Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KECERDASAN dan PEMBELAJARAN MUTAHIR


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah "Paradigma Baru Dalam Pembelajaran"

Dosen Pengempu :

DR. HJ. HUNAINAH, M.M


DR. HJ. UMI KULSUM, M.M

Disusun Oleh :
NAMA : HASANUDIN
NIM : 182101141

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UIN SULTAN MAULANA
HASANUDIN BANTEN
SERANG 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sekolah merupakan ujung tombak dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Agar tujuan tersebut dapat dicapai, dibutuhkan perhatian besar kepada peserta didik terutama menyangkut
masalah kecerdasannya. Sayang sekali, sistem pendidikan di Indonesia tidak memberikan ruang yang luas
bagi perkembangan peserta didik. Masih diberlakukannya UN menunjukkan bahwa ranah kognitif atau
kecerdasan intelektual masih diprioritaskan dalam pendidikan nasional dibandingkan kecerdasan lain.

Barang kali pemerintah lupa jika tidak ingin dikatakan tidak tahu- bahwa ada peserta didik lain yang
mahir di bidang olahraga, ada yang mampu memainkan alat musik dengan bagus, ada pula yang mampu
menciptakan seni visual yang indah. Beberapa peserta didik bahkan mampu menghasilkan puisi dan cerita
yang menarik dengan tingkat imajinasinya yang tinggi. Pertanyaan kemudian adalah, di antara peserta didik
yang disebut Setiap individu memiliki keunikan dan mampu menawarkan kontribusi yang berharga bagi
kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan setiap manusia dikaruniai kecerdasan yang beragam (multiple
intelligence) yang perkembangannya tergantung dari masing-masing individu. kan di atas, siapa sesungguhnya
yang paling cerdas?

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kecerdasan
2. Apakah jenis- jenis kecerdasan
3. Apakah perbedaan antara kecerdasan dan kesulitan belajar
4. Bagaimana aplikasi kecerdasan pada pembelajaran mutakhir
C. TUJUAN
Setelah mempelajari kecerdasan majemuk, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian kecerdasan;
2. Menjelaskan jenis - jenis kecerdasan;
3. Menjelaskan kecerdasan dan kesulitan belajar;
4. Mengembangkan keterampilan aplikasi kecerdasan pada pembelajaran mutakhir
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan
Pandangan Howard Gardner dituangkan dalam buku Frames of Mind: The theory of multiple
intelligences (1983). Dalam buku tersebut Gardner membahas teori multiple intelligences yang
mengemukakan tujuh kecerdasan dasar pada diri manusia yang sangat bermanfaat dalam kehidupan (Gage &
[1]
Berliner, 1991; Amstrong, 1994; Brualdi, 1996). Namun demikian pada tahun 1999, Howard Gardner
mengembangkan teorinya dan menambahkan satu kecerdasan lagi yaitu kecerdasan natural yang belum di
sebutkan sebelumnya, sehingga teori kecerdasan majemuk menjadi 8 jenis kecerdasan (Christison dan
Kennedy, 1999). Ada kemungkinan jumlah jenis kecerdasan ini terus bertambah jumlahnya karena Howard
Gardner terus mengeksplorasi kemungkinan adanya tambahan jenis kecerdasan lain (Gardner, 1999).
Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang bermanfaat
bagi kehidupan (Amstrong, 1994; McGrath & Noble, 1996). Kebanyakan orang mengenalnya sebagai
prediksi kesuksesan di sekolah—bakat bersekolah. Sementara kecerdasan sejati mencakup berbagai
keterampilan yang lebih luas pada semua segi kehidupan.

