Anda di halaman 1dari 34

PERBANDINGAN SONOGRAM VESIKA URINARIA DAN URETRA

NORMAL KUCING KAMPUNG (Felis catus) DENGAN TIGA KASUS


GANGGUAN SALURAN URINARIA BAWAH PADA KUCING

AYIP FADIL

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perbandingan Sonogram Vesika


Urinaria dan Uretra Normal Kucing Kampung (Felis catus) dengan Tiga Kasus
Gangguan Saluran Urinaria Bawah pada Kucing adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Ayip Fadil
NIM B04080151
ABSTRAK
AYIP FADIL. Perbandingan Sonogram Vesika Urinaria dan Uretra Normal
Kucing Kampung (Felis catus) dengan Tiga Kasus Gangguan Saluran Urinaria
Bawah pada Kucing. Dibimbing oleh RR. SOESATYORATIH dan DENI
NOVIANA

Tujuan penelitian adalah mendapatkan ketebalan normal dinding VU dan


uretra kucing kampung, kemudian dibandingkan dengan tiga kasus gangguan
saluran urinaria bagian bawah. Penelitian ini menggunakan tiga ekor kucing
kampung yang sehat dan tiga ekor kucing dengan gangguan saluran urinaria
bawah. Ketebalan dinding VU kucing kampung pada sonogram diukur dengan
posisi transduser sagital dan transversal. Kondisi VU yang diamati terdiri atas
beberapa tingkatan volume akuabides yaitu 0, 3, 5, dan 7 ml/kgBB yang
dimasukkan melalui kateter uretra. Hasil pengamatan dibandingkan dengan
ketebalan dinding dan kelainan lain pada tiga kasus gangguan saluran urinaria
bagian bawah. Sonogram VU normal menunjukkan dinding dengan derajat hipo-
hiperekhoik dan lumen anekhoik yang berisi akuabides. Pengukuran dinding VU
pada posisi transduser sagital dan transversal menunjukan penurunan ketebalan
pada setiap peningkatan volume akuabides. Semakin tinggi volume akuabides,
ketebalan dinding VU mengalami sedikit penurunan. Sonogram uretra
menunjukkan dinding hiperekhoik dengan ketebalan dinding cenderung konstan.
Pada tiga kasus ditemukan penebalan dinding VU yang lebih hiperekhoik dengan
derajat ketebalan yang berbeda dan lebih tebal dibandingkan dengan hasil
penelitian. Massa hipoekhoik berupa endapan kristal dan massa padat hiperekhoik
berupa urolit. Kesimpulan penelitian ini VU memiliki ketebalan dinding yang
berbeda-beda tergantung tingkat distensi, sedangkan uretra memiliki ketebalan
yang konstan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding pada kasus
kelainan VU.

Kata kunci: Kucing kampung, tebal dinding VU, ultrasonografi

ABSTRACT

AYIP FADIL. Sonogram Comparison of Normal Urinary Bladder and Urethra


with Three Cases of Lower Urinary Tract Disorders in Cats. Supervised by RR.
SOESATYORATIH and DENI NOVIANA.

The purpose of this study was to determine sonogram of normal urinary


bladder wall thickness and urethra in healthy domestic cats, and then compared
the results with three cases of lower urinary tract disorders in cats. Three healthy
domestic cats and three cats with lower urinary tract disorders were used in this
study. The urinary bladder wall thickness of healthy cats was measured using
ultrasonography equipped with a transducer of 5 MHz. In healthy domestic cats,
examination was performed on sagittal and transversal plane of urinary bladder
filled with aquabidest of volume 0, 3, 5, and 7 ml/kgBW inserted through urethra
catheter. The results were then compared with urinary bladder wall thickness of
three cats with lower urinary tract disorders. The wall of normal urinary bladder
was hypo-hyperechoic and the lumen was anechoic. Futhermore, sonogram of
urinary bladder showed the wall thickness becomes thinner when a larger volume
of aquabidest was inserted into the urinary bladder. The wall of urethra was
hyperechoic and the thickness was relatively constant. In three cases with lower
urinary tract disorders were found uneven thickening and more hyperechoic of
urinary bladder wall compared with results of healthy cats. The crystalsprecipitate
detected as hypoechoic massa nd urolith was detected as hyperechoic solid mass.
In conclusion, the bladder wall thickness depends on the level of distension, while
urethra has aconstant thickness. The result of this study can be used as references
to determine abnormalities in bladder.

Keywords: domestic cats, bladder wall thickness, ultrasound


PERBANDINGAN SONOGRAM VESIKA URINARIA DAN URETRA
NORMAL KUCING KAMPUNG (Felis catus) DENGAN TIGA KASUS
GANGGUAN SALURAN URINARIA BAWAH PADA KUCING

AYIP FADIL

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi: Perbandingan Sonogram Vesika Urinaria dan Uretra Normal
Kucing Kampung (Felis calus) dengan Tiga Kasus Gangguan
Saluran Urinaria Bawah pada Kucing
Nama : Ayip Fadil

NIM : B04080151

Disetujui oleh

drh Rr s~atih'
Pembimbing I
MSi drh Deni Noviana, PhD
Pembimbing II

nggal Lulus: 23 ~UG 2013


Judul Skripsi : Perbandingan Sonogram Vesika Urinaria dan Uretra Normal
Kucing Kampung (Felis catus) dengan Tiga Kasus Gangguan
Saluran Urinaria Bawah pada Kucing
Nama : Ayip Fadil
NIM : B04080151

Disetujui oleh

drh Rr Soesatyoratih, MSi drh Deni Noviana, PhD


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

drh H Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Perbandingan Sonogram Vesika Urinaria dan
Uretra Normal Kucing Kampung (Felis catus) dengan Tiga Kasus Gangguan
Saluran Urinaria Bawah pada Kucing.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh Rr Soesatyoratih, MSi dan
drh Deni Noviana, PhD selaku pembimbing, Ibu Dr Etih Sudarnika, MSi selaku
pembimbing akademik, serta Kementrian Agama RI yang telah memberi beasiswa
melalui program Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). Penulis juga
menyampaikan penghargaan kepada, Pras, Hastin, Rio, Ajeng, Medi, dan Yiyi
yang telah mendukung kelancaran penelitian skripsi ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Ayip Fadil
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kucing Kampung (Felis catus) 2
Anatomi dan Fisiologi Organ Urinari Kucing (Felis catus) 2
Ultrasonografi (USG) 3
Aplikasi USG pada Pemeriksaan Organ Urinari Kucing (Felis catus) 4
Teknik Pengambilan Gambar 4
METODE 5
Tempat dan Waktu 5
Bahan dan Alat 5
Metode Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Pemeriksaan Fisik dan Analisis Darah pada Kucing Kampung (Felis catus)
Sehat 6
Ultrasonografi Vesika Urinaria dan Uretra pada Kucing Kampung Sehat 8
Pengukuran Ketebalan Dinding Vesika Urinaria dan Uretra pada Kucing
Kampung Sehat 10
Kasus 1 – Penebalan Dinding Vesika Urinaria 12
Kasus 2 - Penebalan dinding dan Partikel Kristal Vesika Urinaria 13
Kasus 3 - Urolithiasis dan Cystitis 15
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 21

DAFTAR TABEL

1 Dosis pemberian akuabides ke dalam lumen vesika urinaria 6


2 Hasil pemeriksaan fisik pada kucing kampung sehat 7
3 Hasil analisis darah kucing kampung sehat 7
4 Hasil pengukuran dinding VU kucing kampung sehat posisi transducer
sagital 11
5 Hasil pengukuran dinding VU kucing kampung sehat posisi transducer
transversal 11
6 Hasil pengukuran dinding uretra kucing kampung sehat posisi
transducer sagital 12
7 Hasil pengukuran ketebalan dinding VU kucing kasus pertama 13
8 Hasil pengukuran ketebalan dinding VU pada kasus kedua 14
9 Hasil pengukuran massa yang diduga urolit pada kasus ketiga 15
10 Hasil pengukuran ketebalan dinding VU kucing pada kasus ketiga 16

