Kegiatan rekreasi sekolah, permainan, dan olahraga, memberi guru interaksi yang diperlukan
dengan murid dalam keadaan alami dan membantu untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan yang
diinginkan. Sekolah dapat menjadi "rumah" dan memasukkan setiap murid dalam permainan untuk
memupuk rasa kesetiaan kepada kelompok.
Dalam merencanakan semua kegiatan ini, guru harus mencerminkan karakter yang baik dan
benar. Guru akan menentukan bagaimana kegiatan akan dilakukan dan bagaimana mengapresiasi apa
yang telah dilakukan murid.
7. Disiplin
Cara disiplin ditangani memiliki pengaruh yang sangat besar pada karakter murid. Tujuan pertama
adalah untuk mencegah timbulnya kasus-kasus disiplin. Ketika kondisi sekolah dan kelas baik dan
disesuaikan dengan kemampuan murid, dan ketika suasana sosial ruangan kelas menyenangkan, kasus
disiplin tidak sering terjadi. Disiplin yang baik tergantung juga pada sikap mendorong dan simpatik dan
juga pada humor yang baik dan kontrol diri dari guru.
Ketika kasus disiplin muncul, kontribusi ke pembentukan karakter akan lebih fokus pada
menemukan penyebab kasus disiplin itu, menempatkan tanggung jawab pada anak untuk menemukan
solusi dari kasus itu, dan upaya untuk meningkatkan kesadaran murid untuk membedakan mana yang
baikdan buruk serta mana yang benar dan salah. Guru yang bijaksana akan menangani murid secara
personal dan akan berpikir dalam upaya menanamkan kesadaran disiplin pada murid dibandingkan
memberi hukuman ke murid.
8. Bimbingan ke Murid.
Setiap guru bertanggung jawab membimbing murid secara individual dalam semua hal penting
pendidikan, dengan penekanan khusus dalam pengembangan karakter. Bimbingan adalah fungsi kontinu
dan sangat penting ketika segalanya berjalan lancar dan ketika adanya kesulitan pribadi pada murid.
Murid yang sikap dan perilakunya normal tetap membutuhkan bimbingan dari segi peningkatan
pemahaman kecerdasan sesuai dengan arah pertumbuhan maksimal karakter sifat yang diinginkan. Bagi
murid yang sikap dan kelakuannya tidak wajar, bimbingan tidak harus dianggap sebagai sinonim dengan
disiplin. Kecenderungannya adalah untuk murid yang agresif yang menarik perhatian besar dan
menyerap sebagian besar upaya guru. Dibandingkan dengan murid tipe agresif, murid dengan sifat
resesif perlu mendapat perhatian juga karena meskipun tidak mengganggu rutinitas sekolah, biasanya
mereka memiliki permasalahan lebih karena ketidakmampuan sosial dan emosional mereka dan oleh
karenanya lebih membutuhkan bimbingan. Meskipun guru rata-rata tidak memiliki kemampuan
psikologis untuk menangani kasus-kasus dengan masalah yang lebih sulit, setidaknya guru dapat
memberi perhatiannya kepada murid yang sedang mengalami masalah dan terutama untuk murid yang
introversive.
Guru harus selalu melihat fakta bahwa pendidikan berhubungan dengan individu. Hal ini
diperlukan untuk mempelajari setiap murid secara terus-menerus dan secara hati-hati dan menerapkan
langkah-langkah kalkulatif untuk menghasilkan pengembangan keseluruhan karakter yang terbaik. Guru
yang baik selalu memperlakukan murid mereka dengan pendekatan personal secara langsung.
Tambahkan komentar
LPPSE-DIKDAS-Pendidikan Karakter
Bangsa
Blog ini merupakan laporan mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh
Yayasan LPPSE
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Feb