Anda di halaman 1dari 141

PEMAHAMAN IMAN

I. Pengantar
Pemahaman Iman merupakan "penjabaran sikap Gereja terhadap
masalah-masalah yang dihadapi pada masa kini dan pada masa yang akan
datang". Istilah lain yang dipakai ialah konfesi (Latin: confessio; Inggris:
confession, yang berarti: pengakuan [iman]), misalnya: Konfesi
Augsburg (1530, Gereja Luteran) dan Westminster Confession (1646,
Gereja-Gereja Presbyterian).

Sebagai pengakuan iman, konfesi merupakan "creedal statements" --


pernyataan-pernyataan kepercayaan dalam bentuk "tulisan-tulisan yang
menjelaskan ajaran iman yang dianut oleh gereja atau kelompok
tertentu". Dengan demikian, konfesi dapat juga disebut "ringkasan
ajaran" (de Jonge, 1998:74f).

Untuk mencegah kerancuan pengertian, maka perlu disadari bahwa apa


yang dipahami dengan iman dapat juga dianggap sebagai suatu
pengakuan iman. Tegasnya, ada kaitan yang erat antara Pengakuan Iman
dan Pemahaman Iman. Anselm (dari Canterbury, Inggris, 1033-1109)
pernah berkata: "Credo ut intelligam" --- "Aku percaya agar [dapat]
memahami" (Keeley, 1996:259).

Informasi: Dalam menguraikan iman, teologi fundamental (dasar)


memperbedakan antara "fides quae creditur" dan "fides qua creditur"
(Berkhof, 1979:32, 440; cf. Kuitert, 1968:9, 151):
1. "fides quae creditur" --- "the faith ('fides') that is believed" ---
iman yang dipercayai --- "contents of faith". Iman yang
dipercayai inilah yang dijabarkan dalam, antara lain, Pengakuan
Iman Rasuli ("credo").
2. "fides qua creditur" -- "the faith ("fides") that believes" -- iman
yang mempercayai -- "the act of believing -- subjective
attitude."Iman yang mempercayai inilah yang kita ungkapkan
dalam dan melalui pemahaman/pernyataan iman.
pernyataan iman / kepercayaan yang dilandaskan pada Alkitab. Menurut
Aritonang (1993:5), pengakuan iman (konfesi: confessio) merupakan hal
yang sangat mendasar bagi setiap Gereja. Sebab di dalamnya gereja
mengemukakan apa dan siapa yang ia yakini, dan apa sikap serta
jawabannya terhadap berbagai tantangan dan masalah yang dihadapinya
secara konkret, ketika ia merumuskan pengakuan iman itu. Gereja yang
berpedoman pada Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran yang benar
(.. . Sola Scriptura) akan mendasarkan Pengakuan Imannya pada Alkitab.
Bahkan Pengakuan Iman itu sekaligus merupakan respons terhadap
Firman Tuhan di dalam Alkitab. Dengan demikian setiap pengakuan
iman mestinya berciri ganda: kontekstual sekaligus tekstual. Bahkan
diharapkan juga bersifat aktual dan relevan. Menurut de Jonge (op. cit.:
81), Alkitab adalah "norma normans" --- "ukuran yang mengukur", yakni
patokan yang menentukan ajaran, termasuk pengakuan. Sedangkan
"pengakuan" dilihat sebagai "norma normata" --- "ukuran yang telah
diukur".

Dengan pengalaman-pengalaman beriman itulah (i.e. kontekstual,


aktual), baik sebagai GEREJAsendiri, maupun sebagai bagian dari PGI,
WARC dan Persekutuan Gereja-Gereja se-Dunia (WCC), maka
GEREJAmemahami imannya (bnd. "fides qua"). Sebagai kelanjutan dari
gereja perdana dan/atau gereja di segala abad (aspostolik), GEREJAikut
mewarisi Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea
Konstantinopel (bnd. "fides quae") yang digunakan dalam ibadah hari
Minggu. Pada umumnya, jika orang memakai istilah Pengakuan Iman
atau Percaya, maka yang dimaksudkan ialah kedua pengakuan iman tadi.
Masih sejak zaman Reformasi kedua pengakuan iman tadi mulai disebut
sebagai "pengakuan pengakuan iman oikumenis (karena diterima oleh
dan berwibawa di dalam seluruh gereja)" -- (de Jonge, op. cit.:74).

Tiap gereja mempunyai sejarah dan pergumulannya, juga dalam


konteksnya masing-masing. Mengarungi sejarah dan menghadapi
pergumulannya, setiap gereja harus dapat merumuskan dan
mempersembahkan pemahaman iman-nya (bnd. "fides qua"). Beberapa
Bersama Iman Kristen (PBIK) sebagai dokumen keesaan, yakni Lima
Dokumen Ke-esaan Gereja (LDKG) PGI yang dalam bentuknya sekarang
ini dirumuskan dan diterima pada Sidang Raya XII PGI di Jayapura
(1994). GEREJAikut memberi saham dalam perumusannya. Masih dalam
hubungan dengan pergumulan masing-masing gereja, juga dikenal istilah
Pernyataan Iman, seperti yang dilakukan oleh Gereja-gereja Evangelis di
Jerman pada tahun 1934. Dalam menghadapi penguasa dan sistem
pemerintahan yang lalim waktu itu, yakni ketika Hitler berkuasa, Gereja
tsb. mengeluarkan Deklarasi Barmen.

Menurut Martin (1982:93f) paling tidak ada tiga fungsi Pemahaman /


Pengakuan Iman. Fungsi yang pertama ialah "iniatory" (Inggris: "to
initiate" = menerima seseorang masuk perkumpulan dengan upacara
tertentu) dan/atau "declatory" (Inggris: "to declare" = menyatakan,
mempermaklumkan). Fungsi "iniatory" erat hubungannya dengan
pelayanan sakramen Baptisan Kudus dan peneguhan sidi
("confirmation"). Kepingan-kepingan dari pemahaman/pengakuan iman
gereja perdana, terutama yang berfungsi "declatory", dapat ditelusuri,
antara lain, dalam 1 Korintus 15:3-5, Filipi 2:6-11, 1 Yohanes 4: 14-15.
Pemahaman-pemahaman ini merupakan pengembangan dari, tetapi
sekaligus merupakan usaha untuk memelihara kesinambungan dengan,
pemahaman-pemahaman sebelumnya, a.l. "credo" orang-orang Yahudi
tentang Keesaan Allah (Ulangan 6:4, yang digemakan dalam 1 Korintus
8:6); pernyataan "Yesus adalah Tuhan" (1 Korintus 12: 3; Roma 10:9;
Kolose 2:6); termasuk pernyataan "Yesus Kristus adalah Anak Allah"
(Kisah Para Rasul 8:37). Fungsi kedua bersifat "recapitulatory" (Inggris:
"recapitulation" = ikhtisar, rangkuman). Dalam fungsi ini
pemahaman/pengakuan iman merupakan "test of orthodoxy" dalam
rangka menghadapi ajaran-ajaran sesat dan mempertahankan ajaran yang
benar ("orthodoxy") dari gereja.

Informasi: Sebagai contoh khas yang bisa diambil untuk fungsi ini ialah
lahirnya "Pasal-pasal Dordrecht dari gereja Protestan di Belanda
(disamping Pengakuan Iman Belanda --- Confessio Belgica, 1561), yang
merupakan penolakan terhadap ajaran-ajaran "sesat" dari Jacobus
Arminius (1560-1609) dan kelompok pendukungnya, yakni kaum
Remonstran.

Fungsi ketiga bersifat misiologis. Dalam fungsi ini


Pemahaman/Pengakuan Iman "is of a faith to be shared with all men
(sic.), since Christ. .. is he who 'for us and for our salvation came down
from heaven'.. . Hence. .. the creed may be accepted as a summary of the
Gospel and an indication of the meaning of the serving presence of the
Church in mission" (Davies, 1966:126f). Pengakuan diucapkan bukan
hanya asal mengaku saja, tetapi untuk menyaksikan kepada dan di tengah
dunia ini tentang keselamatan yang datang dari Tuhan. Dengan itu pula,
gereja atau kelompok tertentu yang menyatakan pengakuan tsb.
menyatakan identitas-nya. "Real identity never comes by unilateral
decision. It comes through a relation to other people, whose demands or
calls evoke the response in which my identity is decided" (Norris,
1979:18).

II. Keselamatan
Titik tolak penyusunan Pemahaman Iman Gereja ialah karya
"keselamatan" yang dilakukan Tuhan. Jika diperhatikan urutan pokok-
pokok dari Pemahaman Iman Gereja, yang juga disebut "kerangka",
maka pokok-pokok tersebut bertumpu pada pokok utama Keselamatan
tsb. Mengapa demikian?

Ajaran tentang keselamatan (soteriologi) merupakan pokok bahasan yang


paling luas dalam Alkitab. Masalah keselamatan mencakup seluruh
waktu, baik kekekalan di masa lalu (i.e. sebelum kejatuhan manusia)
maupun kelak. Keselamatan merupakan tema dalam Perjanian Lama
maupun dalam Perjanjian Baru. Keselamatan bersifat perorangan,
nasional/bangsa, dan alam semesta. Keselamatan itu berpusat pada
Pribadi yang paling besar dan agung, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus.

Informasi: Brownlee (1987: 9f) mencatat: "Dalam gereja kata 'selamat'


rohani dari kehidupan. 'Selamat' dalam Alkitab artinya mirip dengan
artinya dalam bahasa Indonesia. Orang yang selamat mempunyai
hubungan baik dengan Allah, sesamanya, dan diri sendiri. Selamat juga
berarti sehat, sejahtera dan bebas dari penindasan dan penaklukan. Dalam
Alkitab istilah 'keselamatan' atau 'menyelamatkan' sering berhubungan
dengan pelepasan dari bahaya, bencana, atau maut.

Dari sudut pandangan Allah, keselamatan, menurut Ryrie (1993:15),


meliputi segenap karya Allah dalam membawa manusia keluar dari
hukuman menuju pembenaran, dari kematian ke kehidupan kekal, dari
seteru menjadi anak. Sedangkan dari sudut pandangan manusia,
keselamatan mencakup segala berkat yang berada di dalam Kristus, yang
bisa diperoleh dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Ada
tiga taraf keselamatan: (i) pada saat seseorang menjadi percaya, ia
diselamatkan dari hukuman dosa (Efesus 2:8; Titus 3:5); (ii) orang
percaya juga diselamatkan dari kuasa dosa dan dikuduskan serta
dipelihara (Ibrani 7:25); dan (iii) ia pun akan diselamatkan dari adanya
dosa itu di surga selama-lamanya (Roma 5:9-10).

Informasi: Dilaporkan bahwa H. Richard Niebuhr, salah seorang guru


besar teologia Amerika yang kenamaan, pada suatu ketika dihadang di
tengah jalan oleh seorang penginjil yang ulet. Penginjil tersebut
menantang Prof. Richard Niebuhr dengan pertanyaan apakah beliau
sungguh-sungguh sudah diselamatkan. Niebuhr juga secara ulet memberi
jawaban yang berbobot: "Saya sudah diselamatkan berkat karya
penebusan Kristus. Saat ini saya sedang diselamatkan. Saya akan
diselamatkan apabila kelak Kerajaan Allah datang sepenuhnya".

Mengapa Allah berkehendak menyelamatkan orang-orang berdosa?


Alkitab mengungkapkan paling tidak tiga alasan (Ryrie, ibid.).
1. Penyelamatan merupakan perwujudan yang paling agung dan
paling nyata dari kasih Allah. Ini terwujud dalam pemberian
Anak-Nya untuk menjadi Juru Selamat kita (Yohanes 3:16, Roma
5:8).
yang kekal (Efesus 2:7). Tiap orang yang diselamatkan akan
menjadi tanda kemenangan khusus dari anugerah Allah selama-
lamanya. Hanya orang yang telah ditebuslah yang dapat
menunjukkan hal ini.
3. Allah juga menghendaki adanya suatu umat yang akan
mewujudkan karya-karya, meskipun tidak seutuhnya sempurna,
yang mempersaksikan kepada dunia tentang Allah yang baik dan
yang membebaskan (1 Petrus 2:9-10). Untuk ketiga alasan-alasan
yang dikemukakan di atas, semuanya tidak akan terwujud tanpa
karya penyelamatan yang Kristus telah lalukan.

III. Kerangka dan Isi (Capita Selecta)


Manusia, Alam dan Sumber Daya
Apa arti kemanusiaan itu ? Jawabannya dapat dirangkumkan ke dalam
tiga unsur pokok (Brownlee, 1993:1238f):
1. Manusia adalah makhluk hidup yang kreatif dan berdaya. Pada
penciptaan ia diberi kuasa dan tanggung jawab atas alam
(bandingkan Kejadian 1:28). Manusia memiliki kemampuan
untuk menjadi subjek perbuatan-perbuatannya, dan bukan sekedar
objek. Ini merupakan landasan untuk pengertian "sumber daya
insani". Karena itu pembangunan haruslah memungkinkan orang
untuk mengembangkan kemampuan dan keberdayaannya untuk
berdikari. Berhulu dari pandangan ini, maka kita bisa dan perlu
berbicara tentang sumber daya Kristiani.
2. Manusia berhubungan dengan sesamanya. "Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja" (Kejadian 2:18), demikian Allah
berfirman pada penciptaan. Tegasnya, manusia diciptakan untuk
bersekutu. Memang ia perlu berdikari, namun ia tidak
dimaksudkan untuk hidup dan berdiri sendirian. Karena itu
pembangunan termasuk memungkinkan terciptanya suatu
masyarakat yang anggota-anggotanya solider satu terhadap yang
lain. Jurang antara orang-orang kaya dan yang miskin perlu
ditutup.
3. Pandangan teologis menambahkan unsur ketiga, yakni
yang menjadi sumbernya, hanya dapat mencapai hasil semu. ..
Tiada kemanusiaan sejati tanpa terbuka bagi Tuhan dan yang
sadar akan panggilan yang memberikan arti yang tulen kepada
hidup manusiawi. Manusia bukan ukuran tertinggi bagi
segalanya. Manusia hanya dapat merealisir dirinya bila ia
mengatasi dirinya sendiri (Populorum Progressio, seperti yang
dikutip dalam Brownlee, Ibid.:129).

Pola pendekatan manusia modern terhadap alam adalah bersifat


teknokratis (bahasa Yunani: tekne = ketrampilan; kratein = menguasai).
Jadinya manusia modern cenderung hanya mau menguasai alam. Alam
dilihat sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bahwa alam
bernilai pada dirinya sendiri dan oleh karenanya perlu dipelihara, dalam
wacana teknokratis kesadaran tsb. tidaklah seutuhnya tercerminkan.
Pendek kata, sikap teknokratis cenderung bersifat meng-eksploitasi, lalu
apa yang tidak diperlukan, termasuk produk-produk sampingan pekerjaan
manusia, dibuang atau diterbengkalaikan begitu saja.

Oleh karena itu diperlukan suatu perubahan mendasar dalam sikap


manusia modern terhadap lingkungan hidup dan alam. Yang diperlukan
ialah suatu sikap dasar yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
"menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memelihara"
(Magnis-Suseno, 1989:151). Untuk mendaya gunakannya, manusia
haruslah tetap menguasai alam. Yang perlu dirubah ialah cara
penguasaan dan pemanfaatannya. Menguasai tidak sebagai pihakl uar
dandi atas alam, melainkan sebagai bagian alam, sebagai partisipan
dalam ekosistem bumi. Artinya, "menguasai sambil menghargai,
mencintai, mendukung dan mengembangkannya". Patut diingat bahwa
"hanya dalam lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat
berkembang dengan baik. Dan hanya dengan manusia yang baik,
lingkungan akan berkembang ke arah optimal" (Otto Soemarmoto,
seperti yang dikutip dalam Subadi H., 1989:71). Dalam hubungannya
dengan pembangunan, hendaknya diupayakan pembangunan yang
terlanjutkan ("sustainable"), yakni pembangunan yang mengupayakan
lebih tinggi

Informasi: Ada banyak teologi Kristen tentang ekologi, tetapi pada


dasarnya dapat dibedakan dalam dua sudut pandang yang berbeda bahkan
bertentangan satu sama lain. Pertama, pandangan teologi yang bersikap
negatif terhadap lingkungan (alam) atau anti-ekologi. Kedua, pandangan
teologi yang bersikap positif terhadap lingkungan (alam) atau pro-
ekologi. Pandangan yang pertama adalah kelompok yang kurang peduli
terhadap alam atau disebut "eksklusionis", sedangkan yang kedua adalah
kelompok yang peduli terhadap alam atau isebut "inklusionis". Teologi
eksklusionis adalah teologi yang memisahkan secara tajam antara
manusia dan alam bahkan memandang manusia dan alam saling
berhadapan. Nilai alam dipahami dari sudut kepentingan dan kegunaan
bagi manusia semata bahkan terdapat kecenderungan di mana alam
dianggap sebagai jahat. Alam atau materi dianggap tidak termasuk dalam
penyelamatan Allah, terjadi diskontinuitas hubungan antara manusia dan
alam. Sedangkan teologi inklusionis adalah pandangan yang menekankan
bahwa ada kontinuitas hubungan (yang tak terpisahkan) antara
manusiadan alam. Alam tidak dilihat semata-mata untuk kepentingan
manusia saja. H. Paul Santmire, berdasarkan hasil studinya, The Travail
of Nature: the Ambiguous Ecological Promise of Christian Theology,
memperhatikan fakta bahwa baik dalam Alkitab maupun dalam teologi
Kristen terdapat sikap positif terhadap lingkungan hidup (kutipan dari
Mangumban, 2006: 21f).

Karena manusia bukan benda mati, melainkan makhluk hidup yang


memiliki kesadaran diri (bandingkan point 8 di atas), maka manusia
berkembang dengan mengambil sikap terhadap tiga dimensi (Magnis-
Suseno 1992:11f):
1. terhadap alam, a.l. pekerjaan;
2. terhadap manusia dan masyarakat, a.l. komunikasi dan interaksi;
3. terhadap Tuhan, a.l. doa dan/atau ibadah.
Mengenali ketiga dimensi di atas memerlukan sikap yang tepat.
Mengarahkan doa/ibadah kepada alam atau manusia adalah sama dengan
komunikasi. Lalu model komunikasi yang tepat ialah dialog. Dialog
hanyalah mungkin di antara mitra ("partner") yang sama kedudukannya.
Dalam dialog masing-masing pihak saling menerima dan menanggapi
dengan wajar dan tulus.
PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA

A. APA ITU GEREJA


Gereja adalah salah satu realitas yang paling fundamental dari Iman
Kristen. Doktrin tentang Gereja disebut Ekklesiologi. Alkitab
menerangkan bahwa Gereja sebagai persekutuan orang percaya, tubuh
Kristus dan Persekutuan oleh Roh Kudus. Persekutuan Orang Percaya.
Perjanjian Baru menyebut Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya (1
Petrus 2 : 9). Kata yang dipakai untuk Gereja adalah Ekklesia (ek :
keluar; kaleo : memanggil). Jadi secara harafiah berarti kumpulan orang-
orang yang dipanggil ke luar. Dalam bahasa Ibrani : Qahal yang berarti
himpunan orang yang dipanggil untuk mendengarkan nasihat-nasihat
atau untuk penugasan militer.

Komunitas Mesianik.
Komunitas Mesianik adalah himpunan orang-orang percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus sebagai Mesias yang memproklamirkan kehadiran
Kerajaan Allah (Lukas 4 : 21; 11 : 20; 12 : 32). Bandingkan pengakuan
Simon Petrus (Matius 16 : 18).

Tubuh Kristus.
Istilah ini dipakai untuk Gereja dalam Pemahaman secara Universal
(Efesus 1 : 22; Kolose 1 : 18). Tetapi juga untuk Gereja lokal (1 Korintus
12 : 27). Istilah tubuh Kristus menekankan Kesatuan Gereja, Saling
ketergantungan warganya dan hubungan vital Gereja dengan Kristus
Kepala Gereja.

Persekutuan oleh Roh Kudus.


Gereja adalah ciptaan Roh Kudus. Oleh Roh Kudus Gereja menjadi
Kudus memperlengkapi warga Gereja untuk melaksanakan tugas
kesaksian kepada dunia. Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya
maupun Individu digambarkan juga sebagai Rumah Roh Kudus (1
Korintus 3 : 16; Efesus 2 : 21; 2 Petrus 2 : 5). Gambaran ini menunjuk
pada sifat kudus Gereja. Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran (1
Timotius 3 : 15). Simbol ini menunjuk kepada tugas Gereja sebagai
pengawal dan pembela kebenaran Allah. Gereja dibangun di atas Firman
Allah dan selanjutnya bertugas memelihara dengan setia kebenaran
tersebut.

Keluarga Allah.
Orang-orang percaya yang telah mengalami Pembaharuan hidup oleh
Roh Kudus diangkat menjadi "Anak angkat Allah" (Roma 8 : 15-16),
menyebabkan Gereja disebut sebagai Keluarga Allah. Sebagai anggota
Keluarga Allah, masing-masing warga Gereja terpanggil untuk saling
menolong (Galatia 6 : 1). Sebagaimana yang layak terjadi di antara
sesama saudara

Catatan :
Masih ada istilah-istilah yang dipakai untuk menggambarkan Gereja
seperti Kitab Wahyu : Pengantin Perempuan Kristus, Yerusalem Baru,
Israel Baru.

B. CIRI-CIRI GEREJA
Keesaan.
Kristus sendiri menginginkan dan mendoakan agar Gereja bersatu.
Kesatuan yang diinginkan Tuhan bukan terutama Kesatuan
Organisatoris, tetapi kesatuan komunitas atau organism seperti yang
terdapat dalam Keesaan Allah sendiri (Yohanes 17 : 1 - 26). Keesaan ini
sama sekali tidak menghapuskan kepelbagaian dalam tubuh Gereja.
12 : 4, 6). Keesaan itu terjadi karena Gereja memiliki satu Bapa, satu
Tuhan dan satu Roh. Dan juga bersama mengalami satu Panggilan, satu
Pengharapan, satu Iman, satu Baptisan (Efesus 4 : 1 - 6).

Kekudusan.
Allah memilih umat-Nya yaitu Gereja-Nya agar menjadi kudus ( 1 Petrus
1 : 15 dan 16). Kekudusan tersebut tidak hanya kekudusan yang nampak
secara lahiriah dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang di cap kudus
melainkan pancaran dari karya Roh Kudus, yang memisahkan kita dari
dosa dan menanamkan sifat Ilahi-Nya dalam kehidupan Gereja.

Bersifat Khatolik (Am).


Gereja bersifat Universal. Ia tidak dibatasi secara Geografi. Gereja adalah
satu Keluarga Allah (Efesus 4 : 6). Satu di dalam Tuhan Yesus Kristus
(Efesus 2 : 14, 16; 1 Korintus 10 : 17). Satu dalam Persekutuan dalam
Roh Kudus (Kisah Para Rasul 4 : 16). Bavink menjelaskan sifat Am dari
Gereja menunjuk kepada :
1. Keesaan yang utuh dari jemaat-jemaat lokal yang tersebar.
2. Keesaan yang meliputi warga yang berasal dari segala bangsa, zaman
dan tempat.
3. Merangkul seluruh pengalaman manusia baik dalam hidup ini maupun
hidup yang akan datang, yang nampak maupun yang tidak nampak.
Dengan kata lain ide Am, merupakan suatu pengakuan tentang keesaan
tentang Agama Kristen didasarkan atas keyakinan bahwa Keristenan
adalah agama dunia yang melayani semua manusia dan menguduskan
setiap makhluk tanpa memandang tempat, bangsa maupun waktu.

Bersifat Rasuli.
Gereja dibangun atas dasar pengajaran Rasul dan Nabi (Efesus 2 : 20).
Gereja bersifat rasuli artinya Gereja tercipta akibat diberitakannya Injil
dan tetap memelihara dan meneruskan dengan setia tradisi Injil Rasuli
itu.
Dalam tulisannya kepada jemaat di Korintus Paulus sangat menekankan
aspek tradisi Rasuli yang diajarkannya kepada Jemaat di Korintus.
Kepada Timotius Paulus menuntut agar Timotius memelihara tradisi
Rasuli itu agar regenerasi kepemimpinan itu tidak berbalik menjadi
degenerasi.

C. PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA


Panggilan Utama Gereja adalah memberitakan Injil Tuhan Yesus Kristus
(1 Petrus 2 : 9 ; Matius 28 : 19-20; Markus 13 : 10-13 ; Lukas 4 : 14, 19).
Panggilan tersebut dilaksanakan melalui Persekutuan (Koinonia),
Pelayanan (Diakonia), Kesaksian (Marturia). Istilah-istilah ini dikenal
sebagai Tri Dharma Gereja yang tidak dapat dipisahkan walaupun dapat
dibedakan. Gereja adalah persekutuan yang bersaksi dan melayani;
kesaksian yang harus dilaksanakan adalah kesaksian oleh persekutuan
yang dibarengi dengan pelayanan. Pelayanan adalah pelayanan di dalam
dan oleh persekutuan dan merupakan kesaksian.

D. TANGGUNG-JAWAB WARGA GEREJA


Pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan adalah tanggung-jawab dari
seluruh warga gereja. Adalah keliru pendapat yang mengatakan bahwa
pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan hanyalah tanggung-jawab dari
para pejabat dan fungsionaris dalam organisasi Gereja. Imamat Am orang
percaya menegaskan keikutsertaan aktif semua warga untuk mengemban
panggilan dan pengutusan Gereja secara bertanggung-jawab.
GEREJA DAN NEGARA : MEMBANGUN HUBUNGAN YANG
KREATIF

Republik Indonesia diproklamirkan sebagai negara merdeka tanggal 17


Agustus 1945. Kemerdekaan itu diperjuangkan sebagai hak yang direbut
dari tangan Belanda yang menjajah Indonesia.

Negara ini didirikan di atas dasar yang disepakati bersama komponen


bangsa saat itu yaitu Pancasila. Dasar ini menjamin kemajemukan bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, budaya dan latar-
belakang social yang tersebar di berbagai pulau dan daerah di Nusantara.
Semuanya diikat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untuk menata kehidupan bersama disusunlah UUD 1945, Undang-


Undang, Peraturan-Peraturan dan Peraturan Daerah, yang semuanya itu
mengatur berbagai hal antara lain kehidupan beragama didalamnya
termasuk Gereja sebagai lembaga yang melayani masyarakat dan bangsa
Indonesia. (Untuk mendalami apa kata UUD 1945, UU, Peraturan-
Peraturan dan Peraturan Daerah yang mengatur tentang hidup keagamaan
termasuk gereja pengajar dan katekisan mengidentifikasi ketentuan
tersebut melalui kelompok-kelompok tugas dalam bentuk karya tulis
untuk diskusi bersama). Selanjutnya kita membahas pemahaman Kristen
tentang Negara: Secara teologis, negara ditempatkan dalam hubungan
dengan tindakan TUHAN untuk memelihara ciptaaan-NYA. Negara
tidak diciptakan oleh TUHAN, tetapi diperkenankan TUHAN untuk
menjadi alat dalam pemeliharaan TUHAN terhadap dunia. Jadi negara
tidak diciptakan oleh TUHAN tetapi merupakan wujud dari kodrat
manusia sebagai makhluk sosial. Naluri alamiahnya mendorong untuk
membangun persekutuan (Calvin: Institutio II.ii.13). Manusia hidup
dikatakan hal tersebut merupakan karunia TUHAN untuk manusia
(banding Kejadian 1:28). Dapat dikatakan bahwa keberadaan negara
berhubungan dengan tindakan TUHAN untuk memelihara ciptaan
TUHAN (istilah teologis: providentia). TUHAN memelihara ciptaan-
NYA dengan cara melindungi (conservation), berada bersama-sama
(concursus) dan memerintah (gubernatio).

Dalam rangka itu TUHAN memberikan kuasa kepada negara. Kuasa itu
dijalankan oleh pemerintah sebagai hamba ALLAH. Sebagai hamba,
pemerintah bertugas memberikan perlindungan kepada masyarakat,
berada (bekerja dan berjuang) bersama-sama warganya, serta memerintah
dalam arti mengatur dan menata sehingga ada kesejahteraan bersama
serta masyarakat mengabdi dan memuliakan TUHAN.

Secara Alkitabiah, kita menelaah Firman TUHAN yang terdapat dalam


Roma 13:1-17; Markus 12:13-17; Lukas 20:20-26; Yesaya 45:1-25;
Wahyu 13:1-18. Walau Gereja sudah berada dalam berbagai ancaman
(a.l. datangnya dari pemerintah Roma) tetapi Rasul Paulus bersikap
menghargai pemerintah sebagai hamba TUHAN. Sikap seperti ini
sesungguhnya berlawanan dengan sikap orang-orang Yahudi yang
berjuang melawan pemerintah dan menebarkan teror yang meresahkan
masyarakat. Orang Kristen diajak untuk menghormati pemerintah.
Dengan cara itu orang-orang Kristen juga menuntut keadilan dari
pemerintah, bahkan mendorong (mengkritik) pemerintah agar melakukan
kebenaran dan menghindari kekejaman dan penindasan.

Orang Kristen tidak dapat melepaskan diri dari ikatan dengan masyarakat
dan bangsa, demikian pendirian YESUS. IA sendiri menyatu dengan
masyarakat Yahudi, tetapi juga dengan orang-orang Yunani dan Romawi
yang bertemu dengan-NYA. Orang-orang Kristen menyatakan tanggung-
bagi masyarakat dan bangsa yang dipimpin oleh pemerintah. Orang-
orang Kristen tidak dapat menghindari kewajiban-kewajibannya terhadap
negara sebagaimana ia mengharapkan kewajiban-kewajiban negara
terhadap warga terwujud dalam masyarakat. Negara yang baik membuat
warganya merasa berhutang atas berbagai perlindungan yang
diberikannya dengan menjamin keamanan dan kerukunan. Negara yang
bertanggung-jawab pasti membuat warganya menghormatinya karena
menerapkan hukum yang adil, menyediakan fasilitas-fasilitas umum
(seperti transportasi, pasar, listrik dsb..) yang baik bagi masyarakat.
Pemerintah yang baik akan menjaga keutuhan, sebab jika terjadi
perpecahan, ia sendiri kehilangan wibawa dan Negara menjadi runtuh,
lalu hilanglah juga pemerintah.

Gereja sebagai persekutuan yang dipanggil TUHAN untuk hadir di


tengah dan bersama masyarakat bekerjasama dengan pemerintah. Walau
pemerintah itu kejam seperti pengalaman Gereja perdana (dalam
Wahyu), Gereja tetap melakukan tanggung-jawabnya. Ada ketegangan-
ketegangan dengan potensi konflik, tetapi Gereja harus berjuang untuk
menyadarkan pemerintah atas kekeliruannya. Ada perlawanan terhadap
pemerintah secara pasif oleh orang-orang Kristen perdana melalui
pengorbanan mereka. Pengorbanan itu menunjukkan bahwa pemerintah
telah menyimpang dan pada saatnya TUHAN menghukumnya. Sebab
bukan tidak mungkin TUHAN memakai pemerintah untuk membebaskan
umat-NYA dari penderitaan. Pengakuan Negara terhadap Gereja (setelah
melewati penganiayaan) pada abad 4 M merupakan bukti TUHAN
bekerja. Pembebasan orang-orang Israel dari Babel yang kejam oleh
Persia dan pembebasan untuk kembali membangun Israel oleh raja Persia
(Koresh) merupakan tindakan TUHAN.

Hubungan antara Gereja dan Negara perlu dibangun secara kreatif.


tugasnya. Dalam melaksanakan fungsinya masing-masing perlu dibangun
usaha-usaha untuk saling melengkapi mencapai tujuan bersama yaitu
perlindungan dan kesejahteraan masyarakat. Keduanya selalu
berinteraksi baik melalui kehadiran warga maupun sebagai lembaga, di
pusat maupun di daerah dalam semua aras.

