Anda di halaman 1dari 9

No Judul : PENGARUH STIMULASI SENSORI TERHADAP NILAI GLASLOW COMA SCALE

PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RUANG NEUROSURGICAL CRITICAL CARE UNIT RSUP
DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
1. Desaign Penelitian Menggunakan metode Quasi Experimental Design dengan pendekatan
Pretest-Posttest Control Group Design
Sampel dan Tehnik Pasien cedera kepala dengan nilai GCS 3-13 yang dirawat di Ruang
Sampling Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling jenis
consecutive sampling.
Variabel Tabel 1. Distribusi Frekuensi Nilai GCS Pre Test dan Post Test antara Kelompok
Kontrol dan Kelompok Perlakuan yang mengalami cedera kepala di Ruang NCCU RSUP
dr. Hasan Sadikin Bandung. April–Juni 2012. (n=30)

Tabel 2. Perbedaan Rerata Nilai GCS Pre-Test dan Post-Test Kelompok Kontrol pada
Pasien yang Mengalami Cedera Kepala di Ruang NCCU RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung pada bulan. April – Juni 2012. (n=15)

Tabel 3. Perbedaan Rerata Nilai GCS Pre-Test Dan Post-Test Kelompok Perlakuan pada
Pasien yang Mengalami Cedera Kepala Di Ruang NCCU RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung pada bulan. April – Juni 2012. (n=15)

Tabel 4. Pengaruh Stimulasi Sensori Terhadap Nilai GCS pada Pasien Cedera Kepala di Ruang
NCCU RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan April – Juni 2012. (n=30)

Instrument -
Analisis Setelah observasi selama 3 hari tanpa diberikan stimulasi sensori pada pasien
dengan kelompok kontrol ditemukan data adanya peningkatan nilai GCS pada
pasien cedera kepala, namun terdapat juga penurunan nilai GCS dan ada
beberapa pasien yang tidak mengalami perubahan nilai GCS. Melihat dari
distribusi frekuensi responden dapat dilihat bahwa pasien yang tidak
mengalami perubahan dan pasien yang mengalami penurunan nilai GCS
hampir seluruhnya yaitu sebanyak 7 dari 10 responden adalah responden yang
berada dalam rentang GCS 3-8 yang dikategorikan menjadi cedera kepala
berat.
Hasil bahwa Stimulasi sensori dapat mempengaruhi nilai GCS pada pasien cedera
kepala di ruang Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) RSUP dr. Hasan
Sadikin Bandung. Manajer pelayanan keperawatan diharapkan dapat
mensosialisasikan stimulasi sensori sebagai salah satu terapi komplementer
dalam meningkatkan nilai GCS pada pasien cedera kepala di ruang NCCU
RSUP. dr. Hasan Sadikin Bandung, yang akan berpengaruh pada kepuasan
pasien dan keluarga, kemungkinan besar dapat menurunkan ALOS dan
pencapaian cost yang efektif dan menjadi pertimbangan dalam membuat suatu
Standard Operating Procedure (SOP) mengenai stimulasi sensori dan bagi
peneliti selanjutnya dapat meneliti dan mengukur keefektifan masing-masing
jenis stimulasi sensori terhadapat nilai GCS yang dapat diukur melalui
potensial aksi yang dihasilkan oleh masing-masing stimulasi tersebut

No Judul : PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


HALUSINASI KLIEN TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD
PROVINSI SULAWESI SELATAN
2. Desaign Penelitian Dengan rancangan quasi ekperimental design:
Non equivalen control group desaign, yaitu sejumlah subjek yang diambil dari
populasi tertentu dikelompokkan dengan karakteristik yang hampir sama.
Kemudian kelompok tersebut dibagi dua yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diberi pretest.
Kelompok perlakuan dikenai perlakuan dalam waktu tertentu namun tidak
bersamaan. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh treatment kedua
kelompok harus diberi post-test
Sampel dan Tehnik Data primer diperoleh dengan wawancara langsung pada pasien dengan
Sampling menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya dan dengan
mengobservasi langsung. Data sekunder diperoleh dari medical record
mengenai jumlah pasien yang dirawat di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan tiga
tahun terakhir
Variabel Tabel 1. Distribusi frekuensi karateristik responden dengan masalah keperawatan halusinasi di
ruang perawatan Kenari RS. Khusus Daerah Dadi Makassar.