DAFTAR GAMBAR

1 Sistem urinaria kucing jantan 3


2 Sonogram vesika urinaria kucing kampung sehat posisi transducer
sagital dengan berbagai tingkatan volume akuabides 9
3 Sonogram vesika urinaria kucing kampung sehat posisi transducer
transversal dengan berbagai tingkatan volume akuabides 9
4 Sonogram uretra kucing kampung sehat posisi transducer sagital 10
5 Sonogram vesika urinaria kucing kasus pertama 12
6 Sonogram vesika urinaria kucing kasus kedua 14
7 Sonogram vesika urinaria kucing kasus ketiga 15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Pemeriksaan fisik kucing kampung (Felis catus) sehat 19
2 Lanjutan hasil pemeriksaan fisik kucing kampung (Felis catus) sehat 20
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sistem urinaria pada umumnya memiliki fungsi sebagai pembuangan atau


ekskresi urin. Sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra
(Widodo et al. 2011). Pada kucing, sistem ini sering terganggu akibat penyakit
atau kelainan pada saluran urinaria bagian bawah (Hostutler et al. 2005).
Menurut Carlson (2008), penyakit yang sering terjadi pada saluran urinaria
adalah infeksi bakteri dan virus, trauma, adanya kristal di urin, kalkuli di vesika
urinaria, tumor pada saluran urinaria, dan abnormalitas kongenital. Penyebab
penyakit saluran urinaria sangat bervariasi, seperti kurang minum (dehidrasi),
pakan kotor yang mungkin dapat mengakibatkan infeksi virus, toksin dan faktor
predisposisi lainnya. Menurut Westropp dan Buffington (2004), pakan kering,
sedikit minum secara tidak langsung dapat mengakibatkan terjadinya beberapa
kelainan pada saluran urinaria. Teknik diagnosa yang dapat diaplikasikan pada
kasus ini diantaranya pemeriksaan radiografi, ultrasonografi (USG) dan
uroendoskopi. Noviana et al. (2008) menyatakan bahwa USG lazim digunakan
oleh kedokteran hewan ataupun manusia dalam kegiatan diagnosis penyakit.
Menurut Widmer et al. (2004), USG digunakan untuk mengevaluasi adanya
penyakit-penyakit di saluran urinaria bagian atas seperti ginjal dan ureter serta
saluran urinaria bagian bawah seperti veksika urinaria dan uretra.
Kelemahan USG adalah tidak mampu menggambarkan permukaan mukosa.
Kelemahan tersebut dapat dilengkapi dengan uroendoskopi. Gambaran mukosa
akan terlihat jelas dengan teknik uroendoskopi. Panjang uretra tidak dapat
dievaluasi dengan teknik USG tetapi dapat dievaluasi dengan uroendoskopi
(Hostutler et al. 2005). Metode pencitraan lainnya adalah sinar-x atau radiografi.
Metode ini dapat mendiagnosa kelainan saluran vesika urinaria (VU) dengan
memperhatikan keamanan bagi hewan, manusia, dan lingkungan (Ulum dan
Noviana 2008). Pemeriksaan urin secara fisik dapat ditambahkan sebagai data
penunjang pemeriksaan sistem urinaria (Widodo et al. 2011). Secara keseluruhan,
teknik diagnosa mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing namun
dapat ditunjang dengan teknik diagnosa lainnya (Kamaya et al. 2013).
Morfologi dan ketebalan dinding VU merupakan indikator penting dalam
menentukan diagnosa penyakit pada VU dan uretra. Penelitian terkait dengan
morfologi dan ketebalan dinding VU dan uretra telah dilakukan pada ras-ras
kucing lain (Mannion 2006; Bailliff et al. 2008). Ketebalan dinding VU normal
pada kucing kampung di Indonesia belum diketahui.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ukuran normal ketebalan


dinding vesika urinaria dan ukuran normal ketebalan dinding uretra pada kucing
kampung (Felis catus), serta dibandingkan dengan beberapa kasus kelainan pada
vesika urinaria.
2

Manfaat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding pada kasus berupa


perubahan morfologi dan ketebalan dinding VU kucing khususnya kucing lokal,
sehingga memudahkan intepretasi hasil diagnosis penyakit.

TINJAUAN PUSTAKA

Kucing Kampung (Felis catus)

Kucing adalah salah satu hewan kesayangan yang berkarakter unik. Hewan
ini dipelihara untuk menjadi teman bermain. Kucing kampung adalah salah satu
dari sekian banyak hewan yang dijadikan hewan kesayangan. Kucing jenis ini
mudah dan murah perawatannya serta mudah beradapatasi dengan lingkungan
sekitar. Kucing adalah hewan karnivora kecil yang termasuk dalam famili falidae
dan telah dijinakkan ribuan tahun (Kusumawati dan Sardjana 2006). Kucing
mempunyai tulang yang ramping dan tubuh yang proporsional sehingga dapat
bergerak lincah dan cepat.

Anatomi dan Fisiologi Organ Urinari Kucing (Felis catus)

Sistem urinaria merupakan sistem dengan proses perjalanan penting dalam


pembersihan produk-produk yang tidak berguna dalam tubuh. Proses pembersihan
tersebut meliputi semua produk yang larut dalam darah. Beberapa fungsi dari
sistem ini adalah mengeluarkan semua material yang tidak dibutuhkan oleh tubuh
dan mengeliminasi kelebihan air dalam tubuh (Ramdhany et al. 2012). Widodo et
al. (2011) menyatakan bahwa sistem urinari pada hewan kecil terdiri dari dua
ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra.

Vesika Urinaria
Vesika urinaria (VU) terlihat dan bekerja seperti balon. Vesika urinaria
dilapisi epitel transisional. Epitel ini menyebabkan vesika urinaria memiliki
kemampuan untuk dapat meregang fleksibel apabila terisi urin. Pada kondisi
kosong, lapisan transisional ini terlihat seperti lapisan tebal yang terdiri dari 7-8
lapisan sel, sedangkan dalam keadaan terisi urin epitel yang sama terlihat hanya
terdiri dari dua lapisan sel epitel. Epitel tesebut berfungsi untuk mencegah
kebocoran urin ke jaringan atau organ di bawahnya (Reece 2006).
Vesika urinaria mempunyai dua fungsi utama, yaitu menampung dan
mengeluarkan urin. Proses penampungan urin memerlukan tekanan rendah yang
disertai relaksasi otot selama fase pengisian. Otot polos vesika urinaria disebut
detrusor (Mirone et al. 2007). Pada proses pengeluaran urin diperlukan koordinasi
antara vesika urinaria dengan relaksasi uretra. Penyimpangan fungsi dapat
menyebabkan kelemahan dan pengeluaran urin yang tidak sempurna (Anderson
dan Arner 2004). Kontraksi otot menyebabkan vesika urinaria tertekan dan urin
akan keluar.
3

Leher vesika urinaria merupakan lanjutan kaudal dari vesika urinaria


menuju uretra. Pada leher vesika urinaria terdapat otot halus yang bercampur
dengan banyak jaringan elastis yang berfungsi sebagai otot sphincter internal.
Kontraksi-relaksasi otot sphincter dibawah kontrol kesadaran dan membuka
ketika urinasi (Reece 2006).

Uretra
Uretra adalah lanjutan dari leher vesika urinaria yang berjalan melalui ruang
pelvis menuju lingkaran luar (Reece 2006). Uretra pada hewan jantan mempunyai
dua fungsi. Fungsi pertama yaitu menyalurkan urin dari vesika urinaria keluar
tubuh, sedangkan fungsi kedua uretra terjadi pada proses ejakulasi. Pada proses ini,
aliran urin terhenti sementara. Spermatozoa dari ductus deferens dan sekresi dari
kelenjar prostat memasuki uretra, kemudian dipompa keluar sebagai semen.
Proses ejakulasi merupakan bagian dari sistem genitalia (Yanai et al. 2005).
Uretra betina berjalan secara kaudal di atas lantai pelvis di bawah saluran
reproduksi. Uretra betina relatif pendek menghubungkan vesika urinaria dengan
sphincter uretra eksternal, sedangkan pada jantan relatif lebih panjang. Pada
hewan jantan saluran tersebut melalui kelenjar prostat dan sepanjang penis
sebelum mencapai sphincter eksternal. Sphincter uretra eksternal bekerja di
bawah kesadaran (voluntary) dan terletak di luar vesika urinaria. Sphincter ini
tersusun dari otot rangka yang mengitari uretra (Reece 2006).