Untuk itu Gereja dan Negara sama-sama berjuang untuk menciptakan


undang-undang dan peraturan yang adil untuk kepentingan bersama
sebagai satu masyarakat yang majemuk. Dengan undang-undang dan
peraturan tersebut semua pihak melaksanakan tugas dalam kebersamaan
yang tertata jelas, rapi tersusun dan membangun masa depan bersama.
SEJARAH GEREJA UMUM

Gereja Abad I sampai dengan Abad VII (Tujuh konsili pertama)


Kehadiran Gereja dimulai dengan kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah
murid-murid pada hari raya Pentakosta. Murid-murid mengalami suatu
kuasa Roh yang tercurah atas mereka, di mana mereka belum pernah
mengalaminya sebelumnya. Pemberitaaan Injil dimulaikan dan
selanjutnya akan menjangkau seluruh umat manusia. Gereja sebagai
persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus memulaikan
sejarah persekutuannya, di mana di dalamnya akan terjadi dengan tidak
ada lagi perbedaan yang dibatasi oleh perbedaan sosial, bahasa, ataupun
suku bangsa. Hal itu tidak bisa terjadi dalam persekutuan Yahudi ataupun
agama orang Yunani pada waktu itu. Kebiasaaan yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat pada itu, tidak akan terjadi dalam persekutuan
yang percaya kepada Yesus Kristus. Kenapa hal demikian terjadi ?
Karena Gereja hanya mempunyai misi yang jelas dalam pekabaran
injilnya, bahwa Yesus dari Nazareth adalah Mesias yang dijanjikan Allah
untuk seluruh umat manusia.

Persekutuan gereja ini memulaikan pekabaran injilnya dari kota


Yerusalem terus kemudian menyebar ke Mesir, Arab, Siria, Mesopotania,
bahkan sampai ke Roma. Orang yang menjadi pengikut Yesus, bukan
saja dari kalangan orang Yahudi, tetapi juga berasal dari kalangan non
Yahudi. Orang yang berasal dari golongan sosial yang rendah sampai ke
kalangan atas. Orang-orang Kristen yang baru dan ibadah dilakukan di
rumah-rumah karena mereka belum memiliki akan rumah ibadah yang
permanen, karena agama Kristen belum menjadi agama yang resmi,dan
bergerak secara diam-diam. Kelompok yang dianggap aneh ini oleh
kalangan masyarakat, dan baru disebut "Kristen" terjadi di kota
disukai dalam masyarakat (Kisah Para Rasul 11: 6).

Pada satu sisi ketika pemberitaaan injil Yesus dinyatakan dalam


kehidupan persekutuan dengan sesama manusia, tentunya penguasa -
penguasa dan pemimpin agama Yahudi tidak menyukai akan kehadiran
agama yang baru. Karenanya orang-orang Kristen diburu dan ditangkap,
bahkan dibunuh. Kitab Kisah Para Rasul banyak menceritakan tentang
penderitaan yang dialami orang-orang Kristen pada waktu itu. Stefanus,
Yakobus anak Zebedius, Yakobus saudara Yesus adalah orang-orang
pertama yang mati sahid dari perbuatan pemuka agama Yahudi yang
tidak menyukai akan penyebaran agama Kristen yang begitu cepat. Dari
awal hubungan kekeristenan dan agama Yahudi tidak akur, karena
banyak peraturan-peraturan orang Yahudi dilanggar oleh orang-orang
Kristen baru. Keadaan ini terus berlangsung sampai dengan menjelang
akhir abad pertama dengan terpisahlah agama Yahudi dengan
kekeristenan.

Demikian pula dalam pemerintahan Romawi, kekeristenan tidak diakui


sebagai agama yang resmi, sebagaimana agama Yahudi sebagai agama
resmi dan diakui negara. Persekutuan Kristen yang sedang bertumbuh
menuntut hak yang sama dengan penganut agama Yahudi. Hak itu tidak
dapat diperoleh, karena kekeristenan dianggap anti sosial dan tidak
patriot. Akibatnya penyiksaaan, pembunuhan terjadi. Tercatat kaisar
Nero, kaisar Kladius. Keadaan ini berlaku sampai dengan abad kedua.

Baru di tahun 312 gereja diakui sebagai agama resmi, dengan masuknya
Constantianus menjadi orang Kristen. Segala milik gereja yang dirampas
oleh Negara, dikembalikan. Kemudian di tahun 380 gereja baru diakui
sebagai gereja Negara oleh kaisar Theodosius.
Kristen, ada juga persoalan di dalam kehidupan kekeristenan sendiri,
yaitu mengenai Tentang Hakekat Yesus dalam hubungan dengan Allah
yang terus menerus dipersoalkan sampai dengan abad ke lima. Persoalan
tentang Hubungan Gereja dan Negara, persoalan Kepemimpinan Gereja,
munculnya kelompok gnostik, mewarnai kehidupan gereja pada masa ini
juga.

Dari persekutuan-persekutuan yang ada di rumah-rumah, pengikut


Kristus bertambah banyak, maka dengan sendirinya terjadi juga gedung-
gedung ibadah dan organisasinya makin lebih baik. Selanjutnya muncul
jabatan-jabatan baru dalam gereja seperti penilik jemaat, penatua dan
diaken. Pada masa ini juga, Gereja-gereja di wilayah Timur memisahkan
diri, dengan alasan tradisi yang dibawa, permasalahan hakekat Yesus
Kristus, peranan negara di dalam keputusan konsili, dan kepemimpinan
di rumah. Hal ini terjadi dengan sendiri, sehingga gereja-gereja orthodoks
(Gereja Gerika-Katolik) akan dipimpin oleh sinode atau patriarch.
Terlepas dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja baik itu yang
berasal dari dalam dan luar gereja, ada satu pertanyaan menarik, kenapa
orang - orang begitu tetarik pada ajaran rasul-rasul dan pengikut Kristus
lainnya ? Kesaksian orang Kristen pada itu yang dikuasai Roh Kudus,
mereka memberlakukan kasih Allah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus,
kepada orang lain. Persekutuan Kristen tidak membedakan orang
berdasarkan status sosial yang ada.

Dengan kekuatan kasih, gereja berhasil memberlakukan kesamaan


derajat antara sesama manusia. Hal ini tidak bisa diberlakukan dalam
kehidupan masyarakat pada waktu itu, dan gereja memberi jawab
terhadap apa yang menjadi pergumulan mereka tentang jati dirinya
sebagai seorang manusia. Gereja memberlakukan kasih ketimbang
mempercakapkan tentang hakikat Yesus, yang mungkin sulit diterima
arah kehidupan yang benar.

Gereja pada Abad Pertengahan sampai dengan Abad XV Semakin besar


pengaruh Injil Yesus Kristus untuk bangsa-bangsa di Eropa, maka terjadi
juga perubahan pola kepemimpinan Gereja. Peran Uskup di kota Roma
menjadi sangat penting dibandingkan uskup-uskup lain yang ada di Asia
Kecil lainnya. Secara otomatis Uskup di kota Roma pemimpin Gereja
Katolik.

Gereja telah menjadi agama Negara, tentunya hal yang menggembirakan.


Namun hubungan Gereja dan Negara yang baik, namun sering dirinya
melupakan tugas dan panggilan yang sebenarnya, yaitu menyuarakan
suara kenabiannya di masyarakat. Aturan-aturan gereja mengarah kepada
soal organisasi, walaupun itu terkait dengan hidup kesalehan. Konsep -
konsep teologia di dalam dan di luar gereja berkembang dengan pesat.
Teologia sering kali bertemu dengan filsafat Yunani. Hakikat Yesus terus
dikembangkan, masalah hubungan gereja dan negara, tentang manusia,
dosa, perjamuan, serta pola kepemimpinan gereja di Roma terus menjadi
persoalan tersendiri. Belum lagi ketika kekeristenan berjumpa dengan
agama Islam yang muncul pada abad ke enam.

Persoalan dengan kelompok-kelompok bidat yang berseberangan


pemahaman dengan gereja mewarnai sejarah panjang pelayanan Gereja.
Pada abad ke lima belas muncul Renaissance dan Humanisme sebagai
masa pencerahan, yang mempengaruhi pola hidup dan pola berpikir
orang-orang Kristen. Theologia Gereja juga akan berkembang dengan
sendiri, yang mengarahkan diri kepada pemahaman-pemahaman baru
akan muncul di dalam gereja, yang diyakini berdasarkan Alkitab.
Peraturan-peraturan gereja semakin bertambah, dan memperkokoh
tentang keberadaan diri gereja, sebagai alat keselamatan Allah di tengah-
Bertambah kuatnya akan keadaan Gereja dan teologianya yang
menyatakan diri alat keselamatan Allah, tentunya tidak bisa dikatakan
bahwa itu semua benar adanya. Ada hal-hal yang terus dipersoalkan
ketika gereja, tidak lagi melihat bahwa dirinya harus selalu berada
dibawah terang Alkitab. Bisa saja gereja berbuat salah ketika
merumuskan teologianya. Inilah yang dilihat oleh para tokoh reformator
yang ada, sehingga mereka merumuskan ulang teologai yang semestinya
berkembang dalam gereja. Ini keadaan kang dilakukan oleh para tokoh
reformator pada Tahun 1517, seperti Marthin Luther, Yohanes Calvin,
Zwingli, dan yang lain. Mereka menolak akan ajaran gereja yang
bertolak belakang dengan Aklkitab. Dasarnya mereka mau kembali
kepada ajaran yang berdasarkan Alkitab. Hal tersebut tentunya ditentang
oleh Gereja yang berpusat di Roma, dan menganggap para tokoh tersebut
sebagai bidat. Mereka disingkirkan dari kalangan gereja Negara pada
waktu itu, dengan menganiaya dan menangkapnya. Kekuatan Negara
dipakai untuk untuk melaksanakan itu. Akibatnya Golongan Protestan ini
dipaksakan untuk memisahkan diri dari gereja Negara. Mereka dimusuhi
oleh Negara atas perintah Paus. Mereka dengan sendirinya membentuk
kelompok yang kemudian hari disebut sebagai Kristen Protestan.

Apa yang memampukan mereka untuk melakukan pembaharuan dalam


gereja? Kekuatan Allah, yang menginginkan Gereja kembali dalam
pemahaman yang bersumber dari Alkitab, sehingga apa yang terjadi
dalam ruang lingkup sebagai persekutuan Gereja adalah kekuatan Firman
Allah. Marhtin Luther melakukan pembaharuannya berbasis di negara
yang berbahasa Jerman, sedangkan Yohanes Calvin membentuk gereja di
Genewa. Ajaran Calvin berkembang di kota tersebut dengan melihat
konteksnya. Ajaran Calvin ini dibawa ke Prancis, kemudian
penyebarannya masuk negeri Belanda. Terbentuklah gereja dan badan
pekabaran injil disana. Pada awal abad ke-17 (1602) VOC yang didukung
untuk mengembangkan agama Kristen Protestan Di Indonesia. Selama
1602-1799 satu-satunya gereja yang ada di Indonesia, yang angggota
kebanyakan pegawai VOC, dan dari kalangan pribumi sangat sedikit.

Zaman VOC ada juga pekabar-pekabar injil mencoba masuk ke


Indonesia, akan tetapi tidak tidak didukung oleh VOC karena dianggap
akan membahayakan kedudukan mereka, apabila orang pribumi menjadi
Kristen, akan terjadi pemberontakan. Para penginjil ini bukan orang
Belanda, dan tidak tunduk kepada pemerintah. Tetapi perlu dicatat,
paling tidak ada aliran Lutheran ada masuk ke Indonesia, namun
kemudian mereka akan dihisapkan kepada gereja Negara, De
Protestansche Kerk in Nederlandsch- Indie ( Indische Kerk atau GPI).

Awal 1800 pemerintah Belanda mengambil alih akan VOC, Gereja


Negara (Gereformeerde Kerk menjadi Nederlandsch Hervormde Kerk
(NHK) tetap tunduk kepada Pemerintah, dan tetap bercorak Calvinis.
Gereja Negara yang menerapkan penjenjangan jabatan, dan pemimpin
Gereja adalah pejabat pemerintah.

Pada sisi lain, selain hadirnya gereja Negara, ada pekabaran injil yang
dilakukan oleh badan sending di Inggris, Jerman, Swiss.dll. Badan
zending ini dibentuk oleh anggota gereja untuk mengabarkan injil di
Indonesia. Salah satunya yang paling lama bekerja adalah Nederlandsch
Zendeling Genootschap (NZG) dari tahun 1813-1942. Mereka menginjili
di Maluku, Minahasa, Poso, Timor, dan Jawa Timur, Tanah Karo. Hasil
pekabaran Injil mereka kemudian hari akan terhisap di dalam GPI. Selain
itu, mereka menghasilkan jemaat-jemaat yang sekarang dikenal sebagai
GMIH, GMIST, GKI IRJA. Sending NZV menghasilkan GKI Jabar,
GKP, GEPSULTRA.
pelayanannya terus berkembang, baik itu di Eropa dan tempat-tempat
lainnya di dunia ini. Ajaran -ajaran Kristen terus mewarnai kehidupan
jemaatnya dan di luar gereja. Gereja tetap mengembangkan akan
teologianya, baik itu di kalangan Katolik ataupun Protestan. Di luar
Gereja aliran kekeristenan terus bertambah. Ada kelompok Anabaptis,
kelompok Peitis,dll. Apalagi ketika benua Amerika diketemukan, dan
terjadi perpindahan penduduk di Eropa ke Amerika, maka dengan
sendirinya terjadi kebebasan beragama,yang kemudian hari
memunculkan akan aliran kekeristenan yang baru. Di Amerika muncul
kekeristenan yang baru, yang tidak bisa dikembangkan di Eropa. Ada
kelompok Baptis, Pentakosta, Kharismatik, kelompok Injili, Adventis,
Saksi Yehova, Mormon, Christian Science, Gerakan Zaman Baru, dll.

Apa yang berkembang di dalam kehidupan Gereja di Eropa dan Amerika,


dengan sendirinya akan juga mncul gereja-gereja baru yang ada di
Indonesia. Ini karena kekuatan pekabaran Injil yang dilakukan. Gereja
baru akan berlanjut, demikian juga gereja-gereja yang merupakan hasil
pekabaran injil dari gereja di Eropa, akan berkembang juga.
SEJARAH GEREJA DI INDONESIA

Kepulauan Nusantara (sekarang Indonesia) memiliki sejarah yang


panjang. Sebelum tahun 400 Masehi (abad 4) telah terjadi berbagai
perkembangan tetapi tidak ada peninggalan tulisan sehingga masa itu kita
sebut pra sejarah Nusantara. Sejarah Nusantara baru dimulai dengan
kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha abad 4 sampai 15 yang tersebar di
Kalimantan, Jawa dan Sumatra. Kerajaan-kerajaan yang terkenal adalah
Sriwijaya di Sumatra Selatan (abad 7-13) dan Majapahit (13-15) di Jawa
Timur, yang juga menjadi salah satu mata rantai dalam jalur perdagangan
antar Asia Timur (Tiongkok) dan Eropa (Italia) melalui jalur laut. Sejak
dulu Nusantara terkenal dengan hasil rempah-rempah antara lain lada,
kayu cendana, kemenyan, cengkeh, pala dan kapur barus. Rempah-
rempah itu telah menjadi primadona perdagangan internasional dengan
para pedagang datang dari Cina, India, Gujarat, Persia, Arab dan
kemudian orang-orang Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan
Inggris. Setelah kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang menyebarkan
agamanya, muncul pedagang-pedagang Gujarad, Persia dan Arab yang
menyebarkan agama Islam.

Sejarah mencatat bahwa sejak abad 11 telah muncul kerajaan-kerajaan


Islam di Aceh, Malaka, Jawa, Kalimantan, sampai ke Nusantara bagian
Timur yaitu Ternate, Tidore dan Hitu. Kerajaan-kerajaan ini berkembang
sampai abad 17 dan menyebarkan Islam yang menjangkau wilayah-
wilayah Nusantara seperti yang kita kenal sekarang. Walaupun Islam
menguasai hampir semua daerah pesisir pulau-pulau di Nusantara, tetapi
agama-agama asli atau suku tetap hidup terutama di pedalaman-
pedalaman khususnya di pulau-pulau yang secara perdagangan tidak
menguntungkan, seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Pada satu ketika jalur perdagangan rempah-rempah dari Asia (khusus


Nusantara) mengalami kemacetan. Rempah-rempah tidak dapat lagi
banyak wilayah Kristen di Timur Tengah dan Afrika Utara menjadi
Islam. Malah wilayah Spanyol dan Portugis beberapa abad dijajah Islam.

Kebangkitan melawan Islam sekaligus sebagai upaya merebut daerah-


daerah penghasil rempah-rempah (Nusantara) muncul ketika Spanyol dan
Portugis berhasil mengusir orang-orang Islam dari Eropa Selatan.
Kemenangan ini disambut Paus Gereja Katolik Roma Aleksander VI
yang memberikan mandat kepada Spanyol dan Portugis untuk menguasai
dunia baru bagi Gereja Katolik Roma (d.h.i. Paus). Kita ingat Colombus
yang berlayar ke Barat dan menemukan Amerika tahun 1492 dan Vasca
da Gama ke Timur mencapai India tahun 1498. Malah dengan cepat
orang-orang Portugis menguasai Malaka 1511 dan mendarat di Ternate
1512. Gereja Katolik Roma secara resmi beribadah di Ternate tanggal 24
Juni 1522 (diperingati sebagai masuknya Gereja Katolik Roma ke
Indonesia).

Mulailah kegiatan Gereja di Maluku yang dirintis oleh pater-pater


Dominikan, Fransiskus dan Agustin. Belakangan datang membantu
pater-pater Jesuit dengan pelayanan Fransiscus Xaverius pada tahun 1546
sampai 1548. Hasilnya cukup berkembang dengan masuknya 47 desa di
Leitimor Ambon Saparua, Haruku, Nusalaut dan Seram Selatan memeluk
Katolik Roma. Gereja Katolik juga menjangkau Sulawesi Utara 1563
tetapi tidak berhasil membentuk jemaat-jemaat seperti di Maluku. Begitu
pula menyebar ke NTT dan berhasil membangun Jemaat-jemaat Katolik
di Flores, Solor dan Timor.

Perjalanan Portugis di Indonesia penuh dengan tantangan. Tidak hanya


dari Sultan-Sultan Islam (pater Simon Vaz dibunuh di Morotai 1535)
tetapi juga dari pihak Belanda dengan Verenigde Oost-Indische
Campagnie (=VOC) badan dagang yang didirikan 1602 yang berusaha
menguasai perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

Terjadilah perang yang menentukan di Teluk Ambon. Tanggal 23


Februari 1605, kapal-kapal perang Belanda dibawah Laksamana Steven
maka pada hari Selasa, 27 Februari 1605 diadakanlah Ibadah Pengucapan
Syukur di Benteng Victoria, Ambon. Itulah ibadah Protestan yang
pertama di Nusantara (dan Asia). Sekarang, tanggal 27 Februari tersebut
dijadikan sebagai titik tolak ulang tahun GPI = Gereja Protestan di
Indonesia. Sejak itu Ambon dijadikan pusat VOC di Nusantara dengan
dipimpin oleh Gubernur Jenderal. Semua umat Katolik di Ambon
dialihkan menjadi umat Protestan. Dari Ambon dilakukan pelayanan oleh
tenaga-tenaga pendeta dari Belanda yang dibantu oleh perawat orang
sakit yang sebelumnya bertugas di kapal-kapal VOC. Pelayanan
menjangkau pulau-pulau di Maluku bagian Selatan seperti Kei, Aru,
Tanimbar, Babar dan Kisar, juga perjalanan pelayanan dari Bacan ke
Minahasa dan Sangir tahun 1675 dan 1689. Namun perkembangan
pelayanan tersebut tidak memuaskan.

Orang-orang Kristen di Maluku bertambah dari 16.000 saat penyerahan


dari Portugis (awalabad 17) menjadi 33.000 pada akhir abad 17. Sejak
1612 telah ditempatkan pendeta di Ambon dan tahun 1622 dibentuk
Majelis Gereja di Banda dan 1625 di Ambon yang mengorganisir
pelayanan. Pendeta-pendeta mendidik guru-guru Ambon yang
selanjutnya berjasa memelihara jemaat - jemaat tatkala tidak ada lagi
penempatan pendeta karena merosotnya VOC.

Sementara itu VOC mencari pusat perdagangan baru karena Ambon


dianggap terlalu jauh. Maka dibangunlah kota Batavia (=Jakarta
sekarang) pada tanggal 30 Mei 1619 dan Jan Pieterzoon Coen diangkat
menjadi Gubernur Jenderal. Lalu bulan Desember 1619, diangkatlah Pdt.
Adriaan Jacobsz Hulsebos (sahabat Coen) menjadi pendeta di Batavia. Ia
mengadakan pelayanan Perayaan Perjamuan Kudus pertama yang
dilaksanakan tanggal 3 Januari 1621 sekaligus membentuk Majelis
Gereja Protestan di Batavia. Majelis Gereja Batavia membuka pelayanan
berbahasa Belanda di pusat VOC, (Taman Fatahilah sekarang), Bahasa
Portugis untuk orang-orang yang dimerdekakan sebagai pengikut orang-
orang Portugis atau keturunan Portugis di Tugu tahun 1633 (sekarang
Jemaat GEREJA Tugu Tanjung Priok).
(1641), Makasar (1670), Padang (1683), Surabaya (1708) dan Semarang
(1753). Sampai tahun 1624, di Nusantara ini terdapat 5 (lima) Jemaat,
yaitu Banda, Ambon, Bacan, Solor dan Batavia. Jemaat-jemaat ini
pertama kali mengadakan rapat bersama (Sidang Sinode) pada tanggal 8
Agustus - 20 Oktober 1624 di Batavia untuk memberlakukan peraturan
Gereja Protestan di Nusantara. VOC melakukan kegiatan Gereja sebatas
merawat kerohanian orang-orang Belanda yang berdagang dan pegawai-
pegawainya (termasuk orang-orang pribumi yang menjadi Kristen) di
wilayah-wilayah Nusantara, khusus kota-kota pelabuhan. Perawatan
rohani itu mencakup ibadah-ibadah Minggu, Baptis, Perjamuan Kudus.
Katekisasi, pernikahan, pemakaman, menghibur orang-orang sakit,
kunjungan-kunjungan dan penerjemahan bagian-bagian Alkitab ke dalam
bahasa Melayu.

Tidak ada data yang menjelaskan bahwa VOC memberitakan Injil untuk
memenangkan orang-orang pribumi yang masih belum beragama. VOC
melakukan tugas rawatan rohani berdasarkan Pengakuan Iman Belanda
(1561, artikel 36 yang menugaskan pemerintah untuk: "mempertahankan
pelayanan Gereja yang kudus, memberantas dan memusnahkan
penyembahan berhala dan agama palsu, menjatuhkan kerajaan Anti-
Kristus dan berikhtiar supaya Kerajaan YESUS KRISTUS berkembang,
berusaha agar Firman Injil dikabarkan ke mana-mana, supaya ALLAH
dimuliakan dan dilayani oleh tiap-tiap orang, sebagaimana diperintahkan-
NYA dalam Firman-NYA."

Sekalipun ada penugasan seperti ini, tetapi VOC lebih mementingkan


perdagangan. Boleh dikatakan tak ada upaya secara berencana
melakukan pekabaran Injil dan mendirikan Gereja di Nusantara.
Masyarakat yang beragama suku (percaya kepada leluhur) tidak
dijangkau. VOC lebih mengamankan kepentingan dagangnya dari
rongrongan Sultan-sultan dan raja-raja Islam. Untuk menjaga
kepentingannya. VOC memonopoli perdagangan dan membiarkan
kerajaan Islam berkuasa di daerah-daerahnya masing-masing. Jadi VOC
tidak menjajah Nusantara sampai badan ini dibubarkan tanggal 31
tikar. Secara otomatis pula jemaat-jemaat yang dilayaninya juga terlantar
dan tidak terurus. Bahkan kebanyakan kembali lagi ke agama
sebelumnya.

Fakta sejarah membenarkan bahwa warga masyarakat setempat


(=pribumi) menjadi Kristen bukan karena percaya sungguh-sungguh
kepada TUHAN YESUS KRISTUS sebagai Juruselamat. Mereka
menjadi Kristen terutama karena faktor politik yaitu mencari
perlindungan kepada Portugis atau Belanda untuk mempertahankan diri.
Juga oleh faktor psikologis yaitu mengangkat martabat dan kedudukan
yang dipersamakan dengan pendatang dari Eropa. Sehingga mereka
mengganti nama dan marganya dengan nama orang-orang Eropa, walau
sering terjadi bahwa orang-orang Eropa itu tidak menjadi teladan secara
moral dan etika. Persoalan-persoalan ini sering menjadi pergumulan
Gereja juga zaman selanjutnya.

Dengan bubarnya VOC, Belanda secara resmi berkuasa atas Nusantara


sebagai wilayah jajahannya sejak 1 Januari 1800. Belanda mulai
mengadakan langkah-langkah penataan, namun mengalami kesulitan
karena perkembangan yang terjadi di Eropa. Revolusi Perancis 14 Juli
1789 dan ekspansi Napoleon Bonaparte (1799-1815) turut mempengaruhi
peta politik di Eropa. Belanda berada dalam pengaruh Perancis dan
permusuhan Perancis dengan Inggris turut menyeret Belanda. Atas restu
Napoleon, Herman Willem Daendels ditempatkan sebagai Gubernur
Jenderal di Nusantara (1808-1811) dengan tugas mempertahankan Jawa
dari serangan Inggris. Daendels gagal mempertahankan pulau Jawa, dan
Nusantara resmi dikuasai Inggris (1811-1816). Thomas Stamford Raffles
menjadi penguasa Inggris di Nusantara dengan pangkat Letnan Jenderal.
Jasa-jasa Raffles tidak hanya terlihat dalam membangun Kebun Raya
Bogor, tetapi juga dalam pelayanan Gereja. Ia mendirikan Yayasan
Penginjilan dan mendorong pertumbuhan Gereja, khusus di Batavia dan
Surabaya, termasuk penerjemahan Alkitab. Inggris mengakhiri
peranannya di Nusantara tahun 1816 berdasarkan Konvensi London
1814. Belanda kembali berkuasa dan menerapkan 3 (tiga) kebijakan
diperkenankan menempuh pendidikan dasar dan menengah, dengan
persyaratan-persyaratan tertentu. Kebijakan ini terutama didorong oleh
gerakan humanism di Eropa dan tanggung jawab pemerintah untuk
mengupayakan kemajuan di antara masyarakat. Pendidikan dasar dan
menengah ini ditingkatkan dengan berdirinya sekolah-sekolah termasuk
sekolah-sekolah zending dan sekolah Teologi.

Kedua, di bidang ekonomi dalam rangka mengatasi kesulitan ekonomi


dan keuangan di Negeri Belanda dan juga daerah-daerah jajahannya.
Masyarakat digerakkan untuk menanam jenis-jenis tanaman yang
dibutuhkan pasaran dunia yaitu: kopi, teh, karet dan kina. Usaha ini
diikuti dengan dibukanya perkebunan-perkebunan di Jawa dan Sumatra.
Kebijakan ini dikenal dengan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) sejak
1830. Walau kebijakan inimengalami kemajuan pesat tetapi hasilnya
tidak dinikmati rakyat. Bagi Gereja zaman itu contoh pembangunan di
bidang ekonomi ini mengilhami Gereja juga untuk mendorong
pembangunan ekonomi Jemaat, antara lain dengan membuka lahan untuk
kebun-kebun Jemaat.

Ketiga, di bidang agama, dimana pemerintah memproklamirkan adanya


kebebasan beragama, sejak pemerintahan Daendels di Nusantara.
Kebijakan ini dilatar-belakangi oleh aliran Pencerahan di Eropa abad 18
yang sangat menekankan kemandirian manusia yang bebas dari semua
kuasa di luar dirinya baik yang duniawi maupun ilahi. Manusia bebas
menentukan apa yang baik dan penting bagi hidupnya. Juga dalam hal
beragama atau tidak. Hal-hal yang diluar akalnya tidak harus mengikat
dirinya termasuk Gereja. Kebebasan beragama ini juga tak hanya
dipengaruhi aliran pencerahan, tetapi juga ada aliran lain di kalangan
orang-orang Kristen yang disebut pietisme (= gerakan kesalehan).

Gerakan ini mengajarkan bahwa hidup saleh ditandai dengan hidup suci
yang dibuktikan dengan pertobatan pribadi oleh kuasa Roh Kudus dan
baptis ulang. Selain itu gerakan ini mendorong orang-orang Kristen
untuk tidak terikat pada organisasi Gereja dan bila perlu berjuang
dunia. Keanggotaan gereja tidak penting.

Kebijakan-kebijakan di atas diterapkan di daerah jajahan Belanda di


Nusantara. Namun tidak mudah, karena menghadapi masyarakat yang
sangat majemuk. Lagi pula masyarakat mengalami kemiskinan karena
perdagangan rempah-rempah merosot tajam. Lalu kerajaan-kerajaan
setempat semakin dikurangi kekuasaannya oleh Belanda. Nafsu
penjajahan menimbulkan kebencian dari masyarakat. Muncullah
pemberontakan-pemberontakan setempat dimulai dari Thomas Matulesy
(Pattimura) di Maluku, 1817; Diponegoro di Jawa, 1825-1830; Imam
Bonjol di Sumatera, 1821-1837; Hidayat di Kalimantan, 1859-1852;
Sisingamangaraja XII di Tapanuli, 1878-1907; dan banyak lagi daerah-
daerah yang bergolak melawan Belanda. Menghadapi keadaan yang
bergolak ini Belanda mengadakan konsolidasi pemerintahan dan
menanamkan kekuasaannya di seluruh wilayah Nusantara. Bersamaan
dengan itu disusun dua langkah di bidang agama untuk menghadapi
keadaan, khusus Islam.

Pertama, menghimpun kembali Jemaat-jemaat Protestan yang telah ada


sejak VOC dan mengorganisir orang-orang Protestan di seluruh wilayah
Nusantara ke dalam Gereja Protestan di India Timur (De Protestantsche
Kerk in Oost Indie) dengan keputusan pemerintah 1815 dan dilaksanakan
tahun 1840. Dibentuklah Majelis Gereja dibawah Departemen
Perdagangan dan Daerah Jajahan. Pusatnya di Gereja Immanuel,
Merdeka Timur 10 Jakarta sekarang. Untuk itu dibangun Gereja Raja
Willem (sekarang Immanuel) tahun 1835-1839. GPI sering disebut
sebagai Gereja yang diatur oleh Negara dengan sistem birokrasi dan
organisasi yang ketat. Pembiayaannya oleh Negara.

Kedua, mengizinkan badan-badan penginjilan dari Eropa masuk ke


Nusantara untuk menginjili penduduk asli yang belum beragama agar
menjadi Kristen. Oleh pengaruh Pietisme (seperti disebut 5.5) terbentuk
badan-badan penginjilan (zending) di Inggris, Belanda, Jerman dan
Swiss. Saat Inggris berkuasa di Nusantara, misi dari London bekerja di
dari Jerman dan Kalimantan oleh penginjilan dari Swiss. Badan-badan
penginjilan ini bekerja secara mandiri tanpa bergantung pada Negara,
walau sering dihambat karena dianggap merugikan kepentingan politik,
ekonomi dan sebagainya dari Negara. Boleh dikatakan GPI dan Badan-
badan penginjilan (zending) bahu membahu melaksanakan dan
mengembangkan kekristenan di Indonesia. Sementara itu gereja Roma
Katolik dengan kebijakan kebebasan beragama di perbolehkan
melakukan kegiatan di Nusantara. Dibangunnya Gereja Katedral baru
pada 1891 menandai keagiatan-kegiatan Gereja Katolik Roma dibawah
pater-pater Jesuit dan yang lainnya di Nusantara.

Selanjutnya kita akan mempelajari secara singkat Gereja Protestan di


bawah Negara.

