Anda di halaman 1dari 72

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN CA NASOFARING


Mata Kuliah Sistem Sensori Persepsi
Firmina Theresia Kora,S.Kep.M,P.H

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 6

1. Meyta Armayanti(151200262)

2. Restiani (141100244)

3. Solikin(141100251)

PRODI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan


karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN CA NASOFARING” . Tujuan penulisan
makalah ini selain untuk pemenuhan tugas sistem sensori persepsi juga untuk
menambah pengetahuan dan wawasan kepada pembaca. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Firmina Theresia Kora,S.Kep.M,P.H , selaku dosen mata kuliah


system sensori persepsi.
2. Kedua Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral
dan materil serta nasihat yang bermanfaat sehingga penulis selalu
ingin berusaha dan tidak mudah menyerah.
3. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dan
bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak


kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai perbaikan
untuk menyusun makalah yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat.
Amin.

Yogyakarta, 13 Maret 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Kata pengantar .................................................................................................. 2
Daftar isi ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
A. Latar Belakang ................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan ............................................................................................ 6
D. Manfaat .......................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................. 8
a. Definisi ................................................................................................ 8
b. Etiologi ................................................................................................. 10
c. Manifestasi Klinis ................................................................................. 12
d. Patofisiologi .......................................................................................... 16
e. Pathway................................................................................................. 18
f. Pemeriksaan Diagnostik ....................................................................... 19
g. Penatalaksanaan .................................................................................... 21
h. Komplikasi ........................................................................................... 23
i. Pencegahan ........................................................................................... 23
j. Konsep Dasar Keperawatan .................................................................. 24
k. Pengkajaian ........................................................................................... 24
l. Diagnose ............................................................................................... 31
BAB II TINJAUAN KASUS............................................................................ 38
a. Kasus .................................................................................................... 38
b. Analisa Data.......................................................................................... 45
c. Diagnose Keperawatan ......................................................................... 46
d. Intervensi .............................................................................................. 49
e. Implementasi dan Evaluasi ................................................................... 51
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 65
1. Kesimpulan ........................................................................................... 65
2. Saran .................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66
LAMPIRAN ..................................................................................................... 68

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada


pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama
orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini
tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil,
akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya
pada leher. Keganasan nasofaring banyak terjadi di asia. Sering terjadi kekeliruan
dalam mendiagnosis karena gejalanya yang samar-samar dan sulitnya
pemeriksaan nasofaring. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun
cukup sulit dilakukan, kerena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-
langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan bayak
daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh
karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli,
seringkali tumor ditemukan terlambat dan sering menyebabkan metastasis ke
leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
Karsinoma nasofaring termasuk penting dalam skala dunia. Di Cina selat
an karsinoma nasofaring menepati kedudukan tertinggi yaitu dengan 2.500 kasus
baru pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi 39.84/100.000
penduduk. Ras Mongoloid merupakan faktor dominant timbulnya karsinoma
nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan
cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia,
pada orang Eskimo di Alaska, diduga penyebabnya adalah karena mereka
memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin yang menggunakan
bahan pengawet nitrosamine.
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus
setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus,
Palembang 25 kasus, Dnpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus.
Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan
lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia.
Salah satu etiologi karsinoma nasofaring adalah disebabkan virus Epstein Barr. K
arsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada laki-l aki, umur 40 dan 50 tahun,
4
tetapi kadang juga dijumpai pada anak-anak. 90% adalah karsinoma, sisanya yang
terbayak adalah limfoma. Karsinoma nasofaring menyebar secara local melalui
perluasan langsung, secara regional melalui nodul-nodul sekitarnya, dan secara
jauh melalui aliran darah. Metastase jauh ke paru-paru, tulang, dan hepar paling
sering terjadi di nasofaring dibandingkan tempat lain di leher dan kepala.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leh
er merupakan karsinomanasofaring, kemudian diikuti oleh karsinoma hidung dan
sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data laboratorium patologi
anatomic tumor ganas nasofaring selalu berada dalamkedudukan lima besar dari
tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,
tumor getah bening dan tumor kulit.

Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan)


merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit.
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena
gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada
orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong,
Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang
ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan
jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit
yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring,
yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di
bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai
tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang
ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi
terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter
THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang
menderita kanker ini.
5
B. Rumusan Masalah

1) Apa definisi dari Ca Nasofaring?

2) Apasaja etiologi dari Ca Nasofaring ?

3) Apa manifestasi klinis dari Ca Nasofaring ?

4) Bagaimana patofisiologi dari Ca Nasofaring?

5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan Ca Nasofaring?

6) Bagaimana penatalaksanaan klien dengan Ca Nasofaring?

7) Komplikasi apa yang dapat terjadi pada Ca Nasofaring?

8) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Ca Nasofaring?

C. Tujuan

1.Tujuan Umum

Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca


nasofaring

2. Tujuan Khusus

1) Memahami definisi Ca nasofaring.

2) Mengetahui penyebab dari Ca nasofaring.

3) Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring

4) Mengetahui proses terjadinya Ca nasofaring.

5) Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.

6) Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring

6
7) Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca nasofaring

D. Manfaat

1) Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada


klien dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran
mata kuliah persepsi sensori.

2) Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga


dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Ca Nasofaring

1. Anatomi Fisiologi

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring,


tepatnya di sebelah dosal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi
oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan
ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring
merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
a. Atas : Basis
kranii.
b. Bawah : Palatum mole
8
c. Belakang : Vertebra servikalis
d. Depan : Koane
e. Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler
(resesus faringeus). Pada atap dan dinding belakang Nasofaring
terdapat adenoid atau tonsila faringika.
2. Pengertian Ca Nasofaring

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di


daerah nasofaring merupakan predileksi di fossa Rossenmuler dan atap
nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala
dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. (Efiaty et al, 2001)

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang


berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di
nasofaring.Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling
banyak di THT. Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan
terlambat atau stadium lanjut.Kanker nasofaring adalah kanker yang
berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang
langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah
kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60%
tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti
tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.

Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras


mongoloid yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand,
Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang
ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga
merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

9
B. Etiologi

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai


penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh
dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan


untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-
kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini
sehingga menimbulkan Ca Nasofaring.

Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :

1. makanan yang diawetkan dan nitrosamine.( ikan asin)

2.Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen,


benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu,
beberapa ekstrak tumbuhan).

3. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

4. Radang kronis nasofaring

5. Profil HLA (human leukocyte antigen)

Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisn


ya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan
timbulnya kanker nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan


terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol
dan memiliki fenomena agrregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gan

10
HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (
CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring,
mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidak
stabilan, sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya
dari lingkungan dan timbul penyakit.

2. Virus EB

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang


spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ),
antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB memiliki kaitan
erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :

Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus


EB , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih
tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan
titernya berkaitan positif dengan beban tumor. Selain itu titer antibodi dapat
menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali
meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.

Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti


DNA virus dan EBNA. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan
galur sel mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut
tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak. Dilaporkan virus
EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma
tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

3. Faktor Lingkungan

11
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini
menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

a) Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker


nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap
mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area insiden
rendah.

b) Unsur renik: nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada


proses timbulnya kanker nasofaring .

c) Golongan nitrosamin: banyak terdapat pada pengawet ikan asin.


Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air
seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.

C. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :

1. Gejala Hidung

Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 %


pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan
kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole
bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di
permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul
epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.

Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah


hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

2. Gejala Telinga

Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus


faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba
12
eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga
terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan
dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan
pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di
dalam telinga.

Kataris/ oklusi tuba Eustachii: tumor mula-mula defosa Rosen Muler,


pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba(
berdengung, rasa penuh kadang gangguan pendengaran.Otitis Media Serosa
sampai perforasi dan gangguan pendengaran.

3. Gejala dini

Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien


mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini
merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba,
dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi
makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang
telinga dengan akibat gangguan pendengaran

Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh
sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau
mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit
dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda.
Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor
ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya
ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang
khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya

13
pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada
anak yang sedang menderita radang.

4. Gejala Lanjut

Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo


parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor,
infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi
lokal atau iriasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.

Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi


direk ke superior , dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui
saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media
intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen
ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI
rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot
mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau
nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila
terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau
petrosfenoid.

Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah


kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok
kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan
benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian
pasien yang metastasis kelenjar limfenya perama kali muncul di regio
untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.

Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru,


hati . metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat
ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri
tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap

14
bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto
sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati
, paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak
lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG.

Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5
sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor
meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri,
sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat
berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya.
Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini
merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke


arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai
saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal
(mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher
dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya
dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak
rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena
tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja
(unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua
sisi tubuh

Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir


bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh
dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada
tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan
prognosis sangat buruk

15
D. Patofisiologi

Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein


barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten
pada penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat
digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-
2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan
konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang
menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol,
sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal
inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini
terutama pada fossa Rossenmuller.

1. Penggolongan Ca Nasofaring :

a. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.

b. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah


parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus
stiloideus dan margo posterior garis tengah foramen magnum os
oksipital ).

c. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis


kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf
kranial kelompok anterior atau posterior.

16
d. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau
kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-
temporal.

e. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .

f. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.

g. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .

h. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7


cm

i. M0 : Tak ada metastasis jauh.

j. M1 : Ada metastasis jauh.

2. Penggolongan stadium klinis, antara lain :

1) Stadium I : T1N0M0

2) Stadium II : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0

3) Stadium III : T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0

4) Stadium IVa : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0

Stadium IVb :T apapun, N Apapun, M

E. Pathway

17
Faktor Lingkungan ,
Makanan, genetic Virus Ebstein Bar
(EBV)
Terinfeksi pada sel nasofaring

Pembelahan sel abnormal tidak


terkontrol
Karsinoma nasofaring

Bentuk Bentuk Bentuk Gejala


eksofitik nodul Ulkus Tumor Lain

Obliterasi Tumbuh Secara


Mendorong Progresif limfogen
Palatum molle
Gejala Gejala
Pendengaran Kena Saraf
Mata
Gejala Kranium
Hidung
Mata Hilang Gejala Syaraf Pembesaran
Kerusaka Kemoterapi Kabur Pendengaran K.Limfa
n
Hidung Epitaksis Sakit Kepala
integritas Penekanan
jaringan Tersumbat
Jaringan saraf
oleh sel-sel
kangker
Merusak sel- Perubahan Persepsi Sensori
sel epitel kulit Susah Makan
Nyeri Akut
Kulit Rusak
Kerusakan Gangguan
pada kulit persepsi sensori
Resiko kepala
Infeksi
Ketidak seimbangan
Alopelesia nutrisi kurang dari Terlihat Cemas
kebutuhan tubuh dengan kondisinya

Gangguan
Harga Diri

Ansietas
Kurang
pengetahuan

18
G. Pemeriksaan Diagnosik

Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien. Pasien dengan


epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral,
limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan
kausa yang tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga
nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.

2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher. Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe


rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan arteri vena
transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.

3. Pemeriksaan saraf kranial. Terhadap saraf kranial tidak hanya


memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu persatu , tapi
pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif

4. Pemeriksaan serologi virus EB. Dewasa ini, parameter rutin yang


diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA,
EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan
kadar dan perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu
kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker
nasofaring :

5. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA


dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.Dua dari
tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinyu atau terus meningkat.Bagi pasien yang memenuhi patokan
tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop elektrik , bila
perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi

19
virus Eb dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46 bulan sebelum
diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.

6. Diagnosis pencitraan. Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah


membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan stadium secara
adekuat, secara tepat menetapkan zona target terapi, merancang medan
radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaa
tingkat lanjut.

7. Pemeriksaan MRI. MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan


lunak, dapat serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal,
sehingga lebih baik dari pada CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan
lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara fibrosis
pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .

8. Pencitraan tulang seluruh tubuh. Berguna untuk diagnosis kanker


nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan
rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 4-6 bulan dibandingkan
rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak sebagai
akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area efek
radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun
tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas ,
harus memperhatikan riwayat penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi,
fruktur, deformitas degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi,
dll.

9. PET( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia


molukelar metabolic invivo. Menggunakan pencitraan biologis metabolis
me glukosa dari zat kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT
yang dipadukan hingga mendapat gambar PET-CT. Itu memberikan
informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi, membantu penentuan
20
area target biologis kanker nasofaring, meningkatkan akurasi radioterapi,
sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan
normal berkurang.

10. Diagnosis histologi. Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin


diperoleh jaringan dari lesi primer nasofaring untuk pemeriksaan
patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis histologi
yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memberikan diagnosis
patologik pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.

G. Penatalaksanaan

a. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik,


hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak
menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan
tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik
dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.

b. Kemoterapi

Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan


kemoradioterapi konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai
adalah :

a. PF ( DDP + 5FU ), kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel


+DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.
b. DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari
sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3 hari )
c. 5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan
infus kontinyu intravena.
21
d. Ulangi setiap 21 hari atau:
e. Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
f. 5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena
kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.
c. Terapi Biologis dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji
klinis.

d. Terapi Herbal TCM

Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi


radiokemoterapi , fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan
tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau
kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan
TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.

e. Terapi Rehabiltatif. Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan
fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal
meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.

f. Rehabilitas Psikologis. Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa


penyakitnya berpeluan untuk disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya
pulih dari situasi emosi depresi.

g. Rehabilitas Fisik. Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain,


pasien biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya
ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi , berolahraga fisik
ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara
bertahap.

h. Pembedahan. Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :


Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi. 3 bulan
pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring. Pasca
radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher. Kanker
22
nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade
I, II, adenokarsinoma.

H. Komplikasi

Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme,


fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus,
kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi
pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis.
Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.
Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang
menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari
mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan
perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009).

I. Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah


dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta
mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari
bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak
sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan
dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).

23
J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
- IDENTITAS PASIEN

- Nama

Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.

-Jenis Kelamin

Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada

perempuan.

-Usia

Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-54

tahun.

-Alamat

Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi

rumah yang kurang baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring

serta lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu,

dan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.

-Agama

Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.

-Suku Bangsa

24
Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun

Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk.Insiden di

beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk.Namun

relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC, walaupun

karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada berbagai daerah lain

di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada pria

2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000. Sebesar 2% dari kasus.karsinoma

nasofaring adalah penderita anak dan di Guangzhou ditemukan 1% karsinoma

nasofaring dibawah 14 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di medan (2008),

kelompok umur penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun

(29,1%). Umur penderita yang paling muda adalah 21- tahun dan yang paling tua

77 tahun. Rata-rata umur penderita pada penelitian ini adalah 48,8 tahun.

-Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor

nasofaring, karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap kayu.

-Diagnosa Medis

Diagnosa medis yang ditegakkan adalah tumor nasofaring.

2. STATUS KESEHATAN

a. Keluhan Utama

Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan

terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar

dalam tenggorok.Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung


25
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan

dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan

ingus, sehingga berwarna kemerahan.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.

Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit

samapi timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan

keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah

terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita tumor

nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga

peradangan dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah daun

telinga, gangguan pendengaran, perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan

komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang lebih lanjut.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada

hubungannya dengan penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring

maka akan meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring

pula.

3. PEMERIKSAAN FISIK

26
1. Sistem Penglihatan

Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien simetris,

kelompak mata klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun

konjungtiva klien anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien

isokor, otot mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan kabur,

tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi

karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami

beberapa gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang anemis

disebabkan klien memiliki kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.

2. Sistem pendengaran

Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien normal

dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga.

Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan

tumor nasofaring sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.

3. Sistem pernafasan

Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak menggunakan

otot bantu nafas dengan frekuensi pernafasan 21 x/ menit, irama nafas klien

teratur, jenis pernafasan spontan, nafas dalam, klien mengalami batuk produktif

dengan sputum kental berwarna kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada klien

simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi, namun tidak

mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini akan

sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas
terdapat sputum maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa
27
mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti

ronkhi karena suara nafas ini menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.

4. Sistem kardiovaskular

Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan irama

teratur, tidak mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit hangat suhu

tubuh klien 360C, warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak ada

edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical 82 x/ menit

dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri dada.

Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga tidak akan

mengganggu peredaran darah tersebut.

5. Sistem saraf pusat

Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien

kompos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada

tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada

pemeriksaan refleks fisiologis klien normal. Tumor nasofaring juga bisa

menyerang saraf otak karena ada lubang penghubung di rongga tengkorak yang

bisa menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat
gangguan pada otak tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.

6. Sistem pencernaan

Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak

kotor, saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare,

konsistensi feses lunak, bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi, hepar

tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang di saluran pencernaan


sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.
28
7. Sistem endoktrin

8. Sistem urogenital

9. Sistem integumen

10. Sistem musculoskeletal

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. pemeriksan kelenjar limfe leher

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus

aksesorius dan rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran

(Desen, 2008).

b. pemeriksaan nasofaring

Nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa

menggunakan kateter (American Cancer Society, dan Soetjipto, 1989).

 Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter

Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai

nasofaring dan area yang dekat sekitarnya.Pada pasien dewasa yang tidak sensitif,
pemeriksaan ini dapat dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak

besar akan dapat tampak dengan mudah.

 Rinoskop posterior menggunakan kateter

Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur,

menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk

menilai secara langsung lapisan nasofaring.

29
Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan

kiri, setelah tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan

ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang

lainnya.

- DIAGNOSE KEPERAWATAN

Penetapan dugaan terhadap suatu penyakit berdasarkan dari analisa hasil


anamnesa yang telah di lakukan.

-INTERVENSI

Adalah suatu perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat


terhadap klien.

-IMPLEMENTASI

Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu


masalah yang di alami oleh klien.

-EVALUASI

Adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien


dengan tujuan yang telah di tetapkan.

30
k. Focus intervensi

b. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.

3. Rencana Keperawatan

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).

Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil :

Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri

Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan


pengaruh minimal pada AKS

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Tentukan riwayat nyeri 1. Informasi memberikan data


misalnya lokasi, frekuensi, durasi dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/ keefektivan intervensi

2. Meningkatkan relaksasi dan


2. Berikan membantu memfokuskan kembali
31
tindakan kenyamanan dasar perhatian
(reposisi, gosok punggung) dan
aktivitas hiburan. 3. Memungkinkan pasien untuk
berpartisipasi secara aktif dan
3. Dorong penggunaan meningkatkan rasa control
ketrampilan manajemen nyeri
(teknik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imajinasi) musik, 4. Kontrol nyeri maksimum
sentuhan terapeutik. dengan pengaruh minimum pada
4. Evaluasi penghilangan nyeri AKS
atau control

Kolaborasi 1. Nyeri adalah komplikasi


1. Berikan analgesik sesuai sering dari kanker, meskipun
indikasi misalnya Morfin, metadon respon individual berbeda. Saat
atau campuran narkotik perubahan penyakit atau
pengobatan terjadi, penilaian
dosis dan pemberian akan
diperlukan

2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan


gangguan status organ sekunder metastase tumor

Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori


pesepsi.

Kriteria Hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap


perubahan.

Intervensi Rasional

1. Tentukan ketajaman 1. Mengetahui perubahan dari


pendengaran, apakah satu atau hal-hal yang merupakan kebiasaan
dua telinga terlibat . pasien .

2. Orientasikan pasien 2. Lingkungan yang nyaman


dapat membantu meningkatkan
32
terhadap lingkungan. proses penyembuhan.

3. Observasi tanda-tanda dan 3. Mengetahui faktor penyebab


gejala disorientasi. gangguan persepsi sensori yang
lain dialami dan dirasakan pasien.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil :

Berat badan dan tinggi badan ideal.

Pasien mematuhi dietnya.

Kadar gula darah dalam batas normal.

Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi dan 1. Untuk mengetahui tentang


kebiasaan makan. keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan
tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.

2. Anjurkan pasien untuk 2. Kepatuhan terhadap diet dapat


mematuhi diet yang telah mencegah komplikasi terjadinya
diprogramkan. hipoglikemia/hiperglikemia.

3. Mengetahui perkembangan berat


badan pasien (berat badan
3. Timbang berat badan merupakan salah satu indikasi untuk
setiap seminggu sekali. menentukan diet).

4. Mengetahui apakah pasien telah

33
melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
4. Identifikasi perubahan
pola makan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan


dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar


tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil :

Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan


pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.

Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan


pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui sejauh mana


pasien/keluarga tentang penyakit pengetahuan yang diketahui
DM dan Ca. Nasofaring pasien/keluarga.

2. Kaji latar belakang 2. Agar perawat dapat


pendidikan pasien. memberikan penjelasan dengan
menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti
pasien sesuai tingkat pendidikan
pasien.

3. Agar informasi dapat diterima


3. Jelaskan tentang proses dengan mudah dan tepat sehingga
penyakit, diet, perawatan dan tidak menimbulkan
pengobatan pada pasien dengan kesalahpahaman.
bahasa dan kata-kata yang mudah

34
dimengerti.

4. Jelasakan prosedur yang 4. Agar pasien lebih kooperatif


kan dilakukan, manfaatnya bagi dan cemasnya berkurang.
pasien dan libatkan pasien
didalamnya.

5. Gambar-gambar dalam 5. Gambar-gambar dapat


memberikan penjelasan (jika ada membantu mengingat penjelasan
/ memungkinkan). yang telah diberikan.

5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan


perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien


menerima keadaan dirinya

Kriteria Hasil :

Menjaga postur yang terbuka

Menjaga kontak mata

Komunikasi terbuka

Menghormati orang lain

Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam


kelompok

Menerima kritik yang konstruktif

Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social.

Intervensi Rasional

35
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Untuk menentukan tingkat
yang dialami oleh pasien. kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan
intervensi yang cepat dan tepat.

2. Dapat meringankan beban


2. Beri kesempatan pada pikiran pasien.
pasien untuk mengungkapkan
rasa cemasnya.
3. Agar terbina rasa saling
3. Gunakan komunikasi percaya antar perawat-pasien
terapeutik. sehingga pasien kooperatif dalam
tindakan keperawatan.

4. Informasi yang akurat


tentang penyakitnya dan
keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat
4. Beri informasi yang akurat
mengurangi beban pikiran pasien.
tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta 5. Sikap positif dari
dalam tindakan keperawatan. timkesehatan akan membantu
menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
5. Berikan keyakinan pada
pasien bahwa perawat, dokter,
dan tim kesehatan lain selalu
berusaha memberikan
pertolongan yang terbaik dan 6. Pasien akan merasa lebih
seoptimal mungkin. tenang bila ada anggota keluarga
yang menunggu.
6. Berikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi 7. Lingkung yang tenang dan
pasien secara bergantian. nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas
7. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman.

36
Kasus

Tn K 45 Tahun islam tinggal di jalan nitikan baru yogyakarta. Pasien


datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, nyeri dan muncul benjolan di
sekitar pipi dan leher bagian kiri. Leher terasa sulit untuk digerakan dan suara
menjadi serak.Pasien lalu berobat ke poli THT RSUD lalu dinyatakan kanker nas
ofaring. Pasien kemudian dirujuk untuk rawat inap di RSUD Ruang Kamboja de
ngan terapi dari dokter : Ondasentron 3×4 Vial, NaCl 0,9%,Paracetamol 3 x 500
g,Vitamin B1 B6 B122X1 tablet, Vitamin C 1×1 tablet,Codein 6 x 10 mg. Pasien
pernah dirawat di rumah sakit sekitar 2 bulan yang lalu dengan keluhan yang
sama. Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien dan juga keluarga pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti
DM, hipertensi, dan lainnya. Pasien mengatakan pernah mengalami kesulitan
dalam bernapas baik sebelum masuk rumah sakit. Selama dirawat di rumah sakit
pasien mengeluh tidak nafsu makan dan susah menelan disertai mual dam muntah
3 kali ( + 1500 cc ), pasien hanya mampu menghabiskan 1/3 porsi makanan setiap
kali makan. Selama di rumah sakit pasien minum 2-3 gelas perhari dan minum
air. Tidak ada keluhan panas,suhu tubuh pasien 36,5C. keadaan lemah kulit Sawo
matang. TD:130/80 mmHg,N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, S: 36,5oc , dengan
TB: 160cm, BB: 50kg. Kepala Simetris, bentuk lonjong, rambut hitam , rambut
tersebar merata,tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada lesi. Mata
Simetris, sklera putih, penglihatan sedikit kabur, hidung tersumbat. Telinga :
Simetris, pendengaran kurang baik. Leher ada benjolan di leher sebelah kiri.
Thorax : Simetris, tidak ada nyeri, gerakan teratur, tidak ada benjolan.
Ekstremitas : – Atas : Terpasang IVRL di tangan kiri, terdapat lesi.

37
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
CA NASOFARING

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA NASOFARING


DI RUANG KAMBOJA RSUD
I. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 13 maret 2016
Ruang/ Kelas : Kamboja Selatan/ III A
No. Kamar :5
No. CM : 01.57.08.96

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Alamat : JL. Niyikan baru
Suku Bangsa : Indonesia
Diagnosa Medis : ca nasofaring
2. Penanggung jawab
Nama : Ny. R
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Alamat : JL. Niyikan baru
Suku Bangsa : Indonesia
38
Hubungan dengan pasien : Istri
B. Alasan Masuk
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, nyeri dan muncul benjolan
di sekitar pipi dan leher bagian kiri.

C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh lemas, sulit menelan, nyeri, dan ada benjolan di sekitar pipi dan
leher bagian kiri, seta pasien mengeluh mual dan nafsu makan menurun. Leher
terasa sulit untuk digerakan dan suara menjadi serak. Pasien lalu berobat ke poli
THT RSUD lalu dinyatakan kanker nasofaring. Pasien kemudian dirujuk untuk
rawat inap di RSUD Ruang Kamboja dengan terapi dari dokter:
a. Ondasentron 3×4 pial
b. NaCl 0,9%
c. Paracetamol 3 x 500 g
d. Vitamin B1 B6 B122X1 tablet, Vitamin C 1×1 tablet
e. Codein 6 x 10 mg
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di rumah sakit sekitar 2 bulan yang lalu dengan keluhan
yang sama
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien dan juga keluarga pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti DM,
hipertensi, dan lainnya.
D. Pengkajian Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

1. Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)


ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Pola Makan/Minum Makan/Minum
pemenuh Jumlah : 3 X sehari Jumlah : 1 X sehari
an Jenis Jenis : : : : : :
kebutuha - Nasi : putih - Nasi : bubur
n nutrisi - Lauk : tempe, ayam dan - Lauk : tempe, ayam dan
dan ikan ikan
39
cairan - Sayur : sup - Sayur : sup dan bayam
(Makan - Minum : air putih sama - Minum : air putih sama
dan teh panas teh
Minum) Pantangan : tidak ada Pantangan : tidak ada
Kesulitan Makan/Minum : tidak Kesulitan Makan/Minum :
mengalami kesulitan mengalami kesulitan
Usaha mengatasi kesulitan : Usaha mengatasi kesulitan :
tidak ada makan dan minum pelan-pelan
Pola BAK : BAK :
Elminasi - Jumlah : 2 liter/ hari - Jumlah : 2 liter/hari
BAK : - Warna : kuning bening - Warna : kuning bening
- Bau : khas - Bau : khas
- Masalah : tidak ada - Masalah : tidak ada
- Cara mengatasi : tidak - Cara mengatasi : tidak
ada ada

BAB : BAB: BAB:


- Jumlah : - Jumlah :
- Warna : coklat - Warna : coklat
- Bau : khas kekuning-kuningan
- Konsistensi : padat - Bau : khas
- Masalah : tidak ada - Konsistensi : padat
- Cara Mengatasi: tidak - Masalah : tidak ada
ada Cara Mengatasi: tidak ada
Pola Pola Istirahat Tidur Pola Istirahat Tidur
Istirahat - Jumlah/Waktu : 9 jam/hari - Jumlah/Waktu : 6 jam/hari
Tidur - Gangguan Tidur : tidak ada - Gangguan Tidur : cemas
- Upaya Mengatasi gangguan: - Upaya Mengatasi gangguan:
tidak ada berdoa tidur tidur
- Hal-hal yang - Hal-hal yang
mempermudah tidur : dengar mempermudah tidur : minum
musik obat
- Hal-hal yang - Hal-hal yang
mempermudah bangun: berisik

Pola Pola Kebersihan Diri (PH)


Kebersih - Frekuensi mandi : 2x /hari Pola Kebersihan Diri (PH)
an Diri - Frekuensi Mencuci rambut: 3 - Frekuensi mandi : 1x /hari
(PH) hari sekali - Frekuensi Mencuci rambut: 3
- Frekuensi Gosok gigi : 3x/hari hari sekali
- Keadaan kuku: bersih - Frekuensi Gosok gigi : 2x/hari
- Keadaan kuku: bersih
40
- mempermudah bangun: berisik

Aktivitas Menonton TV, bertani Berbaring


Lain

2. Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
klien saat ini agak sedikit cemas dengan kondisinya. Dan terlihat dari
tingkahnya yang sangat sulit untuk tidur.
b. Gaya Komunikasi
Pasien dapat berinteraksi dengan perawat, dokter, serta pasien tidak mengalami
kesulitan dalam bersosialisasi dengan keluarga ataupun lingkungan di rumah
sakit walaupun dengan suara yang sedikit serak.

c. Pola Pertahanan
Klien membawa penyakitnya ke rumah sakit dan mengikuti semua
pengobatan yang ada di rumah sakit.

d. Dampak di Rawat di Rumah Sakit


Saat di rumah sakit klien merasa bahwa dirinya sudah mulai ada perubahan
dan perkembanagn untuk kesembuhannya.

e. Kondisi emosi / perasaan klien


Sedih, terlihat dari kondisi klien saat ini.
Ya, terlihat dari cara komunikasi dan keseharian saat di rumah sakit

3. Riwayat Sosial
Bagaimana Pola Interaksi klien : klien berinteraksi dengan baik. Baik terhadap
keluarganya dan orang disekitarnya maupun masyarakat yang berada di
lingkungannya.. Klien hanya dekat dengan keluarganya terutama istrinya yang
dapat dia percaya. Klien aktif dalam berinteraksi ke pada orang disekitanya. Klien
sering mengikuti perkumpulan –perkumpulan di masyarakat dan sering ikut
kegiatan.
41
4. Riwayat Spritual
Pasien beragama Islam dan selama di rumah sakit pasien hanya diwakilkan oleh
keluarganya untuk sembahyang di masjid rumah sakit. Terpenuhi, klien
melaksanakan sholat 5 waktu. Dan sering mengaji, selama melakukan
kewajibannya klien tidak merasa ada masalah.
5. Prestasi dan Produktivitas
Sebelum sakit pasien bekerja sebagai petani
6. Rekreasi
Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa menghabiskan waktunya dengan
bertani.
7. Belajar
Pasien mengerti tentang tindakan pengobatan yang diberikan walaupun sesekali
bertanya dengan perawat.
E. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesan Umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Warna Kulit : Sawo matang
d. Turgor kulit : Elastis
e. BB: 50 kg
f. TB: 160 cm
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
- Nadi = 80x/menit
- Suhu = 37oC ,
- TD = 120/90 mmHg,
- RR = 19x/ menit

3. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
Kelengkapan mata simetris, tidak ada pelebaran di kelopak mata,
oedem ( - ), peradangan ( - ), luka( - ), benjolan (-), Bulu mata tidak
rontok,, Konjunctiva dan sclera perubahan warna (an anemis), Warna
iris (hitam), Reaksi pupil terhadap cahaya (miosis), Pupil (isokor), kornea
normal.
42
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : simetris, tidak ada pembengkokan, tidak ada
perdarahan,pembesaran kotoran dan polip. Ada nya sumbatan
c. Mulut
Amati bibir : tidak ada Kelainan konginetal, warna
bibir pink, lesi (- ), Bibir pecah ( - ), Amati gigi ,gusi, dan
lidah : tidak ada Caries . Kotoran (- ), Gigi palsu ( - ), Gingivitis
( - ), Warna lidah , Perdarahan ( - ) dan abses ( - ). Amati rongga
mulut : ada Bau mulut, Benda asing : ( tidak )
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk simetri Ukuran sedang , lesi ( - ), nyeri
tekan ( + ), peradangan ( - ), penumpukan serumen (-).
pendengaran kurang baik.