Gambar 1 Sistem urinaria kucing jantan (Sumber: Ernest W 2011)

Ultrasonografi (USG)

Menurut Widmer et al. (2004) Ultrasonografi adalah gelombang suara yang


memiliki frekuensi dengan kisaran 2-10 MHz atau lebih dan memiliki frekuensi
yang lebih besar daripada frekuensi suara yang dapat didengar manusia yaitu 20-
20.000 Hz.
4

Derajat kontras dari setiap gambar menunjukan kekuatan refleksi atau echo
yang kembali dari jaringan. Setiap jaringan memiliki derajat resistensi berbeda
untuk dapat dilalui oleh ultrasound yang disebut acoustic impedance (Noviana et
al. 2012).
Alat bantu yang digunakan dalam mentransmisikan gelombang suara
disebut transducer atau probe. Transducer mengandung kristal-kristal yang
dilengkapi dengan piezo-electric. Piezo-electric tersebut berfungsi mengubah
aliran listrik bertegangan tinggi menjadi gelombang suara berfrekuensi tinggi.
Tipe linear array transducer menghasilkan gelombang suara yang membentuk
persegi panjang. Tipe lainnya yaitu sector scanner transducer, menghasilkan
lapang pandang menyerupai kerucut. Tipe terakhir adalah phase array transducer
yang menghasilkan lapang pandang menyerupai kerucut tapi dikeluarkan oleh titik
fokal yang lebih kecil dibandingkan dengan transducer sector biasa (Noviana et al.
2012).
Widmer et al. (2004), menyatakan ada tiga jenis ekhogenisitas yang
digunakan sebagai prinsip dasar sonogram. Ketiga jenis tersebut, yaitu
hyperechoic atau echogenic berekhogenisitas terang (tulang, udara, kolagen, dan
lemak), hypoechoic atau echopoor berekhogenisitas sedang (jaringan lunak), dan
anechoic tidak berekhogenisitas, contohnya cairan.

Aplikasi USG pada Pemeriksaan Organ Urinari Kucing (Felis catus)

Ultrasonografi regio abdominal sangat baik digunakan untuk mengevaluasi


VU tetapi tidak lazim digunakan untuk mengevaluasi kelainan di uretra.
Abdominal ultrasonografi dapat mendeteksi kalkuli kecil di VU, kalkuli yang
tidak dapat dideteksi dengan radiografi, dan massa seperti polip dan neoplasia
(Hostutler et al. 2005).
Radiografi dan ultrasonografi dapat menjelaskan keberadaan dan lokasi dari
urolit pada semua jenis kucing (Fujii et al. 2013). Menurut Widmer et al. (2004),
saluran urinaria sangat mudah diperiksa dengan USG. Pemeriksaan pada saluran
urinaria pada umumnya dilakukan saat gejala klinis teramati atau selama
pemeriksaan USG abdomen rutin (Adin et al. 2011). Ultrasonografi juga
diaplikasikan pada pemeriksaan saluran urinaria bagian atas dan bawah (vesika
urinaria dan uretra). Pada pemeriksaan ultrasonografi regio abdomen kasus cystitis
emfisematousa, dinding VU tergambar hyperechoic dengan banyak artefak
reverberasi dari akumulsi gas dalam VU (Peery 2010).

Teknik Pengambilan Gambar

Vesika urinaria dapat diperiksa pada posisi rebah dorsal atau rebah lateral.
Posisi pemeriksaan standar ini memudahkan aplikasi gel yang dioleskan pada
kulit setelah penentuan titik lokasi pemeriksaan (acoustic window) (Kealy dan
McAllister 2000). Menurut Widmer et al. (2004), vesika urinaria dapat lebih
mudah ditemukan pada arah sagital dengan cara mengorientasikan transducer dan
mendorongnya secara dorsal atau ventral.
5

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik,


Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian juga dilakukan di My Vets Animal Clinic, Kemang, Jakarta Selatan.
Penelitian ini berlangsung selama dua bulan yaitu pada bulan Januari dan Februari
2012.

Bahan dan Alat

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kucing kampung (Felis
catus) sehat berjenis kelamin jantan dengan bobot badan (BB) 3.2-4.2 kg dan
berjumlah 3 ekor. Semua kucing dipelihara dalam kandang individu di area
perkandangan kampus.
Penelitian ini juga melakukan pengamatan terhadap tiga ekor kucing yang
didiagnosa memiliki kelainan pada daerah saluran urinaria bagian bawah.
Ketiganya adalah pasien My Vets Animal Clinic, Kemang, Jakarta Selatan.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah gel USG, tissue,
pakan kucing, air, antelmintik zypiran plus® dengan zat aktif praziquantel 50 mg,
pyrantel 50 mg, dan febantel 50 mg. Bahan lainnya adalah alkohol 70%, preparat
atropine sulfat dengan dosis sediaan 0.25 mg/ml, ketamine 10%, xylazine 2% dan
aquabides. Aquabides digunakan sebagai cairan pengganti urin yang dikosongkan
dengan menggunakan kateter.
Alat yang digunakan adalah kandang kucing, alat USG (Sonodop X8), linier
array transducer frekuensi 5.3-10 MHz, gunting, kateter, syringe 10 ml dan 20 ml
dan alas hewan. Alat pendukung berikutnya adalah USB flash disk dan video
recorder untuk menyimpan data, kamera digital untuk mendokumentasikan hasil
percobaan dan printer.

Metode Penelitian

Persiapan Hewan
Aklimatisasi kucing kampung sehat berlangsung selama satu bulan dengan
pemberian antelmintik zypiran plus® (1 tablet/10 kg BB). Pemeriksaan fisik
dilakukan pada kucing dan dilanjutkan dengan pengambilan darah untuk
pemeriksaan hematologi serta kimia darah. Hasil pemeriksaan fisik dan darah
dianalisis untuk menentukan status kesehatan kucing sehingga layak mendapatkan
perlakuaan selanjutnya.
Kucing kemudian diberikan pramedikasi atropine sulfat (0.25 mg/ml)
dengan dosis pemberian 0.025 mg/kg BB per injeksi subkutan. Xylazine 2% (2
mg/kg BB) dan ketamine 10% (10 mg/kg BB) dan diberikan perinjeksi
intramuskular sebagai kombinasi sedatikum dan anastetikum sepuluh menit
setelah pemberian preparat premedikasi. Hewan yang telah terbius dipersiapkan
untuk pemeriksaan USG.
6

Pengambilan Gambar
Kucing yang telah teranastesi diposisikan rebah dorsal. Pencukuran rambut
dilakukan sebelum pengambilan gambar USG vesika urinaria. Daerah abdomen
bagian ventral dari umbilikal sampai rongga pelvis dicukur bersih dan kemudian
diberikan gel ultrasound. Transducer diletakkan pada posisi sagital dan
transversal pada daerah yang sudah diberikan gel agar kontak antara transducer
dengan jaringan dapat optimal. Pengambilan gambar USG awal dilakukan untuk
memastikan VU dalam kondisi baik.
Vesika urinaria dikosongkan dengan menggunakan kateter, kemudian
akuabides dimasukkan ke dalam VU dengan volume bertingkat melalui kateter.
Volume yang diberikan disajikan pada tabel 1. Tindakan selanjutnya adalah
pengambilan gambar sonogram VU dan uretra dengan teknik pencitraan USG.
Tabel 1 Dosis pemberian akuabides ke dalam lumen vesika urinaria kucing
kampung sehat
Volume Pemberian Akuabides (ml)
No. Kucing BB (kg)
Vu0 Vu3 Vu5 Vu7
K-1 3.0 0 9.0 15.0 21.0
K-2 3.2 0 9.6 16.0 22.4
K-3 4.2 0 12.6 21.0 29.4
Keterangan: Vu0 = 0 ml/kg BB, Vu3 = 3 ml/kg BB, Vu5= 5 ml/kg BB, Vu7= 7 ml/kg BB

Interpretasi Sonogram
Data-data sonogram yang didapat dari hasil pemeriksaan ultrasonografi
(USG) langsung diamati segera (real time). Pengamatan ditinjau dari bentuk,
ukuran, letak, dan ekhogenesitas. MacBiophotoni ImageJ adalah aplikasi piranti
lunak komputer yang digunakan untuk mengukur ketebalan dinding VU, uretra
dan sonogram lain yang terlihat di saluran urinari bawah. Pengukuran dilakukan
beberapa kali dan dan kemudian diamati. Setelah dilakukan pengamatan dan
pengukuran, setiap sonogram diinterpretasikan dengan membahas hasil dan akan
dibandingkan dengan literatur yang ada. Hasil yang telah dibahas akan
dibandingkan dengan kasus VU pada tiga ekor kucing pasien My Vets Animal
Clinic, Kemang, Jakarta yang juga diukur ekhogenisitas dan ketebalan dinding
VU.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik dan Analisis Darah pada Kucing Kampung (Felis catus)
Sehat