Gereja Protestan yang diasuh Negara disebut De Protestansche Kerk in


Oost Indie, kemudian berganti nama menjadi De Protestansche Kerk in
Nederlands-Indie. Lalu menjelang kemerdekaan disebut De
Protestansche Kerk in Indie. Akhirnya tahun 1948 dirubah menjadi
Gereja Protestan di Indonesia (GPI). GPI, melalui pemerintah Belanda
bekerja sama dengan Gereja Hervormd Belanda (De Nederlandsch
Hervormd Kerk atau Gereja Reformasi/Pembaruan Belanda)
menempatkan pendeta-pendeta Belanda di Indonesia. Mereka melayani
di Batavia (= Jakarta), Ambon, Manado/Tomohon, Kupang, kemudian
Semarang, Surabaya, Makasar, Padang dan kota-kota besar lainnya.
Umumnya melayani orang-orang Belanda, pegawai-pegawai dan tentara
yang umumnya berasal dari Ambon, Minahasa dan Timor. Disamping itu
GPI bekerjasama dengan badan-badan zending Belanda (Nederlandsch
Zendeling Genootschaap = NZG), untuk membangun kembali jemaat-
jemaat di Maluku. Joseph Kam dipekerjakan di Ambon tahun 1815-1833
dan mengunjungi hampir seluruh wilayah Maluku sampai ke Timor,
Minahasa dan Sangir. Ia digelar Rasul Maluku karena kegiatannya
mengunjungi Jemaat-jemaat, menyediakan tenaga guru, dan fasilitas
pelayanan seperti bahan-bahan khotbah dan katekisasi.
(tiga) penginjil terkenal Gerrit Jan C. Hollendorn (1827-1839), Johann
Friedrich Riedel dan Johann Gottlob Schwarz (1831 sampai1880-an)
termasuk membuka sekolah-sekolah untuk masyarakat. Di Timor GPI
bekerjasama dengan NZG dan disana ditempatkan pendeta-pendeta
penginjil seperti R. le Bruijn (1819) dan Yohanis Condrad Terlinden
(1829) di pulau Rote. Mereka juga melayani dan membuka sekolah-
sekolah. Di lain pihak (di luar GPI) muncul penginjilan-penginjilan yang
dilakukan secara pribadi atau kelompok. Di Jawa Timur juga tercatat
nama seperti: Johanes Emde (1774-1859) yang bekerja di Surabaya
menyebarkan Alkitab, serta mengkristenkan dengan menerapkan budaya
Eropa (harus meninggalkan adat setempat). Conrad Laurence Coolen
(1775-1858) mendirikan desa rohani (Islam dan Kristen) di Ngoro
(Selatan Surabaya) dengan mengajarkan kekristenan secara "ngelmu",
zikir, mempergunakan gamelan, wayang dan mendorong agar tetap
mempertahankan budaya Jawa. Pengikut-pengikut Coolen bertapa dan
mencari hubungan dengan KRISTUS sebagai "Guru". Pengikut-
pengikutnya antara lain Kyai Ibrahim alias Kyai Ngabdulah alias
Tunggul Wulung yang menginjili di daerah Juwana-Jepara, gunung
Muria dan sekitar.

Selain itu Kyai Zadrack (1840-1924) di Purworejo Jawa Tengah. Juga Pa


Dasima serta Paulus Tosari dari Ngoro, yang mendirikan desa Kristen di
Mojowarno sekitar tahun 1834 dan 1840. Dua nama terakhir ini menjadi
perintis berdirinya Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Di Batavia ada
nama-nama seperti Cornelis Chastelein pada tahun 1714 membebaskan
pengikut-pengikutnya dalam 12 marga (a.l. Jonathans, B cas, Sudira)
untuk mengolah tanahnya di Depok (de Eerste Protestant Organizatie
Kerk, Jemaat GEREJADepok sekarang) dan memberikan mereka 12
marga yang membentuk Jemaat disana. Selain itu ada seorang tokoh
(awam): Mr. F.L Authing, wakil Ketua Mahkamah Agung yang
menginjili Kampung Sawah dan Gunung Putri (Jemaat-jemaat GKP
sekarang). Juga Pdt. E.W. King yang membentuk Jemaat Jatinegara
(GKP Rehoboth sekarang).
Keputusan-keputusan Sidang Gereja Am (=Sidang Sinode) pada tahun
1916, 1933, 1936, 1939 dan memuncak pada tahun 1948. Sesuai
keputusan 1933 maka GPI membentuk Gereja-Gereja Bagian yang
berdiri sendiri dalam lingkungan GPI, yaitu: Gereja Masehi Injili
Minahasa (GMIM) 30 September 1934; Gereja Protestan Maluku (GPM),
6 September 1935, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 31 Oktober
1947; dan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 31 Oktober
1948.

Sebelum GMIM berdiri, muncul perpecahan di Sulawesi Utara sehingga


mendahului terbentuknya GMIM, pada tahun 1933 telah berdiri
Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM). GMIM memperluas
penginjilannya ke Gorontalo (muncul Gereja Protestan Indonesia di
Gorontalo), Buol Toli -Toli (menjadi Gereja Protestan Indonesia di Buol-
Toli-Toli), Donggala (Gereja Protestan Indonesia di Donggala).

GPM melaksanakan penginjilan ke Papua (menjadi GPI Papua). GPI


tetap menjadi Gereja dan terbuka menerima anggota baru antara lain
Gereja Kristen Luwuk-Banggai.

Pada jalur lain kekristenan di Indonesia pada parohan abad 19 ( 1860


an) berkembang melalui pelayanan penginjilan (zending atau misi) dari
Eropa (Belanda, Jerman, Swiss) dan dari Amerika Utara. Badan-badan
penginjilan dari Belandalah yang paling berperan di Nusantara. Kurang
lebih 10 badan penginjilan, yang terbesar adalah Nederlansche Zendeling
Genootschap (NZG) yang bekerja di Maluku, Minahasa, Jawa Timur,
Tanah Karo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Badan-badan
penginjilan Belanda lainnya bekerja di Papua, Halmahera, Sangir Talaud,
Sulawesi Selatan dan Tenggara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumba, Bali
dan Kepulauan Riauw. Hasil penginjilan dari Belanda itu antara lain :
GKP dan GKI dan GKJW (Jawa), GKPB (Bali), GKS (Sumba), Gereja
Toraja, GKST (Sulawesi Tenggara), GMIST (Sangir Talaud), GMIH
(Halmahera) dan GKI Papua.
penginjilan Jerman (Rheinish Missiongeselschap - RMG) bekerja di
Kalimantan dan Tapanuli (terkenal nama: Nomensen) dan Nias.
Pekerjaan mereka di Kalimantan dilanjutkan oleh penginjilan dari Swiss.
Hasil penginjilan mereka menghasilkan antara lain HKBP, GKPS, HKI,
BNKP (Nias) dan GKE (Kalimantan). Selanjutnya penginjilan dari
Amerika Utara berlangsung melalui Kemah Injil (1928) di Kalimantan
Timur, Makasar dan Papua; Gereja Pentakosta (1921) di Jawa Tengah
dan Surabaya; Advent (1900); Metodis menginjili Sumatera Utara
(1905). Penginjilan Baptis sendiri telah masuk di Jawa Tengah tahun
1814 tetapi tenggelam dan baru muncul lagi tahun 1952. Para penginjil
menghadapi medan pelayanan yang tidak mudah. Islam sudah sangat
kuat, agama-agama suku (leluhur) memiliki pengaruh yang berakar
dalam masyarakat, sarana dan prasarana yang belum tersedia dan hidup
masyarakat yang miskin dan butu huruf. Para penginjil tidak hanya
memberitakan Injil secara verbal (kata-kata) tetapi juga membangun
masyarakat dengan desa teladan (seperti Hutadame di Tapanuli atau
Kebung Gunung di Sangir, Duma di Halmahera atau Mojowarno di Jawa
Timur). Juga dengan mendirikan sekolah-sekolah umum dan penginjil,
rumah sakit, panti asuhan, kebun-kebun jemaat (ekonomi) serta
membangun relasi dengan masyarakat setempat.

Semua usaha penginjilan ini dikoordinasikan oleh satu badan yang


disebut Zendingsconsulaat (1906) sehingga dihindari konflik antar
lembaga penginjilan di Indonesia. Badan ini bekerja bersama dengan GPI
dan membentuk Dewan Gereja-Gereja di Indonesia,DGI (sekarang:
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia - PGI) tanggal 25 Mei 1950 di
Jakarta. Selain itu penginjilan ini juga ditopang oleh Lembaga Alkitab
Belanda yang menyediakan Alkitab dalam bahasa Melayu,
menerjemahkan dalam bahasa-bahasa daerah dan menyediakan tenaga-
tenaga penerjemah. Lalu berdiriLembaga Alkitab Indonesia (LAI) tahun
1954.

Antara tahun 1920 sampai 1939, umumnya Gereja-gereja baik yang


diasuh Negara maupun badan penginjilan mengalami kemandirian dan
dan bersiap mengambil alih kepemimpinan dari tangan orang-orang asing
(Eropa dan Amerika). Sementara persiapan pengalihan itu berlangsung,
muncul Perang Dunia II (1940-1945). Gereja-gereja di Indonesia sangat
menderita. Selain para pendeta asing dibunuh atau ditawan, juga orang-
orang Kristen dianggap pro Belanda dan dimusuhi Islam. Walau tidak
sedikit orang-orang Kristen yang berjuang dalam gerakan nasionalisme
baik sebelum maupun sesudah PD II, kecurigaan tetap berlanjut.

Berdirinya Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) merupakan


antiklimaks dari konsolidasi gereja-gereja di Indonesia sesudah PD II,
dan sekaligus memperlihatkan bahwa gereja-gereja di Indonesia
merupakan kekuatan sosial dan keagmaan yang diperhitungkan
pemerintah RI di bawah Presiden Sukarno. Tokoh-tokoh bangsa antara
lain seperti Dr .W.Z. Johanes, Mr.J. Latuharhary, Mr. A.A. Maramis, Dr.
Sam Ratulangi, Dr.T.S.G.Mulia, Mr. Amir Syarifudin, Dr J. Leimena dan
Letjen. T.B. Simatupang, merupakan orang Kristen yang berperan
penting dalam persiapan kemerdekaan dan perjuangan revolusi
kemerdekaan. Mulailah era baru partisipasi gereja dalam masyarakat dan
bangsa dengan Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sejarah DGI (atau PGI sekarang) dapat dipelajari dari pelajaran tentang
Gerakan Oikumene di Indonesia.

Perkembangan gereja-gereja di Indonesia setelah tahun 1950 banyak


diwarnai oleh peranan gerakan Oikumene baik dari dalam negeri meupun
luar negeri (internasional). Secara internasiomnal gerakan oikumene ini
berhadapan langsung dengan gerakan-gerakan baru dalam gereja-gereja
yang memunculkan aliran-aliran baru, antara lain gerakan kharismatik.
Gerakan ini cenderung anti gereja-gereja "lama" yang dianggap kurang
"bergairah" dan tak menampakkan tanda-tanda Roh Kudus seperti
bahasa-bahasa roh, pertobatan dan hidup suci secara normal dan
menjauhi hal-hal duniawi seperti politik. Gerakan kharismatik ini tidak
hanya ingin membarui gereja-gereja Protestan tetapi juga gereja-gereja
Pentakosta yang dianggapnya sudah "membeku". Gerakan ini muncul
pada tahun 1970-an dan sampai saat ini dengan bebas mengadakan
gereja di Indonesia.

Kita tiba pada beberapa kesimpulan : 1. Kekristenan masuk ke kepulauan


Nusantara (Indonesia) melalui jalur perdagangan international
sebagaimana juga yang dialami agama-agama lainnya sejak abad 4
Masehi. Baik agama Hindu dan Budha dari India maupun Islam dari
Arab serta Kristen dari Eropa pada awalnya dibawa oleh para pedagang.

2. Masuknya agama-agama ini tidak serta merta meniadakan agama-


agama suku (warisan leluhur suku-suku itu) yang telah beruratakar di
Indonesia. Malah pengaruh agama-agama suku tersebut terasa dalam cara
penghayatan iman yang sering bersifat spiritisme (percaya kuasa-kuasa
roh-roh), mistik (percaya kekuatan-kekuatan gaib),legalistic
(mengandalkan aturan-aturan sebagai jalan keselamatan) dan eksklusif
(menganggap diri sendiri benar dan yang lain jelek).

3. Sejak awal perjuangan Kristen dengan Islam (yang sudah ada


sebelumnya) sering ditandai dengan kecurigaan dan yang mengakibatkan
ketegangan bahkan konflik. Keadaan seperti ini sudah muncul sejak abad
15 di Maluku dan berlanjut seperti yang kita alami dalam peristiwa
Ambon (1999) dan kemudian Poso (2000).

4. Gereja-gereja kita, baik diasuh Negara maupun badan-badan


"penginjilan ", umumnya terbentuk dengan latar belakang suku atau
kedaerahan. Sehingga gereja-gereja kita mudah terpecah bukan karena
ajaran tetapi sering oleh factor-faktor non teologis seperti suku, ekonomi
dan kepentingan-kepentingan pribadi/kelompok.

4. Gereja-gereja kita sampai pada tahun 1960-an mengembangkan


kemandirian dan berperan dalam masyarakat dan bangsa. Malah
oleh gerakan oikumene internasional belajar dan berusaha
merumuskan teologinya (ajaran, ibadah, pelayanan dan
kesaksiannya) dalam hubungan dengan pergumulan bangsa dan
Negara Indonesia. Tetapi setelah tahun 1970 sampai sekarang
kerohanian Amerika Utara yang bebas dan cenderung
merelatifkan warisan-warisan yang dipegang gereja-gereja.

Metode :
Pengajar membaca dengan teliti dan menguasai bahan ini dengan
periodisasi:
1. Masa Portugis dan VOC (Belanda)1512 – 1799
2. Masa Konsolidasi Pemerintah Belanda 1800-1860
a. Kekuasaan Inggris di Nusantara 1811-1816
b. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Belanda
c. Pengasuhan Pemerintah Belanda terhadap gereja :
1. 1). Alasan-alasan
2. 2). Berdirinya GPI (Keputusan Raja Willem I, 1915) dan penginjilan
secara sporadis
3. 3). Perkembangan singkat GPI sampai pada berdirinya GMIM 91939),
GPM (1935), GMIT (1947) dan GEREJA(1948)
3. Masa Penginjilan atas izin pemerintah Belanda 1860-1939
1. Badan-badan penginjilan dari Eropa dan Amerika Utara.
2. Beberapa cara dan metode penginjilan
3. Hasil-hasilnya, yaitu berdiri gereja-gereja hasil penginjilan (Protestan,
Pentakosta, Metodis, Baptis, Kemah Injil, Bala Keselamatan, Advent).
4. Pergumulan-pergumulan yang dihadapi 1939 – kini
1. Penderitaan masa pemerintahan Jepang dan Revolusi kemerdekaan
2. Kecurigaan dari Islam terhadap gereja
3. Masuknya gerakan kharismatik yang "mengganggu" pertumbuhan dan
perkembangan kemandirian gereja-gereja.
GERAKAN KEESAAN

Kebangkitan Gerakan Keesaan Abad XX di Eropa.


Jika kita ingin mengetahui gerakan Keesaan di Indonesia, kita tidak dapat
dilepaskan dari kebangkitan gerakan keesaan abad XX di Eropa. Bermula
dari Konperensi Pekaran Injil Sedunia di Edinburgh, 14 - 23 Juni 1910.
Konperensi ini adalah konperensi studi dan konsultasi untuk membahas
sejumlah persoalan yang timbul di lapangan pekabaran injil, namun
ternyata dari delapan pokok bahasan dalam konperensi ini, ada juga
pokok tentang Kerjasama dan Keesaan. Dan untuk itu lalu dibentuk
sebuah komite yang disebut Continuation Committee.

Keputusan untuk membentuk komite ini, ternyata di kemudian hari


sangat berarti dalam sejarah gerakan keesaan di seluruh dunia. Dengan
demikian Konperensi Pekabaran Injil Sedunia di Edinburgh 1910 dilihat
sebagai saat kelahiran gerakan oikumenis atau keesaan di seluruh dunia.
Beberapa konperensi yang dilaksanakan oleh Continuation Committee,
terutama konperensi pertama dan kedua kemudian menjadikan tema
keesaan sebagai tema penting atau sentral dalam pokok-pokok bahasan
dan keputusannya.

Konperensi pertama Faith and Order yang berlangsung di Lausanne,


Swiss pada 3 - 20 Agustus 1927, dan Konperensi kedua yang
berlangsung di Edinburgh pada 3 - 12 Agustus 1937, adalah konperensi-
konperensi yang dijiwai semangat gerakan keesaan Gereja.

Konperensi pertama Faith and Order membahas dan menghasilkan tujuh


pokok pemahaman bersama. Pokok-pokok pemahaman itu adalah:
1. the call to unity (panggilan untuk keesaan);
dunia-injil);
3. the nature of the Church (Sifat Gereja);
4. the Church`s common confession of faith (pengakuan iman bersama
Gereja);
5. the Church`s ministry (pelayanan Gereja);
6. the Sacraments (Sakramen-sakramen);
7. the unity of Christendom and the place of the different Church in it
(keesaan kekristenan dan tempat Gereja-gereja yang berbeda di
dalamnya).

Dan pada konperensi kedua Faith and Order selain berbicara tentang
Kasih Karunia Tuhan Yesus Kristus (the Grace of the Lord Jesus Christ),
tetap mengusung pokok keesan. Pokok-pokok keputusan Konperensi di
Edinburgh yaitu :
1. the Grace of the Lord Jesus Christ. (Kasih karunia Tuhan kita Yesus
Kristus);
2. the Church of Christ and the Word of God (Gereja Kristus dan Firman
Allah);
3. the Church of Christ: Ministry and Sacraments (Gereja Kristus,
Pelayanan dan Sakramen-sakramen);
4. the Church`s Unity in Life and Worship (Keesaan Gereja di dalam
kehidupan dan pekerjaan; pokok ini kemudian dibagi dua, sehingga
ditambahkan:
5. the Communion of Saint, (Persekutuan orang kudus).

Konperensi Edinburgh dan juga Lausanne memberikan inspirasi atau


menjadi semangat pendorong terbentuknya berbagai bentuk gerakan
keesaan.
Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkebangan
keesaan di Asia adalah pengaruh nasionalisme di Asia, setelah Jepang
megalahkan Rusia pada tahun 1905. Timbul perasaan bahwa orang-orang
Asia telah cukup mampu untuk mengurus persoalan-persoalan mereka
sendiri sehingga tidak perlu lagi diatur oleh orang-orang Barat. Selain itu
terdapat juga pengaruh dari konperensi Pekabaran Injil Sedunia tahun
1910 di Edinburgh.

Di beberapa Negara di Asia seperti di India, Jepang, Cina, Burma, Sri


Lanka, Korea, Filipina dan termasuk Indonesia, muncul lembaga-
lembaga Pekabaran Injil yang sesungguhnya disemangati oleh konperensi
Edinburgh. Dan ketika di tahun 1938, dilangsungkan konperensi
pekabaran Injil sedunia di Tambaran India muncul kesadaran orang-
orang Kristen Asia bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
bersama yang berbeda dari kepentingan-kepentingan gereja-gereja Barat.
Kesadaran ini yang kemudian membuahkan Dewan-dewan Gereja di
negara-negara Asia, yang kemudian turut melahirkan Dewan Gereja
Asia.

PERTUMBUHAN GERAKAN KEESAAN DI INDONESIA


Ada lima hal yang memperngaruhi sejarah Oikumene di Indonesia yang
bermuara pada pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia. Menurut
Dr. T.B. Simatupang, kelima hal itu adalah :
1. Alkitab (dalam hal ini Yohanes 17 : 21) dan Pengakuan Iman;
2. Nasionalisme di Indonesia menjelang dan sesudah Perang Dunia II;
3. Pengalaman pemuda Kristen dalam Christelijk Studenten Vereniging
(CSV, Perhimpunan Mahasiswa-mahasiswa Kristen) dan pada Sekolah
Theologia Tinggi (Sekarang STT) di Jakarta;
4. Pengalaman pada masa Jepang;
5. Pengaruh gerakan oikumenis dari luar (IMC, WSCF, DGD) dan
dunia percaya" menjadi tema Gerakan Oikoumene. Sejak abad 20
Gerakan Oikoumene itu berkembang meliputi seluruh dunia, juga di
Indonesia ini. Dan ketika kesadaran/gerakan oikoumene mulai melanda
Indonesia, pada saat yang sama kesadaran nasionalisme muncul. Gereja-
gereja mulai berupaya menghilangkan perselisihan, perpisahan dan
keterasingan satu dari yang lain. Ini tidak mudah, sebab faktor-faktor
dogma dan tradisi masih kuat. Sekalipun demikian mulai nyata bahwa
upaya itu tidak sia-sia.

Tahun 1939, atas inisiatif dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI),


Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristus, dan Gereja Kristen
Indonesia Jawa Barat (GKI Jabar) serta dihadiri juga oleh peserta-peserta
yang mengikuti Konperensi Pekabaran Injil Sedunia di Tambaran India,
diadakan sebua pertemuan di Batavia (Jakarta). Pertemuan ini
memutuskan mempersiapkan pembentukan suatu National Christian
Council. Dibentuklah Panitia persiapan yang merancangkan Anggaran
Dasar dan Peraturan untuk Dewan ini, dengan diketuai oleh Dr. Mulia
dan Sekretaris-Bendahara adalah Van Randwijck. Rencana pembentukan
Dewan ini terkendala bukan saja karena Perang Dunia II tetapi juga
karena ada perbedaan pendapat tentang Anggaran Dasar dan tentang
perwakilan Gereja dan Lembaga Penginjilan dalam Dewan yang akan
dibentuk.

Selain itu, selama masa Jepang, Gereja-gereja mulai melihat bahwa


mereka menghadapi pergumulan bersama dan harus diatasi bersama.
Maka di beberapa daerah Gereja-gereja bergabung untuk mengatasi
bersama masalah-masalah yang mereka hadapi. Ada juga gereja-gereja di
daerah tertentu yang membentuk Dewan Gereja. Ada Dewan
Permoesyawaratan Geredja-geredja di Indonesia (DPG) yang
menghasilkan kesepakatan Kwitang pada Mei 1947; ada Madjelis Oesaha
yang sungguh untuk membentuk suatu lembaga keesaan Gereja. Dan
akhirnyatanggal 25 Mei 1950, DGI didirikan. Berdirinya DGI merupakan
hasil dari sebuah Sidang Raya Gereja-gereja Protestan yang berlangsung
tanggal 21 - 28 Mei 1950 di STT Jakarta. Dan tanggal 25 Mei 1950 tepat
jam 12.00 WIB, diputuskan dan disahkan Anggaran Dasar berdirinya
DGI.

Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sejarah panjang gerakan


keesaan sampai berdirinya DGI a.l. Dr. T.S.G. Mulia yang turut hadir
dalam Konperensi Pekabaran Injil di Yerusalem tahun 1928 dan di
Tambaran tahun 1938, Pdt. W.J. Rumambi yang turut membidani
MOBGK. Tahun 1984 dalam DGI berubah menjadi PGI. Semangat yang
menjiwai PGI nampak dalam prinsip-prinsip penting yang dijadikan
pedoman Gerakan Keesaan antara lain :

1. Keesaan itu bukanlah soal keseragaman atau keterpisahan, melainkan


keberagaman dalam kebersamaan. Seperti tubuh yang terdiri dari banyak
anggota yang saling terikat satu dengan yang lain
2. Keesaan itu adalah keesaan dalam roh. Keesaan yang bukan hasil
usaha manusia, tetapi karena karya Kristus.
3. Keesaan itu harus nampak agar dunia menjadi percaya. Berdasarkan
prinsip-prinsip penting itu, maka harus ada saling mengakui dan saling
menerima, saling memahami, saling menolong atau topang menopang
dan mengupayakan hal-hal yang berguna bagi banyak orang. Selain PGI
yang kebanyakan anggotanya adalah Gereja-gereja Protestan, terdapat
juga Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta di Indonesia (PGPI) dan
Persekutuan Injili di Indonesia (PII), Persekutuan Gereja-gereja
Tionghoa Indonesia.
ALIRAN-ALIRAN DI DALAM DAN DI SEKITAR GEREJA

I. LUTHERAN
Aliran Lutheran diturunkan dari ajaran-ajaran Martin Luther (1483-1546)
yang berasal dari Jerman. Ajaran-ajaran Luther itu ditujukan untuk
mengoreksi ajaran-ajaran gereja Katolik Roma (GKR). Perbedaan antara
ajaran dan praktek GKR dengan ajaran Alkitab adalah sebab dasar
reformasi Luther. Namun, reformasi itu dipicu oleh penjualan surat
penghapusan siksa oleh Johann Tetzel. Melawan propaganda Tetzel,
Luther menyusun 95 dalil dan tanggal 31 Oktober 1517 dalil itu dipasang
di pintu gereja Wittenberg. Kemudian hari Luther banyak menuangkan
gagasan-gagasannya.

Beberapa Pokok Ajaran Lutheran :


1. Firman
2. Sakramen.
3. Jabatan Gereja

Gereja-gereja yang berpedoman pada ajaran Luther disebut Lutheran. Di


Indonesia ada delapan (8) gereja yang mengaku penganut aliran
Lutheran, yakni: HKBP, GKPS, GPKB, GKPI, HKI, GKLI, GKPA dan
GKPM.

II. CALVINIS
Johannes Calvin membangun teologinya di atas dasar yang telah
diletakkan Luther. Calvin menjadikan reformasi Luther lebih konkret dan
jelas wujudnya dalam kehidupan bergereja.

Calvin menekankan kedaulatan Allah dalam perkara penciptaan dan


keselamatan dan kemuliaan Allah sebagai tujuan karya-Nya maupun
hidup dan tugas manusia.
3. Pengudusan (Santificatio)
4. Keselamatan

Gereja-gereja Calvinis adalah gereja-gereja yang berpedoman pada


ajaran Johannes Calvin dari Perancis (1509-1564). Di Indonesia terdapat
banyak gereja yang mengaku Calvinis, seperti: GKSBS, GMIM, GPM,
GMIT, GPIB, GBKP, GKI, GKP, GKJ, GMIST, GKST, Gereja Toraja,
GKE dan lain-lain.

III. METHODIS
Aliran Methodis muncul pada abad ke-18 dan menandai bangkitnya
semangat kebangunan rohani (revival), mula-mula di Inggris lalu
menyebar ke seluruh dunia, dengan tokoh utama John dan Charles
Wesley. Aliran Methodis masuk kategori arus utama di lingkungan
Protestan, karena memelihara dan mempertahankan sebagian besar ajaran
para reformator; dengan kata lain ia berada pada garis ortodoksi
reformatoris.

Pokok-Pokok Ajaran Methodis.


1. Kelahiran kembali (lahir baru).
2. Penebusan Universal.
3. Jatuh dan kehilangan kasih karunia.

IV. PENTAKOSTAL
Tahun 1900/1901 sebagai awal kemunculan gerakan atau aliran
Pentakostal di Amerika Serikat dengan mengacu pada peristiwa yang
terjadi dengan Charles F. Parham 1873-1929, seorang kulit putih. Namun
ada yang mengatakan juga bahwa yang menjadi titik awal gerakan
Pentakostal adalah peristiwa yang terjadidi Azusa Street Los Angeles
dengan tokoh utamanya William J. Seymour, seorang kulit hitam.

Tahun 1900 Parham yang membuka sekolah Alkitab Bethel menugaskan


murid-muridnya untuk mempelajari ciri-ciri utama gerakan kesucian dan
penyembuhan ilahi, juga baptisan Roh yang bertolak dari empat peristiwa
ditandai oleh bahasa lidah (glosolalia). Berdasarkan itu Parham mengajar
murid-muridnya berupaya memperoleh baptisan roh yang disertai dengan
bahasa lidah dengan berjaga semalam suntuk pada tanggal 31 Desember
1900.

Pada tanggal 1 Januari 1901, Agnes N. Ozman meminta Parham


meletakkan tangannya di atas kepalanya dan berdoa baginya agar ia
memperoleh baptisan roh disertai dengan bukti berbahasa lidah. Menurut
mereka hal itu benar-benar terjadi, Agnes tiba-tiba berbahasa Cina yang
tak pernah dipelajarinya. Beberapa hari kemudian hal yang sama terjadi
pada murid-murid yang lain dan akhirnya atas diri Parham sendiri.

Pokok-Pokok Ajaran Pentakostal :


1. Alkitab
2. Keselamatan
3. Baptisan
4. Bahasa lidah
5. Penyembuhan ilahi
6. Ibadah dan upacara gerejawi

V. KHARISMATIK
Gerakan Kharismatik berawal di Amerika Serikat dan dikenal sebagai
gerakan Pentakosta baru. Ia mempunyai banyak kesamaan dengan
gerakan Pentakosta. Baptisan Roh dan penyembuhan ilahi menjadi ciri
utama gerakan ini.

Jangkauan gerakan Pentakostal baru yang melampaui batas-batas


menjadi semakin nyata melalui organisasi The Full Gospel Business
Men`s Fellowship International (FGBMFI) yang dibentuk oleh Demos
Shakarian, milyuner dari California.

Pada tahun 1953 FGBMFI menyebut diri sebagai organisasi bisnismen


yang dipenuhi Roh Kudus dan terpanggil melaksanakan penginjilan dan
kesaksian kepada umat non-Pentakostal. Salah satu kegiatannya adalah
FGBMFI memakai nama persekutuan kharismatik. Gerakan Kharismatik
tidak pernah punya ikatan formal dengan gereja Pentakostal mana pun,
dan sebagian besar yang berhasil mereka jaring adalah bisnismen non-
Pentakostal, sebab mereka mereka tidak "metobatkan" dan menggiring
anggotanya ke dalam gereja Pentakostal. FGBMFI mendorong para
anggotanya untuk tetap berada di gerejanya masing-masing, bahkan lebih
rajin lagi sambil melakukan "pembaruan kharismatik" di dalamnya.

Alasan mereka tidak mau bergabung dengan gerakan Pentakostal : (1)


banyak gereja Pentakostal yang sudah menjelma menjadi gereja mapan
dan sudah kehilangan Roh yang semula. (2) Mereka justru mau tetap
tinggal di dalam lingkungan gereja masing-masing agar bisa dan
membawa "Roh pembaharuan" ke dalamnya. Gerakan Kharismatik
bermaksud membantu untuk menghidupkan kembali apa yang pernah ada
di dalam gereja mula-mula melalui karunia-karunia Roh.

Pokok-Pokok Ajaran Kharismatik :


1. Berpumpun pada Yesus.
2. Pujian.
3. Kuasa Rohani.

VI. ADVENTIS
Adventis lahir di USA pada tahun � 1830. Pada abad ke-19 gereja-
gereja utama (Episkopal, Methodis, Baptis, Presbiterian dan
Kongregasional) secara umum sedang lemah, sedangkan kemajemukan
dan kebebasan beragama dijamin oleh undang-undang negara turut
melahirkan gerakan-gerakan baru dari gereja-gereja Protestan, salah satu
di antaranya adalah Adventis. Salah satu tokoh Adventis adalah William
Miller 1782-1849 dari Massachusetts. Pokok perhatian Miller adalah
ajaran Eskatologi/tentang hal-hal zaman akhir, peristiwa di sekitar
kedatangan kembali Yesus Kristus untuk mendirikan kerajaan seribu
tahun di bumi. Miller menentukan kedatangan Yesus berdasarkan nubuat
kitab Daniel 8:14, 22 Oktober 1843 dan 1844. Ternyata Miller mengakui
bahwa ia salah menetapkan tanggal, namun ia tetap berpegang pada
Salah satu murid Miller adalah Ellen G. White. Gereja Advent hari ke-
Tujuh percaya bahwa perhitungan kedatangan Tuhan tanggal 22 Oktober
1844 tidaklah keliru. Di tanggal itu nubuat dari Kitab Daniel bukanlah
tentang pengudusan dunia, melainkan menunjuk kepada perubahan yang
terjadi di sorga. Pada hari itu Tuhan Yesus tidak turun ke dunia,
melainkan memulai tahap karya penebusan yang baru, yaitu Tuhan Yesus
memasuki ruang mahakudus di sorga untuk melihat perbuatan-perbuatan
orang Kristen dan menetapkan nama-nama mereka apakah dimasukkan
ke dalam kitab kehidupan atau tidak.

