Hidrocephalus

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

hidrocephalus

a. Definisi
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Mumenthaler (1995) definisi hydrocephalus yaitu timbul bila ruang cairan
serebro spinallis internal atau eksternal melebar.
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngastiyah, 1997).
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat
sepanjang perjalanannya, timbulnya Hydrocephalus akibat produksi yang berlebihan
cairan serebro spinal dianggap sebagai proses yang intermiten setelah suatu infeksi atau
trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak-anak yang disebabkan oleh
papiloma pleksus, yang dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).
Hydrocephalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel (Hassan, 2002). Pelebaran ventrikel ini akibat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal (Huttenlocher, 2002). Hydrocephalus
selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-
kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-
sutura dan ubun-ubun (Wiknjosastro, 2003)

b. Epidemiologi
Thanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000
kelahiran. Raveley (1973) cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Hidrosefalus dengan meningomielokel, yaitu
antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian wales dan Irlandia Utara sampai
sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang. Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya
sekitar 1 per 1000 kelahiran. Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak
dengan hidrosefalus (Huttenlocher, 1983).
Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal
perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa
lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Harsono, 1996).

c. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Hassan et al, 1985).
Tempat predileksi obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvi’s, foramen
Luschka, foramen Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis (Harsono, 1996). Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya
terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis.
Berkurangnya absorbsi CSS pernah dilaporkan dalam kepustakaan pada obstruksi kronik
aliran vena otak pada trombosis sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya
hidrosefalus setelah operasi koreksi daripada spina bifida dengan meningokel akibat
berkurangnya permukaan untuk absorbsi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1. Kelainan Bawaan (Kongenital)
a) Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak
(60-90%). Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis
ini bukan berasal dari tumor. Ada tiga tipe stenosis :
- Gliosis akuaduktus: berupa pertumbuhan berlebihan dari glia fibriler
yang menyebabkan konstriksi lumen.
- Akuaduktus yang berbilah (seperti garpu) menjadi kanal-kanal yang
kadang dapat tersumbat.
- Obstruksi akuaduktus oleh septum ependim yang tipis (biasanya pada
ujung kaudal).
Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau
progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis ini
bisa disebabkan karena kelainan metabolisme akibat ibu menggunakan
isotretionin (Accutane) untuk pengobatan acne vulgaris. Oleh karena itu
penggunaan derivat retinol (vitamin A) dilarang pada wanita hamil.
Hidrosefalus iatrogenik ini jarang sekali terjadi, hal ini dapat disebabkan oleh
hipervitaminosis A yang akut atau kronis, di mana keadaan tersebut dapat
mengakibatkan sekresi likuor menjadi meningkat atau meningkatnya
permeabilitas sawar darah otak. Stenosis ini biasanya dapat bersamaan
dengan malformasi lain seperti: malformasi Arnold chiari, ensefalokel
oksipital (Lott et al, 1984).
b) Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan
sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula
oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. Anomali Arnold-
chiari ini dapat timbul bersama dengan suatu meningokel atau suatu
meningomielokel.
c) Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan
2-4% bayi baru lahir dengan
hidrosefalus. Etiologinya tidak
diketahui. Malformasi ini berupa
ekspansi kistik ventrikel IV dan
hipoplasi vermis serebelum.
Kelainan berupa atresia kongenital
foramen Luschka dan Magendie
dengan akibat hidrosefalus
obstruktif dengan pelebaran
sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya
hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel
IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat, dan hal ini dapat tampil pada
saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama.
Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti:
agenesis korpus kalosum, labiopalatoskisis, anomaly okuler, anomali jantung,
dan sebagainya.
d) Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.

e) Anomali pembuluh darah


Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat
aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan
vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus
terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpedunkularis,
sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar. Selain karena
meningitis, penyebab lain infeksi pada sistem saraf pusat adalah karena
toxoplasmosis (Ngoerah, 1991). Infeksi toxoplasmosis sering terjadi pada ibu
yang hamil atau penderita dengan imunokompeten (Pohan, 1996). Penularan
toxoplasmosis kepada neonatus didapat melalui penularan transplasenta dari ibu
yang telah menderita infeksi asimtomatik. Dalam bentuk infeksi subakut, tetrade
yang menyolok adalah perkapuran intraserebral, chorioretinitis, hidrosefalus
atau mikrosefalus, dan gangguan psikomotor dan kejang-kejang (Pribadi, 1983).
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor
tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan
bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam
otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. Hal
tersebut juga dapat dipicu oleh karena adanya trauma kapitis (Hassan et al,
1985).