Pemeriksaan fisik kucing dilakukan untuk mendapatkan data awal kesehatan


fisik kucing. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengamati beberapa parameter.
Parameter yang diperiksa adalah suhu tubuh, frekuensi pulsus, dan frekuensi nafas.
Beberapa kondisi fisik lain seperti pemeriksaan mata, kulit, telinga, mulut dan
keadaan umum hewan juga dijadikan criteria penentuan kesehatan fisik (Lampiran
1).
7

Tabel 2 Hasil pemeriksaan fisik pada kucing kampung sehat


Parameter
No.
Frekuensi
Kucing BB Fekuensi Nafas
Pulsus Suhu (˚C)
(kg) (Kali/Menit)
(Kali/Menit)
K-1 3.0 114.0 36.0 38.0
K-2 3.2 100.0 44.0 38.2
K-3 4.2 99.0 60.0 38.5
Rata-rata 3.4 104.3 46.7 38.2
**
Literatur 90-120 26-48* 38.0-39.3*
* Widodo et al. 2011), **Birchard dan Sherding (2006)

Kucing yang digunakan pada penelitian ini berjumlah tiga ekor dengan jenis
kelamin jantan dan rata-rata bobot badan (BB) 3.4 kg. Hasil pemeriksaan fisik
yang dilakukan menunjukkan kondisi yang normal seperti kondisi umum mukosa
mulut yang berwarna merah muda, membrana niktitan pada mata yang
tersembunyi dan respon pendengaran yang baik. Frekuensi pulsus, nafas, dan suhu
tubuh hewan disajikan pada table 2.
Tabel 2 menunjukkan data pengukuran suhu seluruh kucing memiliki nilai
antara 38.0-38.5 ˚C. Angka ini berada pada kisaran normal yaitu 38.0-39.3˚C
(Widodo et al. 2011). Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh hewan.
Beberapa faktor seperti ventilasi, suhu sekeliling hewan, usia dan ukuran tubuh
juga sangat mempengaruhi perubahan suhu (Widodo et al. 2011).
Hasil perhitungan yang didapat menunjukkan bahwa frekuensi nafas kucing
memiliki nilai antara 36-60 kali/menit dan nilai frekuensi pulsus yaitu antara 99-
114 kali/menit. Nilai frekuensi nafas normal yaitu 26-48 kali/menit (Widodo et al.
2011) dan nilai frekuensi pulsus normal yaitu 90-120 kali/menit (Birchard dan
Sherding 2006). Hasil penghitungan yang didapat menunjukkan bahwa frekuensi
nafas dan pulsus kucing berada pada kisaran normal kecuali pada K-3 yang
memiliki frekuensi nafas di atas normal yaitu 60 kali/menit. Faktor stres menjadi
alasan meningkatnya frekuensi nafas (Widodo et al. 2011).

Tabel 3 Hasil analisis darah kucing kampung sehat


No Kucing Rata-rata Normal Satuan
Parameter
1 2 3
Hematologi
Hemoglobin (Hb) 11.6 12.6 13.3 12.50 8.5-16* g/dL
Leukosit 9600.0 9200.0 10000.0 9600.00 5500-19500* ribu/µL
Trombosit 124.0 208.0 251.0 194.33 200-377** ribu/µL
Eritrosit 3.9 4.1 4.8 4.27 5.0-10.0* juta/µL
Kimia Klinik
Ureum 23 18 24 21.67 15-33* mg/dL
Kreatinin 0.9 0.6 0.9 0.80 0.7-1.8* mg/dL
SGOT (AST) 36 18 40 31.33 15-36* IU/L
SGPT (ALT) 57 16 70 47.67 15-75* IU/L
* **
Thrall et al (2005), Jain NC. (1993)
Keterangan: g = gram; dL = desiliter; µL = mikroliter; SGOT = Serum Glutamat
Oksaloasetat Transaminase; SGPT = Serum Glutamat Piruvat Transaminase.
8

Tabel 3 menampilkan hasil analisis darah yang secara umum berada pada
kisaran normal. Pemeriksaan hematologi darah menunjukkan nilai hemoglobin
(Hb) antara 11.6-13.3 g/dL, nilai leukosit 9,200-10,000 ribu/µL, nilai trombosit
124-251 ribu/µL dan eritrosit darah 3.9-4.8 juta/µL. Menurut Thrall et al. (2005)
dan Jain (1993) nilai normal Hb yaitu 8.5-16 g/dL, leukosit 5500-19500 ribu/ µL,
trombosit 200-377 ribu/µL dan eritrosit 5.0-10.0 juta/µL, sehingga hasil
pemeriksaan hematologi darah kucing menunjukkan nilai normal.
Nilai normal juga ditunjukkan pada analisis kimia klinis darah kucing. Hasil
pemeriksaan parameter darah ureum dan kreatinin pada ketiga ekor kucing
mempunyai nilai 18-24 mg/dL dan 0.6-0.9 mg/dL. Menurut Thrall et al. (2005),
nilai normal ureum yaitu 15-33 mg/dL dan kreatinin 0.7-1.8 mg/dL, sehingga
hasil pemeriksaan ureum dan kreatinin kucing menunjukkan hasil normal.
Pemeriksaan Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum
Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) darah kucing menunjukkan nilai normal
kecuali pada SGOT K-3 yang memiliki nilai di atas normal yaitu 40 IU/L. Nilai
normal SGOT dan SGPT, yaitu 15-36 IU/L dan 15-75 IU/L (Thrall et al. 2005).
Kenaikan SGOT K-3 tidak signifikan sehingga tidak merubah status kucing yang
sehat klinis.

Ultrasonografi Vesika Urinaria dan Uretra pada Kucing Kampung Sehat

Sonogram pada setiap derajat distensi VU posisi transducer sagital


ditampilkan pada gambar 2. Pengambilan sonogram VU dan uretra dilihat dari
dua sudut pencitraan yang berbeda yaitu posisi transducer sagital dan posisi
transversal.
Pada posisi transducer sagital, sonogram VU terlihat seperti balon hitam
anekhoik karena berisi cairan. Dinding VU terlihat hipo-hiperekoik karena
tersusun dari empat lapisan yang berbeda sifat ekhogenisitasnya sehingga dapat
merefleksikan echo hasil pantulan dari ultrasound pulse dari transducer (Noviana
et al. 2012). Lapisan paling dekat dengan lumen yaitu mukosa bersifat hipoekhoik,
submukosa (hiperokhoik), muskularis mukosa (hipoekhoik) dan serosa yang
bersifat hiperekhoik (Penninck dan d’Anjou 2008). Pada dasarnya, cairan tidak
memiliki ekhogenisitas, namun sering ditemukan sebaran irregular titik-titik
hipoekhoik yang merupakan mineral dari tubuh yang akan dibuang (Gambar 1C).
Menurut Mannion (2006), dugaan lain titik-titik hipoekhoik adalah keberadaan
corpuscular echoes yaitu unsur padat darah yang melayang di lumen VU kadang-
kadang ditemukan pada kucing yang tidak menderita kelainan di saluran
urinarinya. Gambaran hiperekhoik juga terlihat disekitar luar dinding VU yang
diindikasikan sebagai lemak viseral.
Posisi sagital dari transducer dapat mencitrakan distensi VU yang relatif
berubah-rubah. Perubahan tersebut tergantung pada volume cairan pada lumen
VU sehingga akan mempengaruhi ketebalan dinding VU itu sendiri. Pengambilan
gambar yang kurang sempurna dapat mengakibatkan terbentuknya pseudoslude
atau timbunan palsu (Penninck dan d’Anjou 2008). Timbunan palsu yang
terbentuk pada dinding terjadi akibat refleksi gelombang USG yang ditimbulkan
oleh dinding dalam VU (Gambar 2B,C,D). Kolon yang berisi feses juga terlihat.
Pada hasil pengamatan ini juga terlihat gambaran uretra. Hal ini disebabkan oleh
9

distensi pada VU yang mengakibatkan lumen dan dinding uretra lebih jelas
(Gambar 2B).