1. Pemeriksaan Kepala dan Leher


a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala (lonjong), kesimetrisan (+ ).
Hidrochepalus ( - ), Luka ( - ), darah (-), Trepanasi ( - ).
Palpasi : , rambut hitam , rambut tersebar merata,tidak ada benjolan, tidak
ada nyeri tekan dan tidak ada lesi.
2. Leher
Inspeksi : Bentuk leher (asimetris), peradangan ( + ), ada nya jaringan
parut , ada perubahan warna, massa ( +)
Palpasi : adanya pembesaran kelenjar limfe , pembesaran kelenjar tiroid ( -
), posisi trakea (tidak simetris), pembesaran Vena jugularis ( - ) Ada
benjolan di leher sebelah kiri.
2. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
-Bentuk torak (Normal chest ),
-Susunan ruas tulang belakang (Kyposis ),
-Bentuk dada (simetris ),
-Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + ), retraksi
suprasternal ( -), Sternomastoid ( - ), pernafasan cuping hidung ( - ).Pola
nafas : (normal).

43
PALPASI
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama ).
PERKUSI
Terdengar suara sonor
AUSKULASI
-Suara nafas Area Vesikuler : ( bersih , Area Bronchial : ( bersih ) Area
Bronkovesikuler ( bersih / halus / kasar )
-Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni ( - ), Egophoni ( - ),
Pectoriloqui ( -)-Suara tambahan Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ),
Wheezing ( - ),Pleural fricion rub ( - ), bunyi tambahan lain tidak ada.
b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI
Ictus cordis ( - ),
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Tidak teraba )
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : = ICS II )
Batas bawah = ICS V)
Batas Kiri= ICS V Mid ClavikulaSinistra)
Batas Kanan : = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal ), ( reguler )
BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm (-).

3. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : (datar ), Massa/Benjolan (- ), simetris, Bayangan
pembuluh darah vena (-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 20 x/menit ( N = 5 - 35 x/menit, Borborygmi ( -
)
PALPASI
Palpasi Hepar : diskripsikan :Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan
(lunak), permukaan (halus), tepi hepar tidak
44
teraba).
Palpasi Appendik : Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc.
Burney. nyeri tekan ( - ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar kontralateral ( - ).
Palpasi Ginjal : Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( - ), pembesaran
ginjal tidak teraba).
PERKUSI
hasil perkusi pada abdomen adalah tympani
4. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
a. Genetalia Pria
Inspeksi :
Rambut pubis (bersih ), tidak ada lesi, tidak ada benjolan
Lubang uretra : tidak mengalami penyumbatan, tidak ada
Hipospadia , Epispadia ( - )
Palpasi
Penis : tidak ada nyeri tekan. testis :beniolan ( - ), nyeri tekan ( - ),
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :
Tidak ada Hidrochele, Scrotal Hernia ( - ),
Spermatochele (-) Epididimal Mass/Nodularyti ( - )
Epididimitis( - ), Torsi pada saluran sperma ( - ), tidak ada
Tumor
testiscular
Inspeksi dan palpasi Hernia :
Inguinal hernia ( - ), femoral hernia ( - ), tidak ada pembengkakan

5. Pemeriksaan Punggung dan Tulang Belakang


Tidak ada lesi pada kulit punggung , kyposis, terdapat deformitas ,
tidak terdapat fraktur , tidak ada nyeri tekan. Saat ini klien tidak ada
kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang, sendi dan
kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang sendi
dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik.
Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka sehingga tidak ada kelainan
yang mengganggu sistem musculoskeletal.

6. Pemeriksaan Ekstremitas/Muskuloskeletal
Ekstremitas : – Atas : Terpasang IVRL di tangan kiri,
terdapat lesi
– Bawah : Tidak terdapat varises
a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-),
fraktur (-) lokasi terpasang Gib ( - ), Traksi ( - )

45
7. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidup/Tenggerokkan
Uji ketajaman pendengaran :Tes bisik, Dengan arloji, Uji
weber : seimbang , Uji rinne : lemah, Uji swabach : sama
Uji Ketajaman Penciuman dengan menggunakan rangsang bau-bauan.
Sabun parfum dan minyak kayu putih
Pemeriksaan tenggorokan: lakukan pemeriksaan tonsil, ada nyeri telan.
8. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
o Pemeriksaan Visus Dengan Snellen's Cart : OD ... . OS
o Tanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan ( Kurang )
o Pemeriksaan lapang pandang : Normal . posisi bola mata klien simetris,
kelompak mata klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun
konjungtiva klien anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil mata
klien isokor, otot mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan
kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+).
9. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
a. Menguji tingkat kesadaran dengan
GCS ( Glasgow Coma Scale )
Menilai respon membuka mata 4
Menilai respon Verbal 5
Menilai respon motorik 5
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis)
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh ( -), nyeri kepala ( + ), kaku kuduk ( -),
mual -muntah ( + ) kejang ( -) penurunan tingkat kesadaran ( -)
c. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris ), atropi ( -) gerakan-gerakan yang tidak
disadari oleh klien tidak ada.
d. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : minum air hangat, kapas halus, minyak
wangi.
e. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis : R.Bisep: adanya kontraksi otot bisep yaitu fleksi
sebagian dan gerakan pronasi R. Trisep: adanya kontraksi otot bisep yaitu
timbul gerakan ekstensi , R. Patella : adanya kontraksi otot kuadrisep
femoris yaitu ekstensi dari lutut, R. Achiles : adanya respon berupa gerakan
plantar fleksi kaki
Reflek Pathologis, R. Babinski : adanya respon berupa fleksi
plantar pada semua jari kaki

46
10. Pemeriksaan Kulit/Integument
a. Integument/Kulit
Inspeksi : Adakah lesi ( - ), Jaringan parut ( - ), warna kulit pucat
Palpasi : Tekstur (halus/ kasar ), Turgor/Kelenturan(baik/jelek ),
Struktur (keriput/tegang), Lemak subcutan ( tebal / tipis ), nyeri
tekan ( - ) bagian leher. Turgor kulit klien elastic, temperature
kulit klien hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak
ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah
pemasangan infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut
bersih. Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan
adanya sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga
pasien terlihat pucat.

Identifikasi luka / lesi pada kulit


1. Tipe Primer : Makula ( - ), Papula ( - ) ada nya Nodule ,Vesikula ( - )
2. Tipe Sekunder : Pustula (-), Ulkus (-), Crusta (-), Exsoriasi
(-), Scar (-), Lichenifikasi ( - )
Kelainan- kelainan pada kulit : Naevus Pigmentosus ( - ),
Hiperpigmentasi ( - ), Vitiligo/Hipopigmentasi (- ), Tatto (- ),
Haemangioma (-), Angioma/toh(+ /-),
b. Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), Bau khas ada
rontok, warna keputih putihan, ada Alopesia , Hirsutisme
(+/-)
c. Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna pink, bentuk simetris , dan sedikit kebersihan
kuku.

F. Terapi Dan Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 maret 2016

47
Nilai
No Parameter Hasil Satuan Rujukan Remarks
1 WBC/ leukosit 1,97 x10^3/Ul 4,10-11,00 Rendah
2 RBC/ eritrosit 3,39 x10^6/Ul 4,50-50,0 Rendah
HGB /
3 Hemoglobin 13,00 g/Dl 13,50-17,90 Rendah
MCT/ medium
4 chain trygliserida 30,50 % 41,00-53,00 Rendah
MCH/men
5 corpuscular Hb 89,80 Fl 80,00-100,00
MCHC/kosentrasi
6 hemoglobin 32,60 Pq 31,00-36,00
2. Terapi
a. Ondasentron 3×4 pial
b. NaCl 0,9%
c. Paracetamol 3 x 500 g
d. Vitamin B1 B6 B122X1 tablet, Vitamin C 1×1 tablet
e. Codein 6 x 10 m

48
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI PROBLEM
1.DS : Pembengkakan Nyeri kronis
P : Pasien mengatakan nyeri pada jaringan
bagian antara leher dan pipinya yang
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, nyeri
hilang timbul, nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk jarum
Q : Rasanya seperti di tusuk-tusuk
jarum
R : pasien mengatakan hyeri pada
bagian leher dan pipinya.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri yang timbul hingga 10 menit.

DO :
 Pasien terlihat meringis
 Skala nyeri 6 dari skala 0-10
yang diberikan
 Gangguan tidur
 TTV
Nadi = 80x/menit
Suhu = 37oC ,
TD = 120/90 mmHg,
RR = 19x/ menit

2. DS : Pasien mengatakan pandangan Gangguan Gangguan


sedikit kabur dan hidung tersumbat status organ sensori
DO : sekunder persepsi
 Flu biasa metastase
49
 Sulit bernafas
 Disorientasi
 Perubahan persepsi

3. DS : pasien mengeluh tidak nafsu Ketidak Ketidak


makan dan susah menelan disertai mual mampuan seimbangan
muntah menelan nutrisi
DO : makanan kurang dari
 Pasien hanya mampu kebutuhan
menghabiskan 1/3 porsi tubuh
makanan setiap kali makan
 Pasien terlihat kurus
 Muntah(+) 3 kali ( + 1500 cc )
 BB: 50 kg (sebelumnya 60 kg)
 Ketidak mampuan memakan
makanan
 Kelemahan otot untuk menelan
.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari hasil penulis terdapat diagnose sebagai berikut:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan pembengkakan jaringan.
2. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan gangguan status organ
sekunder metastase tumor.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan menelan makanan.

50
C. INTERVENSI
No DX. KEP TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. kaji nyeri 1. Informasi
memberikan
kronis tindakan keperawatan secara data dasar
berhubung selama 3x24 jam di konfrehensif untuk meng
an dengan harapkan nyeri dengan termasuk evaluasi
kebutuhan/
pembengk kriteria hasil : lokasi,
keefektivan
akan 1. Mampu karakteristik intervensi
jaringan mengotrol durasi, 2. Meningkatk
an relaksasi
nyeri(tahu frekuensi
dan memban
penyebab nyeri, kualitas dan tu memfoku
mampu factor skan kembal
menggunakan presipitasi. i perhatian
3. Memungkin
teknik 2. Observasi kan pasien
farmakologi reaksi untuk
untuk nonverbal berpartisipas
i secara aktif
mengurangi dari dan
nyeri, mencari ketidaknyam meningkatka
bantuan) anan. n rasa
control
2. Melaporkan 3. Beri analgetik
4. Kontrol
bahwa nyeri untuk nyeri
berkurang mengurangi maksimum
dengan
dengan nyeri. ( aspirin
pengaruh
menggunakan 3x1 ampul) minimum
manajemen 4. Berikan pada AKS
nyeri penyuluhan 5. Nyeri adalah
komplikasi
3. Mampu tentang sering dari
mengenali nyeri mengontrol kanker,
(skala,intensitas nyeri. meskipun
respon
dan tanda-tanda 5. Ajarkan individual
nyeri) tentang teknik berbeda.
51
4. Menyatakan nonfarmakolo Saat
perubahan
rasa nyaman gi. ( teknik penyakit
setelah nyeri relaksasi/ tarik atau
berkurang. nafas dalam, pengobatan
terjadi,
mendengarkan
penilaian
audio) dosis dan
6. Kolaborasi pemberian
akan
dengan dokter
diperlukan
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Mengetahui
tanda-tanda faktor
sensori tindakan keperawatan
dan gejala penyebab
persepsi selama 3x24 jam di disorientasi. gangguan
berhubung harapkan gangguan 2. Identifikasi persepsi
an dengan sensori persepsi dapat kebutuhan sensori yan
memenuhi Kriteria keamanan g lain
gangguan
pasien, sesuai dialami dan
status Hasil :
dengan dirasakan
organ 1. Klien terbebas
kondisi fisik pasien
sekunder dari cedera dan fungsi 2. Mengetahui
metastase 2. Klien mampu kognitif pasie perubahan
menjelaskan n dan riwayat dari hal-hal
tumor.
penyakit yang
cara/metode terdahulu merupakan
untukmencegah pasien kebiasaan
injury/cedera 3. Memberikan pasien .
penerangan 3. Lingkungan
3. Klien mampu
yang cukup yang
menjelaskan 4. Menganjurkan nyaman
factor resiko keluarga dapat
untuk membantu
dari
menemani meningkatka
lingkungan/peri pasien. n proses
52
laku personal 5. Berikan penyembuha
4. Mampumemodi penjelasan n.
pada pasien 4. agar
fikasi gaya
dan keluarga mengetahui
hidup atau perkembang
untukmencegah pengunjung an pasien
adanya setiap
injury
perubahan harinya serta
5. Menggunakan status membantu
fasilitas kesehatan dan pasien untuk
penyebab mencegah
kesehatan yang
penyakit terjadinya
ada 6. Kolaborasi cidera.
6. Mampu dengan dokter 5. agar tidak
mengenali THT dalam salah
proses persepsi
perubahan penyembuhan mengenai
status kesehatan pada pasien. kondisi
pasien.
6. untuk
membantu
dalam
proses
penyembuha
n pasien.
3. Kebutuha Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Untuk
mengetahui
n nutrisi tindakan keperawatan kemampuan tentang
kurang selama 3x24 jam di pasien untuk keadaan dan
dari harapkan kebutuhan mendapatkan kebutuhan
nutrisi
kebutuhan nutrisi terpenuhi nutrisi yang di
pasien
tubuh b/d dengan kriteria hasil : butuhkan. sehingga
ketidak 1. Adanya 2. Monitor dapat
peningkatan diberikan
mampuan jumlah nutrisi
tindakan dan
menelan berat badan dan pengaturan
makanan. sesuai dengan kandungan diet yang
kalori. adekuat.
tujuan
2. Kepatuhan
53
2. Berat badan 3 berikan terhadap
ideal sesuai diet dapat
vitamin mencegah
dengan tinggi penambah komplikasi
badan nafsu makan terjadinya
hipoglikemi
3. Mampu ke pada pasien
a/hiperglike
mengidentifikas 4. Ajarkan mia.
pasien 3. Mengetahui
i kebutuhan
seberapa
nutrisi bagaimana
besar
cara membuat keinginan
4. Tidak ada tanda
catatan pasien
tanda malnutrisi dalam
makanan
menerima
5. Menunjukan harian. makanan-
peningkatan 5. Kolaborasi makanan
fungsi dengan ahli yang
pengecapan dari terpilih.
gizi untuk 4. Mengetahui
menelan. menentukan apakah
6. Tidak terjadi jumlah kalori pasien telah
penurunan berat melaksanaka
dan nutrisi
n program
badan yang yang di diet yang
berarti butuhkan ditetapkan.
pasien. 5. Agar
kebutuhan
terpenuhi
dengan baik.

54
IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari/T Diagnose Implementasi Evaluasi Par
gl Keperawatan af
Jam
Senin, Nyeri 1. Mengkaji S:
14 kronis nyeri secara P : Pasien sedikit mengeluh
maret berhubunga konfrehensif nyeri
2016 n dengan termasuk Q : Rasanya seperti di tusuk-
10.00 pembengka lokasi, tusuk jarum
WIB kan karakteristik R : pasien mengatakan hyeri
jaringan durasi, pada bagian leher dan pipinya.
frekuensi S : Skala nyeri 5
kualitas dan T : Nyeri yang timbul hingga
factor 10 menit.
presipitasi.
2. Mengobserva O:
si reaksi  Pasien tampak tenang
nonverbal  skala nyeri 5
dari  Gangguan tidur
ketidaknyama  TTV
nan. Nadi= 80x/menit
Suhu = 37oC ,
3. Memberikan TD = 120/90mmHg,
analgetik
RR = 19x/ menit
(aspirin 3x1
A : Masalah teratasi sebagian
ampul) untuk
pada nyeri
mengurangi
P: Lanjutkan Intervensi 1,2,3
nyeri.
4. Memberikan
penyuluhan
kesehatan
tentang
mengontrol
55
nyeri
5. Mengajarkan
tentang
teknik
nonfarmakolo
gi. ( teknik
relaksasi/tarik
nafas dalam
dan
mendengarka
n audio)
6. Mengkolabor
asi dengan
dokter jika
ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil.
Senin, Gangguan 1. Mengobserva S : Pasien mengatakan
si tanda-
14 sensori pandangan sedikit kabur dan
tanda dan
maret persepsi gejala hidung tersumbat
2016 berhubunga disorientasi. DO :
10.00 n dengan 2. Mengidentifi  Flu biasa
WIB kasi  Sulit bernafas (RR:19
gangguan
kebutuhan
status organ x/menit)
keamanan
sekunder pasien, sesuai  Disorientasi
metastase dengan  Perubahan persepsi
tumor. kondisi fisik A : Masalah belum teratasi
dan fungsi
pada gangguan sensori
kognitif pasi
persepsi
en dan
riwayat P : Lanjutkan intervensi 1,2,3
penyakit
56
terdahulu
pasien
3. Memberikan
penerangan
yang cukup
4. Menganjurka
n keluarga
untuk
menemani
pasien.
5. Memberikan
penjelasan
pada pasien
dan keluarga
atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan
dan penyebab
penyakit
6. Mengkolabor
asi dengan
dokter THT
dalam proses
penyembuhan
pada pasien
Senin, Kebutuhan 1. Mengkaji S : Pasien masih mengeluh
14 nutrisi kemampuan susah menelan dan tidak
maret kurang dari pasien untuk nafsu makan
2016 kebutuhan mendapatkan O:
11.00 tubuh b/d nutrisi yang  Pasien hanya mampu
WIB ketidak di butuhkan. menghabiskan 1/3
mampuan 2. Memonitorin porsi makanan setiap
menelan g jumlah kali makan
57
makanan. nutrisi dan  Pasien terlihat kurus
kandungan  Muntah(+) 1 kali
kalori.  BB: 50 kg
3 Memberikan (sebelumnya 60 kg)
vitamin  Ketidak mampuan
penambah memakan makanan
nafsu makan  Kelemahan otot untuk
ke pada menelan
pasien A : Masalah sebagian teratasi
4.Mengajarkan pada kebutuhan nutrisi
pasien pasien
bagaimana P : Lanjutkan intervensi 1,2,3
cara
membuat
catatan
makanan
harian.
5. Mengolabora
si dengan
ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan nutrisi
yang di
butuhkan
pasien.