B. Jenis – jenis Kecerdasan


Jenis – jenis Kecerdasan Menurut Howard Gardner
KECERDASAN KEMAMPUAN INTI
1. Linguistic Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata,
dan keragaman fungsi bahasa.
2. Logical –Mathematical Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-
pola logis dan numerik (bilangan) serta
kemampuan untuk berpikir rasional/logis.
Kemampuan untuk menghasilkan dan
3. Musical mengapresiasikan ritme. Nada (warna nada), dan
bentuk-bentuk ekspresi musik.
Kemampuan mempersepsi dunia ruang visual
4. Spatial secara akurat dan melakukan transformasi persepsi
tersebut.
Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan
5. Bodily Kinesthetic menangani objek secara terampil.
Kemampuan untuk mengamati dan merespon
6. Interpersonal suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.
Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan
dan kelemahan serta intelegensi sendiri.
7. Intrapersonal Kemampuan menggolongkan benda, tumbuhan

8. Naturalis

[1] Brualdi, 1996 gardners-theory-of-multiple-intelligences-2795161


1) Kecerdasan verbal-linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan berfikir dalam bentuk kata-kata secara efektif baik
secara lisan maupun tulisan dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan mengapresiasikan makna.
Mengungkap kalimat dengan menggunakan kata yang tepat. Dengan demikian ada empat komponen dalam
kecerdasan ini yakni: fonologis (kepekaan bunyi), sintaksis (struktur dan susunan kalimat), semantik
(pemahaman tentang makna), dan pragmatika (kemampuan berbahasa untuk mencapai sasaran praktis).[2]
Karakteristik:
Senang mendengarkan cerita; senang bercerita; bermain peran; permainan kata, seperti tebak kata (teka teki);
peka terhadap suara dan arti kata-kata; mampu dan gemar baca-tulis; kaya perbendaharaan kata; dan
menyelesaikan tugas verbal lebih cepat.
Tanda-tanda kesulitan:
Sulit dalam ekspresi verbal; sulit dalam menangkap informasi verbal; sulit dalam percakapan; tidak tanggapi
pemikiran dengan lengkap (kehilangan kata-kata & ekspresi); tidak efisien menggunakan kalimat perintah;
menanggapi dengan pertanyaan yang tidak biasa diajukan; lebih suka tugas yang tidak mengandalkan
pendengaran; tidak dapat membedakan ide pokok saat bicara; sulit membedakan bunyi kata yang mirip; tidak
dapat cerita ulang atas cerita yang baru didengar; sulit identifikasi & menghasilkan ritme pada kata-kata;
mengabaikan awalan & akhiran tertentu; tidak dapat mengulang serangkaian kata atau angka yang disebut
secara verbal.
Upaya menstimulasi:
Ajak anak berbicara; bacakan cerita; main huruf dan angka; latih rangkaian cerita; diskusi; bermain peran;
perdengarkan lagu anak-anak.

2) Kecerdasan logis-matematis
Kemampuan menggunakan angka secara efektif dan penalaran secara baik. Kecerdasan logis-
matematis mencakup: perhitungan matematis; berfikir logis; pemecahan masalah; pertimbangan deduktif dan
induktif; ketajaman akan pola-pola dan hubungan.
Karakteristik:
Gemar bereksperimen; pandai mengkategorikan sesuatu; melakukan pengukuran-pengukuran; menganalisa;
kuantifikasi; menuntut bukti konkrit dan empiris; memberikan penjelasan logis (terkait linguistik); dapat
mengkonstruksikan solusi sebelum diartikulasikan;
Tanda-tanda kesulitan:
Sulit menguasai konsep yang bersifat kuantitatif dan hubungan sebab-akibat; sulit menangkap simbol dan
konsep abstrak; kurang terampil memecahkan masalah secara logis; sulit memahami pola-pola dan hubungan;
tidak mampu mengajukan dan menguji hipotesis; tidak tertarik pada bahan informasi angka dan grafik; kurang
tertarik pada operasi kompleks yang melibatkan angka dan komputer; tidak tertarik pada bidang-bidang yang
akrab dengan operasi angka dan pengembangan wawasan baru.
[2] Gardner, H., & Hatch, T.; Hatch (1989). "Multiple intelligences go to school: Educational implications of the theory of multiple intelligences"
Upaya menstimulasi:
Menyelesaikan puzzle sebagai cara melatih menyelesaikan masalah; mengenalkan bentuk geometri;
memperkenalkan bilangan sajak berirama dan lagu; eksplorasi; pikiran melalui diskusi dan olah pikir;
pengenalan pola; eksperimen di alam; memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika;
menggambar dan membaca; memperkenalkan kerja perancangan; melatih membuat perancangan;
menggunakan pendekatan proyek dalam pembelajaran;
 Lakukan permainan logis-matematis (Go, Clue, domino) dengan teman atau keluarga.
 Pelajari cara menggunakan sempoa.
 Siapkan kalkulator untuk menghitung soal matematika yang Anda hadapi dalam hidup sehari-hari.

3) Kecerdasan visual-spasial
Kemampuan berpikir secara visual, imajinatif dan kreatif, khususnya terhadap objek tiga dimensi.
Karakteristik
Tanpa sadar sering mencorat-coret kertas ketika merasa jenuh dan senang melihat film, slide, atau foto.Senang
bermain dengan bentuk dan ruang (rancang bangun) seperti puzzle dan balok ; Lebih mudah membaca gambar
atau peta daripada teks ; Mampu memperkirakan jarak dengan baik ; Senang membandingkan benda;
Mempunyai perhatian yang tinggi terhadap detail; Suka melamun; Suka pada kegiatan seni.
Upaya menstimulasi
 Sering mengajak anak bepergian dan minta mereka untuk memperhatikan lokasi sebuah tempat, letak toko,
dan lain-lain.
 Minta anak menceritakan bagaimana cara mencapai suatu tempat (misalnya ke rumah nenek).
 Perbanyak kegiatan menggambar, mulai dari gambar dua dimensi, lalu tingkatkan ke tiga dimensi.
Sediakan juga fasilitas yang akan dibutuhkan anak untuk kegiatan menggambar ini.
 Perkenalkan anak dengan alat-alat bantu belajar berupa tiga dimensi, misalnya anatomi tubuh atau
kerangka binatang.
 Kenalkan juga anak pada beberapa nama bangunan/bentuk, warna, dan arah.
 Lakukan permainan-permainan yang akan mengasah kecerdasan ini, misalnya :

a. Bermain warna. Memperkenalkan anak pada warna-warna tertentu dan mencampur berbagai warna
untuk mendapatkan warna baru.
b. Permainan semacam rubik, juga dapat membantu meningkatkan kecerdasan visual-spasial, selain itu
juga dapat mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak.
c. Kegiatan mencari jejak kelompok, selain meningkatkan visual spasial, juga bisa meningkatkan
beberapa kecerdasan lain seperti kecerdasan naturalis, kecerdasan logika matematika dan
interpersonal.
4) Kecerdasan kinestetik
Kemampuan menggunakan badan untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan dan menyelesaikan
problem (Amstrong, 1994; Gardner, 1993; Lazear, 1991). Kemampuan untuk menggerakkan objek dan
mengembangkan keterampilan motorik yang halus. Kecerdasan ini mencakup: keseimbangan; kelenturan;
kegesitan; ketangkasan; kontrol; keanggunan; dan ketahanan dalam gerak tubuh. [3]
Karakteristik
Menurut Permendiknas No. 58 tahun 2006, pada anak usia 5-6 tahun kecerdasan kinestetik terdeteksi melalui
indikator sebagai berikut :

 Mengekspresikan berbagai gerakan kepala, tangan/kaki sesuai dengan irama musik/ritmik dan lentur
 Senam fantasi bentuk meniru misal : mnirukan berbagai gerakan hewan, menirukan gerakan tanaman
yang terkena angin dengan lincah
 Mendemonstrasikan kemampuan motorik kasar seperti melompat dan berlari dengan berbagai variasi
 Bergerak bebas dengan irama musik

Cara Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik pada Anak Usia Dini


Menurut Sujiono (2010:59-60) Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik anak
usia dini yaitu dengan cara menstimulasi kecerdsan kinestetik anak antara lain:

 Menari, menari dapat melatih dan meningkatkan keseimbangan, keselarasan gerak tubuh, kekuatan
dan kelenturan otot.
 Bermain peran atau drama, melalui kegiatan bermain peran kecerdasan kinestetik anak juga dapat
berkembang, karena kegiatan ini menuntut anak untuk menggunakan tubuhnya sesuai dengan
perannya, bagaimana anak berekspresi, termasuk juga gerakan tangan.
 Olaraga, berbagai kegiatan olahraga seperti berenang, sepak bola, tenis, bulu tangkis, ataupun senam
dapat meningkatkan kesehatan dan gerak olah tubuh anak, artinya olahraga dapat mengembangkan
kecerdasan kinestetik anak.
 Latihan ketrampilan fisik, latihan ketrampilan fisik (seperti berlari, melompat, meloncat dan
berguling), pada anak salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan senam irama. Misalnya, aktivitas
mengayunkan lengan, membungkuk dan berlari dengan variasi. Aktivitas ini dapat dilakukan saat anak
berusia 5-6 tahun. Melalui aktivitas ini akan melatih kekuatan otot dan keseimbangan anak.

[3] Gardner, Howard (May 1984). "Heteroglossia: A Global Perspective". Interdisciplinary Journal of Theory of Postpedagogical Studies.
5) Kecerdasan musik
Stimulasi kecerdasan ini berpengaruh besar terhadap aspek kecerdasan lainnya, terutama logis,
linguistik dan spasial (khusus dari musik klasik). [4]
Karakteristik:
Suka mendengerjan musik kapan saja dan di mana saja ; Dia suka mengoleksi CD atau kaset musik ; Dia
juga suka bersenandung lagu di mana saja dan kapan saja, atau ; Dia bahkan bisa memainkan satu atau
beberapa alat musik ; Dia bisa dengan mudah membedakan bunyi berbagai alat musik dalam suatu lagu ;
Dia suka menonton konser musik atau film musikal ; Dia mengidolakan pemain musik atau penyanyi
Kecenderungan lain
Suka menyanyi dan memutar lagu-lagu; suka melakukan gerak berirama; suka melakukan kegiatan diiringi
musik; menggambar dengan musik; suka memanipulasi komposisi musik; mencoba-coba membuat alat musik.
Upaya menstimulasi:
Menyanyikan atau memutarkan lagu-lagu; latihan mengenal ritme; belajar bersenandung; melakukan gerak
berirama; latihan lagu dan aksi (operet); mendengarkan musik bersama; menggambar dengan musik; aplikasi
teknologi musik; membuat alat musik.

6) Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain
secara efektif.
Karakteristik:
Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain; pandai menjalin hubungan sosial; mampu mengetahui dan
menggunakan berbagai cara saat berinteraksi; mampu merasakan perasaan, pikiran dan tingkah laku serta
harapan orang lain; mampu bekerjasama dengan orang lain; pandai mempengaruhi orang lain; mau menerima
dan memanfaatkan balikan orang lain.
Kecenderungan lain
Biasanya lebih menonjol dan terpilih menjadi pemimpin kelompok; menikmati suasana kebersamaan; tertarik
pada perbedaan budaya dan kegiatan sosial; gemar humor saat berkomunikasi.
Upaya menstimulasi:
Mengembangkan dukungan kelompok (group supportive); menetapkan aturan tingkah laku yang mendukung;
memberikan kesempatan bertanggung jawab; bersama-sama menyelesaikan konflik; melakukan kegiatan
sosial di lingkungan sekitar; menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya dan adat istiadat;
mengajak bermain talking stick.
Robert Bolton membagi komunikasi antarpribadi dalam 4 hal yakni: keterampilan mendengarkan,
menegaskan, menyelesaikan konflik, dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah.

[4] Howard Gardner's Multiple Intelligence Theory". PBS. Archived from the originalon 1 November 2012. Retrieved 9 December 2012.
7) Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri
dan menggunakannya dalam mengarahkan kehidupan sendiri.

Karakteristik:
Memiliki kepekaan perasaan dan situasi yang tengah berlangsung; memahami diri dan memiliki citra diri yang
positif; mampu berinstrospeksi; mampu mengendalikan diri dalam situasi konflik; mengetahui apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan dalam lingkungan sosial; tahu kepada siapa harus minta bantuan saat memerlukan.
Ciri-ciri lain
Umumnya memiliki etika yang baik; terkadang tampak pemalu dan pendiam di lingkungan sosial; mampu
menemukan cara untuk mengekspresikan perasaan dan pemikirannya secara tepat; mampu mengungkapkan
diri dengan baik; memiliki motivasi untuk mencapai yang diinginkan; kerap penasaran akan makna hidup,
relevansi dan tujuan sesuatu; sering membuat catatan dan gambar mengenai perasaannya; mencari dan
berusaha memahami pengalaman batinnya; memiliki tanggung jawab kemanusiaan; kadang lebih suka bekerja
sendiri (bukan berarti antisosial); merasa bebas untuk berkreasi.
Upaya menstimulasi
Mengembangkan program 4A atau P3K dalam pembimbingan (attention/perhatian; acceptance/penerimaan;
appreciation/penghargaan; affection/kasih sayang);

8) Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan mengenali dan mengklasifikasikan tanaman, batu-batuan,
binatang, dan artefak atau simbol-simbol budaya. Kecerdasan naturalis berkenaan dengan kemampuan
mengamati dan merasakan bentuk-bentuk dan menghubungkan elemen-elemen yang ada di alam.
Karakteristik:
Memiliki ketertarikan yang besar pada dunia luar, sangat berminat pada lingkungan, bumi, dan spesies; gemar
mengumpulkan benda-benda alam; pandai menandai kesamaan dan perbedaan yang ada di sekitar, mengingat
dan menandai kekhasan suatu benda, tumbuhan atau binatang; selalu ingin mengetahui detail benda dan
makhluk di sekitar.
Kecenderungan lain
Lebih menyukai bermain di luar rumah; suka menyendiri dan mengamati benda-benda atau makhluk di
sekitar; suka memandangi benda-benda angkasa, dan perubahan alam; tidak takut dengan binatang yang
umumnya dipandang menjijikkan; menikmati benda, cerita, dan tontonan tentang fenomena alam; serta
menikmati dan gemar berkemah, hiking dan sejenisnya.
Upaya menstimulasi
Menyediakan atau bahkan mengajak membuat diorama mini untuk serangga, bebatuan dll; menyediakan atau
mengunjungi tempat-tempat pemeliharaan binatang, tanaman, dan koleksi benda-benda alam; berpetualang di
hutan; koleksi perangko gambar tumbuhan dan binatang; sediakan gambar, cerita, dan film tentang kehidupan
alam; pengamatan terhadap tumbuhan tanpa tanah; penambahan pengetahuan tentang alam, seperti:
pengenalan jenis, penjelasan asal mula makhluk, mengantisipasi bahaya alam; rancangan bahan belajar
mengenai kehidupan alam; pemberian kesempatan mengeksplorasi isi alam.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru berkaitan dengan kecerdasan majemuk. Prinsip-
prinsip tersebut menurut Amstrong (1994) sebagai berikut:
1. Setiap individu memiliki semua jenis kecerdasan
Teori kecerdasan majemuk mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan dari kedelapan
inteligensi. Kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi sacara bersama-sama pada setiap orang secara unik.
2. Kebanyakan individu dapat mengembangkan setiap jenis kecerdasan pada tingkat kemampuan yang
memadai.
3. Setiap kecerdasan biasanya bekerja bersama secara kompleks
Dalam berfungsinya, kecerdasan berinteraksi antara satu kecerdasan dengan kecerdasan yang lain dalam
kehidupan individu.

C. Kecerdasan dan Kesulitan Belajar


Ada beberapa jenis atau macam kesulitan belajar, yaitu: learning disorder, learning difunction, slow
learner, dan underachiever.
Learning disorder adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon
yang bertentangan (Ross, 1974
Learning disfunction mengacu kepada gejala dimana proses belajar tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya abnormalitas mental, gangguan alat dria, atau
gangguan-gangguan psikologis lainnya.
Pengertian underachiever mengacu pada siswa-siswa yang memiliki potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Sedangkan slow learner adalah siswa-
siswa yang lambat dalam proses belajarnya, sehingga siswa tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya bila dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak pada berbagai jenis manifestasi tingkah
laku.
Gejala ini akan tampak dalam aspek-aspek motorik, konatif, kognitif, dan afektif, baik dalam proses
maupun hasil belajar yang dicapainya.
Dari antara jenis kesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar.
Misalnya: “kesulitan membaca”, “masalah menggambar lukisan”, “ketidakmampuan untuk bergaul dengan
rekan di tempat kerja”, “tuli nada”, “rasa takut terhadap matematika”, “canggung bila berolahraga”, dan
seterusnya.
Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar ialah:
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di
bawah potensi yang dimilikinya.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang selalu
berusaha untuk belajar dengan giat tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah.
c. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, misalnya membolos datang terlambat, tidak mengerjakan
tugas/PR, mengganggu di dalam dan di luar kelas, tidak mau/enggan mencatat pelajaran, tidak teratur dalam
kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, dan tidak mau bekerja sama.
d. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak
atau kurang gembira menghadapi situasi tertentu, misalnya menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan
adanya perasaan sedih atau menyesal.
Burton mengemukakan bahwa siswa dapat dianggap mengalami kesulitan belajar bila menunjukkan
kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Selanjutnya Burton mendefinisikan kegagalan belajar
sebagai berikut:
a. Siswa dikatakan gagal, bila dalam batas waktu tertentu dia tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan (mastery level), misal minimal setiap mata pelajaran telah ditetapkan guru
(criterion referenced).
b. Siswa dikatakan gagal, jika ia tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya
(berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya, intelegensi, bakat) dia diramalkan akan dapat
mengerjakannya atau mencapai prestasi tersebut. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under-achiever.
c. Siswa dikatakan gagal, bila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan
termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu seperti
yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia siswa. Siswa ini dikategorikan dalam kelompok slow-learner.
d. Siswa dikatakan gagal, jika dia tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya, siswa ini dapat digolongkan kepada slow-
learner atau belum matang (immature) sehingga harus menjadi pengulang (repeater).
Dari keempat pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dapat diduga mengalami
kesulitan belajar bila siswa tersebut tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi belajar tertentu (berdasarkan
ukuran kriteria keberhasilan seperti yang dinyatakan dalam SKM (Standard Ketuntasan Minimum) atau
ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan belajarnya dalam batas-batas waktu tertentu (seperti yang
ditetapkan dalam silabus dan Satuan Acara Pembelajaran).
Patokan Gejala Kesulitan Belajar
Berdasarkan hal ini kriteria kesulitan belajar dapat ditetapkan berdasar empat hal, yaitu: (1) tujuan
pendidikan, (2) kedudukan dalam kelompok, (3) perbandingan antara potensi dengan prestasi, dan (4)
kepribadian.
D. Aplikasi Kecerdasan dan Konsep Pembelajaran Mutakhir
1. Konsep pembelajaran yang digagas oleh Harden, dkk (1984)
SPICES merupakan akronim dari (1) Student-centered, (2) Problem-based; (3) Integrated; (4)
Community-based(Consummer-based); (5) Elective; dan (6) Systematic. Akronim ini sekaligus
menggambarkan komponen-komponen utama dari konsep pembelajaran ini. Berikut ini disajikan penjelasan
singkat dari keenam akronim tersebut. [5]
Student-centered. Student centered berarti siswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajari, aktif dalam pengelolaan pengetahuan, belajar menentukan apa yang ingin
mereka ketahui, mampu mencari pengetahuan sendiri (mandiri) dan belajar berkesinambungan,
memanfaatkan banyak media, penekanan pada pencapaian kompetensi bukan pada tuntasnya materi. Guru
berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing dan pendamping dalam mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan. Guru mempersiapkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sumber belajar yang akan
digunakan, serta materi dan evaluasi yang akan dipakai sebagai penuntun bagi siswa untuk mengembangkan
kompetensinya secara mandiri.
Problem-based. Problem based berarti siswa diberikan trigger masalah atau ilustrasi kasus yang akan
digunakan untuk mencari, menggali dan mengumpulkan informasi dan ilmu. Dengan cara ini siswa dirangsang
untuk mengembangkan nalar dan daya analisanya, berpikir kritis dan mampu menggunakan pengetahuan yang
telah dimilikinya. Salah satu metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memenuhi prinsip pembelajaran
ini adalah metode Problem Based Learning.
Integrated. Integrated berarti perencanaan dan kurikulum lajaran didesain secara terintegrasi, baik
secara horisontal maupun vertikal. Dalam hal ini, sswa tidak diajak berpikir secara terkotak-kotak dalam
masing-masing disiplin ilmu, tetapi mereka dapat menghubungkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan yang diperolehnya secara utuh (lintas disiplin).
Community-based (Consummer-based). Community based berarti pembelajaran harus berorientasi
pada kebutuhan masyarakat atau pada kepentingan konsumen. Proses pembelajaran siswa tidak hanya dibatasi
oleh ruang kelas dengan bahan tekstual tetapi mereka mempelajari berbagai aspek kehidupan masyarakat yang
ada di lingkungan nyata mereka. Melalui berbasis komunitas ini, secara langsung siswa diajak untuk berlatih
dan belajar mengambil peran secara positif dalam lingkungan sosialnya.
Elective. Selain menyediakan mata pelajaran yang telah terstruktur dalam kurikulum, sekolah
seyogyanya menyediakan program-program pilihan yang dapat diambil siswa, disesuaikan dengan minat,
tujuan, bakat, dan keunikan karakteristik mereka masing-masing.
Systematic. Pembelajaran dikembangkan dengan tujuan, materi dan tahapan-tahapan yang jelas, logis
dan tertib, sehingga pada gilirannya para siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan mencapai
kompetensi secara utuh.