Tabel 2. Pengaruh penerapan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap kemampuan


mengontrol halusinasi pada kedua kelompok dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi di
ruang perawata Kenari RS. Khusus Daerah Dadi Makassar Juni 2013

Instrument -
Analisis Dari hasil data yang telah diolah didapatkan perbedaan nilai antara
kelompokperlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan terdapat
perbedaan rerata responden sebelum penerapan asuhan keperawatan,
sedangkan pada kelompok kontrol hampir tidak ada perubahan nilai. Dan dari
hasil pengamatan peneliti pada kelompok perlakuan, beberapa responden
mengalami peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi yang sangat cepat,
dikarenakan sebagian responden dilibatkan dalam terapi modalitas, yaitu terapi
kelompok yang dilakukan oleh pendamping peneliti (Dafrosia). Dimana
kegiatan tersebut dapat membantu anggotanya berhubungan, berkomunikasi
dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif
(Keliat & Akemat, 2004)
Hasil Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Penerapan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Halusinasi Terhadap Kemampuan Klien Mengontrol
Halusinasi di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan, dapat dibuat kesimpulan
bahwa ada perubahan nilai kemampuan mengontrol halusinasi pada kelompok
perlakuan setelah dilakukan perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol
tidak terjadi perubahan nilai terhadap kemampuan klien mengontrol
halusinasi. Dalam hal ini penerapan asuhan keperawatan memberikan hasil
yang bermakna terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi.
No Judul : PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP
KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI DI RUANG
KENANGA RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROPINSI SULAWESI SELATAN
3. Desaign Penelitian Quasi eksperimen jenis One group pretest-posttest yang terdiri dari 1
kelompok. Pada rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol),
tetapi dilakukan observasi awal (pretest) terlebih dahulu sebelum diberikan
intervensi, setelah itu diberikan intervensi kemudian dilakukan observasi akhir
(posttest) (Alimul,2007)
Sampel dan Tehnik Menggunakan purposive sampling, yaitu suatu tehnik pengambilan sampel
Sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan criteria ekslusi.
Variabel Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Pasien Di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi Selatan

Tabel 2. Distribusi responden Menurut usia yang mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok di
Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi selatan

Tabel 3. Kemampuan mengenal halusinasi.

Tabel 4. Kemampuan Mengontrol halusinasi dengan Menghardik

Tabel 5. Kemampuan Mengontrol halusinasi dengan Melakukan Kegiatan

Tabel 6. Kemampuan Mengontrol halusinasi dengan Bercakap-cakap

Tabel 7. Kemampuan Mengontrol halusinasi dengan Patuh minum obat

Tabel 8. Hasil Pengujian Kemampuan Mengontrol Halusinasi Mengenal halusinasi Responden


Sebelum dan Setelah dilakukan intervensi TAK Stimulasi Persepsi di Rumah Sakit Khusus
Daerah Prop. Sul-Sel
Instrument -
Analisis Setelah dilakukan TAK Stimulasi persepsi dari sesi 1, sesi 2, sesi 3, sesi 4 dan
sesi 5 terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan mengontrol halusinasi
responden sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi persepsi. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengontrol halusinasi responden
sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi persepsi berbeda secara
signifikan
Hasil Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 10 responden terdapat
pengaruh yang signifikans terhadap kemampuan mengontrol halusinasi
sebelum dan setelah dilakukan TAK: Stimulasi Persepsi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan mengontrol halusinasi responden sebelum
dan setelah dilakukan TAK: Stimulasi Persepsi terdapat perbedaan yang
signifikans.

No Judul : PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP


KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI DI RUANG
KENANGA RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROPINSI SULAWESI SELATAN
4. Desaign Penelitian Menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan pendekatan proses
keperawatan (nursing proses).
Sampel dan Tehnik Menggunakan transkrip wawancara dan Trianggulasi Sumber. Peneliti
Sampling memberikan tindakan Dzikir ketika pasien mendengar suara - suara palsu,
ketika waktu luang, dan ketika pasien selesai melaksanakan sholat wajib.
Variabel Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Instrument Menggunakan Pedoman Wawancara, Lembar Observasi, Perekam, Buku dan


alat tulis.
Analisis Peneliti mendapatkan hasil dari 8 responden sebanyak 5 responden merasakan
tanda dan gejala halusinasi berkurang, merasa lebih tenang. Sebanyak 3
responden tidak merasakan mengalami perubahan, 2 responden sedang berada
dalam fase yang menyenangkan dan 1 responden dalam fase yang menjijikan.
Hal ini sesuai teori yang dijelaskan oleh Sulahyuningsih (2016) fase
comforting yaitu fase menyenangkan. Klien mengalami stres, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinnya dan suka menyendiri. Pada fase
condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan.
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang
tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya. Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
Hasil Yang dilakukan kepada 8 responden mengenai halusinasi adalah yang
dirasakan oleh responden umumnya memiliki ciri-ciri yang sama yaitu
mengarahkan telinga ke arah tertentu, sering mendengar suara palsu, emosi
ketika mendengar suara palsu tersebut, merasa terganggu, tidak berdaya,
tertawa sendiri, menangis tanpa sebab. Biasanya penderita halusinasi
mendengar suara palsu ketika malam hari.