Desember 1844 Ellen bersekutu dalam doa dengan empat wanita lainnya.
Lalu ia mengaku menerima penglihatan yang pertama bahwa 144.000
umat Advent berjalan menuju gerbang sorgawi dan Yesus membukakan
pintu gerbang sorgawi bagi mereka. Setelah diberi kecapi emas 144.000
orang itu berhimpun dekat pohon kehidupan di singgasana Allah. Ada
malaikat yang berkata kepada Ellen, "Engkau harus kembali ke bumi,
memberitahukan kepada orang lain apa yang diwahyukan kepadamu."

Setelah memberitahukan penglihatan ini kepada sekelompok kecil orang


Adven di Portland, mereka bersepakat mendukung Ellen bahwa itu
adalah terang dari Allah. Tak lama kemudian Ellen mengaku menerima
sejumlah penglihatan lain. Demikianlah selanjutnya pada tahun-tahun
berikutnya ia menyatakan diri sebagai alat di tangan Allah. Dan dalam
kenyataannya setiap penetapan ajaran gereja Advent harus terlebih dulu
didahului dan disahkan oleh penglihatan yang diterima Ellen G. White.

Hiram Edson, Joseph Bates dan Ny. Ellen Gould-White menekankan


bahwa hari perhentian dan peribadahan adalah hari Sabat (Sabtu) sesuai
dengan titah ke-4 dalam Dasa Titah. Ny. Ellen Gould-White mengklaim
bahwa ia mendapat penglihatan yang menyatakan bahwa Tuhan Allah
tidak pernah mengubah hari Sabat ke hari Minggu. Penggantian ini
hanyalah ciptaan paus dan kaisar Roma. Gereja yang benar adalah gereja
yang menguduskan hari Sabat. Miller mengatakan bahwa perayaan hari
Minggu adalah dosa gereja yang terberat. Gereja Advent hari ke-Tujuh
Tujuh yang terbentuk sesudah kegagalan tahun 1844.

Pokok-Pokok Ajaran Adventis


Pokok ajaran gereja Advent hari ke-Tujuh termuat dalam Statment of
Faith (Pernyataan Iman) yang terdiri dari 25 pasal pada tahun 1872.
Pernyataan iman ini kemudian direvisi menjadi 22 pasal di tahun 1932
dan direvisi kembali tahun 1980 menjadi 27 pasal.

VII. SAKSI JEHOVA


Kemunculan aliran Saksi Jehova terkait dengan gerakan Adventisme dan
pokok-pokok ajarannya pun banyak mirip dengan Adventisme. Tokoh
utama aliran ini adalah Charles Taze Russell, Joseph F. Rutherford,
Nathan R. Knorr dan Frederick W. Franz.

Zaman C. T. Russell C. T Russell lahir di Pittsburgh-Pennsylvania. Ia


tertarik pada hal-hal keagamaan terutama menyangkut kedatangan
Kristus kedua kali dan zaman akhir, sehingga tahun 1870 iabergabung
dengan kelompok Adventis. Pada tahun 1881, persekutuan yang
dipimpin Russell yaitu kelompok Bible Study dan yayasan Watch Tower
menjadi lembaga resmi dan legal. Menurut Russell kedatangan Kristus
akan terjadi tahun 1914, setelah didahului "masa panen" selama 40 tahun
(1874-1914). Berdasarkan Wahyu 7 : 4 - 9 Russell berpandangan bahwa
di masa panen itu dan kedatangan Kristus akan terjadi perang
Harmagedon; yang akan dipanen atau selamat melintasi perang itu akan
memasuki kerajaan seribu tahun hanya 144.000 orang. Russell juga
mengatakan bahwa tidak ada neraka sebagai tempat penghukuman kekal
bagi orang-orang jahat, sebab setiap orang jahat segera ditiadakan
(annihilated) pada saat ia mati.

Ajaran-ajaran Russell ini sesungguhnya menolak pokok-pokok ajaran


gereja yang baku, seperti: Trinitas, kekekalan jiwa, kebangkitan Kristus
secara jasmani, dan kepribadian tersendiri dari Roh Kudus. Ramalan
Russell mengenai kedatangan Kristus, Oktober 1914, meleset. Zaman J.
Rutherford bersama yang lain menentang keterlibatan AS dalam PD I
dan menolak ikut wajib militer. Kemudian mereka juga menolak
memberi hormat kepada bendera, karena hal itu dianggap sebagai
kekafiran dan kekejian di hadapan Tuhan. Berdasarkan Mazmur 43:10;
83:18-19 sejak tahun 1931 Rutherford memperkenalkan nama baru bagi
para warganya yakni Saksi Jehova. Tahun 1932 Rutherford menyatakan
bahwa yang diselamatkan adalah 144.000 orang saksi Jehova dan
"golongan Yonadab". Kedua golongan ini akan memenuhi bumi selama
masa kerajaan seribu tahun. Ia memperbarui ajaran Russell tentang
penebusan Kristus: Penebusan itu tidak berlangsung untuk semua orang,
melainkan hanya untuk umat Saksi Jehova. Rutherford tidak segan
menyerang gereja-gereja resmi beserta pendetanya dan pemerintah
sebagai alat-alat iblis.

Zaman Nathan H. Knorr dan Frederick Franz.


Prestasi dalam kepemimpinan Knorr adalah terbitnya Alkitab terjemahan
mereka sendiri yakni New World Translation of Holy Scripture tahun
1961 yang diduga keras diterjemahkan oleh Frederick Franz.

Beberapa Pokok Ajaran Saksi Jehova:


1. Allah Bapa Mahatinggi, Yesus Kristus dan Roh Kudus versi Saksi
Jehova
2. Alkitab versi Saksi Jehova
3. Kedatangan Kristus kembali
MENGENAL GEREJA SECARA SINGKAT DAN JELAS

Sistem Pemerintahan dalam Gereja


Sistem dan bentuk yang pertama adalah Papal (bahasa latin; papa = bapa
= Paus). Beberapa ciri yang terkenal dari sistem ini adalah: Adanya
paham, tongkat kepemimpinan dan kuasa langsung yang diterima dari
Kristus, Paus menerima warisan itu sebagai pengganti Kristus.Yang
bertindak dalam gereja ialah imam-imam yang jenjang kepemimpinannya
diatur/disusun menurut anak tangga. Paus mempunyai kuasa mutlak dan
jemaat hanya menerima tindakannya itu. Hubungan timbal balik terhenti
karena garis linier (komando) dari atas ke bawah ketat.

Sistem dan bentuk yang ke-dua adalah bentuk Episkopal, (bahasa


Yunani: Penilik, Penunggu, Gembala). Cirinya antara lain: setiap
gembala disebut Uskup (akhirnya sekarang jarang dipakai kepada
pemimpin gereja, hanya super intenden) para Uskup/Gembala memegang
kepemimpinan gereja dan mewariskan kuasa itu secara rasuli dan
berkesimbungan. Umumnya para Uskup/Gembala memegang kuasa di
wilayah/propinsi/jemaatnya dibawah pimpinan gereja yang yang ke-tiga
yang disebut superintendent. Dalam sistem ini, bentuk hierarkis masih
tampak.

Sistem dan bentuk yang ke-tiga adalah bentuk Kongregational (bahasa


Inggris=jemaat lokal). Cirinya antara lain: memberikan tekanan
(kedaulatan) kepada eksistensi jemaat-jemaat yang independen (berdiri
sendiri). Bila jemaat yang mengusahakan kebersamaan dengan jemaat
lain sehingga terbentuk satu pemusyawaratan, maka hal itu terjadi atas
(bahasa Inggris=jemaat lokal).
Cirinya antara lain: memberikan tekanan (kedaulatan) kepada eksistensi
pemusyawaratan, maka hal itu terjadi atas kerelaan dan tidak boleh
mengurangi kedaulatan masing-masing jemaat. Kebersamaan jemaat
dapat terjadi tanpa ikatan ketat, yang diurus oleh satu Sekretariat
bersama.

Sistem dan bentuk yang ke-empat adalah Presbiterial Sinodal (bahasa


Yunani: Presbiter=Tua-tua=petua; Sun=bersama; tekanan dan
Hodos=jalan). Cirinya antara lain: memberikan tekanan pada peranan
para presbiter yang terpanggil untuk melayani dan memimpin gereja.
Untuk menentukan arah kebijaksanaan gereja, kita melakukannya
bersama-sama melalui Majelis Jemaat, Persidangan Sinode dan Majelis
Sinode. Kebersamaan itu lebih praktis, nampak dalam kepemimpinan
gereja sehari-hari. Sistem ini ingin menimbulkan hubungan timbal balik
antara jemaat (Majelis jemaat) dengan pimpinan gereja (Majelis Sinode).
Gereja bukan variasi dari jemaat-jemaat tetapi keduanya mempunyai
hubungan yang dinamis, kaitan yang hidup dan kepentingan timbal balik
untuk melaksanakan misi Kristus.

Unsur-Unsur penting dari Presbiterial Sinodal


Azas ini sesungguhnya berasal dari tradisi Calvinis yang mempengaruhi
kehidupan GKSBS. Ada beberapa hal yang sangat menonjol sebagai
berikut: Peranan para presbiter yang terpanggil untuk melayani.

Para presbiter mendapat kedudukan yang penting. Dalam gerja mula-


mula, setelah para rasul tidak ada, maka para Penatua (presbiter) yang
memegang peranan penting dalam mengelola kehidupan gereja. Jabatan
Diaken telah terbentuk segera setelah Pentakosta, dan mula-mula sangat
berperanan bersama para rasul. Dalam perjalanan GKSBS, pengertian
presbiter mengalami tekanan yang sangat berarti dimana yang
dimaksudkan adalah Diaken, Penatua, Pendeta dan Penginjil untuk
luas untuk mengelola kehidupan gereja, sebab pada dasarnya tiap jabatan
tersebut mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain untuk
menyebarkan pelayanan gereja.

Komisi merupakan suatu kegiatan untuk menyelenggarakan Persekutuan,


Pelayanan, Kesaksian dan Pembinaan secara kategorial diantara warga
Jemaat GKSBS. Semua kegiatan kepada yang dewasa akhirnya dilihat
oleh gereja sebagai sesuatu yang tidak menguntungan karena mereka
mempunyai nama sendiri,peraturan sendiri bagi setiap bidang pelayanan
pada akhirnya mereka mempunyai masalah/pergumulan yang
menyulitkan gereja .
STRUKTUR DAN SISTEM PENATALAYANAN GEREJA

Memahami Keterpanggilan sebagai Warga GEREJA(Sebuah


Identitas)
Kata "ekklesia" tidak saja diterangkan dengan kata "dipanggil", akan
tetapi malah "dipanggil ke luar". Seperti halnya Abraham dipanggil ke
luar dari kaumnya yang tidak mengenal TUHAN, demikian juga Gereja
dipanggil ke luar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus
2:9; Kolose 1:13). Jadi Gereja merupakan alat yang mau dipakai TUHAN
untuk membuat manusia memperoleh keselamatan.
1. GEREJA percaya bahwa Yesus Kristus adalah Kepala Gereja dan
Gereja sebagai tubuh-Nya yang rapi tersusun, dan segala sesuatu
di dalamnya harus diselenggarakan secara tertib dan teratur.
2. GEREJAterpanggil untuk membangun masyarakat ("Civil
Society") dengan melaksanakan fungsi kenabian selaku
gereja/jemaat Missioner yang memberikan perhatian serius
terhadap masalah-masalah kemanusiaan, lingkungan hidup dan
hal-hal yang berhubungan dengan dampak negatif dari globalisasi
dan penyalahgunaan IPTEK. Hal ini dilakukan baik secara
perorangan, juga di tingkat Jemaat, Mupel, Sinodal, maupun
secara Oikumenis.Dan untuk menata semua itu, dengan
bersumber pada Alkitab, GEREJAmelakukan penatalayanan
dengan memberdayakan warga gereja berdasarkan Imamat Am
orang percaya dalam ketaatan kepada Yesus Kristus yang
menghendaki segala sesuatu tersusun dan diikat menjadi satu oleh
pelayanan semua bagian, baik warga gereja, juga dalam
kebersamaan di tingkat wilayah, kepemimpinan yang diatur
penatalayanannya berdasarkan tata aturan dengan sistem
Presbiterial Sinodal.
diri kita. Kita harus memiliki identitas yang jelas, yang
merupakan suatu hasil penghayatan iman kita akan Firman Allah
yang telah memanggil dan menempatkan kita di Gereja ini untuk
bersama-sama kita melaksanakan Panggilan dan Pengutusan
Gereja yaitu Bersekutu (Koinonia), Melayanai (Diakonia) dan
Bersaksi (Marturia). Perlu diingat, bahwa tanpa memiliki identitas
diri sebagai Gereja kita tidak akan eksis hadir di tengah-tengah
masyarakat untuk menyaksikan kemuliaan TUHAN bagi sesama
ciptaan.

Struktur Yang Memfungsikan Warga GEREJA


Untuk melaksanakan pelayanan yang dimaksud, GEREJA membutuhkan
"Jabatan" dan "Peraturan" untuk memimpin, mendorong, mengkoordinir
dan menggiatkan warga Gereja dalam pelayanan. Membina warga Jemaat
untuk ikut berpartisipasi penuh di dalam melayani dan membangun
Jemaat agar dapat memenuhi panggilan dan pengutusan Kristus di tengah
dan bersama masyarakat, maka hal itu perlu diatur secara baik dan benar,
yang oleh Gereja, sebagaimana tradisi Gereja-gereja Reformasi hal itu
diatur di dalam Tata Gereja.

J.L.Ch. Abineno berpendapat bahwa sesungguhnya Gereja membutuhkan


Tata Gereja karena:
1. Misi Allah dipercayakan kepada Gereja seluruhnya. Dan agar tidak
terjadi kekacauan, kehidupan bergereja harus diatur sedemikian rupa agar
tiap anggota dengan masing-masing karunia rohaninya dapat
menjalankan pelayanannya.
2. Maksud pelayananan ialah pembangunan Gereja/Jemaat (Efesus 4:11-
12). Jika tidak ada peraturan yang menata pelayanan, maka akan
diperoleh bukannya pembangunan melainkan keruntuhan, dan bukan
perkembangan akan tetapi stagnasi dan kematian.
Dalam kaitan Struktur, maka kita harus memahami GEREJAsecara utuh,
bahwa GEREJAterdiri Jemaat-jemaat yang tersebar di kota dan di desa
negeri tercinta Indonesia, yang sampai materi ini ditulis sudah berjumlah
284 Jemaat dan yang terus berkembang. Oleh sebab itu kita perlu
memahami struktur dan sistem penatalayanannya.

Jemaat dalam ketaatan kepada Yesus Kristus, Kepala Gereja


melaksanakan tugas missionernya secara tertib dan teratur melalui sistem
Presbiterial Sinodal yang diatur sebagai berikut:

PERSEKUTUAN
Persekutuan adalah wadah dan aktifitas gerejawi yang berpusat pada
Yesus Kristus dan dipimpin oleh Kuasa Roh Kudus yang diwujudkan
dalam bentuk peribadahan :
1. Ibadah Umum
a. Ibadah Hari Minggu
b. Ibadah Hari Raya Kristiani
c. Ibadah hari Raya Gerejawi
2. Ibadah Khusus
a. Ibadah Peneguhan Pejabat
b. Ibadah Pemakaman
c. Ibadah Pemberkatan Perkawinan
d. Ibadah Hari Raya Nasional
e. Ibadah Keluarga
f. Ibadah Kategorial
g. Ibadah lainnya.

PELAYANAN
Pelayanan adalah aktivitas gerejawi yang dilakukan oleh Persekutuan
yang diwujudkan dalam bentuk : kegiatan-kegiatan aktual, baik ke dalam
dilakukan oleh jemaat maupun bersama masyarakat dan pemerintah.

KESAKSIAN
Kesaksian adalah pengungkapan iman dan kesetiaan kepada Yesus
Kristus yang diwujudkan dalam bentuk : kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan, masalah-masalah
kemanusiaan, lingkungan hidup dan partisipasi dalam kehidupan politik.

HAK DAN TANGGUNG JAWAB WARGA


1. Warga Jemaat berhak memikirkan dan menyampaikan aspirasi
tentang misi Gereja, melalui Pertemuan Warga Sidi Jemaat.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Warga Jemaat adalah mewujudkan
Jemaat Misioner melalui partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan Jemaat dan Masyarakat.

PIMPINAN JEMAAT
Pimpinan Jemaat adalah Majelis Pimpinan Jemaat sebagai persekutuan
kerja yang memimpin secara kolektif dan kolegial yang beranggotakan
para Presbiter yang terdiri dari : Penatua, Diaken dan Pendeta

Tugas dan wewenang Majelis Jemaat :


a. Majelis Jemaat bertugas :
1. Membina Warga Jemaat untuk melaksanakan tanggung jawab
misioner Gereja sesuai dengan Tata Gereja GEREJA serta Visi
dan Misi Jemaat, Klasis, dan Sinode
MUSYAWARAH MAJELIS JEMAAT
Sidang Majelis Jemaat adalah wadah tertinggi pengambilan keputusan
dalam jemaat.

MAJELIS PIMPINAN KLASIS (Lihat Tata Gereja)


Badan Pemeriksa Perbendaharaan Gereja adalah pemeriksa eksternal
terhadap perbendaharaan dan pengelolaannya di Sinodal. 4 Partisipasi
Warga GEREJAdalam Perwujudan Gereja. Kelak ketika telah diteguhkan
selaku Warga Sidi Jemaat, maka para katekisan berhak memikirkan dan
menyampaikan aspirasi tentang misi Gereja, melalui Pertemuan Warga
Sidi Jemaat. Pertemuan ini setiap tahun dilakukan sebagai bahan
masukkan tatkala para fungsionaris jemaat duduk bersama menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran Jemaat untuk tahun pelayanan berikutnya.

Selain itu, perlu memahami akan tugas dan tanggung jawab selaku
Warga Jemaat adalah mewujudkan Jemaat Misioner melalui partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan pembangunan Jemaat dan Masyarakat. Jadi
diharapkan partisipasi aktif dari seluruh warga jemaat dalam kegiatan-
kegiatan Gereja lewat unit-unit missioner yang ada, baik di Jemaat, di
tingkat Mupel, bahkan jika dipercayakan di tingkat Sinodal oleh Kristus,
Kepala Gereja. Dan semua ini dikerjakan dengan setia sebagai
penghayatan yang mendalam akan Firman Tuhan. Gereja ini sangat
menantikan partisipasi saudara-saudara dalam memenuhi Panggilan dan
Pengutusan Gereja.
FUNGSIONARIS PELAYAN GEREJA

PENGANTAR
Fungsionaris Pelayanan Gereja adalah orang-orang yang Tuhan pilih
melalui jemaat untuk memimpin dan melayani jemaat. Para fungsionaris
ini mendapat mandat gereja sebagai pelayan Tuhan sesuai karunia yang
diberikan Roh Kudus (1 Korintus 12:4). Meskipun para fungsionaris
pelayanan adalah pemangku jabatan gereja, namun kepemimpinan
mereka bersifat kepemimpinan yang melayani. Seorang pemimpin tidak
dapat memimpin tanpa menjadi seorang pelayan. Pemimpin yang
melayani adalah juga pelayan yang memimpin.

Peran utama Fungsionaris Pelayanan Gereja terletak pada vocasi atau


tugas panggilan dan pengutusannya bukan tertuju kepada status jabatan
semata. Para pemangku jabatan dalam gereja atau jemaat adalah "hamba-
hamba dari Yesus Kristus, Tuhan Gereja". Dalam Markus 10:45 Yesus
mengatakan bahwa "Anak manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani..........". Nas ini mempunyai arti yang
mendalam bagi pemangku jabatan gereja di semua aras pelayanan
Gereja. Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya untuk
meneladani diri-Nya sebagai pelayan : "... Aku ada di tengah-tengah
kamu sebagai Pelayan" (Lukas 22:27). Dalam melaksanakan pelayanan-
Nya Tuhan Yesus merendahkan dan mengosongkan diri-Nya, taat sampai
mati di kayu salib (Filipi 2 : 8). Tuhan Yesus juga memberikan contoh
dengan membasuh kaki para murid-Nya (Yohanes 13 : 14 - 15).

PEJABAT GEREJA
Menurut J L Ch Abineno, ada 3 Tipe Teologi Jabatan dalam Gereja : 1.
Tipe Teologi Jabatan Roma Katolik atau "High-Church". Tahbisan
jemaat tetapi juga menempatkannya di atas jemaat.
2. Tipe Teologi Jabatan Klasik Reformatoris. Tipe teologi jabatan ini
bukan saja menempatkan pejabat berhadapan dengan jemaat melainkan
juga di dalam jemaat.
3. Tipe Teologi Jabatan Gereja Bebas atau "Low-Church". Tipe ini
mengganggap pejabat tidak lebih dari pada suatu pengkhususan saja dari
jabatan orang-orang percaya (Imamat Am orang-orang percaya). Jadi
secara prinsipal pejabat gereja tidak lebih daripada koster atau
administrator.

Tipe teologi jabatan Roma Katolik yang "High-Chruch" tersebut


ditentang oleh Reformator Yohanes Calvin berkaitan dengan hirarki
Jabatan dalam Gereja Roma Katolik. Dalam buku yang dituliskan oleh
Yohanes Calvin "Institutio" dan komentar-komentarnya atas Kitab
Perjanjian Baru, ia mengemukakan asas-asas sistem atau struktur
Presbiterial-Sinodal. Asas-asas sistem dan struktur bergereja ini
dipraktekkan oleh Calvin di Geneva; dan kemudian diambil alih oleh
Gereja-gereja lain di seluruh dunia. Salah satu contohnya adalah
kepejabatan Gereja di GEREJAyang diambil alih langsung secara utuh
dari Swiss (Geneva) ke negeri Belanda dan kemudian ke Indonesia;
yakni : Pendeta - Penatua- Diaken. Ketiga jabatan ini masih berlaku
sampai sekarang di GKSBS.

GKSBS memakai istilah "pejabat gereja" untuk pemangku jabatan


(Pendeta - Penatua - Diaken) hal itu berpadanan dengan sistem
pemerintahan gereja GPIB, yaitu Prerbiterial - Sinodal. Pejabat gereja
GKSBS merepresentasikan dan mengaktualisasikan kepemimpinannya
dengan meneladani ajaran, ucapan serta perilaku Yesus Kristus. Pejabat
gereja GKSBSdalam memimpin dan melayani jemaat diatur serta ditata
sedemikian rupa sesuai dengan aturan GKSBS yang berlaku. Dengan
warga gereja yang rajin dan tekun melaksanakan suruhan Allah.

Dalam rangka menjadi fungsionaris pelayanan gereja yang bertanggung-


jawab untuk melaksanakan panggilan dan pengutusannya, maka pejabat
gereja tersebut harus melalui suatu proses. Yaitu proses panggilan batin
berdasarkan anugerah kasih karunia Tuhan yang memanggil, memilih
semua orang dalam karya penyelamatan-Nya. Di samping itu untuk
memperlengkapi warga jemaat, para pejabat gereja harus juga melewati
proses penetapan dan pemantapan berdasarkan tatanan serta aturan
kelembagaan GKSBS. Para pejabat gereja ini dipilih oleh dan dari antara
warga sidi jemaat dan ditetapkan sesuai aturan tentang pejabat gereja
GKSBS.

Untuk mendukung semua pelaksanaan penatalayanan dan


penyelenggaraan gereja agar berdaya-guna dan berhasil-guna maka para
pejabat gereja dibantu oleh badan pelaksana atau badan pembantu,
misalnya: Komisi-Komisi, Panitia-Panitia dan sebagainya. Pengadaan
dan tugas tanggung jawab badan pelaksana atau badan pembantu ini
diatur sesuai dengan aturan GEREJA yang berlaku.

PEDOMAN JABATAN PELAYANAN GEREJA (Lihat Buku Tata


Gereja GKSBS hal. 14 – 25)

DASAR ALKITABIAH PEJABAT GEREJA GEREJA


Sebagai fungsionaris pelayanan gereja, pejabat gereja GEREJAyang
bertugas memperlengkapi orang-orang kudus bagi pembangunan tubuh
Kristus (Efesus 4 : 12) dan pertumbuhan iman ( Efesus 4 : 15 - 16 ),
haruslah meneladani para pelayan Tuhan dalam Alkitab, misalnya :
1. Rasul-rasul : jabatan pada masa jemaat Kristen perdana yang
dijabat oleh murid-murid Yesus, termasuk juga Paulus (Kisah
(Kisah Para Rasul 21:10 dan 1 Korintus 12:28).
3. Pemberita-pemberita Injil : mereka yang melaksanakan
pemberitaan Injil tentang kerajaan Allah (Kisah Para Rasul 8:12).
4. Gembala-gembala dan pengajar-pengajar : jabatan ini bertumbuh
karena kebutuhan akan pengajaran kitab suci (Kisah Para Rasul
20 : 17, dyb dan 1 Petrus 5:1, dyb).
Dalam rangka melaksanakan penatalayanan dan penyelenggaraaan
pelayanan gereja, maka rasul-rasul menetapkan beberapa fungsionaris
pelayanan gereja, yaitu para diaken (Kisah Para Rasul 6:3) dan
pemangku jabatan penatua (Kisah Para Rasul 14:13). Para diaken dan
penatua ini disebut sebagai dewan presbiter yang merupakan
reprensentasi (perwakilan) dari jemaat. Selanjutnya dalam organisasi
gereja dipilih dari antara dewan presbiter atau majelis gereja / jemaat
orang yang memimpin, mengawasi pengajaran dan pemberitaan serta
melaksanakan penatalayanan dan penyelenggaraan gereja. Jabatan itu
disebut penilik jemaat (Yunani : Episkopos, atau Bishop / Uskup).
Sehingga dalam mengelola dan mengatur serta menata persekutuan
jemaat, para fungsionaris pelayanan tersebut bekerja dan berjalan
bersama-sama. Semangat pelayanan yang 'berjalan bersama-sama`
(prinsip presbiterial - sinodal) seperti inilah yang kemudian terus
dikembangkan oleh para pejabat GEREJA dalam melaksanakan
penatalayanan serta penyelenggaraan gereja di GKSBS.
Berdasarkan kesaksian Alkitab, pejabat gereja harus memiliki syarat-
syarat spiritualitas dalam melaksanakan tugas penatalayanan dan
penyelenggaraan pelayanan gereja, yaitu :
� tidak bercacat (1 Timotius 3 : 2; Titus 1 :8),
� mampu mengajar (1 Timotius 5 : 17; Titus 1 : 9),
� bukan pemarah melainkan peramah (1 Timotius 3 : 3; Titus 1 : 7),
� bukan seorang pencinta uang (1 Timotius 3 : 3),
� bukan seorang yang suka bertengkar (1 Timotius 3 : 3),
� bukan petobat baru (1 Timotius 3 : 6),
� mampu mengendalikan diri (1 Timotius 3 : 2; Titus 1 : 8),
� baik, bijaksana dan saleh serta disiplin (Titus. 1 : 8).

PENUTUP
Baik pejabat gereja maupun badan pelaksana atau badan pembantu di
GEREJA adalah fungsionaris pelayanan gereja yang harus menyadari
bahwa dirinya sebagai hamba Tuhan. Mereka memimpin, melayani serta
melaksanakan tugas penatalayanan dan penyelenggaraan pelayanan
gereja berdasarkan perintah Tuhan Yesus, Kepala Gereja. Penatalayanan
dan penyelenggaraan panggilan dan pelayanan gereja oleh para pejabat
gereja ini dilaksanakan untuk hormat dan kemuliaan Tuhan. Dalam
melaksanakan tugas pelayanan dan kesaksian tersebut para fungsionaris
pelayanan gereja inipun harus melaksanakannya secara bersama-sama,
dengan sehati, sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan (Filipi
2 : 2).

Semua fungsionaris pelayanan gereja melaksanakan tugas pengutusannya


secara kolektif dengan mengacu pada aturan GEREJAyang berlaku. Para
fungsionaris pelayanan gereja ini adalah alat atau sarana yang Tuhan
pakai. Jika mereka menjadi alat Allah, maka berkewajiban untuk patuh,
taat dan setia pada-Nya. Fungsionaris pelayanan gereja harus
menghindari diri diperalat oleh dan atas nama suatu kepentingan yang
menyimpang. Sebagai alat dan sarana Allah, fungsionaris pelayanan
gereja harus mampu membedakan, manakah kehendak Allah dan
manakah yang bukan kehendak Allah (Roma 12 : 2).
IBADAH PERSEKUTUAN ORANG PERCAYA

Pengantar
Inti penghayatan kita tentang ibadah adalah bagaimana pemahaman kita
tentang Allah dan manusia. Keberadaan, sifat dan karya Allah di satu
pihak serta keberadaan manusia di pihak lainnya, maka hubungan ke dua-
duanya adalah dasar teologis mengapa manusia harus beribadah, berbakti
dan menyembah Allah. Tegasnya, karena siapa dan apa yang Allah
kerjakan serta siapa manusia di hadapan Allah, maka Allah layak
disembah dan manusia berkehormatan memiliki panggilan untuk
menyembah Dia Namun dalam konteks bergereja saat ini, terjadi krisis
dalam memaknai ibadah-ibadah Kristen (ibadah persekutuan orang
percaya) karena ini hanya dilihat dari segi praktisnya.

Misalnya : ..ibadah di gereja saya suasananya kering, kaku, lagu-lagunya


dan tata ibadahnya tidak menarik. Tidak seperti dipersekutuan anu, dalam
ibadah tersebut khotbahnya menyangkut masalah praktis sehari-hari,
nyanyian-nyanyiannya dalam ibadah menggetarkan hati, lagu-lagunya
enak, bagus dan pas dengan selera masa kini. Suasananya akrab, hangat
dan hidup sehingga membuat betah. Ibadah dan liturgi gerejanya yang
dulu disatu pihak dianggap konsep tradisional yang usang dan tidak
dinamis, sedangkan dalam persekutuannya sekarang ini memberi ruang
pada penyembahan dan banyak menekankan manifestasi pekerjaan Roh
dan penyembahan yang disemarakan oleh kebebasan mengungkapkan
diri lebih penuh dalam menyembah Allah. Disini dapat dilihat bahwa
warga jemaat mempunyai suatu kebutuhan dalam ibadah tersebut,
mereka mungkin tidak dapat merumuskannya, tetapi mereka
merasakannya dan kebutuhan itu menurut mereka hal itu tidak terpenuhi
dalam ibadah-ibadah GKSBS.
adalah esensi dari ibadah tersebut, atau mungkin usaha penghayatan
tentang ibadah persekutuan orang percaya dijatuhkan ke titik yang salah.
Untuk itu kita perlu memahami lebih dalam apa sebenarnya makna
ibadah persekutuan orang percaya serta unsur-unsurnya dalam ibadah
dan bagaimana hal itu dihayati dalam kehidupan bergereja.

Apa pengertian ibadah ?


Kosa kata ibadah dalam Alkitab sangat luas, tapi konsep asasinya baik
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjain Baru ialah "pelayanan" (kata
Ibrani. ayoda / abodah, karya, buah karya) dan Yunani Latreia, leitourgia
yang pada mulanya menyatakan pekerjaan budak/hamba upahan dan
dalam rangka mempersembahkan "ibadah" ini para budak meniarap,
sebagai ungkapan rasa takut penuh hormat, kekaguman dan ketakjuban
penuh puja. Kemudian diberi arti khas dalam pelayanan para abdi Ibadah
(imam) sehingga ibadah dipakai sebagai perintah Allah dan oleh
karenanya menjadi "pelayanan suci" umat untuk merayakan pemujaan
kepada Tuhan (Keluaran 20 : 1-11) Dalam Perjanjian Lama ada beberapa
contoh ibadah pribadi (Kejadian 24:26; Keluaran 33: 9 - 34:8) tetapi
tekanannya adalah pada ibadah dalam jemaat (Mazmur 42:4; 1 Tawarikh
29:20) dan ibadah terikat pada waktu-waktu yang telah ditentukan.

Dalam tradisi Israel, ibadah itu adalah konsep penyembahan, yakni: 1.