Gambar 2 Sonogram vesika urinaria (VU) kucing kampung sehat posisi


transducer sagital dengan berbagai tingkatan volume akuabides. (A)
Sonogram Vu0 (0 mL/KgBB). (B) Sonogram Vu3 (3 mL/KgBB). (C)
Sonogram Vu5 (5 mL/KgBB). (D) Sonogram Vu7 (7 mL/KgBB). (1)
Uretra dengan dinding hiperekhoik. (2) Cairan dalam VU yang terlihat
anekhoik. Timbunan palsu dengan ekhogenisitas hipoekhoik terlihat di
bagian bawah lumen VU. (3) Dinding VU dengan ekogenisitas hipo-
hiperekhoik. (4) Jaringan lemak dengan ekhogenisitas hiperekoik dari
jaringan lemak. (5) Kolon dengan ekhogenisitas hiperekhoik. (6) Artefak
berupa acoustic shadowing.

Pengambilan sonogram VU selanjutnya dilakukan dengan posisi transducer


transversal (Gambar 3). Pencitraan VU secara transversal cenderung lebih bulat
dari pencitraan dengan posisi transducer secara sagital. Sifat ekhogenisitas dari
setiap bagian tidak mengalami perubahan yang ditandai dengan cairan dalam
lumen terlihat anekhoik, sonogram dinding VU hiperekhoik dan terlihat adanya
kolon pada gambar 3B. Pada gambar tersebut, kolon yang berisi feses bersifat
highly-reflective interface yaitu kemampuan menahan gelombang USG sangat
kuat sehingga memiliki ekhogenesitas yang tinggi (Noviana et al. 2012).

Gambar 3 Sonogram vesika urinaria (VU) kucing kampung sehat posisi


transducer transversal dengan berbagai tingkatan volume akuabides. (A)
Sonogram Vu0 (0 mL/KgBB). (B) Sonogram Vu3 (3 mL/KgBB). (C)
Sonogram Vu5 (5 mL/KgBB). (D) Sonogram Vu7 (7 mL/KgBB). (1)
Cairan dalam VU dengan ekhogenisitas anekhoik. (2) Dinding VU
dengan ekogenisitas hiperekhoik. Acoustic anhancement dengan
ekhogenisitas hiperekoik terlihat di dinding VU bagian bawah sonogram
VU (3) Jaringan Lemak dengan ekhogenisitas hiperekoik. (4) Artefact
berupa Acoustic shadowing, terbentuk karena adanya kolon yang berisi
feses dengan ekhogenisitas hiperekhoik.
10

Pada gambar 3 juga ditemukan dua pencitraan yang menarik. Gambaran


tersebut yaitu adanya acoustic shadowing (Gambar 3B). Artefact ini terbentuk
akibat sedikitnya atau tidak adanya ultrasound pulse yang datang akibat tertahan
oleh struktur padat berupa feses dalam kolon bersifat hiperekhoik yang
menyebabkan tidak ada atau sedikitnya gelombang yang dipantulkan transducer
ke monitor. Pada sonogram acoustic shadowing terlihat hipo-anekhoik (Noviana
et al. 2012). Selain itu, ditemukan juga distorsi dinding VU akibat tekanan dari
transducer (Kealy dan McAllister 2000), sehingga mengakibatkan terbentuknya
acoustic anhancement (Gambar 3C dan 3D). Artefact ini terjadi jika gelombang
suara diteruskan tanpa impedansi ketika melewati cairan dan terbentuk area terang
tepat dibawah cairan tersebut. Menurut Noviana et al. (2012), fenomena ini
terlihat pada sonografi organ berbentuk kantung berisi cairan seperti vesika
urinaria dan empedu.

Gambar 4 Sonogram uretra kucing kampung sehat posisi transducer sagital.


(A) Sonogram vesika urinaria dan uretra. (B) Sonogram VU dan kateter
dengan ekhogenisitas hiperekoik. (1) Uretra dengan ekhogenisitas
hiperekhoik. (2) Cairan dalam VU dengan ekhogenisitas anekhoik,
warna partikel dalam cairan terlihat seperti bintik putih atau dot. (3)
Dinding VU ekogenisitas hipo-hiperekhoik. (4) Kateter dengan
ekhogenesitas hiperekhoik.

Pada Gambar 4B terlihat dengan jelas kateter yang dimasukkan ke dalam


lumen VU melalui uretra. Menurut Kealy dan McAllister (2000), kateter terlihat
seperti dua garis hiperekoik paralel.
Uretra memiliki dinding yang serupa dengan VU. Jaringan penyusun uretra
terbentuk dari empat lapisan jaringan, tetapi tidak setebal dinding VU. Secara
umum dinding uretra bersifat hiperekhoik walaupun terdiri dari empat lapis yang
berbeda derajat ekhogenisitasnya. Hal ini terjadi karena lapisan yang tipis,
sehingga lapisan hipoekhoik tidak terlihat. Menurut Penninck dan d’Anjou (2008),
dalam keadaan normal dinding uretra tidak akan berubah. Pada kondisi VU
kosong, uretra tidak terlihat dan kembali memberikan gambar dinding dan lumen
yang jelas ketika terjadi distensi pada VU.

Pengukuran Ketebalan Dinding Vesika Urinaria dan Uretra pada Kucing


Kampung Sehat

Sonogram VU diambil dengan menggunakan ultrasonografi. Pengukuran


ketebalan VU dilakukan setelah pemeberian cairan akuabides. Vesika urinaria
11

kucing yang diukur ketebalan dindingnya diisi terlebih dahulu dengan


menggunakan cairan akuabides. Perlakuan ini dilaksanakan setelah urin sudah
diaspirasi terlebih dahulu dengan menggunakan kateter dan VU dalam keadaan
kosong sebelum dilakukan pengisian ulang.
Tabel 4 Hasil pengukuran dinding VU kucing kampung sehat posisi
transducer sagital
No. Tebal dinding (cm) VU per volume cairan akuabides
Kucing Vu0 Vu3 Vu5 Vu7
K-1 0.232 0.190 0.152 0.120
K-2 0.234 0.194 0.160 0.134
K-3 0.230 0.190 0.152 0.114
Rata-Rata 0.232 0.191 0.155 0.123
St Deviasi 0.002 0.002 0.005 0.010
*
0.23±0.043 0.14±0.028*
Literatur
0.1-0.2**
Keterangan: Vu0 = 0 ml /kgBB, Vu3 = 3 ml/kgBB, Vu5 = 5 ml/kgBB, Vu7 = 7 ml/kgBB,
*Mannion (2006), ** Kealy dan McAllister (2000)

Ketebalan dinding VU pada posisi transducer sagital per tingkatan volume


memiliki nilai yang berbeda. Mannion P (2006) menuturkan bahwa ketebalan
dinding VU sangat bervariasi tergantung bobot badan dan distensi VU itu sendiri.
Nilai rataan Vu0 paling tebal dari volume lain yaitu 0.232±0.002 cm. Ketebalan
Vu3, Vu5, dan Vu7 secara berurutan 0.191±0.002 cm, 0.155±0.005 cm, dan
0.116±0.010 cm disajikan pada tabel 4. Keempat tingkatan volume pada
penelitian ini memberikan sonografi dinding VU yang memiliki tebal normal
yaitu 0.23±0.43 cm pada keadaan kosong dan 0.14±0.28 cm ketika penuh (4
mL/kg) (Mannion 2006).
Tabel 5 Hasil pengukuran dinding VU kucing kampung sehat posisi
transducer transversal.
Tebal dinding VU per volume cairan fisiologis (cm)
No. Kucing
Vu0 Vu3 Vu5 Vu7
K-1 0.226 0.192 0.158 0.114
K-2 0.228 0.198 0.160 0.128
K-3 0.230 0.192 0.154 0.106
Rata-rata 0.228 0.194 0.157 0.116
St Deviasi 0.002 0.003 0.003 0.011
*
0.23±0.043 0.14±0.028*
Literatur **
0.1-0.2
Keterangan: Vu0 = 0 ml/kgBB, Vu3 = 3 ml/kgBB, Vu5 = 5 ml/kgBB, Vu7 = 7 ml/kgBB,
*Mannion (2006), ** Kealy dan McAllister (2000).

Hasil pengukuran tebal dinding posisi transducer transversal yang


ditampilkan pada tabel 5 tidak berbeda nyata dengan posisi transducer sagital.
Rata-rata tebal Vu0, Vu3, Vu5 dan Vu7 secara berurutan yaitu 0.228±0.002 cm,
0.194±0.003 cm, 0.157±0.003 cm, dan 0.116±0.011 cm. Menurut Kealy dan
McAllister (2000), ketebalan dinding vesika urinaria bergantung distensinya dan
berkisar antar 0.1-0.2 cm. Kisaran ini bisa berubah tergantung distensi yang
terjadi.
12

Tabel 6 Hasil pengukuran tebal dinding uretra kucing kampung sehat posisi
transducer sagital
Rata-rata tebal dinding
No. Kucing
uretra (cm)
K-1 0.112
K-2 0.108
K-3 0.114
Rata-rata 0.111
St Deviasi 0.003

Ketebalan dinding uretra lebih tipis dari pada dinding VU walaupun


memiliki struktur jaringan yang hampir serupa. Pada tabel 6 ditampilkan
ketebalan dinding uretra pada kucing kampung yang memiliki nilai rata-rata
0.111±0.003 cm. Sesuai dengan hasil tersebut di atas dan sifatnya yang cenderung
lebih tipis dari VU yaitu 0.1-0.2 cm (Kealy dan McAllister 2000), maka ketebalan
dinding uretra adalah normal (Penninck dan d’Anjou 2008).

Kasus 1 – Penebalan Dinding Vesika Urinaria

Kasus pertama ditemukan pada seekor kucing Domestic Short Hair (DSH),
dengan nama Abu, berjenis kelamin betina dan usia 5 tahun memiliki keluhan
nyeri di bagian belakang abdomen dan hematuria (Defauw et al. 2011). Kasus ini
ditangani oleh dokter hewan di My Vets Animal Clinic, Kemang, Jakarta Selatan.
Hasil sonogram VU pada kasus pertama menunjukkan terjadinya penebalan
dinding yang tidak merata tapi masih beraturan. Pembentukan fibrin (hipo-
hiperekoik) pada mukosa VU menjadi indikator bahwa kelainan ini bersifat kronis
(Gambar 5.a). Fibrin tersebut dapat terakumulasi di lumen VU dan menyerupai
keju.

Gambar 5 Sonogram vesika urinaria kucing kasus pertama. (a)Terlihat


penebalan dinding VU yang tidak merata karena adanya proses
pembentukan fibrin. (b) Lumen VU yang bersifat anekhoik. (c)
Lemak viseral yang bersifat hipo-hiperekhoik.
13

Pengukuran ketebalan dinding dilakukan di berbagai titik. Dinding yang


tipis, sedang dan tebal menjadi parameter penentuan titik pengukuran. Data tabel
7 menunjukkan terjadinya perubahan ketebalan pada dinding VU. Ketebalan rata-
rata dari pengukuran adalah 0.59±0.148 cm. Jika dibandingkan dengan hasil
penelitian di atas, terjadi perbedaan yang signifikan. Tebal dinding VU kucing
pada kasus pertama jauh diatas ketebalan rata-rata kucing normal yaitu
0.228±0.002 cm.
Tabel 7 Hasil pengukuran ketebalan dinding VU kucing kasus pertama
Titik pengukuran Rata- St.
Abu Literatur
1 2 3 4 5 6 rata Dev
Tebal
dinding 0.70 0.78 0.43 0.43 0.67 0.53 0.59 0.148 0.232±0.002*
(cm)
*
Hasil penelitian vu0 = 0 ml akuabides/kgBB (transducer sagital).

Ketebalan dinding VU dapat terjadi karena bentukan massa nodular yang


single dan multiple yang terbentuk dari jaringan ikat fibrosa dan infiltrasi sel
radang netrofil serta sel leukosit mononuklear. Ketebalan yang tidak merata tapi
beraturan ini terjadi karena penonjolan polip yang terbentuk mengarah ke dalam
lumen. Hewan dengan tanda klinis demikian, diduga menderita cystitis (Widmer
et al. 2004). Tumor dan hipertropi otot juga memiliki sonogram sama berupa
penebalan dinding VU. Kedua penyakit ini menyebabkan perubahan morfologi
berupa penebalan yang tidak merata tetapi keduanya tidak beraturan (Pavia et al.
2012)
Cystitis adalah salah satu penyakit VU yang mengakibatkan perubahan
struktur jaringan dindingnya. Penyakit ini bisa terjadi pada semua hewan yang
memiliki kantung kencing. Infeksi bakteri sering menjadi penyebab terjadinya
beberapa kasus pada VU. Menurut Eggertsdorttir et al. (2007) dan DebRoy et al.
(2010), Escherichia coli, Streptococci sp, Staphylococci sp, dan Enterobacter spp.
merupakan agen bakterial penyakit pada kasus cystitis. Gejala klinis yang terjadi
pada penyakit cystitis diantaranya merasa sakit di bagian bawah kaudal abdomen,
hematuria, disuria, dan polakiuria (Hostutler et al. 2005). Penebalan yang tidak
merata dari dinding juga menjadi indikasi bahwa status penyakit ini sudah kronis
(Widmer et al. 2004).

Kasus 2 - Penebalan Dinding dan Partikel Kristal Vesika Urinaria

Kasus kedua terjadi pada kucing Himalayan yang diberi nama Michi.
Kucing jantan dengan bobot 6.4 kg ini datang ke My Vets Animal Clinic dengan
keluhan kesakitan pada saat urinasi dan disertai darah.
Pada sonogram VU, urin terkesan berwarna hitam tidak homogen seperti
ditampilkan pada gambar 6. Hal tersebut disebabkan adanya pengendapan massa
hiperekhoik pada lumen VU. Sonogram VU juga memperlihatkan perubahan
morfologi berupa penebalan dinding di daerah badan VU yang terlihat
hiperekhoik (Gambar 6.A).
14

Gambar 6 Sonogram vesika urinaria (VU) kucing kasus kedua. (A) Sonogram
dinding VU yang mengalami penebalan di daerah dorsal korpusnya
(dibatasi garis kuning). (B) Sonogram VU posisi transducer transversal.
(C) Sonogram VU posisi transducer sagital. (1) Dinding dengan
ekhogenisitas hiperekhoik. (2) Lumen VU dengan ekhogenisitas
anekhoik dan massa berupa kristal dengan ekhogenisitas hipo-
hiperekhoik (dibatasi garis kuning). (3) Lemak viseral (hiperekhoik).

Endapan massa terlihat melayang-layang di lumen VU. Pengendapan massa


yang terbentuk diduga pertikel kristal. Menurut Bartges dan Kirk (2006),
terbentuknya endapan kristal tergantung pada pH, temperatur, derajat kelarutan,
dan konsentrasi kristalloid urin. Gumpalan darah (blood cloting) dan jaringan ikat
juga akan terlihat hiperekhoik. Birchard dan Sherding (2000) menyatakan bahwa
salah satu faktor terbentuknya jaringan ikat adalah infeksi yang mengundang
banyak macam sel-sel radang tergantung jenis infeksinya. Gumpalan darah bisa
menimbulkan terjadinya hematuria. Gumpalan darah tidak mengakibatkan
artefact jenis acoustic shadowing karena konsistensinya tidak padat sehingga
jaringan di bawahnya tetap menerima gelombang USG (Widmer et al. 2004).
Pada kasus kedua ini, massa yang terbentuk lebih mengarah pada partikel kristal.
Penekanan yang dilakukan ketika pengambilan sonogram VU, menyebabkan
pengendapan menempel ke dinding VU dan terbentuk sedikit artefact berupa
acoustic shadowing (Mantis P 2008).
Tabel 8 Hasil pengukuran ketebalan dinding VU kasus kedua
Titik Pengukuran Rata- St.
Michi Literatur
1 2 3 4 5 6 rata Dev
Tebal 0.228±0.002*
0.71 0.89 1.48 1.13 0.98 1.45 1.107 0.309
(cm) 0.116±0.011**
*
Hasil penelitian vu0= 0 ml x kg/BB (transducer transversal),
**
Hasil penelitian vu7= 7 ml x kg/BB (transducer transversal).

