Anda di halaman 1dari 24

Pertemuan 1 – Anamnesis Hematologi

Di station ini, kita diminta untuk dapat melakukan history taking untuk masalah hematologi;
anemia, bleeding, dan keganasan/malignancy. Hal – hal yang ditanyakan, seperti
anamnesis pada umumnya, mencakup data pasien (lengkap), keluhan utama, sign &
symptoms terkait penyakit, etiological factors. Kata dokter Fenny, biasanya kasus yang
keluar di OSCE itu anemia. Tapi pelajarin aja semuanya. Terus biasanya ditanya
diagnosisnya apa, kalau anemia juga suka ditanya et causa nya atau jenis anemianya apa.
Jadi tanya selengkap dan sejelas mungkin ke pasien yaa.

Karena itu, poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Tahu dan mengerti mengenai anemia, bleeding, malignancy (sign symptoms,


etiologi, risk factor).
2) Pertanyaan yang ditanyakan selengkap mungkin.
3) Jangan sampai lupa jawaban – jawaban pasien 

Awali pemeriksaan dengan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien. Tanyakan
identitas pasien lalu lakukan informed consent. Saat menanyakan data diri pasien, tanya
yang lengkap sampai suku, agama, pekerjaan, dll. Karena itu bisa jadi salah satu faktor
resiko pasien atau clue untuk penyakit yang diderita pasien.

Setelah introduction, tanyakan chief complaint pasien. Lalu tanyakan hal – hal sehubungan
dengan cc tersebut secara lebih mendetil. Hal yang ditanyakan meliputi kapan pasien mulai
merasakan keluhan tersebut, apakah keluhan dirasakan secara tiba – tiba atau berangsur –
angsur, spontan atau setelah kejadian tertentu, apakah keluhan tersebut adalah yang
pertama kali untuk pasien atau sudah pernah dirasakan sebelumnya, bagaimana keluhan itu
berubah atau berkembang selama ini, apa yang membuat pasien merasa lebih baik serta
apa yang memperburuk keluhan pasien.

Kalau cc nya pucat, lemas, lesu, anamnesis langsung diarahkan ke anemia. Kalau cc nya
keganasan, benjolan, curiga malignancy. Kalau perdarahan atau mimisan, fokus ke
bleeding. Waktu itu kata dokter Fenny, kalau anemianya karena perdarahan, poin – poin
pertanyaan untuk bleeding boleh ditanyakan.

Tarik kesimpulan dari seluruh informasi yang didapat dari pasien dan cocokkan dengan
pattern dari penyakit yang kita ketahui. Setelah itu, ajukan pertanyaan terkait symptoms
penyakit yang kita curigai diderita oleh pasien.