No Judul : Pengaruh Terapi Social Skill Training terhadap Kemampuan Bersosialisasi Klien Skizofrenia
di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
5. Desaign Penelitian Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group dengan intervensi
Social Skill Training.
Sampel dan Tehnik Dengan jumlah sampel adalah 24 orang yang dibagi dalam kelompok
Sampling intervensi dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok berjumlah 12
orang. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu : usia 20-45 tahun,
klien rawat inap dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial, klien dalam
kondisi tenang dan kooperatif, dapat membaca dan menulis, sudah
mendapatkan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) sampai dengan
sesi 2 dan bersedia menjadi responden.
Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan purposive sampling.
Variabel Tabel 1. Distribusi dan Analisis Kesetaraan Klien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Kelamin,
Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Status Pernikahan (n=24)

Tabel 2. Distribusi dan Analisis Kesetaraan Karakteristik klien Skizofrenia berdasarkan usia,
lama sakit dan frekuensi rawat (n = 24)

Tabel 3. Analisis Kondisi dan Kesetaraan Kemampuan Sosialisasi Klien Skizophrenia di RS


Jiwa dr.Soeharto Heerdjan sebelum diberikan terapi (n = 24)

Tabel 4. Perubahan Kemampuan Bersosialisasi Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Terapi


Social Skill Training pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (n=24)

Tabel. 5. Analisis Perbedaan Kemampuan Sosialisasi Kelompok Intervensi dan Kelompok


Kontrol (n=24)

Instrument Menggunakan kuesioner yang terdiri dari data karakteristik responden yang
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan
frekuensi dirawat dan lama sakit dan instrumen kemampuan bersosialisasi
klien isolasi sosial.
Analisis Jumlah anggota tiap kelompok pada penelitian ini 6 orang dengan lama setiap
sesi 45 -60 menit. Pelaksanaan SST ini sesuai dengan pendapat Corrigan, dkk
(2009) yang menyatakan bahwa pelaksaan tiap sesi STT adalah 60 menit dan
anggotanya 4-8 orang, namun jika terdapat anggota yang mengalami gangguan
kognitif berat atau klien dengan gejala psikotik berat maka direkomendasikan
dalam kelompok kecil yaitu 3-5 orang. Jumlah anggota kelompok akan
mempengaruhi kesempatan klien mendapatkan latihan interaksi dan perhatian
yang diterima dari perawat.
Hasil Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: Sebagian besar responden adalah laki-laki sebanyak 15 orang
(62,5%), tingkat pendidikan rendah 19 orang (79,17%), tidak bekerja 17 orang
(70,83%) dan tidak kawin 20 orang (83,3%). Rerata usia responden pada
kelompok kontrol adalah 38,58 tahun dan pada kelompok intervensi 32,17
tahun, Rata-rata lama sakit pada kelompok kontrol adalah 3,3 tahun dan pada
kelompok intervensi 4 tahun. Sedangkan rerata frekuensi rawat inap responden
kelompok control adalah 3,17 kali dan kelompok intervensi 3,92 kali. Rerata
kemampuan sosialisasi pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi
SST adalah 58 dan sesudah diberikan terapi meningkat menjadi 66,25
sedangkan pada kelompok kontrol rerata kemampuan sosialisasi sebelum
diberikan terapi adalah 62,17 dan setelah diberikan terapi generalis menurun
menjadi 59,75. Rerata kemampuan sosialisasi klien setelah diberikan pada
kelompok intervensi yang mengikuti terapi SST dengan standar deviasi 5,24
dan kelompok kontrol yang tidak mengikuti terapi SST adalah 59,75 dengan
standar deviasi 4,75. Hasil uji statistic didapatkan ada perbedaan yang
signifikan rerata kemampuan sosialisasi setelah intervensi antara kelompok
yang mengikuti terapi dengan kelompok yang tidak mengikuti terapi

Anda mungkin juga menyukai