Menyembah sebagai hamba dan yang disembah itu adalah Allah 2.
Manusia datang sebagai hamba, membawa syukur/korban dan
mendengar Sabda serta Titah-titah-Nya. 3. Setelah dari ritus itu manusia
membawa kembali hasil perjalanan iman, dia datang lagi kepada Tuhan,
begitu seterusnya. Jadi ibadah itu merupakan 2 medan, bolak balik. Umat
datang kepada Tuhan, datang lagi kepada Tuhan begitu seterusnya.
Dalam Perjanjian Baru kembali muncul ibadah di Bait Suci dan
Sinagoge. Kristus mengambil bagian dalam keduanya. Meskipun Yesus
aturan-aturan dalam ibadah itu hanya secara formalitas ritual belaka
tanpa memperhatikan hukum kasih diatas kebiasaan Sabat dan kebiasaan
korban (Matius 5:23-24; 12:7-8; Markus 7: 1-13). Yesus
memberitahukan terlebih dahulu perihal kehancurkan Bait Allah dan
dengannya juga akhir dari Ibadah yang biasa secara ritual mereka
jalankan (Markus 13:2) dengan korban kematian-Nya, Yesus
menempatkan Diri selaku pengganti bahan korban dan imam. (Ibrani 10:
19-21). Oleh karena itu penyataan dan penebusan Allah dalam Yesus
Kristus dan respons iman kita sebagai akibat pembaharuan-Nya adalah
titik tolak mengapa kita mampu merespons panggilan-Nya untuk
beribadah dan layak menyembah.

Jadi ibadah dapat didefinisikan :


"suatu panggilan perayaan dramatis terhadap Allah dalam kelayakan
Diri-Nya (istilah worship, dari kata worth dan ship yang menekankan
kelayakan Allah sebagai pusat) dan kekayaan kasih karunia-Nya yang
bertindak memberikan hidup-Nya melalui pengorbanan Yesus Kristus
untuk manusia, sehingga manusia layak ambil bagian dalam hidup-Nya
itu melalui ibadah".

Ibadah adalah kegiatan semua agama, namun pemahaman tentang ibadah


bagi gereja berbeda dengan yang lain. Bagi gereja ibadah adalah
pertemuan umat untuk merayakan kemenangan Kristus yang
menyelamatkan manusia. Ibadah adalah ungkapan syukur karena
keselamatan di dalam Yesus Kristus. Ketika umat berkumpul untuk
memenuhi panggilan-Nya, maka Tuhan berkenan hadir. Kekudusan
ibadah itu karena Tuhan hadir dan karena Tuhan hadir, maka ibadah itu
menjadi pertemuan umat dengan Tuhan dan kekudusan ibadah itu terjadi
karena Allah hadir. Hal ini menjadi sumber inspirasi bagi seluruh hidup
manusia, sehingga kehidupannya sendiri adalah suatu liturgi bagi-Nya.
Dalam suatu ibadah, terjadi pertemuan antara Allah dengan manusia dan
yang mengundang kita untuk beribadah adalah Allah sendiri. Allahlah
yang memungkinkan terjadinya pertemuan itu. Ekspresi hubungan antara
Alah dengan manusia dapat terjadi dalam bentuk pribadi, bersama-sama
dan dalam sikap hidup yang kita jalani sehari-harinya. Ke tiga hal ini
merupakan satu kesatuan dan saling mempengaruhi, semuanya bertujuan
satu, memuliakan Allah.

Lebih jelasnya ada banyak orang yang memperoleh keberanian dan


kekuatan dalam pertemuan pribadi dengan Allah. Dan hal ini
berhubungan dengan sikap yang harus mereka ambil dalam hidup sehari
haridi dunia. Sebaiknya pergumulan seseorang sehari-hari di dunia ini
dapat dibawanya dalam pertemuan pribadi dengan Allah. Kalau tiap
orang melakukan ibadah pribadi, maka hal ini akan mempengaruhi
kualitas ibadah bersama. Mengingat ibadah adalah ekpresi hubungan
kasih antara Allah dan umat-Nya, maka kita perlu menyiapkan diri
menerima tanggung-jawab kita dengan sikap yang baik dan benar,
sehingga paling tidak ada sikap dasar yang perlu kita miliki terhadap
ibadah tersebut, antara lain :

Ibadah disadari sebagai suatu dialog


Adanya dialog antara Allah yang Mahakuasa, Raja di atas segala Raja
yang mau datang menyapa manusia melalui kasih-Nya yang agung
bahwa Ia telah berbicara kepada kita melalui Yesus Kristus (Ibrani 1: 2)
Ia terbuka menerima kita yang datang beribadah kepada-Nya (Yohanes
4:23). Dialog itu terasa ketika kita melaksanakan ibadah pribadi (berdoa,
memuji Tuhan, membaca Alkitab dan doa permohonan untuk
pergumulan-pergumulan pribadi). Dalam ibadah bersama hal itu
terekspresi dari awal ibadah sampai pengutusan dan berkat (lihat
penjelasan Tata Ibadah GPIB). Perlu disadari bahwa inti dari ibadah
sambil memperbaharui komitmen kepada perjanjian untuk hidup bagi
kemuliaan-Nya. Ibadah adalah suatu mujizat sebab saat itu tabir pemisah
waktu dan ruang antara Allah dan manusia tersibak (Markus 15:38;
Ibrani 10: 19-22) dan kita dimungkinkan berdialog, berada dalam
suasana kekal melalui kehadiran Roh-Nya, menyembah Allah didalam
roh dan kebenaran (Yohanes 4:24) berarti menyembah Dia dalam
keberadaan kita terdalam yang telah dibenarkan-Nya. Sehingga tidak
dapat disangkal bahwa saat memuji Tuhan dan berbakti kepada-Nya
membuat jiwa kita terangkat, daya bakti kita disegarkan dan bahkan
mungkin pula masalah yang tengah membelit hidup kita terlepas karena-
Nya.

Namun demikian manfaat-manfaat yang terjadi melalui momen itu tidak


boleh menjadi motif maupun tujuan utama ibadah kita. Perhatian dan
fokus utama ibadah hanyalah Allah saja. Kita berbakti kepada-Nya bukan
karena kita merasa lebih baik dan lebih rohani, tetapi karena mentaati
perintah dan kelayakan diri-Nya dan karena Dia telah lebih dahulu
membuka diri berbicara kepada kita melalui karya agung-Nya di dalam
Yesus Kristus dan umat meresponsnya dengan sukacita dan raya syukur.

Ibadah adalah ungkapan syukur kita kepada Allah


Ibadah adalah ungkapan rasa takut dan hormat serta syukur, pujian dan
sukacita kita kepada Allah karena Dia telah mengasihi, memelihara dan
menyelamatkan kita. Melalui ibadah kita berjumpa dengan Allah,
mengenal kehendak-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Seperti
layaknya Firman dipenuhi kerinduan menyampaikan pesan atas nama
Allah kepada umat supaya mereka merima Firman Tuhan baik itu
menyangkut nasihat, teguran dan janji-Nya, demikian pula orang yang
datang beribadah perlu dipenuhi semangat dan membawa persembahan
seutuhnya sebagi rasa syukur kepada Allah.
Adakalanya seusai ibadah, terdengar keluhan "saya tidak dapat apa-apa
dari ibadah tadi". Keluhan ini tidaklah tepat, karena ibadah bukan
dimaksudkan suatu acara hiburan, tetapi kita datang untuk memberi
penghormatan kepada-Nya, memuliakan dan menyembah-Nya. Tujuan
utama kita datang beribadah adalah memberi (bukan berpikir apa yang
saya dapat). Memberi dalam arti, memberi diri kita, memberi rasa syukur
kita, memberi kasih, penghormatan dan ketaatan kita kepada-Nya. Jadi
ibadah itu akan menjadi suatu berkat bagi semuanya (pelayan dan
jemaat) kalau semuanya menyadari ibadah itu suatu persembahan syukur
masing-masing dan secara bersama-sama dipersembahkan kepada Allah.

Ibadah sebagai pertumbuhan dinamis dan kesaksian hidup


Dalam ibadah yang sejati kehadiran Allah dirasakan, pengampunan Allah
di dalam Yesus Kristus dinyatakan, tujuan dan janji-Nya diteguhkan
kembali serta hidup sehari-hari. Artinya, dalam ibadah tersebut harus
terjadi dua hal ini, yaitu ibadah yang dilakukan secara ritual (Roma 12: 1;
Yakobus 1: 27) dan ibadah yang dapat diaktualisasikan (Kisah Para
Rasul 20:7; Ibrani 10:25) dalam kehidupan sehari-hari.
DOA, PUASA DAN RETRET

PENGANTAR
Doa adalah Nafas orang Kristen oleh sebab itu sudah seharusnya tidak
ada satu haripun boleh dilalui tanpa berdoa. Begitu pentingnya doa
sehingga pemazmur mengawali hari-hari hidupnya dengan doa kepada
Tuhan ( bandingkan Mazmur 5:3-4 ). Dan mengakhirinya pada malam
hari juga dengan doa (bandingkan Mazmur 4:8-9).
Dari pertemuan sebelumnya kepada kita telah mempelajari dan diberikan
pemahaman tentang makna ibadah. Sekarang kita akan mempelajari
apakah doa, puasa dan retreat yang adalah bagian yang tak terpisahkan
dari ibadah. Melalui pertemuan ini kita hendak mencoba mengerti seperti
apakah doa, puasa dan retreat dikalangan GKSBS.

I. DOA.
PENGERTIAN KATA DOA
DOA, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah permohonan
kepada Tuhan, dalam bahasa Inggris "Pray" juga punya arti yang sama
memohon kepada Tuhan. Sedangkan Syafaat dalam kamus umum bahasa
Indonesia adalah permohonan kepada Allah.
Marthin Luther katakan Doa adalah nafas orang percaya (Bahasa Ibrani
TEFILLAH). Itu berarti Doa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan kita sebagai orang yang percaya ( beriman pada Yesus Kristus
). Yohanes Calvin katakan bahwa Doa adalah setengah dari pekerjaan.
Ada pendapat, Doa adalah tindakan menghubungkan diri dengan Tuhan.
Doa dalam Perjanjian Lama mencakup permohonan (Mazmur 116:1-8)
Syafaat, pengakuan dosa (Mazmur 50) dan pengucapan Syukur (Mazmur
150 dll). Dalam Perjanjian Baru diceritakan tentang Yesus yang sering
berdoa kepada Bapa-Nya (Matius. 6 : 9 - 13; Lukas 11 : 2 - 4). Surat-
melalui Kristus (Roma 1 :8).
Doa dalam Perjanjian Baru mencakup pujian (Kisah Para Rasul 2 : 47),
pengucapan syukur (1 Korintus 14 : 16 - 17) dan permohonan (Filipi 4 :
6) termasuk Syafaat. Doa menjadi tanda bahwa kita menjalin keakraban
dengan Tuhan.
Catatan :
Di dalam tulisan Yohanes diceritakan bagaimana Yesus mengajarkan
murid-murid dan pengikutnya untuk berdoa. Ia katakan : "Jikalau kamu
tinggal di dalam firman-Ku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,
mintalah apa saja, maka kamu akan menerimanya " ( Yohanes 15 : 7;
bandingkan ayat 16 )
Adalah keliru kalau kita berdoa, hanya kalau kita membutuhkan
pertolongan Allah, Alkitab mengajarkan kita untuk tetaplah berdoa (1
Tesalonika 5 : 17). Kita terpanggil untuk berdoa (Ibrani 4 : 16). Doa
mempunyai cakupan yang luas seperti keluh kesah, berteriak, bersorak-
sorai, bersujud, berseru, bersyukur, memuji, memuja, meratap, mengadu,
menyembah, mengagungkan, dst.
b. HAKIKAT DOA
Dalam Perjanjian Lama Bahasa Ibrani kata kerja hitpalled (berdoa) selalu
dengan subyek manusia yang memanjatkan doa kepada Tuhan. Manusia
perlu berdoa karena melalui doa manusia dapat berdialog kepada Tuhan
yang didalamnya baik Tuhan maupun manusia masing-masing secara
aktif terlibat. Doa adalah salah satu wujud komunikasi kita dengan Allah,
dengan demikian doa yang kita panjatkan sangat tergantung bagaimana
hubungan kita dengan Tuhan, kalau kita akrab dengan Tuhan doa
menjadi saat yang menyenangkan. Sebaliknya jika hubungan kita dengan
Tuhan terganggu maka kita mengalami kesulitan dalam berdoa.

c. SIKAP DALAM BERDOA


Umumnya Doa dalam Perjanjian Lama dilakukan dalam :
Tawarikh 20 : 5, 13)
2. Rebah dengan muka sampai ke tanah (band. Kejadian 24 : 26, 48;
Keluaran 34:8; Bilangan 16: 22; Ulangan 9 : 25).
3. Berlutut (Bandingkan 1 Raja-Raja 8 : 54; 2 Tawarikh 6 : 13; Ezra
9 : 5; Daniel 6 : 10).
4. Menundukkan kepala (Bandingkan Kejadian 24 : 26; 1 Tawarikh
29 : 30).
5. Bersujud (Bandingkan Mazmur 29 : 2) diterjemahkan dari Bahasa
Ibrani "Histakhawa" = membungkuk dalam-dalam bersujud
sampai, kepala menyentuh tanah.

Sedangkan di dalam Perjanjian Baru nampakknya meneruskan kebiasaan


di Perjanjian Lama; antara lain :
1. Berdiri (Bandingkan Matius 6 : 5; Markus 11 : 25; Lukas 18 : 11,
13).
2. Rebah dengan muka ketanah (Bandingkan Matius 26 : 39).
3. Berlutut (Bandingkan Efesus 3 : 14).
4. Menutup mata supaya kita lebih berkonsentrasi, melipat tangan
supaya kita bisa menyerahkan diri kepada Tuhan yang Maha
kasih, menggenggam tangan kita dalam rencana-Nya yang penuh
damai sejahtera. Menundukkan kepala kita sebagai lambang
kerendahan hati; sampaikan segala sesuatu namun jangan bertele-
tele (Matius 6 : 7). Jangan berdoa seperti orang munafik / pamer
kesalahan (Matius 6 :6).

Berdoa harus dengan keyakinan bahwa kita mempunyai Allah selaku


Bapa Yang Maha Kasih, Bapa Yang Maha Tahu, bahkan yang peduli
dengan kita (Lukas 11 : 13, Matius 7 : 11)

d. KESIMPULAN :
berdoa kita mempunyai kekuatan untuk menghadapi kesulitan.

II. DOA ADALAH TINDAKAN IMAN


Iman tanpa perbuatan adalah mati, Doa tanpa usaha adalah sia-sia. Tidak
mungkin kita berdoa supaya lulus ujian sementara kita pernah belajar
atau tidak pernah mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. Kita
berdoa untuk lulus ujian dan kitajuga harus belajar supaya lulus. Jelas
berdoa dan praktek tindakan Iman tidak bisa dipisahkan.

Penulis Surat Yudas mengatakan : "bangunkanlah dirimu sendiridi atas


dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah di dalam Roh Kudus"
(Yudas 21 - 22).

Contoh lain lagi kita sakit kita berdoa mohon kesembuhan, tapi kita tidak
minum obat, tidak konsultasi ke dokter, tidak ada upaya medis ya
percuma saja. Kita percaya kuasa doa dan Tuhan memberkati
kesembuhan kita melalui dokter dan obat-obat yang dianjurkan dokter
dengan berdoa kita memerintah Anugerah Tuhan percaya pada janji-janji
Tuhan (Yohanes 15 : 7; Filipi 4 : 6, 19).
a. DOA JUGA MEMERLUKAN KETEKUNAN
Nabi Elia meminta hujan 7 kali (I Raja-Raja 18). Elia percaya kuasa Doa
padahal waktu itu Allah baru memberikan awan tapi ia tahu awan berarti
hujan lebat.
b. DOA ADALAH KEJUJURAN DI HADAPAN ALLAH
Marthin Luther berkata : jangan berdusta pada Allah; jujur pada Allah
dan jujur pada hati dan diri sendiri; sebab Allah Maha tahu apapun yang
tersimpan di sudut hati kita yang terdalam.

III. PUASA
a. PENGERTIAN PUASA
makan yang secara luas masih merupakan kewajiban religious. Hal
tersebut dilakukan bersama dengan Doa dan merupakan symbol
kerendahan hati manusia. Dia kalangan orang Ibrani (Hakim-Hakim 20 :
26 ) puasa diformalkan selama pembuangan dan sesudahnya.

Hari Raya Penghapusan Dosa ditetapkan sebagai hari Puasa Nasional.


Nabi-nabi antara lain Yeremia (Yeremia 14 : 12) mengajukan protes
bahwa melakukan puasa tanpa pertobatan tidak akan membawa hasil
apapun, lihat juga Yoel 1 : 14, 15, Yoel 2 : 2 & 13, II Tawarikh 7 : 14.
Pada Zaman perjanjian baru orang Yahudi berpuasa pada hari Raya
Penghapusan Dosa setiap Minggu (Lukas 18 : 12), Yesuspun berpuasa
(Matius 4 : 2) dan gereja perdana / mula-mula pun berpuasa seperti
Paulus sebelum dibaptiskan ia melakukan puasa (Kisah Para Rasul 9 : 9).

b. BENTUK-BENTUK PUASA
Puasa itu bisa dalambentuk :
1. Tidak makan (Lukas. 4 :2).
2. Tidak Makan dan Minum (Ester 4).
3. Tidak Makan dan tidak melakukan hubungan seks (1 Korintus 7 :
5).

Puasa dilakukan dengan sungguh-sungguh berdoa lihat Yesaya 58


membaca dan merenungkan Firman Allah (meditasi pribadi). Hati terus
menerus terhubung dengan Tuhan. Lakukan dengan hati yang tulus.
Motivasi berpuasa bukan supaya Tuhan mengikuti kehendak kita. Tapi
kerinduan dengan hati yang penuh kasih untuk berdoa dan memohon
pada Tuhan melalui Puasa kita. Dengan keyakinan Allah yang Maha
Kasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus, tahu persis apa yang terbaik
untuk kita. Contoh tokoh yang melakukan puasa :
1. MUSA
40 hari, 40 malam, puasa pertamanya adalah juga puasa yang
panjang pada waktu ia di gunung Sinai bersama Allah. Allah
memperhatikan permohonan Musa (Keluaran 32 : 10).
2. EZRA
Di Kitab Ezra 8, Allah memilih Ezra memimpin kembalinya
orang Israel yang ditawan di Babel pulang kembali ke Yerusalem.
Ezra memimpin sekitar 40.000 (empat puluh ribu) orang, pria,
wanita, anak-anak. Raja Babel membekali mereka dengan
kekayaan yang memungkinkan mereka membangun kembali
tembok Yerusalem. Namun saat tiba di perbatasan, mereka
diperhadapkan di padang belantara yang tiada bertepi, ada
pencoleng dan perampok-perampok, sedangkan umat tidak punya
senjata. Lalu Ezra dan umat berpuasa, kuasa Allah berlaku atas
mereka. Mereka bisa meneruskan perjalanan dengan aman sampai
ke tujuan mereka.
3. NEHEMIA
Di Kitab Nehemia 1 umat Allah melakukan doa puasa bagi
reruntuhan tembok Yerusalem. Hasil doa puasa, Allah
menggerakkan hati Raja dimana Nehemia sebagai juru minuman
Raja diutus ke Yerusalem memimpin pembangunan kembali
reruntuhan tembok kota Yerusalem.
4. ESTHER
Di Kitab Esther 4, Esther meminta mengumpulkan semua orang
Yahudi disana untuk berpuasa (tidak makan dan minum) selama 3
hari. Esther dan dayangpun melakukan itu. Haman yang
merancangkan kejahatan malah mendapatkan hukuman.
5. PAULUS
Paulus melakukan Puasa sebelum ia dibaptis (Kisah Para Rasul 9
: 9), Yesus berpuasa (Matius 4 : 1 - 11; Lukas 4 : 1 - 13). Yesus
melakukan puasa selama 40 hari 40 malam dan Yesus
dicobai oleh Iblis secara luar biasa. Yesus tidak terpengaruh
sedikit pun oleh kuasa iblis, iblis sama sekali tidak berhasil
memperdayai Yesus.
6. JEMAAT ABAD PERTAMA
Di dalam Kisah Para Rasul 13 : 3 memuat contoh, persekutuan
pelayanan, dan aktifitas jemaat mula-mula yang selalu menjadi
teladan dalam banyak hal bagi semua jemaat Tuhan sampai kapan
pun mereka mendukung pelayanan dengan berdoa dan berpuasa
7. YOHANES CALVIN
Yohanes Calvin menjalankan Doa dan Puasa dengan sungguh-
sungguh, dampaknya hampir seluruh masyarakat Genewa
menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan dan
diberkati Tuhan.

b. SIKAP KITA TERHADAP PUASA


Bagaimana Sikap kita ? meskipun berpuasa bukanlah suatu kewajiban
bagi kita karena Tuhan Yesus sudah melakukan untuk kita dan
memenangkan semua cobaan untuk kita. Namun, terbuka bagi orang
percaya untuk melakukannya, tapi bukan pemaksaan kehendak, namun
menjadi sarana kemuliaan Tuhan dan kita lebih mendekatkan diri pada
Tuhan dan mengalami Mujizat Tuhan melalui Doa dan Puasa yang kita
lakukan dengan hati yang tulus.

IV. RETREAT
a. PENGERTIAN RETREAT
Kata retreat tidak sekalipun dalam Alkitab. Arti retreat dalam bahasa
Inggris memiliki beberapa makna :
 Mengasingkan / mengundurkan diri dari segala kesibukan dan
rutinitas untuk berdoa kepada Tuhan. Istilah ini kemudian dipakai
oleh banyak gereja untuk melakukan kegiatan mengasingkan
mengosongkan hati dan pikirannya, serta member kesempatan
sesaat dalam sehari, agar Tuhan berbicara ( menjamu ) kepadanya
melalui pembacaan Alkitab. Dalam Markus 1 : 35 dikatakan
(Yesus) Ia pergi berdoa pagi benar, waktu hari masih gelap, ia
bangun pagi dan keluar, Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa
disana.
Sekalipun Yesus sangat sibuk melaksanakan pekerjaan-Nya, namun Dia
mencari kesempatan untuk bisa berkomunikasi dengan Bapa sorgawi.
Arnold Toynbee, pakar sejarah berkata : hanya melalui penarikan diri
dalam individualnya untuk batas tertentu, seseorang dapat menemukan
potensi masyarakat. Albert Camus, Filsuf Eksistensialis mengatakan :
untuk memahami dunia kadang orang perlu memalingkan diri dari dunia.
Kita bisa keluar dari pergumulan kita tentang sesuatu jika kita mundur
dan keluar diri tersebut sementara waktu. Aktivitas Retreat hanya akan
bermakna kalau dilakukan dengan sungguh-sungguh sebab sering
menjadi rancu lebih banyak hura-hura; dari pada merenung dan berdoa.

V. MENGAPA KITA PERLU MELAKUKAN RETREAT


Retreat diperlukan agar kita mempunyai waktu khusus dalam waktu yang
cukup lama untuk bersekutu dengan Tuhan, dan mengambil sikap dalam
menghadapi persoalan, pergumulan, dan perjuangan hidup menurut cara
Tuhan. Sebab dalam keheningan kita bisa meresapi dan menghayati
maksud Tuhan dalam hidup kita.

Walaupun mungkin berat, kadang kita tidak kuat, tidak mampu, tetapi
kita boleh yakin satu hal bahwa Tangan Tuhan Yesus yang berlobang
paku tidak akan pernah kehilangan Kuasa-Nya untuk menopang dan
menolong kita. Melalui kegiatan Retreat, kita juga diajak bersyukur
dengan alam semesta yang Allah ciptakan begitu Indah untuk kita, bahwa
masih ada keindahan hidup yang Tuhan sediakan untuk kita. Tahapan
VI. YA TUHAN AJARLAH KAMI BERDOA :
Pada suatu hari murid murid meminta Yesus mengajarkan doa. Yesus
mengajarkan mereka berdoa : Bapa Kami yang di Sorga.
1. Doa Bapa Kami adalah Doa yang diajarkan Yesus. Karena itu,
doa tersebut wajib diucapkan semua orang Kristen. Inilah dasar
dan alasan mengapa Doa Bapa Kami selalu diucapkan dalam
Ibadah Gereja.
2. Doa Bapa Kami adalah contoh dari bentuk Doa Syafaat yang
sederhana.
3. Struktur Isi Doa Bapa Kami
 Doxologi - Bentuk
 Permohonan
a. Permohonan yang bersifat Jasmaniah ( "Berikanlah
kepada kami makanan yang secukupnya" )
b. Permohonan yang bersifat Rohaniah (Ampunilah
kesalahan kami ... )
c. Penutup - Doxology ( Karena Engkaulah yang empunya
.... )
VII. MAKNA PELAJARAN UNTUK KATEKISAN
 Gunakanlah waktu sesaat pada setiap hari untuk membaca
Alkitab.
 Gunakanlah waktu sesaat dalam sehari untuk berdoa.
 Lakukanlah Firman Allah dalam kehidupan sehari hari.
NYANYIAN IBADAH DAN MUSIK GEREJA

I. PENGANTAR
Nyanyian ibadah dan musik gereja merupakan dua jenis kegiatan yang
dilaksanakan di dalam satu kegiatan yaitu Ibadah Jemaat. Tidak mungkin
nyanyian ibadah dan musik gereja ada tanpa adanya ibadah. Dengan kata
lain, adanya nyanyian ibadah dan musik gereja karena adanya ibadah.
Karena itu maka nyanyian ibadah dan musik harus melayani ibadah
jemaat dan bukan sebaliknya.

II. APA ITU NYANYIAN IBADAH & MUSIK GEREJA


Nyanyian ibadah adalah ungkapan hidup beriman umat. Artinya dengan
nyanyian umat mengungkapkan imannya, isi hatinya dan perasaannya.
Dengan nyanyian, umat mengungkapkan kesiapannya menghadap Tuhan,
memohon Tuhan hadir, mengaku dosa, memohon pengampunan,
mengucap syukur serta memohon berkat dan penyertaan Tuhan.
Nyanyian dalam ibadah adalah nyanyian umat bukan nyanyian satu atau
sekelompok orang. Karena itu dalam hal menyanyi, nyanyian umat harus
diutamakan.

Demikian pula dengan musik gereja, ia merupakan ekspresi ungkapan isi


hati manusia terhadap Tuhan di dalam ibadahnya dengan suara maupun
alat (instrumen) penunjang suara hati umat. Setiap orang mempunyai
berbagai ekspresi emosi, dan ekspresi emosi umat itu memerlukan
saluran. Saluran bagi ungkapan emosi manusia dapat berupa gerakan
badan atau vokal.

Mazmur 95 : 2 "Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian


syukur, bersorak-sorak bagi-Nya dengan nyanyian mazmur." Jadi
berkenan menganugerahkan nyanyian dan musik agar kita dapat
menggunakannya untuk mengungkapkan ekspresi dan kreatifitas kita
dalam menyembah dan memuji kemuliaan-Nya di dalam ibadah kita
kepada-Nya. Alkitab menganjurkan agar umat Kristen menyanyikan
mazmur, nyanyian rohani dan puji-pujian bagi Tuhan seperti yang
terdapat dalam Efesus 5:18-21, Kolose 3 : 16, I Korintus 14:15, dan
Yakobus 5 : 13. Nyanyian ibadah /musik itu lahir dari pengalaman
spiritual manusia.

Rasul Paulus dan Silas memuji-muji Tuhan ketika berada dalam penjara
hingga pintu dan belenggu terlepas (Kisah Para Rasul 16 :25-30). Musik
sangat berkembang dalam kehidupan umat Israel, yang memuncak pada
masa pemerintahan raja Daud yang juga terkenal sebagai seorang ahli
musik. Bahkan ia telah melihat kuasa yang terkandung dalam musik yang
dimainkannya ketika ia harus melayani raja Saul di istana. Setiap kali
Saul dapat ditenangkan kembali pada waktu Daud memainkan musik
dengan kecapinya. Ketika Daud menjadi raja, ia yakin bahwa musik
mempunyai peranan penting bagi pelayanan ibadah dalam Bait Allah.
Hasil karyanya yg terutama adalah dibentuknya organisasi musik dalam
Bait Allah, yang merupakan penataan organisasi musik gereja yg pertama
(1 Tawarikh 25) Perangkat dan peralatan musik dalam ibadah adalah
penunjang nyanyian umat. Perangkat dan perlatan musik adalah kantoria
atau padua suara, prokantor, organ atau piano dlsb.

Karena nyanyian dalam ibadah adalah nyanyian umat maka Buku


Nyanyian yang digunakan adalah Buku yang memenuhi ketentuan-
ketentuan ibadah umat seperti, sesuai dengan pemahaman iman gereja,
mengunakan bahasa yang baik dan benar serta secara musik merupakan
nyanyian persekutuan. Walaupun PS XIV tahun 1986 GEREJAtelah
menetapkan Buku-buku nyanyian yang berlaku di GPIB, berdasarkan
GKSBS adalah Nyanyian Rohani, Kidung Suplemen, KPK,Mazmur,
Kidung Jemaat, Kidung Muda-Mudi, Kidung Ceria dan Pelengkap
Kidung Jemaat.

III. APAKAH NYANYIAN IBADAH = LAGU POP ROHANI ?


Untuk menjawab pertanyaan pada judul bab III di atas ada baiknya kita
meninjaunya dari sisi kedudukan dan fungsi nyanyian ibadah / musik
gereja dalam ibadah, misalnya :
1. Nyanyian Umat di awal ibadah, tujuannya adalah umat
menyambut Firman Tuhan, membina kesatuan umat yang
berhimpun, mengantar masuk ke dalam persekutuan umat yang
beribadah.
2. Nyanyian "Tuhan Kasihanilah" (Kyrie Eleison), sifatnya adalah
berseru kepada Tuhan memohon belas-kasihan dan
pengampunan-Nya atas pelanggaran / kesalahan umat.
3. Nyanyian Kemuliaan. Lewat nyanyian ini umat yang bersekutu
atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa, Kristus Anak
domba Allah, serta Roh Kudus penolong. Ketiganya adalah kekal
/ abadi.
Musik rohani / pop rohani tidak memiliki kedudukan, fungsi dan tujuan-
tujuan seperti di atas.Lagu pop rohani tidak seyogyanya dimasukkan
dalam Liturgi ibadah gereja karena tidak berhubungan dengan ibadah,
tidak memiliki fungsi dan kedudukan yang jelas dalam ibadah. Jadi lagu
pop rohani / musik rohani tidak sama dengan nyanyian ibadah / musik
gereja.

Hendaknya kita bisa menempatkan nyanyian ibadah / musik gereja dan


nyanyian pop rohani pada tempatnya masing-masing dan tidak berusaha
untuk menempatkannya pada yang bukan tempatnya.
HARI-HARI RAYA GEREJA

PENGANTAR
Merupakan kebiasaan umum seseorang merayakan hari ulang tahun
kelahirannya. Meskipun hal itu dilakukan dengan berbagai cara
tergantung kemampuan. Bagi semua yang terlibat dalam pesta (terutama
yang berulang tahun), 'diharapkan` benar-benar berada dalam suasana
lahir-batin yang bahagia. Mengapa diharapkan ? Sebab peristiwa pesta
itu dipandang memiliki makna bagi perjalanan hidup seseorang untuk
mencapai cita-citanya. Terkadang seseorang memiliki beberapa hari
tertentu yang menurutnya patut dirayakan (keberhasilan belajar, kematian
orang yang dikasihi, dlsb.).

Bangsa Indonesia juga memiliki berbagai peristiwa di masa lampau yang


penting untuk diingatrayakan. Ambil salah satu contoh perayaan di
negara kita, yakni peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia (RI). Di sana semua rakyat Indonesia dari seluruh pelosok
pedesaan hingga di pekotaan, di rumah dengan alam lingkungannya
hingga di berbagai perkantoran berusaha mengungkapkan
kegembiraannya dalam pesta kemeriahan yang bermakna. Kalau
demikian, mereka merayakan hari ulang tahun kemerdekaan RI, tentunya
bukan sekedar untuk peristiwa ulang tahunnya saja yang perlu dibuat
meriah tanpa muatan makna, tetapi dari pesta yang disertakan warna
pernik-pernik berbagai simbol itu bukan hanya 'berbicara` soal informasi
sejarah, melainkan mau memberi motivasi baru, dorongan, dan harapan
bagi rakyat Indonesia.