Anemia

I. Tanyakan gejala terkait menurunnya O2 delivery dengan disfungsi organ yang


berhubungan:
1. 5L (lelah, letih, lesu, lemah, lunglai), pusing, pucat, mudah tersinggung, anorexia,
konsentrasi menurun.
2. Palpitasi atau berdebar – debar, orthopnoe (sulit bernafas kalau berbaring, jadi
biasanya kalau tidur bantalnya lebih dari satu. Tanya ke pasien kalau tidur biasanya
pakai berapa bantal), exertional dyspnea (tanya apakah sesak nafas. Kalau iya,
kapan dan apakah lebih baik kalau berbaring), edema pada pergelangan kaki, sakit
kepala, frekuensi buang air kecil.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
3. Untuk wanita, apakah menstruasinya teratur atau ada ketidaknormalan (“Ibu apakah
ada perubahan pada siklus haid nya?”)
II. Tanyakan etiologi dan faktor resiko:
1. Apakah dulu lahir prematur atau tidak (tanyakan terutama pada pasien anak)
2. Apakah dulu sempat sakit kuning
3. Kalau memang kulit pasien pucat atau jaundice/kuning, tanya apakah memburuk
atau tidak.
4. Apakah pernah mengalami perdarahan (purpura, muntah darah, gusi berdarah,
mimisan, keluar darah saat buang air besar, dll.)
5. Kontak dengan parasit (salah satu caranya bisa tanya apakah pakai alas kaki atau
tidak saat keluar rumah, terutama kalau pekerjaan pasien petani), alergi, menelan
obat atau produk rumah tangga yang bisa menekan hematopoiesis atau memicu
hemolisis (tanya riwayat menelan obat serangga), pica (makan sesuatu yang tidak
lazim dianggap makanan seperti es batu atau tanah, sehingga kebutuhan untuk
makan terpenuhi tapi nutrisi kurang dari yang seharusnya), paparan radiasi (bisa
tanya apa pasien pernah di x-ray).
6. Frekuensi infeksi saluran pernapasan dan infeksi lainnya (tanya apakah sering pilek);
apa pasien memiliki penyakit jantung, saluran cerna, endokrin, atau ginjal; apakah
ada nyeri pada tulang atau pembengkakan pada sendi; apa ada pembesaran
kelenjar limfa (apa ada bengkak di ketiak). Untuk penyakit ginjal bisa tanya apa ada
rasa sakit di pinggang bagian belakang.
7. Tanyakan pola makan dan makanan pasien. Apakah makanan pasien lengkap dan
baik secara gizi. Kata dokternya, vegetarian punya resiko anemia.
8. Apakah pasien merasa baal (numbness), ada ulcer (“Apa ada luka yang lama
sembuhnya?”), atau stomatitis (sariawan). Stomatitis bisa disebabkan oleh defisiensi
vitamin B.
9. Tanyakan etnis/suku pasien, kondisi geografis (bisa dengan menanyakan alamat),
juga kondisi sosioekonomi pasien. Poin ini bisa langsung ditanyakan saat
menanyakan data diri pasien.
10. Apakah baru – baru ini pasien berpergian ke daerah endemis malaria (Indonesia
bagian Timur).
11. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang anemia atau pernah mengalami
bleeding.
12. Tanyakan riwayat pengobatan pasien. Sudah meminum obat apa, apakah pernah
ditransfusi.

Bleeding (Perdarahan)

I. Tanyakan manifestasi dari perdarahan yang dialami pasien.


1. Apakah ada perdarahan superfisial di kulit dan membran mukosa pasien atau
perdarahan yang masif. Tanya apakah ada: petechiae, purpura (tanya apa ada bintik
– bintik merah di kulit yang tidak hilang kalau ditekan), ecchymoses (apa ada memar
berwarna kebiruan), hematoma (apa ada benjolan atau memar), hematuria (kalau
buang air kecil apa ada darah?), epistaxis (mimisan), hematemesis (muntah darah),
melena (buang air besar berdarah, warnanya hitam seperti aspal, tandanya ada
perdarahan pada saluran cerna bagian atas), hematochezia (sama seperti melena,
tapi warnanya merah, tandanya ada perdarahan pada saluran cerna bagian bawah),

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
hemarthrosis (perdarahan sendi), gusi berdarah, perdarahan dari umbilical cord, juga
menometrorrhagia (menstruasi yang durasinya lama, darah yang keluar banyak).
2. Tanyakan onset dari perdarahannya. Apakah berulang atau tidak; immediate/segera;
perdarahan yang lama atau kronis dari tali pusat; setelah cabut gigi, pengangkatan
tonsil, sirkumsisi (sunat), dan operasi.
3. Apakah terjadi pada satu atau banyak tempat.
II. Tanyakan riwayat:
1. Cidera, luka, atau trauma
2. Perdarahan yang lama setelah sunat, cabut gigi, atau trauma lainnya
3. Riwayat keluarga
4. Riwayat medis sebelumnya (termasuk riwayat transfusi dan juga obat)

Malignancy (Keganasan)