[5] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/16/spices-pembelajaran-mutakhir-dan-inovatif/.
BAB IV
PENUTUP

Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang bermanfaat
bagi kehidupan (Amstrong, 1994; McGrath & Noble, 1996). Sementara kecerdasan sejati mencakup berbagai
keterampilan yang lebih luas pada semua segi kehidupan—kecerdasan majemuk/ganda.
Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam
yang mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik,
logis-matematis, visual-spasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam
yang mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik,
logis-matematis, visual-spasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Prinsip-prinsip kecerdasan majemuk sebagaimana dikemukakan oleh Amstrong (1994) adalah sebagai
berikut:
1. Setiap individu memiliki semua jenis kecerdasan
2. Setiap kecerdasan biasanya bekerja bersama secara kompleks
Teori kecerdasan majemuk menyajikan suatu model yang memaknai semua ketidakmampuan belajar
yang dialami seseorang.
1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk
Untuk merancang pembelajaran yang memuat kecerdasan majemuk dapat mengikuti tahap-tahap
(Amstrong, 1994) sebagai berikut:
a. Penetapan suatu sasaran belajar atau topik yang spesifik
b. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan pokok berkaitan dengan kecerdasan majemuk
c. Pembuatan pertimbangan berbagai kemungkinan
d. Curah Pendapat
e. Pemilihan aktivitas yang layak
f. Penetapan rencana pembelajaran
g. Implementasi rencana pembelajaran
2. Pengembangan Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk
Teori kecerdasan majemuk memberikan kesempatan kepada para guru mengembangkan strategi
pembelajaran yang relatif baru dalam kegiatan pembelajaran. Di antara beberapa strategi pembelajaran pokok
untuk setiap kecerdasan adalah sebagai berikut.
3. Pengembangan penilaian (asesmen) berbasis kecerdasan majemuk
Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan bagi setiap siswa mengembangkan semua jenis kecerdasannya berdasarkan kelemahan dan
kekuatannya.
Dalam keseluruhan sistem pembelajaran mutakhir (Contextual Teaching- learning), asesmen otentik
memusatkan pada tujuan, meliputi hands-on learning, menghendaki pembuatan pola kerjasama dan
kolaborasi, dan penggunaan higher order thinking.
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, T. 1994. Multiple intelligences in the classroom. Alexandria, Virginia:


ASCD.

Amstrong, T, 1999. Seven Kinds of Smart: Alih bahasa T. Hermaya (2002). Jakarta:
Gramedia

Brualdi, A.C. 1996. Mutiple intelligences: Gardner’s theory. Washington DC: ERIC
Clearinghouse and Evaluation.

Christison, M.A. dan Kennedy, D. 1999. Multiple intelligences: Theory in adult ESL. Washington DC:
National Clearinghouse for ESL Literacy Education.
Gage, N. L. & Berliner, D. C. 1991. Educational Psychology. Boston;
Hougton Mifflin.

Anda mungkin juga menyukai