1. Kasus/Diagnosa Medis
Cholestasis
b. Etiologi
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis.
1) Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang
terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary
cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer,
infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.
2) Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista,
striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada
pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis
primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling umum dari saluran
empedu diblokir. Saluran empedu diblokir mungkin juga hasil dari infeksi.
c. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan
bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari
asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai
filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin
tidak terkonjugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah
oleh transporter pada membran basolateral, dikonjugasi intraseluler oleh enzim
UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air
dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian
yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam
empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu
pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun,
sekresi dari bilirubin terkonjugasi juga terganggu menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi,
obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada
transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan
hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)
e. Penanganan/Penatalaksanaan
1) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asam litokolat), dengan memberikan ½ Fenobarbital 5
mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang
enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirect menjadi
bilirubin direct); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim
Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
b) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan ½ asam
unsodeoksikolat, 3 ½ 10 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam
unsedeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat
yang hepatotoksik.
2) Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a) Pemberian makanan yang mengandung medium chain tri-glycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpi lemak.
b) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
3) Terapi bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis atresia
bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi
eksplorasi pada keadaan sebagai berikut : Bila feses tetap akolik dengan
bilirubin dir ect > 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan
fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari.
f. Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pemeriksaan :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus cholestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia
fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi
hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan
peningkatan gamma- GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan
hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke cholestasis
ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
b) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang
cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini
tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
b) Sintigrafi hati
c) Pemeriksaan kolangiografi
3) Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati.
Bila diameter duktus 100- 200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat
terjadi.
3. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Cholestasis meningkat seiring bertambahnya usia
2) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah kulit dan mata
menguning
3) Riwayat Kesehatan
a) Kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
b) Kesehatan Sebelumnya
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi cholestasis. Ini karenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun
tinggi.
c) Riwayar Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
cholestasis. Penyakit cholestasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya
hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga cholestasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
e) Sistem eliminasi
Fases berwarna pucat
f) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu. Adanya nafsu makan
menurun, anoreksia, berat badan turun.
g) Sistem muskuloskeletal
Pasien dengan cholestasis tidak mengalami masalah dalam sistem
mussuloskeletal.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah
sebagai berikut (Ester, NANDA, 2018).
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
2) Risiko perdarahan
3) Risiko kekurangan volume cairan
c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 1. Observasi dan catat masukan 1. Mengawasi masukan kalori atau
kurang dari kebutuhan tubuh jam pasien mampu mempertahankan berat makanan. kualitas kekurangan konsumsi
berhubungan dengan inadekuat badan yang stabil dengan kriteria hasil: 2. Berikan makanan sedikit dan makanan.
intake makanan a. Asupan nutrisi adekuat frekuensi sering 2. Makan sedikit dapat menurunkan
b. Berat badan normal 3. Observasi mual / muntah, flatus. kelemahan dan meningkatkan
c. Nilai laboratorium dalam batas normal 4. Bantu pasien melakukan oral asupan nutrisi.
Albumin : 4 – 5,8 g/dL hygiene. 3. Gejala GI menunjukkan efek
Hb : 11 – 16 g/dL anemia (hipoksia) pada organ.
Ht : 31 – 43 % Kolaborasi 4. Meningkatkan napsu makan dan
Trombosit : 150.000 – 400.000 µL 5. Observasi pemeriksaan pemasukan oral. Menurunkan
Eritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012 laboratorium : Hb, Ht, Eritrosit, pertumbuhan bakteri,
Trombosit, Albumin. meminimalkan kemungkinan
6. Berikan diet halus rendah serat, infeksi. Teknik perawatan mulut
hindari makanan pedas atau diperlukan bila jaringan
terlalu asam sesuai indikasi. rapuh/luak/perdarahan.
7. Berikan suplemen nutrisi mis : 5. Mengetahui efektivitas program
ensure, Isocal. pengobatan, mengetahui sumber
diet nutrisi yang dibutuhkan.
6. Bila ada lesi oral, nyeri membatasi
tipe makanan yang dapat
ditoleransi
7. Meningkatkan masukan protein
dan kalori.
2. Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1. Identifikasi penyebab perdarahan 1. Mengatasi permasalahan untuk
3x24 jam tidak terjadi perdarahan pada pasien,2. Monitor pasien akan perdarahan mencegah adanya perdarahan
dengan kriteria hasil: dengan ketat 2. Terjadinya perdarahan dapat
1. Tidak ada kehilangan darah yang terlihat 3. Beri kompres pada area yang menyebabkan pasien syok
2. Tidak ada peningkatan nadi apical terkena jika sesuai 3. Kompres dapat menghentikan
4. Monitor jumlah dan sifat perdarahan
kehilangan darah 4. Menentukan intervensi
5. Perhatikan kadar hemoglobin dan selanjutnya
hematokrit sebelumdan sesudah5. Kadar Hb dan hematokrit dapat
kehilangan darah menunjukkan kondisi kesehatan
6. Monior tekanan darah dan status pasien
cairan termasuk asupan (intake)6. TTV menunjukkan status
dan haluaran (output) kesehatan terkini pasien
3. Risiko kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1. Timbang popok/pembalut jika di1. Output urin dapat
cairan 3x24 jam tidak terjadi kekuranggan volume perlukan mengidentifikasikan kondisi
cairan pada pasien, dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan catatan intake dan hidrasi pasien
1. Mempertahankan urine output sesuai output yang akurat 2. Mempertahankan volume cairan
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT3. Monitor status hidrasi adekuat
normal (kelembaban membran mukosa,3. Mengetahui keadaan umum pasien
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam nadi adekuat, tekanan darah4. TTV menunjukkan status
batas normal ortostatik), jika diperlukan kesehatan terkini pasien
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas4. Monitor vital sign 5. Mengurangi risiko kekurangan
turgor kulit baik, membran mukosa lembab,5. Kolaborasikan pemberian cairan voume cairan semakin bertambah
tidak ada rasa haus yang berlebihan IV 6. Rehidrasi optimal
6. Dorong keluarga untuk membantu7. Mmengetahui keadaan umum
pasien makan pasien
7. Monitor berat badan 8. Meningkatkan intake cairan
8. Dorong pasien untuk menambah
intake oral
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Brunner dan Suddart. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1.
Jakarta: EGC.
Bulechek G.M., et all. 2013. Nursing interventions Classification (NIC). USA:
Elsevier
Ester, M. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 - 2017.
Jakarta: EGC
Moorhead, S., et all. 2013. Nursing outcomes Classification (NOC). USA:
Elsevier
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-2020. Oxford: Willey
Backwell.
Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available at
http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses tanggal
26 Agustus 2018)