I. Tanyakan gejala – gejala seperti:


1. Pucat, cepat lelah, demam, perdarahan, mudah luka/memar, infeksi, berkeringat pada
malam hari, kehilangan berat badan cukup banyak dalam waktu singkat (“akhir –
akhir ini kalau pakai baju, rasanya bagaimana? Apakah longgar?”)
2. Pembesaran kelenjar limfa
3. Abdominal distension
4. Rasa sakit pada tulang, arthralgia (nyeri sendi), ketidaknormalan atau ketidakstabilan
saat berjalan.
5. Muntah, sakit kepala, sulit bernafas
6. Adanya massa pada lokasi tertentu
7. Hilang kesadaran
II. Tanyakan riwayat keluarga serta paparan terhadap obat, radiasi dan zat – zat kimia.

Anamnesis selesai. Buat diagnosis dan beritahukan pada pasien.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 2 – Pemeriksaan Fisik Hematologi (Hepatomegali & Splenomegali)

Pada station ini kita akan dites kemampuannya dalam melakukan pemeriksaan fisik untuk
pasien dengan hepatomegali dan splenomegali. Lakukan pemeriksaan hepar dulu baru
lanjutkan dengan spleen.

Walau kadang hati dapat teraba sebagai massa superfisial 1-2 cm di bawah costal margin
kanan, dengan batas yang tajam, pada keadaan normal umumnya hati dan limpa tidak akan
teraba. Hati dan limpa dapat diraba pada penyakit tertentu dimana kedua organ ini
mengalami pembesaran. Contoh: pada kasus anemia hemolitik seperti thalassemia.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengecek ada tidaknya pembesaran pada hati dan
limpa pasien. Dan jika ada, seberapa besar pembesarannya.

Menurut dokter trainer ketika skills lab, saat OSCE hanya akan diminta untuk melakukan
pemeriksaan hepatomegali dan splenomegali saja. Tapi, seperti biasa pelajari saja
semuanya untuk jaga – jaga (termasuk malignancy dan KGB pelajari juga saja, tapi karena
waktu skills lab tidak diajarkan jadi tidak dimasukkan ke draft ya. Bisa dilihat di modul atau
ppt skills lab). Kalau seandainya saat OSCE juga mau melakukan pemeriksaan fisik untuk
yang anemia boleh saja. Tapi, kata dokternya, kalau mau seperti itu yang dilakukan cukup
periksa konjungtiva, sklera, kulit, bibir, dan kuku saja. Sisanya fokuskan di pemeriksaan
kedua organ ini.

Poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Paham dan bisa melakukan pemeriksaan dengan benar dan tepat. Jangan sampai
salah posisi tangan, salah tangan, salah tempat melakukan pemeriksaan.
2) Ucapkan semua tindakan yang sedang dilakukan. Tempat melakukan pemeriksaan
(costal arch, costa 11 & 12, dll.) harus disebutkan dengan benar dan lengkap.
3) Saat melakukan pemeriksaan, palpasi ketika pasien sedang menarik nafas dan
angkat ketika pasien menghembuskan nafas.
4) Saat akan mengukur pembesaran hati menggunakan meteran, ingat bahwa tangan
kanan (tangan yang digunakan untuk mempalpasi) tidak boleh berpindah atau
digerakkan karena nanti margin hati yang sudah teraba bisa hilang. Kalau sudah
begitu, harus melakukan pengukuran ulang. Jadi, ketika akan mengukur, gunakan
hanya tangan kiri saja. Tangan kanan tetap di tempat.
5) Karena meteran yang akan digunakan nanti bukan meteran jahit yang bisa langsung
dipakai, ada baiknya untuk menarik keluar dulu meterannya sampai kira – kira cukup
untuk melakukan pengukuran baru mulai melakukan pemeriksaan fisik. Kalau tidak,
nanti akan sangat sulit untuk mengukur sehubungan dengan poin no. 4 di atas.
6) Jangan lupa untuk selalu melaporkan interpretasi dari pemeriksaan yang dilakukan
pada dokter.

Seperti biasa, awali pemeriksaan dengan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
Tanyakan identitas pasien lalu lakukan informed consent. