Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap

akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.

Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa

kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal

yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan

dimulai dalam glomelurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.

Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan

mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula

digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan

kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya

menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.


Indonesia pada tahun 2002, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah

sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),

kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang

(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia

antara 6-8 tahun (40,6%).

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi

1
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh

simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula

(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal

dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata ,

dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya

kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.

Gambar 1. Bagian-bagian nefron


Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus

proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang

oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah

dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang

berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas

membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai

pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai

2
podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM

= glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh

lumen kapiler.

Gambar 2. Penampang glomerulus normal


Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub

vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan

patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (”

crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,

fibroseluler atau fibrosa.


Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring

melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,

mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,

kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang

berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat

dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum

meningalkan ginjal berupa urin.


Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan

penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut

single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh

faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

3
Gambar 3. Filtrasi Glomerulus.
2.2 Definisi
Glumerulonefritis kerusakan fungsi glomerulus mengakibatkan penurunan

laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti hemokonsentrasi atau

penurunan tekanan darah arteri perifer , dan bendungan vena ginjal secara pasif

menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus.

( Kapita Seelekta)
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap

akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.

Glomerulonefritis kronis adalah proses inflamasi yang melibatkan reaksi anti-gen

antobodi sekunder terhadap infeksi di tempat lain pada tubuh; faktor pencetus paling

umum adalah streptokokus B hemolitik grup A (Tucker, Susan. et al. 2001).

Glomerulonefritis kronis mungkin mempunyai awitan glomerulonefritis akut

atau mungkin menunjukan reaksi antigen – antibodi tipe yang lebih ringan dan tidak

terdeteksi. Setelah reaksi ini berulang ukuran ginjal berkurang sedikitnya seperlima

4
dari ukuran normalnya dan mengandung jaringan fibrosa dalam jumlah banyak.

Dengan berkembangnya glomerulonefritis kronis, gejala-gejala dan tanda-tanda

berikut serta insufiensi ginjal dan gagal ginjal kronis terjadi. Akibatnya adalah

kerusakan hebat glomerulus yang menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).

(Davey, Patrick. 2005)

2.3 Etiologi

Penyebab dari Glomerulonefritis Kronis yaitu ( SmeltzerC, Suzanne. 2002) :

1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta

hemoliticus group A).


2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
Penyakit ini berkaitan dengan cidera glomerulus yang bermakna dan berulang.

Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan

menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh

atrofi tubulus.
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
Penyakit ini berkaitan dengan cidera glomerulus yang bermakna dan berulang.

Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan

menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh

atrofi tubulus.
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut
8. Pielonefritis
9. Obstruksi saluran kemih
10. Penyakit ginjal polikistik
11. Gangguan vaskuler
12. Lesi herediter
13. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
2.4 Klasifikasi

5
a. Stadium 1

Kerusakan ginjal (ditemukan protein dalam urin) dengan GFR normal

b. Stadium 2

Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang sedikit

c. Stadium 3

Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang moderat

d. Stadium 4

Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang parah

e. Stadium 5

Gagal ginjal terminal

2.5 PATOFOSIOLOGI

Pada Glomerulonefritis Akut terjadi perubahan structural pada bagian ginjal

yang meliputi proliferasi seluler, proliferasi leukosit, terjadi hialinisasi atau sklerosis,

serta terjadi penebalan membran basal glomerulus.Proliferasi selular menyebabkan

peningkatan jumlah sel di glomerulus karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel

sel. Proliferasi tersebut dapat bersifat endokapiler ( yaitu dalam batas-batas dari

kapiler glomerular) atau ekstrakapiler ( yaitu dalam ruang Bowman yang melibatkan

sel-sel epitel ). Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel pariental

mengarah pada pembentukkan tertentu dari glumerulonefritis progresif cepat.

Terjadinya proliferasi leukosit ditujukan dengan adanya neutrofil dan monosit

dalam lumen kapiler glumerolos dan sering menyertai proliferasi selular. Penebalan

membrane basal glomerulus muncul terjadi pada dinding kapiler baik disisi endotel

6
atau epitel membrane besar. Hialinisasi atau sklerosis pada glomerulonefritis

menunjukkan cedera irreversibel.

Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi agregat

molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks

ini terperangkap di glomerolus, suatu bagian penyaring ginjal dan mencetuskan

respon peradangan.

Sehingga terjadi reaksi peradangan di glomerulus yang menyebabkan

pengaktifan komplemen dan terjadi peningkatan aliran darah dan juga peningkatan

permeabilitas kapiler glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan

sel darah merah bocor melalui edema diruang intertisium Bowman. Hal ini

meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap

glomerulus daerah tersebut. Akhirnya , peningkatan tekanan cairan intertisium akan

melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut. Reaksi peradangan mengaktifkan

komplemen yang menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke glomerulus. Pada

peradangan terjadi pengaktifan factorfaktor koagulasi yang dapat menyebabkan

pengendapan fibrin , pembentukan jaringan parut dan hilangnya fungsi glomerulus.

Membrane glomerulus menebal dan dapat menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.

Glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi

Glomerulonefritis kronis. Setelah kejadian berulang infeksi penyebab

glomerulonefritis akut, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima ukuran

normal, dan terjadi atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan

yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa

korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan

7
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang - cabang arteri renal

menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk menjaga GFR dari nefron yang

tersisa sehingga menimbulkan kosekuensi kehilangan fungsional nefron. Perubahan

ini pada akhirnya akan menyebabkan kondisi glomerulosklerosis dan kehilangan

nefron lebih lanjut.

Pada penyakit ginjal dini ( tahap 1 – 3 ), penurunan substansial dalam GFR

dapat mengakibatkan henya sedikit peningkatan kadar serum kreatinin. Azotemia

( yaitu peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum ) terlihat ketika GFR menurun

hingga kurang dari 60-70 mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin,

beberapa kondisi lain juga memperberat kondisi klinik, meliputi :

1. Penurunan produksi eritropoietin sehingga mengakibatkan anemia,


2. Penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia,

hiperparatiroidisme, hiperfosfstemia, dan osteodistrofi ginjal,


3. Pengurangan ion hidrogen, kalium, garam, dan ekskresi air, mengakibatkan

kondisi asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan edema,


4. Disfungsi trombosit yang menyababkan peningkatan kecenderungan

terjadinya pendarahan.

Pada Glomerulonefritis kronik akumulasi produk ureum yang mempengaruhi

hampir semua sistem organ. Sehingga terjadi Uremia pada GFR sekitar 10 mL/menit

yang kemudian berlanjut pada keadaan gagal ginjal terminal. Respons perubahan

secara struktural dan fungsional memberikan berbagai masalah keperawatan pada

pasien yang mengalami glomerulus kronis.

2.6 Manifestasi Klinis

8
Gejalanya bervariasi. Beberapa pasien dengan penyakit yang berat tidak

menunjukan gejala selama beberapa waktu. GNK dicirikan dengan kerusakan (karena

menjadi sklerotik) gromeruli dan hilangnya fungsi ginjal secara perlahan. Glomeruli

mengalami pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, dan ada

inflamasi intertisial yang kronik dan ateriosklerosis. Gejala yang menyebabkan pasien

mencari bantuan adalah:

1. Sakit kepala, terutama waktu pagi


2. Dispnea waktu melakukan kegiatan
3. Pengelihatan kabur
4. Merasa tidak enak, cepat capek, dan lelah (Baradero, Mary. Dayrit, Mary.

2005)

Pada CGN lanjut maka ginjal tampak mengkerut, kadang beratnya hanya

tinggal 50 gram dan permukaannya berglanula. Ini terjadi akibat berkurangnya

jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Pada pemeriksaan mikroskop

tampak sebagian besar glomelurus telah mengalami perubahan. Mungkin terdapat

campuran antara perubahan membranosa dan proliferatif dan pembentukan epitel

berbentuk sabit. Akibatnya tubulus mengalami atrofi, fibrolisis intertisialis, dan

penebalan dinding arteria. (Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2002)

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik : (Tucker, Susan. et al. 2001)

1. Urinalisis
a. Proteinuria,
b. berat jenis meningkat,
c. ditemukan adanya sel sel darah merah dan sel darah putih
2. Pemeriksaan darah
a. Peningkatan BUN dan kreatinin
b. Penurunan aktivitas komplemen darah
c. Peningkatan kadar antistreptolisin

9
d. Leukositosis ringan
e. Peningkatan laju sedimen darah
f. Protein reaktif C (CRP)
g. Anemia ringan
3. Pemeriksaan ronsen dada
a. Edema paru
b. Cairan pleura
c. Pembesaran jantung (terlihat pada dekompensasi jantung)
4. Kultur tenggorok
5. Lakukan EKG jika hyperkalemia

Penatalaksanaan medis (Tucker, Susan. et al. 2001) :

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama

6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4

minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap

perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak

mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi

menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian

penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis

yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak

dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang

anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan

ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan

amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap

10
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3

dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)

dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan

suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada

anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada

penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,

sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan

oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian

sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.

Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.

Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.

Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan

peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral

tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari

dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,

bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila

prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka

pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

11
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-

akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali)

dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi

glomerulus (Repetto dkk, 1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

2.8 KOMPLIKASI

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia

akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal

akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau

aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini

terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.

Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-

kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan

edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,

pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja

disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh

12
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal

jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis

eritropoetik yang menurun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tucker. Susan, et al. 2001. Patient Care Standards : Diagnosis, and Outcome.

Jakarta ; ECG

2. Baughman. Diane, Hackley. JoAnn. Handbook for Brunner and Suddarth’s

Textbook of Medical Surgical Nursing. Jakarta ; EGC

3. Davey. Patrick. 2005. At Glance Medicine. Jakarta ; Erlangga

4. Price. Sylvia, Wilson. Lorraine. 2005. Patofisiologi : Konsep klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta ; EGC.

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2003 Glomerulonefritis kronis, 835-

839, Infomedika, Jakarta.

6. Enday Sukandar. 1997. Nefrologi Klinik. Edisi II. Bandung. ITB. hal. 145-162.

7. Wahab, A. Samik, Ed 15,Glomerulonefritis, Ilmu Kesehatan Nelson 1813-1814,

EGC, Jakarta.

13
14

Anda mungkin juga menyukai