Hampir sejalan dengan muatan orang melakukan perayaan di atas. Setiap


agama juga memiliki berbagai peristiwa penting di masa lampau yang
selanjutnya patut dan wajib diperingati pada hari-hari tertentu di masa
kini. Ia (peritiwa itu) dipandang sangat menolong umatnya dalam
menghayati hidup, memperteguh iman, dan setia dalam harapan.
Umat Israel memiliki sejumlah Hari Raya keagamaan,yang muncul
seiring dengan perjalanan sejarah terbentuknya mereka sebagai umat dan
bangsa. Meski ada perayaan yang kesannya tercampur terkait dengan
perayaan nasional dengan keagamaan, misalnya perayaan Paskah ( Ibrani
Pesah berarti: melewati ). Namun demikian semua perayaan Israel tetap
di tempatkan dalam suasana keagamaan, artinya tidak ada yang terlepas
dengan keterlibatan TUHAN.

Dari beberapa perayaan keagaman Israel ada yang kini dirayakan ulang
oleh Gereja, tentunya dengan muatan makna baru. Di samping itu, Gereja
pun memiliki sejumlah hari perayaan keagamaan yang semuanya
memiliki dinilai penting serta disikapi dengan sukacita dan hormat.
Dengan banyaknya perayaan Gereja tentunya hal ini menjadikan hidup
Gereja (umat Kristiani) berada dalam tradisi liturgi yang tidak putus dan
dibungkus dengan aneka perayaan iman. Dengan kata lain pula, hidup
Gereja adalah hidup dalam perayaan iman. Tradisi liturgi membawa umat
memasuki penghayatan akan karya Allah dalam Kristus Yesus melalui
tuntunan Roh Kudus. Tradisi Liturgi demikian, peristiwa peristiwa yang
dirayakan disebut Tahun Gereja.

Di sana ( Tahun Gereja ) memiliki bimbingan bagi penghayatan iman


agar seseorang tidak berada dalam kebosanan serta praktik ibadah dan
penghayatan iman yang semua loncat-loncat dan terpenggal-penggal.
Tidak terpenggal-penggal dan membosankan, karena kesadaran peran
Allah yang bersambut dengan peran manusia. Peran Allah dalam Kristus
menjadi kesatuan yang sempurna. Peristiwa peristiwa perayaan Kristen
dimulai dari masa Adven hingga Kenaikan; penampakan suci pasca
kebangkitan hingga Kenaikan selanjutnya Pentakosta, disusul Minggu
Tritunggal Mahakudus (Minggu pertama sesudah Pentakosta) sampai
Minggu Kristus Raja (Minggu terakhir dalam tahun Gerejawi) - lebih
luas bagian ini akan dibahas dalam Materi 41 tentang "Simbol, Perangkat
Penunjang Ibadah dan Bangunan Gereja". Tetapi perayaan Gerejawi
tidaklah berakhir di sini, seolah tidak ada lagi sukacita. Masa selanjutnya
dalam Tahun Gereja, di sana Gereja tetap memiliki dan masih dalam
penyertaan Tuhan dalam perjuangan dengan pergumulannya. Dengan
keyakinan itulah maka Gereja tetap dalam suasana perayaan iman yang
besar dan penuh puji-pujian .

HARI RAYA SEBAGAI PERAYAAN HIDUP


Sebagaimana hari-hari raya yang diperingati dalam waktu tertentu,
Gereja pun menyambut hari Minggu sebagai hari raya. Perkataan
'Minggu` berasal dari bahasa Portugis, Dominggo, artinya: Tuhan.
Perayaan tersebut terdorong atas kesadaran akan peristiwa kebangkitan
Kristus. Bagi orang Kristen, hari itu dihormati sebagai 'hari Tuhan` (=
Dominica; Latin), hari kemenangan Yesus atas maut; hari pertama (=
Ahad; Ibrani) dalam pekan; awal ciptaan baru 10. Sejak zaman para
Rasul dinyatakan sebagai Hari Tuhan (Kisah Para Rasul 20:7; 1 Korintus
16:2; Wahyu 1:10), karena pada hari itu Yesus bangkit dari antara orang
mati. Inilah hari penebusan dikerjakan dengan sempurna. Dan para martir
pernah menjawab kekaisaran Romawi yang melarang orang Kristen
beribadah pada hari Minggu, katanya "Tanpa merayakan Hari Tuhan
kami tidak dapat hidup".

Jadi hari itu pun semestinya terjadi dalam kemeriahan perayaan - liturgi.
Pada hari itu orang Kristiani wajib ikut dalam perayaan iman. Sudah
barang tentu memahami 'wajib` di sini bukan karena disuruh atau
dipaksa. Pelaksanaan seuatu yang diwajibkan karena suruhan orang lain
belum tentu membuat pelaku dalam keadaan gembira dan sukacita. Sama
halnya siswa yang merasa dipaksa oleh gurunya mengikuti upacara
pengibaran bendera pada tanggal 17 Agustus. Siswa ini berpikir, bahwa
upacara itu adalah kerelaan, dan tidak boleh 'diwajibkan`, biarkan datang
dengan kesadarannya, jangan disuruh-suruh dan diancam dengan absen.
Mungkin saja ada benarnya siswa itu, tetapi bagaimana memahami
'wajib` itu, dan siapa yang mewajibkannya, bagaimana pula kewajiban
itu bisa muncul.

Bila seseorang dapat merasakan kehadiran dan peran Tuhan yang


menyelamatkan dalam hidupnya, maka tanpa rasa berat ia mau
rasa terima kasihnya dengan tulus, sukacita dan puji-pujian. Inilah
ibadah. Dan hasrat itu muncul dari dalam dirinya sendiri, dengan
demikian, dirinya sendirilah yang mangatakan wajib. Maka persekutuan
ibadah umat pun menjadi persekutuan yang sejiwa, karena masing-
masing berangkat dari pengalaman iman yang membahagiakan dalam
hidupnya.

Hal di atas mendorong kerinduan untuk mengungkapkan beribadah


syukur. Tentulah ungkapan perayaan lahir batin. Artinya bahwa perayaan
ibadah bukan hanya ungkapan rohaniah saja, melainkan totalitas
penyembahan, sebagaimana secara total dan utuh Tuhan menghadirkan
kebaikan-Nya di dalam dunia ini. Totalitas penyembahan tentulah tidak
sebatas pada bentuk ibadah seremonial saja, melainkan kehadiran di
tengah lingkungannya saat berjumpa dengan ciptaan lainnya, ia bersikap
sebagai orang yang beribadah. Hal ini sejalan dengan Pemahaman Iman
GEREJA yang di awali dengan pokok Keselamatan, Pokok tersebut
menjadi titik berangkat spiritualitas baru yang merayakan kebaikan
Tuhan. Atau dengan pemahaman lain, pokok tersebut mengandung
makna, bahwa kasih Allah telah dicurahkan mendahului kehendak
manusia, yang pada gilirannya mengajak manusia masuk dalam perayaan
hidup. Dengan kata lain, Tuhanlah yang telah menciptakan ibadah, dan Ia
pun menciptakan manusia untuk beribadah.

HARI RAYA DAN SPIRITUALITAS.


Boleh dimaknai secara sederhana 'spiritualitas` adalah totalitas hidup
yang dipenuhi semangat baru, yang pada gilirannya mempengaruhi daya
dan gaya hidup. Semangat baru itu muncul akibat mengalami perjumpaan
dengan sesuatu yang berarti. Tetapi dalam konteks ibadah, tentu setelah
ia mengalami perjumpaan dengan Tuhan (misalnya melalui doa-
puasa/retreat), atau penghayatan mendalam (kontemplatif/meditative).
Tetapi lebih pada atmosfir (suasana) Hari Raya Gerejawi, kehadiran
seseorang di dalamnya dengan semangat penuh, ingin merayakan Tuhan
yang telah hadir. Dan semangat tersebut nyatanya pun tidak berakhir di
sini; kegembiraan iman dalam perayaan terus dan makin memberi
(bagian ini hanya untuk Pengajar )

Tuntunan Pemahaman dalam diskusi.


1. Katekisan mengungkapkan perasaan mereka ketika berada dalam
(salah satu) perayaan Gereja. Lalu mengapa perasaan itu muncul?
2. Berikan kesempatan kepada katekisan, menjelaskan bagaimana
caranya agar dapat menghayati (salah satu) Hari Raya Gereja dan
Ibadah Hari Minggu.

Catatan lain;
Materi ini untuk Pengajar , tetapi dapat diberikan bagi Katekisan tanpa
catatan footnote.

4
Kesadaran akan keterbatasan manusia untuk menangkap sesuatu baik
yang abstrak atau adikodrati, sesuatu untuk mengungkapkan perasaan,
menghantar pada perjumpaan dan masuk dalam suasana diperlukanlah
simbol. Di mana-mana manusia memerlukan symbol, bahkan lebih jauh
dimengerti, bahwa simbol menolong makna hidup. Simbol dapat
menolong untuk menunjuk pada sesuatu yang hendak dihampiri,
dirasakan atau dihayati. tetapi bukan ia yang menjadi tujuan, sebab alih-
alih hanyalah alat bantu. Simbol juga diperlukan dalam kegiatan
peribadatan, sebab bisa saja tanpanya ibadat menjadi sulit untuk
bermakna, kaku atau kering tak berarti.

5
Perayaan pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Di sana umat Israel
memahaminya sebagai tindakan penyelamatan TUHAN bagi umat-Nya,
tetapi sekaligus menjadikan mereka sebagai bani yang kemudian
memiliki kedaulatan penuh layaknya suatu bangsa yang merdeka.
(1 Korintus 5:7), dan " Anak Domba yang disembelih" (Wahyu 5:6),
bandingkan dengan " korban Paskah" atau anak domba Paskah dalam
Keluaran 12:23-28; 43-51. Juga perayaan Pentakosta (dari bahasa
Yunani, 'kelima puluh`), mulanya oleh orang Israel kuno dirayakan
(setelah Paskah) sebagai pesta syukur panen gandum. Dikenal juga
dengan sebutan " hari raya Tujuh Minggu" (Ulangan16:10); selanjutnya
dalam Gereja Purba juga dikaitkan dengan turunnya Roh Kudus (Kisah
Para Rasul 2).

7
Bandingkan Naskah Pemahaman Iman GEREJAtentang Keselamatan,
pokok I, alinea kedua, "Kami mengaku - Bahwa Yesus Kristus telah
mati, bangkit dan naik ke surga...", kata-kata yang dicetak miring juga
mengandung penjelasan tuntunan, bahwa GEREJAtidak menekankan
salah satunya sehingga dijadikan titik pangkal iman, dengan kata lain
terkait dengan konteks tulisan ini, GEREJAtidak menempatkan perayaan
yang satu lebih utama dari pada yang l
8
Beberapa orang keberatan bila mendapat ucapan dan doa ulang tahun
bila belum waktunya sebagaimana tanggal lahir, banyak alasan
keberatannya. Juga akan repot membimbing penghayatann iman bila
tidak teratur. Misalnya demikian kisahnya, akan kerepotan seorang
pendeta membuat khotbah Advent dalam IHM (Ibadah Hari Minggu) di
jemaat ia bertugas, sementara pada hari Sabtu sebelumnya jemaat sudah
merayakan Natal, dan di sana juga pendeta yang sama membawakan
khotbah Natal. Di hari itu umat sudah menyanyikan "Alam Raya
Berkumandang" (KJ.101), tetapi keesokan harinya dalam IHM, umat
kembali menyanyikan "Kau Yang Lama Dinantikan" (KJ.76), atau
"Jurus`lamat, Datanglah" (KJ.82).
ain, misalnya Natal lebih penting daripada Paskah, atau sebaliknya
dengan berbagai penjelasan yang seolah alkitabiah/teologis tapi
sebenarnya dibuat-buat.
IBADAH, bagian"Warna Liturgis Tahun Gereja, Logo dan Artinya".

10
Sekilas sejarah pemberlakuan 'Hari Tuhan` (Latin : Dominica)
diberlakukan amat ketat untuk menjaga kekudusannya, sehingga sejak
abad ke-4, orang tidak boleh melakukan kerja kasar; untuk selanjutnya
larangan tersebut ditekankan oleh beberapa kaisar Romawi (sejak tahun
324), serta gereja sejak Abad Pertengahan. Dan menarik juga, bahwa
pengetatan itu pun dilakukan oleh Kalvinisme, hingga beberapa undang-
undang negara, lebih lanjut pada pemberlakuan sistem kerja shift dalam
industri modern. Lihat A. Heuken, Ensiklopedi Gereja II, Jakarta,
Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992, s.v."Hari Minggu Misi".

11
Bagian ini dan alinea berikutnya, telah ditekankan secara luas dalam
Pertemuan/Materi ke-36, tentang "Ibadah Persekutuan Orang Percaya".

12
Telah dibahas lebih jauh dalam Pertemuan/Materi ke-37, tentang "Doa,
Puasa dan Retreat".
TATA IBADAH GKSBS

I. PENGANTAR
Kegiatan ibadah tidak serta merta dapat dilakukan begitu saja tanpa
pemahaman dan penghayatan yang sungguh dan benar. Karena itu Rasul
Paulus menulis : "Latihlah dirimu beribadah" (1 Timotius 4:7b). Lebih
lanjut Rasul Paulus berkata, ".......ibadah itu berguna dalam segala hal,
karena mengandung janji, baik untuk hidup ini, maupun untuk hidup
yang akan datang. (1 Timotius 4:8). Dengan demikian ibadah adalah
suatu hal yang amat penting bagi hidup orang-orang percaya, karena
ibdah itu ternyata tidak hanya sekedar kita berkumpul di dalam ruangan
ibadah (gedung gereja) semata-mata melainkan juga menyangkut
kehidupan sehari-hari masa kini dan masa depan orang Kristen. Karena
itu maka Ibadah orang Kristen harus diatur atau ditata dengan baik.

II. IBADAH SEBAGAI PERJUMPAAN ALLAH DENGAN UMAT.


Mengapa Ibadah orang Kristen harus berlangsung dengan hikmat dan
tertib? Karena Ibadah merupakan media yang dikuduskan oleh anugerah
kasih Allah, sehingga melalui ibadah tersebut Allah berkenan
menyatakan diri-Nya kepada Umat.

Dengan demikian makna Ibadah pada prinsipnya bukan sekedar suatu


perbuatan ritual atau seremonial kerohanian, tetapi lebih tepat dalam
ibadah tersebut terjadi pengalaman iman orang percaaya yaitu
perjumpaan Allah dan manusia.

Banyak kosa kata tentang ibadah dalam Alkitab. Diantaranya adalah kata
Yunani "Latreuo" atau "Latreia " (Roma 12 : 1 ; Filipi 3 : 3). Kata
Latreuo atau Latreia dapat berarti melayani ; mengabdikan seluruh hidup
kepada Allah ; pelayanan kepada Allah atau ibadah kepada Allah.

Jadi ibadah adalah, menyembah Allah atau mengabdi kepada Allah. Dan
...berlutut dan sujud menyembah Tuhan). Hal itu dapat dilakukan secara
pribadi, tapi juga melalui ibadah umat (bersama).

Umat datang menyembah Tuhan karena Tuhan datang dalam kemuliaan


dan menyatakan kebesaran kasih-Nya. Inilah sebuah perjumpaan kudus
yang terjadi antara Tuhan dengan umat-Nya. Perjumpaan ini dihayati
orang Kristen dalam Ibadah.

III. APA ITU TATA IBADAH ?


Tata Ibadah adalah sarana yang dipergunakan umat dalam rangka menata
jalannya Ibadah, sebagai perjumpaan Allah dengan umat-Nya. Kalau kita
mau bertemu / menghadap Presiden pasti ada aturan (protokoler) yang
mengatur jalannya pertemuan tersebut, apalagi kita mau
bertemu/menghadap Tuhan, tentu tidak boleh sembarangan.

Tata Ibadah bermuasal dari apa yang disebut dengan "liturgi". Liturgi
berasal dari kata Yunani: leitourgia (Kisah Para Rasul 13:2). Asal
katanya adalah "laos" (artinya rakyat) dan "ergon" (artinya pekerjaan).
Jadi, liturgi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat / umat secara
bersama-sama. Dalam konteks ibadah Kristen, liturgi adalah kegiatan
peribadahan di mana seluruh umat yang dating beribadah terlibat secara
aktif dalam pekerjaan bersama untuk menyembah dan memuliakan
Tuhan.

Oleh karena semua anggota jemaat harus terlibat secara aktif, maka perlu
ditentukan kapan giliran mereka berpartisipasi dalam ibadah dan
bagaimana bentuk partisipasi itu (apakah bernyanyi, berdoa, mendengar
Firman Tuhan, memberi persembahan, dengan cara berdiri, duduk dll).
Penata jalannya ibadah tersebut adalah TATA IBADAH, yang menata
dengan rapi dan tertib proses jalannya peribadahan Umat. Dapatkah kita
membayangkan kalau pelaksanaan ibadah tanpa penataan yang baik?,
pasti kacau balau.

Karena itu agar tidak terjadi kekacauan dalam ibadah umat maka semua
tetapi damai sejahtera" (1 Korintus 14:33). Rasul Paulus juga
menyampaikan suatu nasihat agar kita mengutamakan ketertiban yang
dilandasi oleh kasih. Ia menasehatkan "Sebab Allah memberikan kepada
kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan,
kasih dan ketertiban" (2 Timotius 1:7).

IV. TATA IBADAH GPIB


Tata Ibadah sebagai penata jalannya perjumpaan Tuhan dengan umat
dikemas dalam 4 (empat) "babak". Dalam Tata Ibadah dipakai istilah
"rumpun", yaitu:
Rumpun I : MENGHADAP TUHAN
Rumpun II : PELAYANAN FIRMAN
Rumpun III : JAWABAN UMAT / SAKRAMEN
Rumpun IV : PENGUTUSAN

V. PENJELASAN SETIAP RUMPUN


a. Menghadap Tuhan
Votum mengandung arti sebagai proklamasi kehadiran Tuhan dan bahwa
Ibadah yang berlangsung adalah dalam nama Bapa, Anak dan Roh
Kudus. Sedangkan salam diucapkan oleh Pelayan tanpa mengangkat
tangan, karena salam bukanlah berkat. Formulasi salam dapat
disesuaikan dengan tahun gereja. Nas Pembimbing adalah nas yang
berhubungan dengan tahun gereja serta nas khotbah. Ketika
mempersiapkan nyanyian dan unsur tetap lainnya, sebaiknya nas
pembmbing juga disesuaikan. Pengakuan Ketidak Sempurnaan
Menjalankan Hukum Kasih merupakan sikap umat yang menyadari akan
semua bentuk ketidaksempurnaan dalam menjalankan hukum kasih yang
merupakan kehendak Tuhan yang disampaikan dalam doa kepada-Nya.
Berita Anugerah merupakan ungkapan penegasan bahwa pengampunan
dosa telah Kristus nyatakan melalui pengorbanan-Nya. Petunjuk Hidup
baru perlu dipahami sebagai amanat bagi umat yang telah menerima
pengampunan. Petunjuk Hidup Baru disesuaikan dengan Tahun Gereja.
Petunjuk Hidup Baru disambut oleh umat dengan nyanyian Peneguhan.
merupakan doa yang berisi permohonan bimbingan Roh Kudus untuk
Pembacaan dan Pemberitaan Firman. Alkitab sebagai landasan
Pemberitaan Firman mengikuti jadwal pembacaan Alkitab yang
disesuaikan dengan kalender gerejawi. Pemberitaan Firman perlu
dipahami sebagai penjelasan terhadap Bacaan Alkitab dan merupakan
petunjuk bagi kehidupan beriman umat sehari-hari.

c. Jawaban Umat
Jemaat merespon pemberitaan Firman Tuhan dengan menyanyikan yang
merupakan nyanyian kesanggupan untuk melakukan Firman Tuhan.

Ungkapan Syukur merupakan istilah yang digunakan untuk


menggantikan istilah persembahan syukur. Karena syukur umat
diungkapkan melalui tiga bentuk ungkapan: menyanyi, memberi
persembahan dan doa persembahan. Sebaiknya ketiga ungkapan tersebut
tidak diungkapkan secara sekaligus melainkan secara terpisah. Itulah
sebab-nya mengapa umat diajak untuk mengungkapkan syukur melalui
nyanyian syukur, kemudian memberi persembahan syukur, lalu
menaikkan doa syukur.

Pelayanan Sakramen juga merupakan bagian bagian dari jawaban umat


untuk melakukan kehendak Tuhan dalam hidup mereka. Dan mereka
akan berusaha untuk menjaga kekudusan mereka.

Pengakuan Iman bukanlah doa. Karena itu Pengakuan Iman diucapkan


sambil berdiri, dengan sikap sempurna dan tidak diakhiri dengan Amin.
Pengakuan Iman dipahami sebagai jawaban umat terhadap Firman Tuhan
dalam bentuk pengakuan. Pengakuan Iman diucapkan sambil berdiri,
adalah simbol dari sikap gereja dan orang percaya yang berdiri dihadapan
Tuhan dan di tengah-tengah dunia dengan berbagai macam keyakinan
agama, aliran, tantangan, hambatan dan pengaruh. Di hadapan Tuhan dan
di tengah dunia ini gereja dan orang percaya mengikrarkan pengakuan
imannya.
Pengakuan Iman Nicea dan Athanasius dapat digunakan pada hari-hari
Raya Gerejawi.

d. Pengutusan
Pesan Pengutusan adalah rangkuman dari inti pemberitaan Firman yang
disampaikan kepada umat untuk diberlakukan sebagai pengutusan dalam
kehidupan sehari-hari. Berkat dipahami sebagai janji penyertaan Tuhan
bagi umat dalam melaksanakan Firman Tuhan yang telah diberitakan di
tengah-tengah kehidupan sehari-hari. Berkat Tuhan diaminkan oleh umat
dengan menyanyi amin. Setelah itu umat diberi kesempatan untuk saling
bersalaman satu dengan yang lain sebagai wujud persekutuan, dan juga
bersalaman dengan para pelayan ibadah. Demikianlah ibadah sebagai
ritual telah selesai dan diteruskan dengan ibadah aktual dalam hidup
sehari-hari; Karena itu di akhir ibadah tidak ada nyanyian yang biasanya
disebut nyanyian pengiring. Fungsi nyanyian bukan untuk mengiring
pelayan ke luar ruang ibadah melainkan untuk memuji Tuhan.

Warta Jemaat dipahami sebagai warta pengutusan. Artinya warta jemaat


bukan sekedar informasi tentang perkembangan Jemaat, melainkan
sebagai panggilan bagi umat untuk berperan serta dalam pelayanan
Jemaat. Sebagai contoh, jadwal ibadah keluarga yang diwartakan
merupakan panggilan bagi umat untuk berperan di dalamnya. Warta
tentang warga Jemaat yang sakit adalah panggilan bagi warga jemaat
untuk mendoakannya, baik dalam ibadah keluarga maupun dalam doa
masing-masing keluarga.
SIMBOL, PERANGKAT PENUNJANG IBADAH DAN
BANGUNAN GEREJA

PENGANTAR
Kata "Simbol" berasal dari kata kerja bahasa Yunani symbollein yang
berarti "mencocokkan" atau menghubungkan antara dua bagian atau dua
entitas yang berbeda. Makna kata simbol dilatarbelakangi oleh sebuah
tradisi Yunani kuno: "Pada waktu dua orang di Yunani kuno mengadakan
perjanjian, mereka kerap kali memateraikan perjanjian itu dengan
memecahkan sesuatu - sebuah lempengan, sebuah cincin, sebuah benda
dari tanah liat - menjadi dua bagian dan masing-masing pihak
menyimpan satu bagian. Jika salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian kemudian hari menghendaki perjanjian itu dihormati, ia atau
wakilnya akan mengidentifikasi diri dengan mencocokkan bagian dari
barang yang telah dipecah itu dengan bagian yang lain.

Dengan demikian simbol dapat dipahami sebagai sebuah kata, gambaran,


benda, tempat, gerakan, tindakan, mitos atau ritus dsb. yang
menghubungkan atau menggabungkan. Ia dipahami sebagai sesuatu yang
menghubungkan dengan atau mewakili (menyimbolkan) sesuatu yang
berbeda, atau mengacu kepada realitas yang lebih tinggi atau ideal.
Dengan kata lain, "Simbol mempersatukan atau menggabungkan suatu
segi pengalaman manusia yang sudah dikenal dengan baik dengan apa
yang mengatasi pengalaman itu maupun pengungkapannya".

A. SIMBOL DALAM IBADAH


Ibadah dari awal hingga akhir dipenuhi dengan berbagai macam
simbolik, yang dapat berbentuk verbal (misalnya kata-kata dalam liturgi
atau khotbah), visual (gambar, dekorasi atau benda-benda lain yang dapat
semua indra).

Tujuan adanya simbol dalam ibadah adalah untuk mengkomunikasikan


keberadaan Allah, karya penyelamatan-Nya dan kehadiran-Nya yang
tidak mungkin dapat dijelaskan atau dikomunikasikan dengan sempurna
oleh bahasa lisan, tulisan atau bahasa isyarat, kecuali dengan bahasa
simbol. Misalnya : kekudusan Allah yang tidak mungkin diungkapkan
atau dijelaskan dengan bahasa lisan. Oleh karena itu makna dari simbol
harus dipahami oleh setiap anggota jemaat agar dapat menjadi sarana
yang baik dalam membantu umat untuk menghayati kehidupan Gereja
sebagai persekutuan keselamatan yang beribadah dan yang diutus ke
dalam dunia. Bila tidak dipahami oleh jemaat, maka simbol-simbol
tersebut hanya akan menjadi sekadar hiasan saja dan akan kehilangan
makna.

Simbol-simbol Verbal yang dapat dijumpai dalam ibadah, misalnya


Haleluya, Amin.

1. Simbol-simbol Visual yang dijumpai dalam ibadah:


Logo dan warna-warna khusus pada kain mimbar, yang mau menjelaskan
tentang berita karya penyelamatan Allah. Simbol-simbol ini disesuaikan
dengan Tahun Gereja, oleh karena melalui Tahun Gereja itu semua
peristiwa dan perbuatan penyelamatan Allah, seluruh karya Yesus pada
masa lampau dan apa yang dilakukan oleh Gereja-Gereja mula-mula di
dalam ibadah mereka, kembali dibentangkan di depan umat masa kini,
yang kesemuanya memancar dari sumber ilahi Firman Allah yang karena
Roh Kudus dijadikan hidup bagi jemaat. Logo dan warna-warna khusus
pada kain mimbar tersebut sama dengan yang ada pada stola, sebagai
pakaian liturgis yang dikenakan oleh presbiter.
a. Adventus
Adventus merupakan masa penyadaran diri dan pertobatan.
Manusia yang jatuh ke dalam dosa mengharapkan perjanjian Allah
tentang datangnya Yesus Kristus sebagai Juruselamat.
Adventus juga bersifat eskhatologis yang menunjuk kepada kedatangan
Kristus kembali. Adventus dirayakan 4 minggu berturut-turut sebelum
Natal.

Warna dasar : ungu muda


Warna jangkar : kuning
Lambang/logo : salib jangkar

Arti :
Salib jangkar ini, digunakan oleh orang Kristen mula-mula yang tinggal
di katakombe-katakombe. Sebenarnya lambang ini merupakan warisan
dari bangsa Mesir kuno, namun di kemudian hari menjadi lambang
universal yang menunjuk pada penderitaan Kristus.
Di sini, lambang salib jangkar hendak berkata-kata tentang pengharapan
yang dimiliki oleh umat percaya di dalam penantian
akan kedatangan Kristus kembali yang kedua kalinya.

b. Natal.
Dirayakan pada setiap tanggal 25 dan 26 Desember. Dalam abad ke IV
Natal diterima sebagai pesta kedatangan / kelahiran Kristus ke dunia.
Dalam dunia kekafiran tanggal 25 Desember dirayakan sebagai Dies
Natalis Solis Invicti, hari kelahiran sesuatu yang baru (matahari).
Dengan menetapkan tanggal itu sebagai kelahiran Kristus Gereja mau
menyatakan bahwa Terang yang benar bukanlah dari alam atau dunia
dewa melainkan Terang itu adalah Kristus, Juruselamat dunia yang
Lambang/logo : Palungan dan pelangi
Warna pelangi : merah, kuning, hijau
Palungan : kuning

Arti :
Pelangi merupakan simbol dari kesetiaan dan cinta kasih Allah bagi
seluruh isi dunia Setelah peristiwa air bah yang menunjuk pada bumi
yang sudah penuh oleh dosa, maka Allah menghadirkan pelangi
sebagai tanda perjanjian-Nya dengan Nuh beserta seluruh keturunannya,
lebih dari itu dengan semua manusia dan makhluk hidup lainnya yang
telah diciptakan-Nya. Ia berjanji bahwa Ia tidak akan pernah lagi
menghancurkan bumi ini (Kejadian 9). Pelangi juga mengingatkan
tentang kesungguhan Allah untuk memenuhi atau menggenapi jani-janji-
Nya. Palungan memberi arti pada pelawatan Allah kepada manusia,
supaya mereka tidak binasa, dimana Allah telah memberikan anak-Nya
yang tunggal, yang lahir di Betlehem untuk memberikan hidup-Nya bagi
manusia supaya mereka tidak binasa (Yohanes 3:16).
Pelangi juga mau menyimbolkan tentang pembebasan / penebusan yang
sekaligus telah diberikan lewat kelahiran Anak Allah tersebut
yang diperuntukkan tidak saja bagi orang-orang pilihan, tetapi terutama
lebih menunjuk kepada semua orang dan seluruh ciptaan.
Pelangi dan palungan hendak mengungkapkan suatu tema besar tentang
kasih dan kesetiaan Allah terhadap dunia ini.

c. Masa Natal - AkhirTahun - Tahun Baru


Akhir tahun dan tahun baru tidak terlepas dari natal yang dirayakan
sebgai hari pemberian nama Yesus (Lukas 2 : 21). Kedatangan Kristus
adalah untuk memenuhi hukum Taurat. Warna dasar, lambang / logo
sama dengan natal.
Sebelum abad ke IV, hari Epifania dirayakan sebagai hari kelahiran
Kristus kedunia yaitu pada tanggal 6 Januari. Gereja Orthodoks masih
mempertahankan tradisi tersebut sedangkan Gereja Katholik
merayakannya sebagai hari Tiga Raja (Matius 2 : 4). Gereja Protestan
merayakannya sebagai hari penampakan kemuliaan Yesus setelah Ia
dibaptis di Yordan (Matius 3 : 17). Hari Minggu Epifania dirayakan pada
hari Minggu terdekat dengan tanggal 6 Januari ditambah dengan minggu
sesudah itu yang diliputi dengan rasa syukur dan puji-pujian.

Warna dasar : hijau


Lambang/logo : bintang bersegi lima
Warna bintang : putih
Lingkatan : kuning

Arti :
Bintang bersegi lima ini lebih dikenal sebagai bintang Yakub, dalam hal
ini menunjuk pada terbitnya bintang dari keturunan Yakub (Bilangan 24 :
17). Kemudian hari hal ini dimanifestasikan lewat kelahiran Yesus
Kristus yang ditandai pula dengan munculnya / terbitnya bintang di
Timur (Matius 2 : 1-2).Bintang ini pula yang menunjuk pada
penampakan kemuliaan Yesus Kristus bagi umat manusia.

e. Prapaskah/Sengsara
Masa ini dirayakan 7 minggu berturut-turut sebelum Paskah, Prapaskah
merupakan masa penyadari diri dan pertobatan. Manusia berdosa
menerima anugerah keselamatan melalui kematian dan pengorbanan
Kristus di salib dan diundang untuk menerima kehidupan yang baru.

Warna dasar : ungu tua


Lambang/logo : Ikan (ICHTUS)
Arti :
Tanda ini merupakan suatu rahasia di kalangan orang Kristen mula-mula
yang mengalami penganiayaan; sehingga untuk menandai diri mereka
sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus dipergunakan lambang
ikan ini, yang dalam bahasa Yunani "IXEYS" (ichtus) yang berarti ikan,
tetapi secara hurufiah merupakan suatu singkatan dari Yesus Kristus,
Anak Allah, Juruselamat.

f. Jumat Agung
Jumat Agung dirayakan untuk memperingati kematian Yesus di salib, di
Golgota. Yesus rela mengorbankan tubuh-Nya untuk menyelamatkan
manusia berdosa.

Warna dasar : hitam


Lambang/logo : salib dan mahkota diri
Warna salib : putih
Mahkota duri : kuning

Arti :
Salib merupakan lambang yang sudah sangat dikenal untuk menunjuk
pada penderitaan dan kematian Yesus, bahkan tanda ini lebih sering
dipakai untuk menunjuk pada kekristenan. Salib dan mahkota duri di sini
merupakan tanda lain bagi penderitaan Kristus, yang hendak menyatakan
bagaimana kejamnya perlakuan yang telah Ia terima sampai pada
kematian-Nya di kayu salib karena dosa manusia. Kemuliaan yang
disaksikan lewat penderitaan.
Paskah adalah hari raya yang mula-mula dirayakan dan merupakan unsur
penting dalam tahun gereja. Paskah dirayakan sebagai hari kebangkitan
Kristus yang merupakan titik tolak iman orang percaya (1 Korintus 15 :
14). Paskah dirayakan dalam kegembiraan dan sukacita.

Warna dasar : putih


Lambang/logo : bunga Lily
Warna bunga Lily : putih

Arti :
Bunga lily merupakan simbol dari hari Paskah dan kekekalan umbi-
umbian dari bunga lily harus ditanam dan mati dahulu di dalam tanah,
baru kemudian dari padanya akan tumbuh suatu kehidupan baru.
Lewat Paskah orang telah menerima kehidupan baru yang diberikan
lewat kematian dan penderitaan Kristus (bandingkan Yohanes 12 : 34)
dan kehidupan baru itu sendiri adalah kehidupan yang berkaitan dengan
hidup kekal.

h. Kenaikan Yesus ke Surga


Kristus diakui sebagi Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala
tuan (1 Timotius 6 : 15). Pesta ini dirayakan dengan kemeriahan dan
kegembiraan.

Warna dasar : putih


Lambang/logo : salib dan mahkota kemuliaan
Warna mahkota : kuning
Warna salib : kuning

Arti :
Melalui penderitaan dan kematian Kristus, maka mahkota duri yang
kenaikan. Barangsiapa yang percaya kepada-Nya dan setia sampai mati,
iapun akan mendapatkan mahkota kehidupan itu (bandingkan Filipi 2 :
11-19; Wahyu 2 : 10).

i. Pentakosta
Pentakosta artinya hari ke 50 sesudah Paskah yang dirayakan sebagai
hari keturunan Roh Kudus. Sejak abad ke III secara umum dirayakan
oleh gereja. Hari ini juga diperingati sebagai hari kelahiran Gereja, di
mana melalui kuasa Roh Kudus Gereja dilengkapi
untuk melaksanakan tugas pengutusannya kepada bangsa-bangsa.

Warna dasar : merah


Lambang/logo : lidah-lidah api dan burung merpati
Warna merpati : putih perak
Lidah-lidah api pinggirnya : kuning

Arti :
Ke tujuh lidah api menyimbolkan ke tujuh suluh api yaitu ke tujuh roh
Allah (Wahyu 4 : 5) membentuk lingkaran yang menghadirkan
kekekalan, keabadian. Merpati yang menukik dan lidah api menunjuk
pada peristiwa pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah Para
Rasul 2 : 2-3).

j. Minggu Trinitatis
Hari Minggu Trinaitatis dirayakan satu minggu sesudah hari Pentakosta
(Pentakosta I). Ia merupakan hari minggu penutup siklus hari-hari raya
besar. Penyataan Allah dan kekudusan kekeesaan-Nya menjadi pusat
penyembahan Jemaat. Jadi dirayakan untuk menyaksikan Allah yang esa.
Lambang/logo : Lingkaran segi tiga/triquetra
Warna lambangnya : merah

Arti :
Simbol ini merupakan simbol mula-mula dari ketritunggalan.
Tiga buah lekukan yang tidak terputus, saling bersambung, menyatakan
kekekalan dari tritunggal tersebut. Pada pusat dari lekukan itu
terbentuklah sebuah segitiga yang merupakan simbol warisan dari
tritunggal.

k. Minggu Pentakosta
Minggu Pentakosta dirayakan selama 26 minggu.
Masa ini disebut masa gereja berjuang. Ada yang menyatakan bahwa
sesudah minggu Trinitatis sudah tidak ada lagi hari raya.
Sebenarnya masih ada yaitu hari Minggu, di mana melalui setiap hari
Minggu, gereja diingatkan tentang penyertaan Tuhan di dalam
perjuangan hidup gereja. Allah selalu beserta dengan gereja-Nya (Allah
beserta kita) itulah perayaan yang besar dan yang penuh puji-pujian dan
syukur.

Warna dasar : hijau


Lambang/logo : burung merpati dengan ranting- ranting zaitun
diparuhnya, perahu berlayar dan pelangi.
Warna pelangi : merah, kuning, hijau
Burung : putih
Ranting : pinggir putih
Tiang dan layar : putih (penuh)
Salib : hijau
Ombak : putih
Perahu : bergaris putih
Pada mulanya dalam sejarah gereja, perahu merupakan simbol dari
gereja. Ide ini menjadi berarti bagi orang Kristen mula-mula yang
mengalami penganiayaan dan pergumulan, ketika mereka mengetahui
bahwa akan ada pertolongan dari Tuhan. Hal ini nyata lewat perpaduan
antara perahu dan pelangi. Janji Allah tentang pertolongan-Nya itu
mendapat penekanan yang kuat. Pelangi melambangkan kesetiaan Allah
atas janji-Nya untuk memelihara bumi, dalam hal ini gereja.
Burung merpati dengan ranting zaitun di paruhnya mengungkapkan
tentang janji keselamatan dan kehidupan dari Allah (bandingkan
Kejadian 8 :10-11) yang akan terus menyertai sampai ke tempat tujuan.

Jadi sekalipun gereja mengalami berbagai ancaman, goncangan dan


cobaan, gereja akan tetap hidup di dalam dan oleh janji Allah tersebut.

Warna-warna liturgis itu secara internasional mengandung arti sebagai


berikut:
1. Warna putih artinya kebersihan, kesucian, kekudusan,
kemeriahan, kedamaian, dan kesederhanaan.
2. Warna merah artinya keperwiraan, keberanian, kesatria dan
kepahlawanan.
3. Warna ungu artinya pertobatan.
4. Warna hijau artinya rasa syukur, terima kasih dan puji-pujian.
5. Warna hitam artinya kematian, kedukaan.

2. Mimbar
Mimbar merupakan simbol dari tempat dimana Firman Allah diberitakan.
Mimbar, meja tempat alat perjamuan, tempat baptisan merupakan simbol
dasar iman Kristen. Dalam ibadah mereka menjadi pusat liturgi.
Salib merupakan simbol yang menunjuk kepada kematian Yesus Kristus
di kayu salib dan sekaligus merupakan simbol kemenangan-Nya atas
maut.

4. Bejana Baptisan
Bejana Baptisan merupakan simbol kehidupan. Dengan dibaptis, kita
telah dibersihkan dari segala dosa dan kesalahan kita serta menjadi
manusia yang memiliki hidup baru. Air menjadi simbol inti sakramen
baptisan sebagai tanda pembersihan (dari dosa, dari kuasa maut); dan
menyimbolkan hidup dan mati bersama Kristus.

5. Alkitab
Merupakan simbol dari Firman Allah. Alkitab menjadi dasar semua
kegiatan ibadah sebagaimana prinsip Protestan "sola scriptura". Alkitab
diletakkan di mimbar dengan posisi yang dapat dilihat oleh jemaat.

6. Perlengkapan Perjamuan Kudus


Perlengkapan perjamuan kudus merupakan simbol perjanjian Allah
dengan manusia yang telah ditebus dosanya.

7. Lilin (pada masa Adven)


Lilin hanya digunakan pada masa adven saja. Lilin pada masa adven
adalah simbol pengharapan yang menantikan kelahiran terang dunia
(dalam minggu pertama adven, satu lilin dinyalakan, dalam minggu
kedua dua, dst.)

Simbol-simbol Ritual yang dapat dijumpai dalam ibadah GKSBS


1. Penumpangan tangan pada saat berkat.
Berkat adalah tindakan simbolis dalam liturgi melalui kata-kata dan
gerakan tubuh (misalnya angkat tangan atau tangan menyentuh kepala
kekuatan, perlindungan dan bimbingan Allah yang akan menyertainya.

2. Duduk
Merupakan simbol untuk mendengarkan sesuatu.

3. Berdiri
Berdiri mengungkapkan sikap hormat. Petugas ibadah berdiri saat
membaca Alkitab dan umat berdiri pada saat mendengarkan Injil.

B. Perangkat Penunjang Ibadah & Bangunan Gereja


Ruang ibadah merupakan sarana perjumpaan umat dengan Tuhan. Oleh
karena itu, ruang ibadah perlu ditata sedemikian rupa agar menunjang
ibadah. Pengertian penataan ruang ibadah mencakup penempatan
perangkat dan peralatan ibadah, termasuk pembangunan gedung gereja.
Gedung gereja sebaiknya dirancang sedemikian rupa, baik secara
arsitektur, akustik, tata cahaya dan sirkulasi udara, agar menunjang
ibadah umat. Demikian juga dengan penempatan peralatan musik, dan
perangkat musik serta pelayan ibadah. Semuanya perlu ditata sedemikian
rupa agar menunjang ibadah.
MENGENAL AGAMA DAN KEPERCAYAAN LAIN DI
INDONESIA

PENDAHULUAN
Gereja adalah persekutuan yang dipanggil oleh Tuhan keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib dan diutus untuk memberitakan
perbuatan-perbuatan besar dari Dia (lihat 1 Petrus 2 : 9) dan suatu
persekutuan orang-orang yang mengaku bahwa Yesus Kristus adalah
Anak Allah yang hidup, Mesias, Juruselamat. Gereja hidup di dalam
suatu konteks tertentu, yaitu dunia yang di dalamnya gereja berada, dunia
yang sudah dibangun dan ditata secara sosial, ekonomis, politik, dan
budaya sedemikian rupa sehingga manusia dapat hidup di dalamnya.

Gereja juga terkait dengan konteks misionalnya. Gereja dipanggil untuk


melaksanakan misi Allah. Di satu pihak, Allah sendiri menentukan misi
yang harus dilakukan oleh gereja di dunia ini; tetapi di lain pihak,
konteks gereja ikut mempengaruhi perupaan yang melakukan misi Allah
( juga Misi Kristus ) di tengah dunia. Di satu pihak Injil Yesus Kristus
tidak pernah berubah, di lain pihak konteks gereja senantiasa berubah-
ubah. Ketika konteks gereja itu berubah, maka pelaksanaan misi gereja
juga berubah. Oleh sebab itu, gereja di dalam konteks berarti gereja yang
mengubah dan berubah dalam perjumpaan dengan konteks yang
senantiasa berubah.

GKSBS: GEREJA PROTESTAN DALAM KONTEKS INDONESIA


GEREJAsendiri memahami dirinya sebagai Gereja ( Protestan ) di dalam
konteks masyarakat Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan
'Indonesia` itu sendiri ? Indonesia sebagai suatu negara-bangsa (nation-
state) merupakan sesuatu yang baru. Negara Kesatuan Republik
kedaulatannya secara internasional pada akhir tahun 1949. Bangsa dan
Negara Indonesia ini sedang berada dalam proses 'menjadi`. Dengan
lahirnya negara-bangsa Indonesia, maka bersamaan dengan itu lahir pula
masyarakat Indonesia.

Sesuai dengan apa yang tertera dalam lambang NKRI, maka masyarakat
Indonesia berciri 'bhinneka tunggal ika` (beraneka-ragam namun satu),
dan bersemangat pembebasan (humanisasi dan emansipasi), kesetaraan,
dan berdasarkan Pancasila. Identitas Indonesia meliputi ciri
masyarakatnya yang bhinneka tunggal ika, semangatnya yang humanis,
emansipatif, dan setara, dan yang berdasarkan Pancasila.

Sebagai "gereja dalam konteks Indonesia", maka warga GEREJAhidup


bersama dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sedang masyarakat
Indonesia adalah masyarakat bhinneka-tunggal-ika (beraneka-ragam
dalam kesatuan satu atau satu dalam keaneka-ragaman). Kemajemukan
masyarakat Indonesia menampak di dalam keaneka-ragaman suku,
agama, ras, dan antar golongan (yang disingkat dengan SARA).

Secara teoritis masyarakat bhinneka tunggal ika itu menuntut adanya


keseragaman di seluruh Indonesia sebagai wujud dari kesatuannya, dan
sekaligus juga menuntut diakuinya dan dijaminnya keanekaragaman
sebagai wujud dari kemajemukannya. Dimanakah batas di antara
keduanya ? Sulit untuk menentukan batas di antara keduanya ! Secara
teoritis hanya bisa dikatakan sebagai berikut : Demi kepentingan nasional
( kesatuan dan persatuan bangsa ), maka kepentingan primordial
(kemajemukan) tidak boleh dikorbankan; dan demi kepentingan
primordial, maka kepentingan nasional dan kepentingan primordial
lainnya tidak boleh dikorbankan. Nilai-nilai primordial tidak boleh
menegasikan nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai komunitas primordial
nilai primordial.

AGAMA DAN KEPERCAYAAN LAIN DI INDONESIA


Di Indonesia ada berbagai agama dan kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat. Selaku warganegara Indonesia dan bagian yang tidak
terpisahkan dari bangsa Indonesia, maka warga gereja hendaknya
melakukan segala sesuatu dengan kesadaran bahwa mereka hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegera --- dengan segala
konsekuensinya--- bersama dengan sesama warganegara yang berbeda
agama dan kepercayaannya.

Apakah agama itu ? Sebagai titik tolak pembahasan selanjutnya, maka


dapat didefinisikan bahwa agama adalah :
1. Berbagai keyakinan yang mencakup penerimaan pada yang suci
(sacred)
2. Wilayah transempiris (hal yang melampaui apa kenyataan yang
tampak ini) dan berbagai perilaku yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi hubungan seseorang dengan wilayah transempiris itu.

Mungkin istilah yang paling tepat untuk menyebut perilaku tersebut


adalah spiritualitas. Karena itu, agama dapat bersifat persekutuan
(komunal) atau individual. Satu-satunya hal yang benar-benar penting di
dalam agama adalah keyakinan pada wilayah yang suci (the sacred),
transenden atau transempiris. Jika hal ini ada maka kita beragama, jika
tidak ada, kita tidak beragama.

Secara politis pemerintah Indonesia hanya mengakui 6 (enam) agama,


yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan
Kong Hu Chu. Pengakuan terhadap Agama di Indonesia ini didasarkan
bahwa agama harus memiliki 4 hal, yaitu :
3. nabi,
4. ritus.

Sementara kepercayaan di luar ke-enam agama tersebut dinamai Aliran


Kepercayaan, di dalamnya termasuk aliran kebatinan dan agama-agama
suku murba. Ke-enam agama ini berada di bawah binaan Departemen
Agama, sedangkan Aliran Kepercayaan berada di bawah binaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sebab Aliran Kepercayaan itu
dianggap sebagai wujud budaya suku-suku yang ada di Indonesia.

1. Agama Masyarakat Daerah atau Suku.


Agama suku murba adalah agama-agama yang dianut oleh masyarakat
atau suku-suku tertentu di Indonesia. Agama-agama tersebut sekaligus
menjadi ciri khas dari suku tersebut dan biasanya tidak disebarkan
kepada komunitas suku lain atau daerah lain. Contoh: agama masyarakat
Tengger di Jawa Timur, agama Sunda Wiwitan pada masyarakat Baduy
di Banten, agama Pelebegu (Parmalim) pada masyarakat Batak di
Sumatera Utara, agama Kaharingan pada masyarakat Dayak di
Kalimantan, agama Aluk Tadolo pada masyarakat Toraja di Sulawesi
Selatan, agama Merapu di Sumba - NTT, dan lain-lain.

2. Agama Hindu dan Budha dan Aliran-alirannya.


Agama Hindu dan Budha adalah dua agama yang berasal dari daerah
yang sama, yaitu dari India. Kedua agama ini masuk ke Indonesia sudah
sejak berabad-abad yang lampau. Agama ini diakui sebagai agama asing
pertama yang memasuki Indonesia terutama di pulau Jawa. Baik agama
Hindu maupun agama Budha mempunyai aliran/sekte/mazhab. Pada
agama Hindu dikenal ada aliran Hindu Dharma, Mazhab Shiwa, Mazhab
Whisnu, Mazhab Sakta. Pada agama Budha ada aliran Mahayana,
Hinayana, Teravada, Tantrayana, dan lain-lain.
Agama Islam di Indonesia terdiri dari berbagai aliran berdasarkan
bidang-bidang keagamaan: ada aliran dalam bidang teologis (misalnya:
Sunny, Asy`ariah, Mu`tazilah, dan Maturidiyah), dalam bidang fikih
(misalnya mazhab: Imam Syafei, Imam Maliki, Imam Hambali, dan
Imam Hanafi), dan bidang tasawuf (misalnya tarekat: Qodariyyah,
Naqsabandiyyah, Idrisiyyah, Hikmaliyyah, Tijaniyyah, Khalkwatiyyah,
Satariyyah, dll.).

4. Agama Kristen (Katolik Roma dan Kristen Protestan).


Agama Kristen dengan berbagai alirannya (lihat Pelajaran / Materi 32)
telah ada di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Di kalangan
pemeluk Katolik Roma terdapat tarekat-tarekat yang mengkhususkan diri
pada bidang-bidang peribadatan dan pelayanan tertentu (seperti Sarekat
Jesuit, Ordo Fransiskan, Ordo Carmelit, dll). Pada agama Kristen
Protestan terdapat lebih banyak lagi aliran, baik yang bersifat konservatif
maupun radikal (umpamanya: Pentakosta, Advent, Metodis, Mormon,
Saksi Yahova, Kharismatik, Bala Keselamatan). Di samping Katolik dan
Protestan, masih ada aliran Ortodoks Yunani (Barat) dan Ortodoks Syria
(Timur).

5. Taoisme dan Kung Fu-Tse.


Kedua agama ini berasal dari daratan Cina. Taoisme dan Kung Fu-
Tzeisme diakui keberadaannya sebagai salah satu agama resmi di
Indonesia, walaupun secara politis mereka digabungkan dan dimasukkan
ke dalam sekte agama Budha.

6. Agama-agama Campuran
Yang dimaksud dengan agama campuran adalah agama yang dipeluk
oleh suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat penggabungan
kepercayaan agama yang bermacam-macam (misalnya: agama Jawa-
Mandraisme di Kabupaten Kuningan - Jawa Barat, dll).

SIKAP GEREJATERHADAP AGAMA DAN KEPERCAYAAN


LAIN DI INDONESIA
(Suatu Pergumulan Menuju Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia) Selaku Gereja Protestan, GKSBS menganut prinsip "sola
scriptura" ( hanya berdasarkan Kitab Suci / Alkitab ). Posisi GEREJA
tetap bertumpu kepada Alkitab. Di satu pihak di dalam Alkitab tertulis:
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang
datang kepada bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yohanes 14 : 6), "Dan
keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab
di kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia
yang olehnya kita diselamatkan" (Kisah Para Rasul 4 : 12).

Akan tetapi di lain pihak juga ada tertulis: "Memang mengasihi Dia
dengan segenap hati dan segenap pengertian dan dengan segenap
kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah
jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban
sembelihan" (Markus 12 : 33).

Jadi, di satu pihak gereja terpanggil agar tetap berpegang teguh pada hal-
hal yang ia imani, namun di lain pihak gereja juga terpanggil agar
mengasihi sesama manusia -siapapun dia- dengan sungguh-sungguh.

Warga GKSBS hidup bersama dan di tengah-tengah masyarakat


Indonesia yang majemuk dalam hal agama dan keyakinannya. Karena itu,
hidup bersama dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia seperti itu,
maka warga GKSBS hendaknya berperilaku atas dasar pengakuan dan
pemahaman imannya.
ETIKA PERGAULAN

Pengertian Etika :
 Kata Etika berasal dari bahasa Yunani "ethos " artinya kebiasaan,
adat. Kata ethos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau
kecendrungan hati dengan mana seseorang melakukan perbuatan.
 Dalam bahasa Latin istilah ethos dan ethikos itu disebutkan
dengan kata mos dan moralitas. Oleh sebab itu kata "etika"sering
dikaitkan dengan kata "moral ".
 Dalam bahasa Indonesia kata etika berarti kesusilaan, berasal dari
kata sila (bahasa Sansekerta) artinya :
1. Norma (kaidah), peraturan hidup, perintah.
2. Keadaan batin terhadap peraturan hidup (sikap, siasat
batin, perilaku, sopan santun).

Kesusilaan ini mau menerangkan dan menunjukkan bahwa arti kata "su"
itu baik, bagus. Jadi kesusilaan itu berkaitan dengan yang baik, bagus.
Secara teologis etika bergerak pada lapangan kesusilaan, artinya
kesusilaan bertalian dengan norma-norma yang seharusnya berlaku,
dengan ketaatan batiniah pada norma-norma itu.

Etika termasuk golongan ilmu normatif. Ia menunjukan masalah tentang


apa yang baik. Dari pengamatan sekilas terhadap hidup, kita mengenal
bahwa tidak ada hal yang pasti dalam hidup ini, kecuali senantiasa
berubah. Perubahan itu ada yang terlihat jelas, ada juga yang sulit
diamati. Perubahan-perubahan itu ditimbulkan oleh berbagai faktor
antara lain :

Faktor Internal
 Perasaan ingin tahu untuk coba-coba
 Rasa solidaritas dan spontanitas yang tinggi

Faktor Eksternal
 Lingkungan yang kadang-kadang tidak bersahabat
 Berpacaran dengan tidak mengetahui batasannya sehingga
terjadilah sex bebas
 Bergonta-ganti pacar supaya tidak jomblo (ket : single)
 Nge-dugem (ket: bergelimang dunia gemerlap di caf -
diskotik);
 nge-boat (ket: baca nge-bo-'t , meminum obat terlarang);
 nge-drop-in(ket: mampir ke tempat tertentu untuk tujuan tidak
baik ?)
 dan nge-seks (ket: melakukan hubungan seks bebas) dianggap
biasa-biasa saja
 Tampil beda dengan pakaian yang serba ketat sehingga membuat
lawan jenis terangsang
 Nge-bokep(ket: baca nge-bo-k p, nonton blue-film) sehingga
merangsang untuk melakukan apa yang ditonton.

Hal-hal tersebut seringkali dianggap sebagai kemajuan jaman karena


tidak mau dicap sebagai "anak mami". Dalam pergaulan seharusnya kita
mempunyai batasan-batasan etika pergaulan yang benar sebagai
pemuda/i Kristen.

Batasan-batasan yang harus diketahui ialah : Apa arti cinta, sex, pacaran
(LOVE, SEX and DATING = LSD)

Apa CINTA itu ?


Kata Cinta dalam bahasa Inggris Charity, kata Latin Caritas(diambil dari
kata Carus yang berarti Yang disenangi, yang bernilai) adalah padanan
kata Yunani "agape" Kasih Allah kepada manusia. (1 Korintus 13). Kasih
Kasih "agapao "dihubungkan dengan pilihan dan selalu bersifat positif.
Agape menghendaki, merencanakan dan melakukan segala sesuatu bagi
orang yang dikasihi demi / untuk kebahagiaan, kesuksesan orang yang
kita kasihi. Motivasi perbuatan agape adalah untuk kebaikan,
kebahagiaan orang lain (baca 1 Yohanes 4 : 7-21; 1 Korintus 13 : 1-7;
Yohanes 14 : 15, 21, 23; Matius 5 : 43; Markus 12 : 30, 31).

PHILIA
Philia (bahasaYunani) berbicara tentang rasa persahabatan
Philia dalam perjanjian baru (PB) adalah kasih persaudaraan.

Sifat - sifat Philia :


Philia mempunyai unsur perasaan, emosi kehangatan dan mengandung
kesetiakawanan.
Philia ada karena hubungan. Philia mungkin ada diantara saudara, teman,
guru - murid, suami - istri, majikan - pegawai.
Philia tidak begitu stabil. Hal ini terlihat daalm hubungan antara teman,
kadang hari ini sayang, besok benci (Roma 12 : 19; Ibrani 13 : 1, 1 Petrus
3 : 8-9; 1 Tesalonika 4 : 9).

EROS
Kata Cinta dalam Inggris Love berarti cinta, asmara (to fall in love =
jatuh cinta; to make love = bercinta- cintaan, merayu, mencumbu ; dalam
bahasa Yunani disebut "Stergo" kasih yang mengandung arti kemesraan
(Roma 12 : 10).

Eros selalu menggunakan kata - kata romantis yang membuat bulu kuduk
merinding bukan karena takut tapi cinta.

Eros - adalah sesuatu yang wajar pada manusia. ini merupakan


jawab yaitu dalam pernikahan (sesuai maksud Allah yang mulia). Jika
kita menggunakan Eros diluar pernikahan berarti perusakkan terhadap
pemberian / maksud Allah.

Sebelum seseorang mengikat janji maka bacalah terlebih dahulu Kidung


Agung 8 : 6.
Apa yang dimaksud dengan pacaran itu ?
Kata pacar dalam bahasa Inggris - "Dating " yang berarti perkenalan,
berkencan. Pacar = bunga; Berpacaran = menjadi pemelihara bunga.
Sebagai pemelihara kita harus : merawat, menjaga, menanti dengan sabar
bunga itu mengembang.

Tahap-tahap berpacaran :
1. Saling melihat / berkenalan
2. Saling tertarik
3. Saling pendekatan

Pedoman berpacaran :
1. Tempat yang tepat
2. Waktu yang tepat
3. Penguasaan diri yang tepat
4. Pengertian yang tepat tentang pacaran
5. Menghindari diri dari pacaran yang tidak tepat, Ingatlah selalu :
Cinta EROS kita terima dari Allah bukan dari kekasih itu
6. Berpacaran dengan orang yang tepat
7. Apakah dia orang yang takut akan Tuhan
8. Apakah dia orang yang mengasihiTuhan dan Firman- Nya

Apa yang dimaksud dengan seks itu ?


Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena
menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk
emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan
meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta". Apakah seks dan
seksualitas merupakan sesuatu yang sama ? Ternyata kebanyakan orang
memahami sekualitas sebatas istilah seks, padahal antara seks dengan
seksualitas merupakan hal yang berbeda. kata seks sering digunakan
dalam dua hal, yaitu:
1. Aktivitas seksual genital
2. Label gender (jenis kelamin).

Seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana


seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka
mengkomuniksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui
tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan,
senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak
tubuh, etika berpakaian.

Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan


perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan
kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain:
 Dimensi sosiokultural
 Agama dan etika
 Psikologis
 Biologis.

Dimensi Sosiokultural
Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam
relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan
tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran
dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Misalnya bagi bangsa
Timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di
Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etika. Jika
keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu maka
akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa
dan lain-lain. Sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari
pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan)
sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan
individu tentang perbuatannya.

Misalnya:
Seseorang meyakini kalau hubungan seks diluar nikah itu tidak
diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa
mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga. Michael et al (1994)
membagi sikap dan keyakinan individu tentang seksualitas menjadi 3
kategori:

1) Tradisional :
Keyakinan keagamaan selalu dijadikan pedoman bagi perilaku seksual
mereka. Dengan demikian homo seksual, aborsi, dan hubungan seks
pranikah dan di luar nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.

2) Relasional :
Berkeyakinan bahwa seks harus menjadi bagian dari hubungan saling
mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan pernikahan.

3) Rekreasional :
Menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada kaitannya dengan cinta.
Seks itu pada dasarnya sama dengan makan, minum, tidur dan berolah-
raga. Seks itu indah dan baik sebagai, anugerah Allah (Kejadian 1 : 31).
Hubungan Seks itu harus dilakukan dalam konteks perjanjian antara
Allah dan manusia yang bermuara pada perkawinan. (bandingkan Efesus
(covenant)Allah dan berarti merusak anugerah Allah.

Setiap orang selalu membutuhkan teman / sahabat atau dalam


pergaulannya. Pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi
tingkah laku seseorang. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar
pribadi yang tidak dapat dihindari. Seringkali dalam pergaulan kita
menemui kesulitan yang menimbulkan persoalan pribadi, sehingga dapat
menggoncangkan jiwa dan menghambat / merugikan perkembangan
pribadi yang bersangkutan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pergaulan :


1. Pengenalan individu
2. Pengertian terhadap individu
3. Setiap individu mempunyai kekurangan dan kelebihannya
4. Keterbukaan diri
5. Menghormati hak -hak individu
6. Setia
7. Jujur

Ciri-ciri pergaulan yang baik:


 Tidak mementingkan diri sendiri tanpa syarat di dalamnya
 Bersifat teguh
 Bersedia berkorban
 Bersifat berguna / berfaedah

Melalui pergaulan kita memiliki sahabat. Persahabatan harus membuat


hidup saudara lebih maju dan bergairah dalam menjalani hidup ini.
Sebagai orang percaya yang masih terus melanjutkan perjalanan ini
menatap masa depan yang gilang gemilang, kita dituntut untuk taat dan
setia dengan :
 Sikap selektif (tahu memilih)
Sehingga kita tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif misalnya :
 Nge-dugem
 Nge-drop-in
 Nge-boat
 Nge-seks

Jika kita melakukan hal-hal tersebut, maka kita akan menjadi batu
sandungan bagi keluarga, gereja dan masyarakat.

Ingatlah selalu : 1 Timotius 4 : 12


"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah, karena engkau muda,
jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam
tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam
kesucianmu".
ETOS KERJA

PENGANTAR
Mengapa kita perlu membahas EtosKerja ? Karena bekerja merupakan
suatu panggilan dalam kehidupan manusia sehingga ia harus bekerja
efektif dan berkualitas.

Suatu fenomena yang hakiki di dalam diri kita adalah bahwa kita
diciptakan Allah dengan tugas utama untuk mengusahakan dan
memelihara kehidupan kita dalam lingkungan alam semesta ini yang
diciptakan Allah bagi kita. Oleh karena itu kita diperlengkapi dengan
nalar dan pengetahuan untuk dapat memahami apa tujuan hidup kita
dalam bekerja di dunia ini. Melalui nalar dan pengetahuan kita akan
merasakan nilai-nilai dalam diri kita dan oleh nilai-nilai yang ada di
dalam diri kita itu, kita mencari dan menemukan kiat-kiat untuk
mengubah dan memperbaharui sifat-sifat karakter kita atau pun sifat-sifat
kepribadian kita yang tidak baik menjadi mengikuti kehendak TUHAN.

Nilai-nilai yang baik di dalam diri kita ini akan menghantar kita untuk
bekerja dan berbisnis dengan ketulusan, kejujuran, dan profesional untuk
memperoleh keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupan kita, yaitu
yang dikenal dengan istilah Etos Kerja.

Dasar pembentukan ETOS KERJA.


Semangat Etos Kerja menjadi pola kerja orang-orang Protestan di Eropa
dan Amerika Serikat dan Kanada sejak mereka percaya kepada TUHAN
Yesus Kristus dan kepada pengajaran-Nya dari Injil Keselamatan.

Injil Keselamatan TUHAN Yesus memberikan kepada orang-orang


Kristen inspirasi untuk hidup mengikuti ajaran Injil ini.

Mereka menjadikan ajaran Injil ini dasar kehidupan mereka dalam


bekerja di instansi-instansi pemerintah, industri, pertanian dan
Injil Keselamatan Kristus ini telah mengubah karakter setiap orang
Kristen untuk memahami dan memberlakukan kehidupan bermasyarakat
yang terbuka (transparan) dan jujur dan tulus dan profesional dalam
berbisnis seorang dengan yang lain untuk saling berbuahkan kesuksesan
yang dapat dinikmati oleh semua orang.