58
IMPLEMENTASI HARI KE 2

Hari Dx. Kep Implementasi Evaluasi Par


Tgl/ja af
m
Selasa, Nyeri 1. Mengkaji nyeri S :
15 kronis
maret b/d secara P : Pasien sedikit mengelu
2016 pembeng konfrehensif h nyeri
08.00 kakan
termasuk lokasi, Q : Rasanya seperti di
WIB jaringan
karakteristik tusuk-tusuk jarum
durasi, frekuensi R : pasien mengatakan
kualitas dan factor hyeri pada bagian
presipitasi. leher dan pipinya.
2. Mengobservasi re S : Skala nyeri 6
aksi nonverbal T : Nyeri yang timbul
dari ketidak hingga 10 menit.
nyamanan. O:
3. Memberikan  Pasien tampak
analgetik (aspirin tenang
3x1 ampul) untuk  skala nyeri 3
mengurangi nyeri.  Gangguan tidur
4. Mengajarkan  TTV
tentang teknik Nadi=
80x/menit
nonfarmakologi( Suhu = 37oC ,
teknik TD = 120/90m
mHg,
relaksasitarik
RR = 19x/ menit
nafas dalam )
A : Masalah teratasi sebag
5. Mengkolaborasi d
ian pada nyeri
engan dokter jika
ada keluhan dan P: Lanjutkan Intervensi
1,2,3
tindakan nyeri
59
tidak berhasil.
Selasa Ganggua 1. Mengobservasi S : Pasien mengatakan
15 tanda-tanda dan
maret n sensori pandangan sedikit kabur
gejala
2016 persepsi dan sumbatan di hidung
disorientasi.
10.30
berhubun 2. Mengidentifikasi berkurang
WIB
gan kebutuhan DO :
keamanan pasien,  Flu biasa
dengan
sesuai dengan
gangguan berkurang
kondisi fisik dan
status fungsi  Mampu bernafas
organ kognitif pasien normal
sekunder dan riwayat (RR:20x/menit)
penyakit
metastase  Dapat berorentasi
terdahulu pasien
tumor.  Perubahan
3. Memberikan
penerangan yang persepsi
cukup A : Masalah teratasi
4. Menganjurkan sebagian pada
keluarga untuk
gangguan sensori
menemani pasien.
5. Memberikan persepsi
penjelasan pada P : Lanjutkan intervensi
pasien dan 1,2,3
keluarga atau
pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan
dan penyebab
penyakit
6. Mengkolaborasi
dengan dokter
THT dalam
proses
penyembuhan
pada pasien
Selasa Kebutuha 1. Mengkaji S : Pasien masih
60
15 n nutrisi kemampuan mengeluh susah
maret
2016 kurang pasien untuk menelan dan tidak
13.00 dari mendapatkan nafsu makan
WIB
kebutuha nutrisi yang di O:
n tubuh butuhkan.  Muntah (-)
b/d 2. Memonitoring  pasien mampu
ketidak jumlah nutrisi dan menghabiskan ½
mampua kandungan kalori. porsi makanan
n 3 Memberikan  BB: 50 kg
menelan vitamin penambah (sebelumnya 60
makanan. nafsu makan ke kg)
pada pasien  Sedikit mampuan
4.Mengajarkan memakan
pasien bagaimana makanan
cara membuat  Kelemahan otot
catatan makanan untuk menelan
harian. A : Masalah sebagian
5. Mengolaborasi teratasi pada
dengan ahli gizi kebutuhan nutrisi
untuk menentukan pasien
jumlah kalori dan
P : Lanjutkan intervensi
nutrisi yang di 1,2,3
butuhkan pasien.

61
IMPLEMENTASI HARI KE 3

Hari Dx. Kep Implementasi Evaluasi Par


Tgl/ af
Jam
Rabu, Nyeri 1. Mengkaji nyeri S:
16 kronis b/d
maret pembengka secara P : Pasien tidak mengeluh
2016 kan konfrehensif nyeri
09:00 jaringan
termasuk lokasi, Q : Rasanya seperti di
WIB
karakteristik tusuk-tusuk jarum
durasi, frekuensi R : pasien mengatakan
kualitas dan factor hyeri pada bagian leher
presipitasi. dan pipinya.
2. Mengobservasi S : Skala nyeri 1
reaksi nonverbal T : Nyeri yang timbul
dari hingga 30 menit.
ketidaknyamanan. O:
3. Memberikan  Pasien tampak
analgetik ( aspirin tenang
3x 1 ampul) untuk  skala nyeri 1
mengurangi nyeri.  Tidak ada
4. Mengajarkan gangguan tidur
tentang teknik  TTV
nonfarmakologi Nadi=80x/menit
Suhu= 36,4oC
(teknik relaksasi/ TD =120/90mmHg
tarik nafas dalam RR =21x/ menit
dan A : Masalah teratasi pada
mendengarkan nyeri
audio)
P : Hentikan Intervensi
5. Mengkolaborasi 1,2,3
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
62
nyeri tidak
berhasil.
Rabu, Gangguan 1. Mengobservasi S : Pasien mengatakan
16 tanda-tanda dan
maret sensori sumbatan di hidung tidak
gejala
2016 persepsi ada
disorientasi.
11:30
berhubung 2. Mengidentifikasi DO :
WIB
an dengan kebutuhan  Tidak ada flu
keamanan pasien,  Tidak ada
gangguan
sesuai dengan
status kesulitan
kondisi fisik dan
organ fungsi bernafas(RR:21
sekunder kognitif pasien x/menit)
metastase dan riwayat  Dapat berorentasi
penyakit
tumor.
terdahulu pasien
A : Masalah teratasi pada
3. Memberikan
penerangan yang gangguan sensori
cukup persepsi
4. Menganjurkan
keluarga untuk P : Hentikan intervensi
menemani pasien. 1,2,3
5. Memberikan
penjelasan pada
pasien dan
keluarga atau
pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan
dan penyebab
penyakit
6. Mengkolaborasi
dengan dokter
THT dalam
proses
penyembuhan
pada pasien
63
Rabu, Kebutuhan 1. Mengkaji S : Pasien sedikit
16
maret nutrisi kemampuan mengeluh susah
2016 kurang pasien untuk menelan dan tidak
13:00
dari mendapatkan nafsu makan
WIB
kebutuhan nutrisi yang di O:
tubuh b/d butuhkan.  Muntah (-)
ketidak 2. Memonitoring  Pasien mampu
mampuan jumlah nutrisi dan menghabiskan ½
menelan kandungan kalori. porsi makanan
makanan. 3 Memberikan  BB: 51 kg
vitamin penambah (sebelumnya 60
nafsu makan ke kg)
pada pasien  Sedikit mampuan
4.Mengajarkan memakan
pasien bagaimana makanan
cara membuat  Kelemahan otot
catatan makanan untuk menelan
harian. A : Masalah teratasi
5. Mengolaborasi sebagian pada
dengan ahli gizi kebutuhan nutrisi
untuk menentukan pasien
jumlah kalori dan P : Lanjutkan intervensi
nutrisi yang di 1,2,3
butuhkan pasien.