Selanjutnya hidrosefalus dengan penyebab pertama tersebut diatas dikelompokan


sebagai hidrosefalus kongenitus, sedangkan penyebab kedua sampai ke empat
dikelompokkan sebagai hidrosefalus akuisita. Sebab-sebab prenatal merupakan faktor
yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in-utero dan
kemudian bermanifestasi baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup
malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada
sebagian besar pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui, dan untuk ini
diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik. Dari bukti eksperimental pada beberapa spesies
hewan mengisyaratkan infeksi virus pada janin terutama parotitis dapat sebagai faktor
etiologi.
(Ngoerah, 1991) Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi hidrosefalus
berdasarkan proses kejadiannya sebagai berikut :
- Kongenital
Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan
disgenesis serebral, genetis.
- Degeneratif
Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.
- Infeksi
Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.
- Kelainan metabolism
Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara
lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus
pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vit. A)
dilarang pada wanita hamil (Lott et al, 1984).
- Trauma
Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya
sumbatan yang mengganggu aliran CSS.
- Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat
terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior,
papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma.
- Gangguan vaskuler
Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni, malformasi
arteriovenosa.

d. Patofisiologi
Ruangan CSS mulai terbentuk [ada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem
ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarakhnoid yang meliputi seluruh
susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis ini terdapat dalam suatu
sistem yang terdiri dari dua bagian yang berhubungan satu sama lainnya : (1) Sistem
internal terdiri dari dua ventrikel lateralis, foramen-foramen interventrikularis (Monroe),
ventrikel ke-3, akuaduktus Sylvii dan ventrikel ke-4. (2) Sistem eksternal terdiri dari ruang-
ruang subaraknoid, terutama bagian-bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan
antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis ventrikel ke-4
(foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen Magendie).
Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml,
bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml (Harsono, 1996).
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 5 liter (Wiknjosastro, 1994).
Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV
dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh
sistem kapiler.
Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara 50-200 mm, praktis sama
dengan 50-200 mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan
suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medula spinalis sehingga volume
otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap
(Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan volume likuor akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor,
pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah terutama volume vena, perubahan
jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya
volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah
selalu akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996).
Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara terperinci,
namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanya di
dalam sistem susunan saraf pusat
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena tumor pleksus
khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan
tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan
resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan
mengenai produksi likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di
samping juga akibat hipervitaminosis A.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan
likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. Bila
sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan peningkatan
volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena akan diterjemahkan dalam
bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya, bila tengkorak masih dapat
mengadaptasi, kepala akan membesar dan volume cairan akan bertambah.
Derajat peningkatan resistensi aliran cairan likuor dan kecepatan perkembangan
gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.

e. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya. Menurut
Harsono (1996), klasifikasi hidrosefalus berdasarkan :
1. Gambaran klinis
Dikenal hidrosefalus yang manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus yang
tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan tanda-
tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu, hidrosefalus
dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang tersembunyi.
2. Waktu pembentukan
Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi
pada neonatus atau yang berkembang selama intra uterin disebut hidrosefalus
kongenital. Hidrosefalus yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran
disebut hidrosefalus infantil. Hidrosefalus akuisita adalah hidrosefalus yang terjadi
setelah masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain setelah masa neonatus
(Harsono, 1996).
3. Proses terbentuknya hidrosefalus (waktu/onzet)
Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah
hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan
absorbsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari). Disebut hidrosefalus kronik apabila
perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalami obstruksi beberapa
minggu (bulan-tahun). Dan diantara waktu tersebut disebut hidrosefalus subakut.
4. Sirkulasi CSS (cairan serebrospinal)
Dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus non
komunikans berarti CSS sistem ventrikulus tidak berhubungan dengan CSS ruang
subaraknoid (adanya blok), misalnya terjadi pada:
a. Kelainan perkembangan akuaduktus Silvius kongenital (disebabkan oleh gen
terangkai X resesif), infeksi virus, tertekannya akuaduktus dari luar karena
hematoma atau aneurisma kongenital
b. Atresia foramen Luschka dan Magendie (sindroma Dandy-Walker)
c. Berhubungan dengan keadaan-keadaan meningokel, ensefalokel, hipoplastik
serebelum.
Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang memperlihatkan adanya
hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid otak dan
spinal. Gangguan absorbsi CSS dapat disebabkan sumbatan sistem subaraknoid
disekeliling batang otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling batang
otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling konveksitas otak. Disini
seluruh sitem ventrikuli terdistensi (Huttenlocher, 1983). Hal ini terjadi pada
keadaan-keadaan:
a. Malformasi Arnold-Chiari dimana terjadi hambatan CSS di ruang
subaraknoid sekitar batang otak akibat berpindahnya batang otak dan
serebelum ke kanalis servikalis
b. Sekunder akibat infeksi piogenik dan meningitis sehingga terjadi fibrosis
dan perlekatan
c. Fibrosis akibat perdarahan subaraknoid
5. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure
hydrocephalus).
Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan bayi. Kepala bayi tumbuh
cepat selama bulan kedua sampai bulan ke delapan.

Selain itu ada beberapa istilah lainnya yang dipakai dalam klasifikasi maupun
sebutan diagnosis kasus hidrosefalus. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya
dilatasi ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksternal cenderung menunjukkan adanya
pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor; dan hal ini dijumpai
pada sebagian besar kasus. Berdasarkan gejala yang ada dibagi menjadi hidrosefalus
simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan di mana
faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi.Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.

f. Faktor resiko
 Bayi prematur memiliki peningkatan risiko pendarahan yang parah pada ventrikel
di dalam otak (intraventricular hemorrhage), yang menyebabkan hydrocephalus.
 Masalah tertentu saat kehamilan yang dapat meningkatkan risiko janin mengalami
hydrocephalus antara lain:
 Infeksi di dalam uterus
 Masalah yang berhubungan dengan janin, seperti penutupan yang tidak
sempurna pada tulang belakang

 Cacat yang tidak berhubungan dengan kelahiran juga dapat meningkatkan risiko
hydrocephalus.
 Faktor lain yang meningkatkan risiko hydrocephalus antara lain:
• Tumor pada otak atau tulang belakang
• Infeksi sistem syaraf pusat
• Pendarahan pada otak
• Cedera kepala yang parah

g. Manifestasi klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Huttenlocher, 1983). Selain itu
gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi
obstruksi. Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial
(Harsono, 1996). Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi
dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonates

Meliputi pembesaran kepala abnormal yang merupakan gambaran tetap


hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Pada kasus hidrosefalus kongenital
yang berat dimana kepala bayi yang besar dapat mempersulit proses kelahiran,
sedangkan pada bentuk yang lebih ringan, kepala berukuran normal saat lahir,
tetapi kemudian tumbuh dengan laju berlebihan (Huttenlocher, 1983). Lingkaran
kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar
kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Pada anak
hidrosefalus, umur satu tahun lingkaran kepala itu menjadi 45 cm (Ngoerah,
1991). Pada masa neonatus, pengukuran lingkar kepala setiap harinya penting
dalam menentukan proresivitas dari hidrosefalus. Kranium terdistensi dalam
semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal (Huttenlocher, 1983). Tampak
dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi
samping kepala tampak melebar dan berkelok. Sering terjadi retraksi kelopak
mata yang terus-menerus (Sidharta, 1995). Pada hidrosefalus infantil yang berat,
tampak suatu fenomena “matahari terbenam” (sunset phenomenon) pada bola
mata. Fenomena ini timbul karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menekan tulang atap orbita yang sangat tipis. Tulang atap orbita ini lantas
menekan pada bola mata sehingga bola-bola mata itu terputar ke bawah
(Huttenlocher, 1983). Dengan kedudukan mata demikian, banyak putih sklera
terlihat diantara limbus atas dari kornea dan tepi kelopak mata atas. Tanda
tersebut bisa dikorelasikan dengan dilatasi ventrikel ke-3 atau akuaduktus Sylvii
yang sekaligus melumpuhkan gerakan elevasi bola mata (Sidharta, 1995). Pada
funduskopi dapat tampak suatu atrofi papil primer akibat kompresi saraf optikus
dan kiasma, terjadi pada kasus kronik yang tidak diterapi. Disamping itu dapat
terlihat adanya anosmi kanan dan kiri. Mungkin pula terdapat strabismus karena
adanya paralise dari satu atau beberapa nervi kranialis. Penderita
memperlihatkan pula adanya retardasi mental dan konvulsi. Sewaktu-waktu
tampak nistagmus. Bila dilakukan perkusi sedikit di belakang tempat pertemuan
os frontale dengan os temporale maka dapat timbul resonansi seperti bunyi kendi
retak (“cracked pot resonance”). Tanda ini dinamai Macewen’s sign. Tidak jarang
dijumpai tanda-tanda paraparesis spastik dengan reflek tendon lutut atau
Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri.
Menurut Harsono (1996), pada neonatus gejala yang paling umum dijumpai
adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, dan kadang-
kadang kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang
yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum
tampak. Kecurigaan akan hidrosefalus bisa berdasarkan gejala-gejala tersebut di
atas, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan sistemik.
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka pembesaran
kepala tidak bermakna, tetapi pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala
sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas atau
tidak menentu. Kadang-kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan. Hal
demikian ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks parietal
sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih kecil
yang melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan
pola berjalan yang khas (Harsono, 1996). Kombinasi spastisitas dan ataksia yang
lebih mempengaruhi tungkai daripada lengan sering ditemukan, demikian pula
inkontinensia urin (Huttenlocher, 1983).
Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar,
terutama dalam tahun pertama sekolah. Apabila dilakukan pemeriksaan
psikometrik maka akan terlihat adanya labilitas emosional dan kesulitan dalam
hal konseptualisasi (Harsono, 1996). Fungsi bicara seringkali masih baik, sehingga
bermanifestasi sebagai ocehan kosong yang agak karakteristik (Huttenlocher,
1983).

Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien


hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda
bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran
normal, atau persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai
empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel anterior dalam
keadaan normal tampak datar atau bahkan sedikit cekung ke dalam pada
bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis).
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat (cracked pot sign).
4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon). Tampak kedua
bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena ini
seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gangguan pada daerah tektam.
Estropia akibat parese n. VI, dan kadang ada parese n. III, dapat
menyebabkan pengelihatan ganda dan mempunyai resiko bayi menjadi
ambliopia.
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih
besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala,
muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus
yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi).
Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya
melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus
piramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai
gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena distraksi hipotalamus dan
‘pituitari stalk’ oleh dilatasi ventrikel.

h. Pemeriksaan diagnostic
Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu anamnesa yang cermat,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala hidrosefalus sebelum menunjukan
manifestasi klinis adalah sangat bervariasi sehingga anamnesis memerlukan pengetahuan
dan pengalaman yang cukup luas dalam praktek, tetapi hal tersebut tidak selalu mudah
dicapai. Dilain pihak, pemberi informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat
berperan dalam proses anamnesis. Apabila informasi tidak jelas atau tidak lengkap maka
diagnosis akan sulit ditegakkan. Kekeliruan atau kesalahan dalam menegakkan diagnosis
dapat terjadi di seluruh disiplin kedokteran, baik preklinik, paraklinik, maupun klinik.
Kesalahan diagnosis secara umum dapat disebabkan oleh karena, (a) kurangnya
pengetahuan dan atau pengertian tentang penyakit, (b) kurangnya pengalaman
menangani kasus penyakit, (c) keterbatasan informasi dari penderita atau keluarganya, dan
(d) belum berfungsinya sistem rujukan secara optimal sehingga belum menunjukan
interaksi yang baik antara puskesmas atau rumah sakit umum kabupaten atau dokter
praktek swasta (dokter umum) dengan RSUP rujukan atau dokter spesialis (Harsono, 1994).
Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini hidrosefalus dapat dilakukan
dengan melakukan skrining atau deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Skrining
terdiri dari penemuan faktor resiko dan deteksi adanya kelainan. Faktor resiko adalah
faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status
kesehatan tertentu. Istilah mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan resiko
lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjadinya status kesehatan atau kelainan
tertentu (Pratiknya, 1986). Faktor resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan,
perkiraan atau memang sudah terbuktikan kebenarannya.
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang
khas seperti yang telah diterangkan di atas, maka kepastian diagnosis hidrosefalus dapat
ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. USG adalah
pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan penting dalam mendeteksi adanya
hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama fontanelnya tidak menutup.
Pada neonatus, USG dapat cukup bermanfaat, untuk anak yang lebih besar, umumnya
diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat memastikan
diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996).
Pemeriksaan dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang
membesar secara simetris (Ngoerah, 1991). Dengan CT scan ini sistem ventrikel dan
seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam memperkirakan
prognosa kasus tersebut di masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat
diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan
pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. MRI
sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus yang
efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang cukup lama sehingga pada bayi
perlu dilakukan pembiusan. Untuk menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan
adalah hidrosefal atau tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun pemeriksaan
dengan USG sudah sangat dapat membantu (Ngoerah, 1991).

i. Penatalaksanaan medis
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan
tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang
memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain ; Diamox
(asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital,
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya Torkildsen
ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya kurang
baik karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbs
3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan cara ;
ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal
drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan kedalam antrum mastoid, mengalirkan
CSS kedalam vena jugularis melalui kateter berventil (Hoten-velve) (Hassan, 1985).

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi
evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari
pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 2 mg/kg
BB/kali) atau upaya meningkatkan resorbsinya (isorbid). Terapi di atas
hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi definitif
diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan
hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk
pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya
gangguan metabolik.
Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter
ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain
eksternal. Tindakan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi
menjadi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau yang sedang
mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini adalah adanya
ancaman kontaminasi likuor dan penderita harus selalu dipantau
secara ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah punksi
ventrikel yang dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran
ventrikel yang terjadi.
Cara-cara untuk mengatasi dilatasi ventrikel di atas dapat
diterapkan pada beberapa situasi tertentu yang tentu pelaksanaannya
perlu dipertimbangkan secara masak (seperti pada kasus stadium akut
hidrosefalus pasca perdarahan).
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Tindakan alternatif selain operasi “pintas” (shunting) diterapkan
khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam
sistem ventrikel termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal:
stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior, kista arkhnoid). Dalam hal
ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu dipikirkan lebih
dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada memasang shunt,
mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan atau mendekati
normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial.
Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus
merupakan strategi yang terbaik, seperti antara lain misalnya :
pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. Memang pada sebagian kasus perlu menjalani terapi
sementara dahulu sewaktu lesi kausalnya masih belu dapat dipastikan
atau kadang juga masih memerlukan tindakan operasi pintas karena
kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan
aliran likuor sekunder.
Penetrasi membran. Penetrasi dasar ventrikel III merupakan
suatu tindakan membuat jalan alternatif melalui rongga subarakhnoid
bagi kasus-kasus stenosis akuaduktus atau (lebih umum) gangguan
aliran pada fosa posterior (termasuk tumor fosa posterior). Selain
memulihkan sirkulasi secara pseudo-fisiologis aliran likuor,
ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang
uniform pada seluruh sistem susunan saraf pusat sehingga mencegah
terjadinya perbedaan tekanan pada struktur-struktur garis tengah
yang rentan. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar
ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik, dimana suatu
neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole
koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian
melalui foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid
dan vena septalis serta vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel
III. Batas-batas ventrikel III dari posterior ke anterior adalah korpus
mamilare, percabangan a. basilaris, dorsum sella dan resesus
infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan arteri basilaris
sehingga terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna
interpedunkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser,
monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.

3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)

Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang


bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau
lumbar) dengan kavitas drainase(seperti: peritoneum, atrium kanan,
pleura). Pemilihan kavitas untuk drainase dari mana dan kemana,
bervariasi untuk masing-masing kasus. Pada anak-anak lokasi drainase
yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia mampu
menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat
menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadinya infeksi berat
relatif lebih kecil dibandingkan dengan rongga atrium jantung. Lokasi
drainase lain seperti: pleura, kandung empedu dan sebagainya, dapat
dipilih untuk situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan
serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada
hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Belakangan ini drainase lumbar jarang dilakukan mengingat
ada laporan bahwa terjadi herniasi tonsil pada beberapa kasus anak.
Dalam melakukan tindakan operasi pintas, banyak pertimbangan yang
harus dipikirkan dan sifatnya sangat subyektif bagi dokter ahli
bedahnya. Ada berbagai jenis dan merek alat shunt yang masing-
masing berbeda bahan, jenis, mekanisme maupun harga serta profil
bentuknya. Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu:
kateter proksimal, katup (dengan/tanpa reservoir), dan kateter distal.
Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silikon. Pemilihan shunt
mana yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang
memasangnya, tersedianya alat tersebut, pertimbangan finansial
serta latar belakang prinsip-prinsip ilmiah. Ada beberapa bentuk profil
shunt (tabung, bulat, lonjong, dan sebagainya) dan pemilihan
pemakaiannya didasarkan atas pertimbangan mengenai
penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita,
berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem
hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang,
dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel,
status pasien (vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus, dan proses
evolusi penyakitnya.
Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau di
temporo-oksipital yang kemudian disalurkan dibawah kulit. Teknik
operasi penempatan shunt didasarkan oleh pertimbangan anatomis
dan potensi kontaminasi yang mungkin terjadi (misalnya: ada
gastrostomi, trakheostomi, laparostomi, dan sebagainya). Ada dua hal
yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Secara umum tidak
ada batasan untuk posisi baring dari penderita, namun biasanya
penderita dibaringkn terlentang selama 1-2 hari pertama.
Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah
aliran yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
Kegagalan mekanis mencakup komplikasi-komplikasi seperti: oklusi
aliran didalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal), diskoneksi
atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan
yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang
berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti
terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi
ortostatik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anatole, D.M. 1970 Neurology of Early Childhood, The William and Willins Co., Baltimore, pp:
202-6
2. Ceddia A, Di Rocco C, Tanelli A, Lauretti L. 1992 Non Tumoral Neonatal Hydrocephalus, Result
of Surgical Treatment in Firs Month of Live in Minerva-Pediatrics. 49(9) : 445-50
3. Fletcher J.M, Francis D.J, Thompson N.M, Davidson K.C, Miner M.E, 1992 Verbal and Non
Verbal Skill Discrepancies in Hydrocephalus Children, in J Clin Exp Neuropsycho, 14(4) : 596-
602
4. Holtz, B.J. and Mancuso, 1985, The Infant and Family in Hayman, L.L., Sporing, E.M. (editor)
Handbook of Pediatrics Nursing, Wiley Medical Publication, New York
5. Huttenlocher, P.R. 1983 Hydrocephalus in Behrman, R.E. and Vaughan, V.C. (editor) Nelson :
Textbook of Pediatrics, 12th ed, W.B. Saunders, Philadelphia.
6. Ismail, D. 1986 Kebutuhan Anak Untuk Mencapai Tumbuh Kembang yang Optimal, Kumpulan
Makalah Temu Wicara, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal : 56-8
7. Lott, I. T., Bocian, M., and Leitner, M. 1984 Fetal Hydrocephalus and Ear Anomalies, J
pediatrics. 11 (3) : 173-5
8. Ngoerah, I. Gst. Ng. Gd., 1991, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga University Press,
Surabaya. Hal : 45-9
9. Swaiman, K.F., and Wright, F.S. 1975 Hydrocephalus, in Farmer, T.W. (editor) Practice of
Pediatrics Neurology, vol II, C.V Mosby Co., Saint Louis, 11(2) : 111-4
10. Donna L. Wong . Wong’s essential of pediatric nursing. Ed 6. 2001. Mosby inc

Anda mungkin juga menyukai