Semangat Etos Kerja ini telah menjadi dasar pembentukan karakter


bangsa Eropa dan Amerika Serikat dan Kanada dan melalui kerjasama
antar bangsa- bangsa, nilai-nilai etos kerja dalam bekerja dan berbisnis
diajarkan mereka kepada bangsa-bangsa ini.

Apabila secara konsisten bangsa-bangsa ini memberlakukan dan


melakukan semangat Etos Kerja ini dalam kehidupan mereka
berbisnis,maka keberhasilan dan kesuksesan untuk melepaskan
kehidupan bermasyarakat dari kemiskinan dapat mereka peroleh, seperti
yang kita amati dari perkembangan ekonomi dan sosial bangsa Jepang,
bangsa negara-negara Commonwealth dan belakangan ini bangsa Cina.

Semangat Etos Kerja ini telah mengubah peta kemiskinan kehidupan


masyarakat di dunia ini, dimana di wilayah-wilayah Eropa, Amerika
Serikat dan Kanada menjadi masyarakat yang berhasil mencapai tingkat
kehidupan masyarakat secara merata dalam keamanan dan kesejahtera
ekonomi dan sosial yang tinggi dibandingkan dengan perkembangan
kesejahteraan kehidupan masyarakat dari bangsa-bangsa lainnya, seperti
di Asia dan Afrika dan negara-negara Amerika Latin.

Nilai-nilai yang baik dalam Etos Kerja ini di peroleh dari kebenaran
nilai-nilai rohani yang tertulis dalam Alkitab jika dengan taat kita
melakukannya dalam kita berkarya:
1. Bekerja adalah anugerah dari TUHAN. Kejadian 2: 15 "TUHAN
Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman
Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
2. Bekerja adalah perintah Allah Kejadian 3 : 17 "Lalu firmanNya
kepada manusia itu : "Karena engkau mendengarkan perkataan
karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari
rezeki dari tanah seumur hidupmu".
3. Bekerja adalah panggilan Allah. 2 Tesalonika 1 : 11 " Karena itu
kami senantiasa juga berdoa untuk kamu, supaya Allah kita
menganggap kamu layak bagi panggilan-Nya dan dengan
kekuatanNya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik
dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu".
4. Bekerja adalah ibadah kepada Allah. Kejadian 23 : 25 " Tetapi
kamu harus beribadah kepada TUHAN, Allah-mu; maka Ia akan
memberkati roti makananmu dan air minummu dan Aku akan
menjauhkan penyakit dari tengah tengahmu".
5. Bekerja adalah mengaktualisasikan semangat dan disiplin diri.
Yohanes 5 : 17 "Tetapi Ia berkata kepada mereka : Bapaku
bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga".
6. Bekerja adalah mengembangkan kreativitas. Filipi 1 : 22 a "
Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja
memberi buah.
7. Bekerja adalah mengaktualisasikan ketaatan, ketekunan dan
kehormatan. 1 Korintus 16 : 16 : " Karena itu taatilah orang-orang
yang demikian dan setiap orang yang turut bekerja dan berjerih
payah".
8. Bekerja adalah pelayanan dengan kerendahan hati dan penuh
kasih. Kisah Para Rasul 20: 35 " Dalam segala sesuatu telah
kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian
kita harus membantu orang orang yang lemah dan harus
mengingat perkataan TUHAN Yesus, sebab Ia sendiri telah
mengatakan : Adalah lebih berbahagia memberi daripada
menerima".

Tantangan mewujudkan Etos Kerja


Nilai-nilai kerja yang baik dari Etos Kerja ini akan selalu diperhadapkan
dengan nilai-nilai kerja yang tidak baik yang berkembang dalam
lingkungan kita di mana pun kita bekerja dan bergaul.
hawa nafsu keinginan hati yang serakah, sehingga dalam lingkungan
kerja berkembang kecenderungan yang tidak baik seperti Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN).

Istilah-istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tidak asing bagi


kita yang sering kita baca dari media cetak maupun dari media elektronik
ataupun dalam percakapan kita sehari-hari tentang seorang pejabat,
seorang direktur, seorang menteri divonis menjadi terdakwa dalam
sebuah kasus proyek yang berindikasi KKN.

Istilah Korupsi adalah tindakan pidana kriminal seseorang yang memiliki


kesempatan untuk memperkaya kerjanya mengikuti dirinya dengan
manipulasi hasil keinginan hatinya. Seseorang yang melakukan tindakan
pidana korupsi lazimnya berwewenang membuat keputusan-keputusan
untuk melaksanakan suatu proyek dengan kesempatan memperkaya
dirinya dengan perbuatan yang tidak baik, yaitu : me "mark-up", nilai
proyek tersebut.

Tindakan pidana korupsi itu terjadi karena ada niat yang mendorong
seseorang untuk melakukan korupsi dan baginya tersedia kesempatan
atau peluang untuk melakukannya. Meskipun ada niat yang mendorong
tetapi tidak ada kesempatan atau sebaliknya bila tidak ada niat yang
mendorong tetapi ada kesempatan maka tidak akan terjadi tindak pidana
korupsi oleh pegawai di dalam perusahaan. Hati nurani seseorang yang
dirasuki oleh niat untuk melakukan tindakan pidana korupsi disebabkan
oleh :

1. Keserakahan.
Efesus 4 : 19 "Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka
menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah
segala macam kecemaran".
2. Kesempatan atau peluang yang tersedia.
Roma 7 : 8 "Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk
membangkitkan didalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum
seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan jumlah
gaji yang diterimanya,maka sebagai protes ia akan bertindak bermalas-
malasan dan ia akan mencuri jam kerja untuk kerja sambilan.

Dampak dari tindakan pidana korupsi di semua negara akan


mengakibatkan terpuruknya kehidupan ekonomi sosial masyarakat,
turunnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya jumlah penduduk
miskin di negara tersebut, seperti yang terjadi di Somalia.

Bekerja di perusahaan, instansi pemerintahan maupun swasta kita akan


ditantang untuk bekerja dengan nilai-nilai yang baik, yaitu Etos Kerja
atau kita cenderung untuk bekerja dengan nilai-nilai yang tidak baik yaitu
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Oleh karena itu untuk memelihara nilai-nilai yang baik di dalam diri kita
melalui Etos Kerja kita, maka kita harus merenungkan dan menghayati
serta melakukannya dengan baik (Yakobus 4 : 17).

Nasihat Rasul Paulus dalam Roma 12 : 2 demikian "Janganlah kamu


menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah;
apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna ".

Metode pengajaran :
 Class room dengan cara membaca bergilir oleh para katekisan.
 Naskah pelajaran katekisasi ini diselingi dengan tanya jawab dan
penjelasan.
Pengantar
Perkawinan menjadi penting karena mengubah perjalanan dan status
hidup seseorang. Pelaksanaan perkawinan di Indonesia biasanya
melibatkan banyak pihak, seperti : para calon, keluarga, gereja,
masyarakat dan negara. Status keluarga yang diperoleh pasangan nikah
mengikat diri mereka kepada norma-norma yang berlaku dalam gereja
dan masyarakat

Perkawinan kristen bersifat monogami, tidak terceraikan, dan


menempatkan prinsip kesetaraan bagi suami-isteri yang didasarkan pada
kasih Kristus. Untuk mencapai kebahagiaan sebagai keluarga Allah,
maka kebahagiaan itu harus dihadirkan, dipelihara, sehingga menjadi
kebiasaan. Hal tersebut tentu perlu disertai dengan kedewasaan iman
dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan dalam kenyataan hidup
yang terus berubah. Keluarga yang ideal adalah keluarga Allah, dimana
hubungan antara sesama anggota keluarga berada dalam hubungan kasih
dan kesetiaan, sebagaimana Kristus mengasihi umat-Nya. Keberadaan itu
diharapkan dapat dihayati dan diberlakukan untuk menjadi berkat bagi
gereja dan masyarakat.

Pengertian :
Nilai : perasaan tentang apa yang dianggap penting atau tidak penting
yang mempengaruhi perilaku orang yang memiliki nilai itu.
Norma: petunjuk-petunjuk hidup yang berisi kewajiban atau larangan
yang mengikat perilaku dari suatu kelompok masyarakat atau gereja.

Uraian Materi Pelajaran


1. Perkawinan pada umumnya
perkawinan. Dalam pelaksanaan perkawinan itu, tak jarang disertai juga
dengan kebiasaan-kebiasaan atau adat setempat sejauh tidak bertentangan
dengan perkawinan pada umumnya. Apa yang menjadi syarat-syarat
administratif perkawinan berdasarkan Undang-undang Perkawinan tahun
1974 berlaku juga bagi gereja. Perkawinan merupakan hal penting dalam
perjalananan hidup seseorang. Dengan perkawinan status seseorang
berubah dalam masyarakat dan gereja. Status perkawinan itu
membolehkan suami-isteri hidup bersama menjalani kehidupan seksual
dan memperoleh anak dari hubungan mereka selaku suami-isteri.
Sehubungan dengan perubahan status perkawinan seseorang, maka hal
itu harus diketahui oleh masyarakat umum.

(Sesudah butir 1 ini, para peserta membaca referensi Alkitab yang


tersebut diatas, kemudian minta tanggapan terhadap mereka beberapa hal
mengenai ; beberapa versi cerita tentang penciptaan manusia ; laki-laki
dan perempuan. Ajukan pertanyaan mengenai adakah petunjuk
monogami dan polygami dalam Alkitab? Apakah kata kitab suci
mengenai perkawinan dan perceraian? Berikan beberapa penjelasan bila
perlu, kemudian masuk pada butir 2)

2. Apa yang dimaksud dengan perkawinan Kristen ?


Pada umumnya gereja (Protestan) memandang, bahwa perkawinan
merupakan urusan masyarakat, artinya masyarakatlah yang memberi
status perkawinan bagi sepasang laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini
Petugas Pencatat Sipil yang melegalkan status suami-isteri itu dalam
bentuk sebuah akte perkawinan. Namun bagi gereja, perkawinan yang
dilakukan berdasarkan Undang-undang itu masih merupakan perkawinan
duniawi. Perkawinan perlu lebih diperdalam dari sisi rohaninya.
Perkawinan Kristiani merupakan ikatan janji suami-isteri untuk
membangun kehidupan keluarga yang berdasarkan kasih Allah di dalam
Nya (Efesus 5 : 22-33). Untuk pelaksanaan perkawinan Kristiani
tersebut, lembaga gereja mengatur secara tersendiri. Sesuai tugas dan
aturan yang berlaku, gereja wajib menerima permohonan calon (suami-
isteri) yang akan menikah. Dengan permohonan calon (suami-isteri)
tersebut, gereja mendapat tugas dari Allah untuk meneguhkan dan
memberkati calon (suami-isteri) itu menjadi suami-isteri dari sebuah
keluarga Kristen yang baru dan mandiri.

3. Tujuan Perkawinan Kristen


Pada dasarnya perkawinan bertujuan untuk mencapai kehidupan bersama
suami-isteri bahagia yang mencerminkan kasih Kristus yang abadi.
Dalam Kitab Suci disabdakan,"... laki-laki dan perempuan diciptakan-
Nya mereka", (Kejadian 1 : 27). Tuhan memperkenankan mereka hidup
dalam kebersamaan untuk memperoleh keturunan (beranak-cucu) dan
mengelola alam ini, supaya hidup ini terjaga dan berlanjut dan Allah
menghendaki supaya semua ciptaan-Nya memuji Tuhan, (Mazmur 148).
Untuk melangsungkan pemeliharaan kehidupan ini, Tuhan
mengaruniakan keluarga sebagai wadahnya, (bandingkan Kejadian 2:24).
Keluarga itu dapat dibentuk melalui ikatan suami-isteri dalam
perkawinan. Perkawinan itu merupakan ikatan janji suami-isteri untuk
mencapai kebahagiaan bersama dalam keluarga yang mencerminkan
kasih Kristus.

4. Sifat Perkawinan Kristen


 Pertama, bersifat monogami, artinya seorang suami hanya
memiliki satu isteri. Demikian juga tentunya, seorang isteri hanya
memiliki satu suami.
 Kedua, tak terceraikan. Artinya hidup perkawinan itu menuntut
kesatuan, kebersamaan dan kesetiaan satu sama lain antar
pasangan. Karena itu gereja menolak perceraian.
Namun harus diakui setiap orang bisa berbeda dalam kepribadian
dan kemampuan karunianya. Laki-laki dan perempuan
mempunyai keunikannya masing-masing.

Sebagaimana pada butir 3 diatas, dasar hubungan suami-isteri adalah


kasih Allah didalam Kristus. Yang dimaksudkan dengan kasih Allah ini
tidak bisa disamakan dengan kasih yang ada pada manusia. Pada
dasarnya kasih ini adalah kasih yang menyelamatkan dan menghidupkan.
Kasih yang diungkapkan dalam bentuk kecerdasan hati, jiwa, akal-budi
dan kekuatan fisik kita (banding Markus 12:30). Kualitas kasih Allah ini
dinyatakan juga dalam 1 Korintus 13. Kesatuan yang dimaksud bukan
hanya dalam arti fisik, tetapi juga kesatuan mendalam yang meliputi
seluruh potensi diri mereka secara utuh selaku suami-isteri. Kesatuan
pasangan suami-isteri yang didasarkan pada kasih Allah menempatkan
mereka untuk saling menghargai dan melengkapi.

Karena itu sejak awal perkawinan, pasangan hidup nikah dituntut


mengambil keputusan berdasarkan nurani dan imannya untuk memasuki
perkawinan. Keputusan untuk hidup tidak menikah atau menjadi single
parrent dapat juga diambil setelah seseorang mempertimbangkan akan
kemampuan-kemampuan dan keterbatasan seseorang yang digumulinya
bersama Tuhan.

Kehidupan dalam kasih ditengah kenyataan masyarakat yang terus


menerus berubah senantiasa menghadapi tantangannya. Nilai-nilai dan
norma dalam masyarakat berpengaruh secara timbal balik dengan nilai-
nilai dan norma-norma yang kita pegang. Salah satu tantangannya
ditandai dengan ketidak-adilan dalam pembagian kerja dalam rumah
tangga ; baik karena pengaruh budaya tradisional ataupun karena budaya
modern. Atau beberapa bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sebagaimana perkawinan Kristiani didasarkan pada kasih Allah, maka
dalam perkawinan Kristiani pengampunan harus senantiasa terbuka
dengan suatu kesadaran bersama untuk bertumbuh semakin dewasa.
Disinilah betapa pentingnya kasih itu diiringi dengan komitmen. Kasih
Allah yang abadi itu dan cinta manusiawi yang terbatas itu harus sama-
sama ada dalam kehidupan perkawinan. Menurut psikolog Sternberg
yang dikutip oleh Les Parrot III, dan Leslie Parrot (2001; halaman 34 )
"cinta bagaikan sebuah segitiga, memiliki 3 sisi, yakni ; Gairah (passion),
keintiman (intimacy) dan komitmen (commitment)". 3 Hal tersebut harus
berada secara seimbang satu dengan yang lain. Kehidupan dalam kasih
Allah jangan disalah-artikan, seolah-olah segala sesuatu akan berjalan
mulus. Dalam rumah tangga dapat saja terjadi perdebatan dan konflik.
Akan tetapi bila itu terlalu sering terjadi, salah satu faktornya adalah soal
komunikasi atau sikap penerimaan satu sama lain. Yang harus dihindari
ialah agar konflik tidak merusak hubungan keluarga. Dan agar supaya
perdebatan tidak menjurus kepada kekerasan kata dan kekerasan fisik.
Peran pasangan suami-isteri dalam menghadirkan gambaran segitiga
cinta itu yang didasari kasih Allah sangat penting. Kebahagiaan harus
dipelihara dan ditumbuhkan terus menerus.

Perkawinan merupakan karunia Tuhan untuk membangun keluarga yang


dikehendaki Allah. Pencapaian kebahagiaan selaku suami-isteri bukan
saja untuk sekedar melanjutkan generasi atau memperoleh keturunan
tetapi juga untuk berbagi hidup dengan menumbuhkan terus nilai-nilai
iman dalam keluarga, supaya tetap menghasilkan buah-buahnya
ditengah-tengah masyarakat dan kehidupan sekitar kita ; manusia dan
lingkungan alamnya.
5. Percakapan untuk diskusi
1. Adakah bentuk-bentuk perkawinan dalam gereja yang tidak
sesuai dengan norma-norma gereja ?
keputusan untuk menikah atau tidak menikah (dengan calon
pasangan kita) ?
3. Bagaimanakah cara mempertahankan kesetiaan kita kepada
pasangan kita ?
ANAK SEBAGAI ANUGERAH ALLAH
Materi Katekisasi
Kamis, 31 Oktober 2013
1. Pendahuluan.
Perkawinan merupakan peristiwa penting yang didalamnya seorang laki-
laki dan perempuan menyepakati keberadaan mereka bersama sebagai
persekutuan suami-istri. Persekutuan ini diikat oleh janji nikah yang
merupakan landasan bersama untuk menjalani kehidupan sebagai
keluarga. Dalam konteks demikian maka perkawinan merupakan titik
awal terbentuknya lembaga keluarga yang dibangun berdasarkan iman
kepada Yesus Kristus.
Ketika perkawinan terjadi maka persekutuan ini mengembangkan
kehidupan spiritual mereka bersama melalui relasi yang bersifat
permanent, intim dan dilandasi perjanjian.

13
Alkitab menjelaskan bahwa sejak semula Tuhan Allah telah
menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Ia menciptakan
manusia itu : laki-laki dan perempuan dalam satu kesatuan utuh
(Kejadian 1 : 26 - 27). Keutuhan gambar dan rupa Allah itu harus
nampak dalam kebersamaan yang sejajar dan sederajat. Tidak satupun
diantara keduanya memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada yang
lain.

Dalam pemahaman yang demikian maka keberadaan persekutuan suami-


istri tidak hanya dilihat sebagai aspek sosial karena manusia adalah
makhluk sosial tetapi merupakan peristiwa iman. Sebagai peristiwa iman
relasi antara suami - istri memiliki makna seperti relasi antara Yesus dan
jemaat ( Efesus 5 : 22 - 33 ). Sebagai peristiwa iman maka persekutuan
antara suami - istri memiliki peran mendasar dalam kehidupan bergereja.
Karenanya dapat dikemukakan bahwa basis kehidupan bergereja yang
melainkan kolektif yang merujuk kepada kesatuan suami-istri sebagai
bagian di dalamnya.

Secara mendasar hal ini dikemukakan oleh para reformator bahwa


perkawinan dilandasi dengan perjanjian yang kudus dengan tujuan untuk
mewujudkan kekudusan itu dalam relasi yang menguntungkan kedua
belah pihak. 14 Dalam pandangan yang demikian dapat dikatakan bahwa
keberadaan perkawinan merupakan peristiwa yang kudus dan mengarah
kepada upaya mewujudkan kekudusan itu dalam panggilan dan
pengutusan sebagai suami-istri.

Disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan juga diperhadapkan


dengan situasi yang sulit. Hal ini dapat saja terjadi ketika harapan-
harapan yang berkembang diawal perkawinan tidak terwujud dalam
kenyataan. Kebutuhan akan perhatian menjadi paradoks di tengah-tengah
masyarakat yang semakin invidual. Juga kepedulian menjadi langka di
tengah-tengah egoisme yang mencuat. Kalau secara mendasar ini terjadi
akibat dari perubahan cara pandang maka perkawinan dewasa ini tidak
lagi menjadi suatu kebahagiaan karena kemenangan atas tantangan dan
pergumulan tetapi kebahagiaan yang tidak memiliki fondasi kokoh.
Narasi tentang membangun rumah diatas pasir atau batu menjadi
gambaran yang aktual tentang perlunya fondasi yang kokoh dalam relasi
suami-istri.

Bertolak dari gambaran diatas perlu dikemukakan bahwa persoalan-


persoalan yang digumuli oleh gereja dalam panggilan dan pengutusannya
senantiasa bersentuhan dengan kebutuhan aktual dalam keluarga.
Maksudnya ialah fungsi dan peran gereja yang senantiasa mengarah
kepada pembangunan jemaat agar dapat memberitakan kabar sukacita
yang secara tetap memiliki basis pada keluarga. Pernyataan Dietrich
tindakan pendampingan dan konseling pastoral yang dilakukan oleh
gereja.
15
Sehingga ketrampilan atau kemampuan untuk membangun persekutuan
yang berkualitas sebagai suami - istri Kristen tetap menjadi sebuah
proses yang berlangsung terus menerus.

A. Hidup rukun bukan pilihan tetapi gaya hidup !


Sebagai suami istri dihayati bahwa persekutuan tersebut senantiasa
berlangsung secara dinamis. Hal ini bertolak dari pribadi - pribadi yang
berbeda namun mengambil tindakan untuk bersatu sebagai suami istri.
Inilah yang disebut sebagai perjanjian kekal sebab ditempatkan dalam
relasi yang berlangsung secara intens. Disinilah godaan untuk timbulnya
konflik perlu menjadi perhatian sebab konflik yang bersifat destruktif (
merusak ) dapat mengancam kerukunan suami - istri. Rahner menyatakan
bahwa pengajaran utama ( core of teaching ) dari Yesus adalah soal relasi
yang hidup.

16
Kerukunan suami-istri sangat dipengaruhi oleh keadaan dewasa ini
dimana : anonimitas ( tidak dikenal ) dan mobilitas (aktivitas) merupakan
gaya hidup saat ini. Karena itu kehadiran suami-istri perlu dihayati
sebagai suatu gaya hidup yang dikehendaki oleh Tuhan ( bandingkan
Yohanes 2 : 1 dan 11 ).

Dalam dunia kapital dewasa ini sebagaimana dikemukakan oleh sosiolog


Glenn Loury merupakan dunia yang dibangun dalam relasi / koneksi
sehingga setiap bentuk kapital dapat memproduksi kapital yang lain. 17
Uang adalah kapital, intelektual adalah kapital. Dalam kontkes keluarga
dapat disebut sebagai keluarga kapital yakni keluarga yang memiliki
energi untuk memproduksi damai sejahtera. Dalam pemahaman bahwa
yang dapat menjadi energi bagi setiap keluarga (Kisah Para Rasul 1 :
8).Dengan pemahaman yang demikian nampak bahwa relasi yang
terbangun senantiasa mengacu kepada masa depan dalam ketaatan yang
ikhlas. Pelajaran untuk menjadi suami-istri yang baik belum selesai
sampai pada waktu yang Tuhan sendiri tentukan.

B. Anak sebagai anugerah.


Anak tidak hanya dipahami sebagai peristiwa berlangsungnya sebuah
generasi tetapi perlu dilihat juga sebagai bagian dari pemeliharaan Allah.
Dalam konteks ini orang tua berkewajiban untuk mendampingi dan
melindungi sebagaimana Allah mendampingi dan melindungi manusia.
Melalui tindakan itulah terjadi sebuah proses pendewasaan yang
melengkapi seorang anak, sehingga ia bergerak dari ketergantungan total
( total dependence ) kepada kemandirian yang dewasa ( mature
independence ). 18 Seorang anak hadir sebagai bagian dari karya Allah
dan merupakan anugerah yang harus diterima dengan penuh tanggung
jawab dari orang tua. Pada masa kini keteladanan orang tua merupakan
kebutuhan mutlak, ditengah-tengah arus kesibukan orang tua. Amanat
nikah Kristen sebagai bagian dari formula ibadah pemberkatan nikah
senantiasa menjadi 'koridor` dimana setiap orang tua menjaga dan
mendampingi anak mereka.

C. Ekonomi keluarga.

Peserta katekisasi diminta untuk membaca Matius 4 : 4, bahwa manusia


hidup tidak hanya dari roti saja tetapi juga dari setiap firman TUHAN,
serta mendiskusikannya dalam perspektif mereka sebagai katekisan.
Pemahaman tentang ekonomi keluarga Kristen perlu dijernihkan dari
berbagai intervensi pemikiran yang mereduksi nilai-nilai Kristiani.
Dewasa ini persoalan yang dihadapi adalah :
perspektif materi. Kemanusiaan manusia berada pada titik yang
tidak lagi berkualitas.
 Individualisme sebagai suatu gaya hidup yang dapat menghadang
nilai-nilai Kristiani
Uang dan kekayaan bukanlah tujuan utama dari kehidupan suami-isteri.
Sekalipun demikian uang merupakan kebutuhan yang mendukung proses
kehidupan berumah tangga. Alkitab memberi beberapa catatan penting
tentang kekayaan, termasuk uang.

Pertama, memang Yesus Kristus berbicara tentang kekayaan, tetapi


semua ucapan - Nya sengat berhubungan dengan anugerah Allah. Justeru
Yesus Kristus mengingatkan manusia tentang fungsi dan peran uang (
kekayaan ), supaya manusia tidak terjebak pada kesengsaraan.
Bacalah ayat ayat ini :
a) Matius 6 : 1 - 4, 9, 34
b) Matius 13 : 44 - 46; 18 : 23 - 35; 20 : 1 - 6; 25 : 31 - 46;
c) Markus 4 : 18 - 19; 12 : 1 - 2;
d) Lukas 7 : 41 - 43; 10 : 29 - 37; 11 : 5 - 7, dll.
Kedua, kekayaan ( termasuk uang ) membuat manusia tergiur dan tidak
melakukan kehendak Allah. Bacalah Alkitab tentang sifat Bileam yang
tamak akan kekayaan !
a) Bilangan 22 : 1-34
b) Ulangan 23 : 4-5
c) Yosua 4 : 9-10
d) Nehemia 13 : 2
e) 2 Petrus 2 : 15-16
f) Yudas 1 : 11
g) Wahyu 2 : 14
Gehasi, pembantu Nabi Elisa, yang tamak. (2 Raja-raja 5 : 20 - 27), juga
Ananias dan Safira (Kisah Para Rasul 5). Paulus mengatakan, bahwa akar
Ketiga, hubungan suami isteri dapat terjatuh ke dalam dosa, karena
percecokan masalah kekayaan (termasuk uang). Karena itu, untuk
memahami kekayaan (termasuk uang), suami-isteri perlu memperhatikan
beberapa hal, yaitu :
 Uang bukan sumber hidup. Akan tetapi Allah sajalah yang
memberikan segala sesuatu, jika kita percaya dan melakukan
kehendak - Nya ( Yeremia 17 : 7 - 8 ).
 Uang ( kekayaan ) tidak menentukan kebahagiaan ( Lukas 2 : 15
).
 Masa depan tidak tergantung pada kekayaan, termasuk uang (
Mazmur 46 :1 - 2 )
 Suami - isteri yang berhasil tidak diukur berdasarkan jumlah
kekayaan ( termasuk uang ) yang dimilikinya ( 1 Timotius 3 : 3 ).
 Kebahagiaan dan keberhasilan adalah milik Allah. Ia yang
menentukan nasib malang atau mujur ( Yesaya 45 : 7). Oleh
karena itu, hal penting adalah mencari Allah ( bandingkan Amsal
5 : 4 - 6; Matius 6 : 31 - 34 )
Keempat, GEREJAtidak mengajarkan warganya untuk tidak menghargai
kekayaan. Yang diajarkan adalah : bagaimana mengelola kekayaan (
termasuk uang ) sebagai berkat Allah. Tujuan Allah mengaruniakan
materi ( kekayaan dan uang ) adalah :
 Agar percaya, bahwa Allah sanggup memberikan segala yang
dibutuhkan umat-Nya ( Filipi 4 : 19 )
 Agar umat-Nya tidak kuatir terhadap kekurangan dan kemiskinan
( Matius 6 : 32 - 34 ; 7 :11 )
 Agar umat mengelola kekayaan dan uang secara bertanggung-
jawab ( Lukas 16 : 11 )
 Agar umat menggunakan kekayaan dan uang sebagai alat
pendukung pelayanan ( Roma 10 : 14 - 15a )
 Agar umat menolong sesamanya (2 Korintus 9 : 1 - 15 )

D. Seksualitas dalam Keluarga


laki dan perempuan. Ia berfungsi sebagai penerus keturunan ( Kejadian 1
: 28 ). Oleh karena itu, pemanfaatannya harus sesuai dengan pernyataan
Allah. Harus digunakan secara bertanggung jawab. Penyelewengan (
perselingkuhan atau free sex ) dan atau penyimpangan ( homoseksual
atau lesbianitas ) tidak dikehendaki Allah ( Imamat : 18 - 20 ).

Allah mengingatkan setiap orang yang telah menikah, agar mereka


menjauhkan dirinya dari perzinahan, perselingkungan dan juga
percabulan ( Keluaran 20 : 14; Ulangan. 5 : 15 ). Hal itu bukan saja
berlaku bagi pasangan suami - isteri, melainkan berlaku juga atas orang -
orang yang belum menikah, termasuk janda dan duda.

E. Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


Kekerasan dalam rumah tangga bertolak dari perilaku sesorang yang
dilakukan dalam kerangka menguasai orang lain. Kekerasan dalam
rumah tangga dapat berbentuk fisik, psikis dan ekonomi.
Persoalan ini seringkali tidak muncul kepermukaan sebab dianggap
sebagai sebuah 'aib`. Semua orang dapat menjadi korban kekerasan
dalam rumah tangga tetapi yang lebih sering mengalami adalah
perempuan dan anak-anak.
Allah tidak menghendaki terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
sebab ketika relasi suami-istri dibangun dalam kasih karunia Allah (
vertikal ) maka hubungan suami-istripun dipengaruhi oleh-Nya (
horisontal ).
Hubungan penuh cinta kasih merupakah perwujudan dari kasih Allah
yang ditempatkan dalam pemahaman perjanjian ( covenant ). Melalui
peristiwa kekerasan dalam rumah tangga, maka terjadilah penyelewengan
terhadap anugerah yang dipercayakan Allah kepada suami-istri. Disinilah
perlunya kematangan untuk dapat melihat kekerasan dalam rumah tangga
menghendaki adanya dominasi satu kepada yang lain dengan alasan
apapun.

F. Ibadah keluarga.

Beberapa catatan teologis yang perlu diperhatikan dalam kaitannya


dengan ibadah keluarga ialah:
1. Terjadinya perjumpaan dengan Allah ( Mazmur. 22 : 27 - 29,
Wahyu 15 : 4 )
2. Terjadinya hubungan dialogis antara Allah dan manusia (Yohanes
4 : 23 - 26)
3. Ungkapan syukur atas kebangkitan Yesus Kristus (Ibrani 10 : 19 -
25 ) dan karena itu Votum dalam ibadah adalah pernyataan bahwa
Allah bersedia menerima kita.

Dalam konteks keluarga hendak dinyatakan bahwa ibadah terjadi sebagai


kelanjutan dari ibadah minggu supaya pemikiran tentang karya Allah
tidak berhenti hanya pada waktu dan ruang tertentu tetapi mendapat
bagian dalam seluruh keberadaan keluarga.
Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi komunal dan bukan
komunikasi personal saja. Kehadiran Yesus Kristus dalam keluarga
merupakan peristiwa yang perlu dihayati terus menerus supaya hidup kita
lebih bermakna dan memiliki sifat militan ( berjuang ). Vita est brevis (
Agustinus ) - hidup itu singkat, maka ibadah keluargapun akan tiba di
titik akhir.
-------------------------------------------------------------------------

13
Everett L. Worthington, Jr, Marriage Counseling, Inter Varsity Press,
Illinois, 1989, halaman 46.
14
Flux, John Knox Press, Louisville, Kentucky, 1990, halaman 8
16
Brennan R. Hill, Christian Marriage and Family, Liturgical Press,
Collegeville,Minnesota, 1993, halaman 17
17
David Gushee, halaman 185.
18
Gary Chapman, The Family You,ve Always Wanted, Northfield
Publishing, Chicago, 2008, halaman 78.

Daftar Bacaan Buku.


1. Jansen H. Sinamo, 8 Etos Kerja dalam bisnis, PT Spirit Mahardika,
2005.
2. Drs R. Dyatmiko Soemodihardjo,SH. M.Hum, Mencegah dan
memberantas Korupsi Mencermati Dinamikanya di Indonesia, Prestasi
Pustaka Publisher, tahun 2008.
3. Boesono Soedarso, Latar belakang sejarah dan kultural korupsi di
Indonesia. Penerbit Universitas Indonesia Tahun 2009.-

Anda mungkin juga menyukai