64
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Carsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Yang
disebabkan oleh Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab
utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap
tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan Ca Nasofaring. Pada tahap evaluasi pada diagnosa prioritas perawat
telah melaksanakan sesuai dengan intervensi namun tujuan belum tercapai
masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan namun pada diagnosa
ansietas perawat telah melaksanakannya juga berdasarkan pada intervensi yang te
lah diencanakan dan tujan tercapai masalah teratasi.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Pada Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Ca Nasofaring dan meningkatkan pengetahuan dengan membaca
buku dan mengikuti seminar serta menindak lanjuti masalah yang belum terata
si.
2. Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan melakukan
pengkajian agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat me
laksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
3. Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobata
n dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter

65
DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Edisi 8. EGC. Jakarta.
 Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC.
Jakarta.
 Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing
Process Approach. 2 nd Edition : WB Sauders.
 http://bangeud.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-ca-
nasofaring.html
 Kusuma Hardi dan Huda Nurarif Amin. 2012. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Nanda Nic-Noc. Media Hardy,Yogyakarta.
 Kusuma Hardi dan Huda Nurarif Amin. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Nanda Nic-Noc. Media Hardy,Yogyakarta.

 Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis


Dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
 M.Wilkinson Judith dan R. Ahern Nancy.2011. Diagnnosis Keperawatan,
(Ed 9). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
 Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.
 Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga,
Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

66
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Hari / tanggal : Senin, 14 maret 2016


Waktu / jam : 08:00 WIB
Sasaran : Pasien kelolaan Dan Keluarga Pasien
Materi : Penyuluhan kesehatan tentang management Nyeri
A. Tujuan
a. Tujuan instruksional Umum
Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan diharapkan agar pasien dan keluarga
dapat memahami tentang dasar-dasar management nyeri.
b.Tujuan instruksional Khusus :
1. Menjelaskan pengertian nyeri
2. Menjelaskan penyebab nyeri
3. Menjelaskan macam-macam nyeri
4. Menjelaskan tehnik pengobatan
5. Menjelaskan cara menghilangkan nyeri
B. Sasaran
Pasien dan Keluarga Pasien
C. Materi
1. Pengertian nyeri
2. Penyebab nyeri
3. Macam-macam nyeri
4. Tehnik pengobatan nyeri
5. Cara menghilangkan nyeri
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
E. Setting

67
F. Media
Laptop
G. Pengorganisasian
Penyuluh :
Kegiatan Penyuluhan

No. Kegiatan Penyuluhan Waktu Kegiatan Peserta


1. Pendahuluan 5 menit
· Memberi salam · Menjawab salam
· Menyampaikan pokok · Menyimak
bahasan
· Menyampaikan tujuan · Menyimak
2. Kegiatan Inti 10 menit
· Memberikan penjelasan · Menyimak
tentang nyeri
· Memberikan kesempatan · Bertanya
peserta untuk bertanya
· Menjawab pertanyaan peserta · Memperhatikan
3. Penutup 5 menit
· Menyimpulkan materi · Memperhatikan
penyuluhan bersama peserta
· Memberikan salam penutup · Menjawab salam
penutup
H. Evaluasi
Menguji pemahaman orang tua pasien dengan memberikan pertanyaan:
1. Apa yang di maksudkan dengan nyeri?
2. Apakah penyebab terjadinya nyeri?
3. Sebutkan macam-macam nyeri?
4. Sebutkan salah satu cara menghilangkan nyeri?

68
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN
MANAGEMENT NYERI

A. Pengertian
Nyeri adalah sensasi apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan oleh
individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya atau
nyeri adalah perasaan spesifik seseorang yang diinformasikan oleh mekanisme
pertahanan organisasi tubuh terhadap suatu lesi (kerusakan jaringan).
B. Penyebab
Adanya gangguan jaringan tubuh sehingga jaringan tubuh tidak bisa
berfungsi secara normal. Seperti : Pasien dengan Vulnus laceratum
C. Macam-Macam Nyeri
1. Nyeri akut
Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan karena
suatu cidera,prosedur pembedahan, proses penyakit atau fungsi abnormal otot dan
visera.
2. Nyeri kronik
Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri yang menetap melebihi rentang
waktu suatu proses akut atau melebihi kurun waktu normal tercapainya suatu
penyembuhan; periodenya dapat bervariasi dari 1 hingga 6 bulan

D. Tehnik Pengobatan
Pada prinsipnya, rasa nyeri bisa diobati dengan tiga cara yaitu:
1. Menghiiangkan Penyebab Nyeri
Nyeri akibat peradangan yang timbul karena bakteri ataupun infeksi
Vulnus laceratum dapat dihilangkan dengan mengobati atau melenyapkan faktor
penyebabnya, yakni dengan pemberian obat guna membunuh kuman/bakteri.
Agar tidak berkembang biak pada luka Vulnus laceratum.
2. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
69
Nyeri juga dapat ditekan dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit. Atau luka Vulnus laceratum Ini dapat dilakukan dengan pemberian
terapi. Misalnya, terapi media, tehnik Relaksasi (nafas dalam).
3. Memotong Jalur Transmisi Nyeri
Pada dasarnya segala bentuk pengobatan terhadap nyeri adalah dengan
melakukan blokade syaraf sensorik. Ini dapat dilakukan dengan pemberian obat-
obatan yang sifatnya menekan fungsi nociceptor (saraf nyeri).
E. Cara Menghilangkan
1. Bernapas pelan dan dalam
Cara mudah untuk mengatasi nyeri akut seperti akibat dari vunus
laceratum, yakni pernapasan yang pelan dan dalam. Cara ini cukup efektif bahkan
untuk nyeri yang lebih berat, seperti yang sering dilakukan para wanita saat
melahirkan.

1. Mengkhayal ( Tehnik emagery)


Bebaskan fantasi dengan mengkhayal apa saja, maka nyeri akut akan
berkurang. Dalam sebuah studi di University of Wisconsin, khayalan seksual atau
tentang sesuatu yang seksi paling efektif meningkatkan toleransi terhadap nyeri
dibandingkan khayalan tentang topik lain. Fantasi seksual tidak hanya
mengalihkan perhatian dari rasa nyeri. Hamid Hekmat PhD, ilmuwan yang
melakukan studi tersebut mengungkap bahwa khayalan semacam itu juga dapat
mengurangi rasa gelisah selama pemeriksaan.
2. Meditasi setiap hari
Agar efektif, cara ini harus dilakukan secara rutin misalnya setiap hari
menjelang tidur. Menurut penelitian di Kanada, seseorang yang rutin bermeditasi
memiliki area cortex yang lebih tebal di otak sehingga sensitivitas terhadap nyeri
berkurang. Tidak perlu berbulan-bulan, efeknya sudah bisa dirasakan dengan
melakukannya secara rutin selama beberapa hari.
3. Percaya diri

70
Saat merasakan nyeri pada luka Vulnus mulai timbul , katakan dan
yakinkan diri sendiri bahwa sakitnya hanya sebentar. Alihkan perhatian apabila
melihat pasien lainnya tampak kesakitan, atau anggap saja orang itu berlebihan.
Cara ini sangat efektif, dan telah dibuktikan dalam penelitian Robert C. Coghill,
PhD. dari Wake Forest University.

4. Bergaul dengan sahabat


Nyeri yang persisten atau menetap seperti nyeri luka Vulnus tidak bisa
diatasi hanya dengan obat. Terapi penunjang dibutuhkan untuk membantu
meredakan, salah satunya bergaul dengan sahabat. Menurut sebuah penelitian di
Spanyol, semakin aktif seseorang dalam bergaul, semakin mudah baginya untuk
mengatasi gejala nyeri Vulnus.

71
RESUME KEGIATAN
PENDIDIKAN KESEHATAN

Hari/Tanggal : Senin 14 maret 2016


Jam :
Kegiatan : Pendidikan Kesehatan tentang Management
Nyeri
Tempat : Pasien dan Keluarga Pasien
Acara dihadiri oleh :
1. Pasien menghadiri acara pendidikan kesehatan
2. Keluarga Pasien menghadiri acara pendidikan kesehatan
3. Mahasiswa Akper Luwuk yang bertugas
A. Kriteria Hasil
1. Evaluasi Hasil
a. Peserta dapat menjelaskan dan menyebutkan kembali materi penyuluhan yang
telah dijelaskan.

72

Anda mungkin juga menyukai