Dinding VU bagian dalam mengalami penebalan yang terlihat jelas dan


ditandai dengan sonogram hipoekhoik. Penebalan terlihat tidak merata dan tidak
beraturan. Pada gambar 6.A terlihat dengan jelas ketebalan dinding yang berbeda
jauh dengan dinding normal sekitarnya. Ketebalan yang diukur dengan
menentukan enam titik pengukuran pada dinding yang menebal karena adanya
endapan massa mencapai rata-rata 1.107±0.309 cm (Tabel 8), sedangkan hasil
penelitian hanya mendapatkan ketebalan dinding VU dengan tingkat distensi
paling rendah (Vu0) yaitu 0.228±0.002 cm. Ketebalan ini diduga sebagai jaringan
lunak. Hal ini mungkin terjadi karena banyak faktor. Salah satunya terjadi karena
15

penebalan dinding VU lapisan otot. Hipertropi pada otot terjadi karena


kompensasi akibat kontraksi VU pada saat mengeluarkan urin akibat obstruksi
parsial pada uretra (Maciejewski et al. 2012). Tumor pada dinding VU juga akan
terlihat hiperekhoik, tetapi memiliki bentuk lebih spesifik seperti benjolan pada
mukosa dinding VU.

Kasus 3 - Urolithiasis dan Cystitis

Kasus ketiga adalah kucing jantang DSH yang telah dikastrasi. Gejala klinis
yang terlihat yaitu berupa hematuria dan sakit di abdomen. Hasil pemeriksaan
USG menunjukan kucing yang diberi nama Toba ini memiliki kondisi VU dengan
massa hiperekhoik di lumen dan terlihat dinding dengan ketebalan irregular
hiperekhoik.

Gambar 7 Sonogram VU kucing kasus ketiga. (A) Sonogram VU yang


menggambarkan adanya tiga urolit. (B) Sonogram VU yang
memperlihatkan adanya artifact berupa acoustic shadowing (1) Dinding
VU dengan ekhogenisitas hipo-hiperekhoik. (2) Lumen VU dengan
ekhogenisitas anekhoik dan terlihat urolit didalamnya dengan
ekhogenisitas hiperekhoik. (3) Jaringan Lemak dengan ekhogenisitas
hiperekhoik. (4) Urolit di dalam lumen VU dengan ekhogenisitas
hiperekhoik. (5) Artefact berupa acoustic shadowing
Massa yang melayang-layang pada lumen VU sangat khas karena memiliki
bentuk yang terlihat hiperekhoik dan sedikit menimbulkan artifact berupa
acoustic shadowing (Gambar 7.B). Artefact ini terlihat tepat dibawah endapan
massa. Urolit terlihat jelas jika menggunakan ultrasonografi. Widmer et al. (2004)
menyatakan bahwa pencitraan USG dapat digunakan untuk mendeteksi
keberadaan urolit dalam VU ditandai dengan adanya acoustic shadowing. Rataan
panjang massa hiperekhoik adalah 0.233±0.035 cm (Tabel 9). Berdasarkan ciri-
ciri yang terlihat, maka massa tersebut diduga sebagai batu urolit yang
terakumulasi di dalam lumen.
Tabel 9 Hasil pengukuran massa yang diduga urolit pada kasus ketiga
Titik Pengukuran
Toba Rata-rata St. Dev
1 2 3
Panjang Massa
0.27 0.23 0.20 0.233 0.035
(cm)
16

Urolit digambarkan sebagai batu yang mengeras. Batu tersebut diduga


sebagai mineral-mineral. Komposisi mineral juga dijadikan klasifikasi jenis
urolitiasis. Menurut Hesse et al. (2012), komposisi kalkulogenik mineral urin
yang jumlah dan konsentrasinya meningkat menjadi faktor terbentuknya urolit
dalam lumen.
Beberapa kondisi klinis dapat terjadi bersamaan dengan kondisi urolithiasis.
Menurut Boedec et al. (2011), gejala klinis yang timbul biasanya berupa
hematuria, muntah, disuria, dan rasa nyeri di daerah abdomen.

Tabel 10 Hasil pengukuran ketebalan dinding VU kucing pada kasus ketiga


Titik Pengukuran Rata-
Toba St. Dev Literatur
1 2 3 4 5 6 rata
Tebal
0.232±0.002
dinding 0.2 0.23 0.25 0.33 0.47 0.43 0.318 0.111 *
(cm)
*Hasil penelitian vu0= 0 ml x kg/BB (transducer sagital).

Pada kasus ketiga ini, kelainan yang lain berupa perubahan morfologi
dinding VU. Gambar 7 menggambarkan penebalan dinding dengan ekhogenisitas
hiperekhoik. Ketebalan dinding VU tersebut melebihi ketebalan normal dan
disertai dengan ketidak teraturan ketebalan dan permukaan lumen VU. Ketebalan
rata-rata dinding vesuka urinaria pada kasus ketiga adalah 0.318±0.111 cm. Hasil
pengukuran ketebalan dinding VU Toba ditampilkan pada tabel 10. Perbandingan
kasus ketiga dengan hasil penelitian sangat berbeda. Nilai 0.232±0.002 cm adalah
ukuran VU yang paling sedikit cairan dalam lumennya menurut hasil penelitian.
Pada kondisi ini pasien diduga menderita cystitis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ketebalan dinding vesika urinaria bergantung pada tingkat distensinya.


Semakin tinggi tingkat distensinya, semakin tipis ketebalannya. Berbeda halnya
dengan ketebalan dinding uretra yang relatif tidak berubah pada setiap tingkatan
distensi VU. Melalui sonogram beberapa kasus pada VU, dapat dibedakan dengan
jelas antara kondisi VU normal dan VU yang mengalami kelainan.

Saran

Peneliti berikutnya disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini


sebagai referensi tambahan khususnya berhubungan dengan vesika urinaria.
17

DAFTAR PUSTAKA

Adin CA, Chew DJ, Heng HG, Townsend KL, dan Karnik K. 2011. Bladder
inversion and secondary hematuria in a 6-month-old domestic shorthair cat. J
Am Med Assoc. 239(3):370-373.
Anderson KE dan Arner A. 2004. Urinary bladder contraction and relaxation:
Physiology and Patophysiology. Physiol Rev. 84:935-986.
Bailliff NL, Westropp JL, Nelson RW, Sykes JE, Owens SD dan Kass PH. 2008.
Evaluation of urine specific gravity and urine sediment as risk factor for
urinary tract infection in cat. Vet Clin Phat. 37(3):317-322.
Bartges JW dan Kirk CA. 2006. Nutrition and lower urinary tract disease in cats.
Vet Clin North Am Small Anim Pract. 36(6):1361-1376.
Birchard SJ dan Sherding RG. 2006. Saunders Manual of Small Animal Practice.
Edisi ke-2. Pennsylvania: W.B. Saunders Company. Hlm. 913-957.
Boedec KL, Pastor ML, Lavoue R, dan Reynolds BS. 2011. Case Series:
Pseudomembranous cystitis, an unusual condition associated with feline urine
outflow obstruction: Four cases. Jour of Feline Medicine and Surg. 13:588-593.
Carlson D. 2008. Feline Lower Urinary Tract Disease.[Terhubung Berkala].
http://www.medicinenet.com/pets/cathealth/feline_lower_urinary_tract_disease
.htm. [4 Maret 2013].
DebRoy C, Sidhu MS, Sarker U, Jayarao BM, Stell AL, Bell NP, dan Johnson TJ.
2010. Complete sequence of pEC14_114, a highly conserved IncFIB/FIIA
plasmid associated with uropathogenic Escherichia coli cystitis strains. Jour
Plasmid. 63(1):53-60.
Defauw PA, Van De Maele I, Duchateau L, Polis IE, Saunders JA, dan Daminet S.
2011. Risk factors and clinical presentation of cats with feline idiopathic
cystitis. J Feline Med Surg. 13(12):967-975.
Eggertsdorttir AV, Lund HS, Krontveit R, dan Sorum H. 2007. Bacteriuria in cats
with feline lower urinary tract disease: a clinical study of 134 cases in Norway.
J Felin Med Surg. 9(6):458-465.
Ernest W. 2011. Felline lower urinary tract disease. [Terhubung berkala].
http://popishvet.com/clients/5858/images/.resized.html. [16 Maret 2013].
Fujii Y, Kino M, Kimata T, Tohda A, dan Kaneko K. 2013. Significance of
twinkling artifact on ultrasound in the diagnosis of cystine urolithiasis. Ped Int.
55(3):e49-51.
Hesse A, Orzekowsky H, Frenk M, dan Neiger R. 2012. Epidemiological data of
urinary stones in cats between 1981 and 2008. Tierarztl Prax Ausg K Kleintiere
Heimtiere. 40(2):95-101.
Hostutler RA, Chew DJ, dan Di Bartola SP. 2005. Recent Concepts In
Feline Lower Urinary Tract Disease. Veterinary Clinics Small Animal. 35:147-
170.
Jain NC. 1993. The Cat: Normal Hematology with Comments on Response to
Disease. Di dalam: Schalm’s Veterinary Hematology. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lea dan Febiger. Hlm. 126–139
Kamaya A, Vaithilingam S, Chung BI, Oralkan O, dan Khuri-Yakub BT. 2013.
Photoacoustic imaging of the bladder: a pilot study. J Ultrasound Med.
32(7):1245-1250.
18

Kealy JK dan McAllister. 2000. Diagnostic Radiology and Ultrasonography of


the Dog and Cat. Edisi ke-3. Philadelphia: W.B. Saunder Company. Hlm.
111-126.
Kusumawati D dan Sardjana IKW. 2006. Perbandingan Pemberian Cat Food dan
Pindang terhadap pH Urin, Albuminuria dan Bilirubinuria Kucing. Med.
Kedok. Hew. 22(2):131-135.
Maciejewski CC, Honardoust D, Tredget EE, dan Metcalfe PD. 2012. Differential
expression of class I small leucine-rich proteoglycans in an animal model of
partial bladder outlet obstruction. J Urol. 188(4):1543-1548.
Mannion P. 2006. Diagnostic Ultrasound in Small Animal Practice. Oxford:
Blackwell Publishing company, Hlm. 109-140.
Mantis P. 2008. Ultrasonography of the urinary and genital system of the dog and
cat. Iranian Jour of Vet Surg. 2:63-71.
Mirone V, Imbimbo C, Longo N, dan Fusco F. 2007. The Detrusor Muscle: An
Innocent Victim of Bladder Outlet Obstruction. European Urology. 51:57-66.
Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, dan Siswandi R. 2012. Diagnosis
Ultrasonografi pada Hewan Kecil. Bogor: IPB Press. Hlm. 61-68.
Noviana D, Wijayanti T dan Choliq C. 2008. Diagnosa ultrasonografi (usg) untuk
mendeteksi kelainan organ vesika urinaria pada kucing (Felis catus).
Proceeding of KIVNAS. 315-317.
Pavia PR, Haviq ME, Donovan TA, dan Craft D. 2012. Malignant peripheral
nerve sheath tumour of the urinary bladder in a cat. J Small Anim Pract.
53(4):245-248.
Peery D. 2010. Ragiology a Dog with Hematuria. Israel Jour of Vet Med.
65(2):45-47.
Penninck DG dan d’Anjou MA. 2008. Atlas of Small Animal Ultrasonograph.
Edisi Ilustrasi, New Jersey: Blackwell Publishing. Hlm. 365-384.
Ramdhany DN, Kustiyo A, Handharyani E, dan Buono A. 2012. Diagnosis
Gangguan Sistem Urinaria pada Anjing dan Kucing Menggunakan VFI 5. Jur
Ilmu Kom dan Info. 2(2):86-94.
Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals.
Edisi ke-3. Australia: Blackwell Publishing Asia. Hlm. 269-302.
Thrall MA, Baker DC, Campbell TW, Denicola D, Fettman MJ. 2005. Veterinary
Hematology and Clinical Chemistry. USA: Blackwell Publishing. Hlm. 21-76.
Ulum MF dan Noviana D. 2008. Pemanfaatan Radiografi sebagai Sarana
Diagnostik Penunjang dalam Dunia Kedokteran Hewan yang Aman bagi
Hewan,manusia dan Lingkungan. Proceeding of KIVNAS. 397-398.
Westropp JL dan Buffington CAT. 2004. Feline idiopathic cystitis: current
understanding of pathophysiology and managem. Vet Clin Small Anim.
34:1043–1055.
Widmer WR, Biller DS dan Larry GA. 2004. Ultrasonography of the Urinary
Tract in Small Animal. Jou of the Ame Vet Med Asso. 225(1):46-54.
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2011.
Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Edisi ke-1.Bogor: IPB Press. Hlm. 23-181.
Yanai T, Okazaki T, Yamataka A, Urao M, Kobayashi H, Kato Y, Lane GJ, dan
Miyano T. 2005. Cysts of the ejaculatory system: a report of two cases.
Pediatr Surg Int. 21(11):939-942.
19

Lampiran 1 Hasil pemeriksaan fisik kucing kampung sehat

Parameter Kucing 1 kucing 12


Sinyalemen
Nama K-1 K-12
Jenis hewan/spesies Kucing Kucing
Ras/breed Domestik Domestik
Putih, belang Hitam belang
Warna rambut & kulit
hitam cokelat
jenis kelamin Jantan Jantan
Umur
Berat badan 3 kg 3,2 kg
Tanda khusus Ekor pendek
Keadaan umum
Perawatan Baik Sedang
Habitus/tingkah laku Jinak Agresif
Gizi Baik Sedang
Pertumbuhan badan Bagus Bagus
Tegak pada Tegak pada ke-4
Sikap berdiri
ke-4 kaki kaki
Suhu Tubuh 38 ˚C 38,2 ˚C
Frekuensi nadi 114 x/menit 100 x/menit
Frekuensi nafas 36 x/menit 44 x/menit
Status Present
Kelembaban lembab lembab
Hidung Warna pink pink
lainnya ≠ discharge ≠ discharge
Warna mukosa pink pink
sudah tumbuh
Mulut Gigi geligi tumbuh semua
semua
lainnya ≠ discharge ≠ discharge
Membrana
tersembunyi tersembunyi
niktitan
Konjungtiva pink pink
Mata
Sclera putih putih
Cilia normal normal
Lainnya ≠ discharge ≠ discharge
Respon
ada ada
mendengar
Telinga Posisi tegak tegak
Kebersihan sedang bersih
Krepitasi tidak ada tidak ada
Limf.
tidak teraba tidak teraba
Retropharingealis
Leher
tidak ada respon tidak ada respon
Trakhea
batuk batuk
20

Lampiran 2 Lanjutan hasil pemeriksaan fisik kcing kampung sehat

Parameter kucing 13
Sinyalemen
Nama K-13
Jenis hewan/spesies Kucing
Ras/breed Domestik
Warna rambut & kulit Hitam-putih
jenis kelamin Jantan
Umur
Berat badan 4,1 kg
Tanda khusus
Keadaan umum
Perawatan Sedang
Habitus/tingkah laku Lincah
Gizi Sedang
Pertumbuhan badan Sedang
Tegak pada ke-4
Sikap berdiri
kaki
Suhu Tubuh 38,5 ˚C
Frekuensi nadi 99 x/menit
Frekuensi nafas 60 x/menit
Status Present
Kelembaban lembab
Hidung Warna pink
lainnya ≠ discharge
Warna mukosa pink
sudah ganti
Mulut Gigi geligi
semua
lainnya ≠ discharge
Membrana niktitan tersembunyi
Konjungtiva pink
Mata Sclera putih
Cilia normal
Lainnya ≠ discharge
Respon
ada
mendengar
Telinga Posisi tegak
Kebersihan bersih
Krepitasi tidak ada
Limf.
tidak teraba
Retropharingealis
Leher
tidak ada respon
Trakhea
batuk
21

RIWAYAT HIDUP

Nama penulis adalah Ayip Fadil. Dilahirkan di Subang, 29 September 1989.


Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Bapak H. Soleh Tamimi dan Ibu
Hj. Kuraesin. Pendidikan Sekolah Madrasah Aliyah penulis berlangsung di MAS
Darussalam, Kasomalang, Subang pada tahun 2005-2008. Penulis melanjutkan
sekolah ke Perguruan Tinggi Nasional di Bogor yaitu Institut Pertanian Bogor di
Fakultas Kedokteran Hewan periode 2008-2013.
Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi eksekutif
seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB)
2008-2009, menjadi anggota legislatif sperti Dewan Perwakilan Mahasiswa
(DPM) di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), dan pernah menjabat sebagai
pengurus Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Ruminansia juga di FKH.

Anda mungkin juga menyukai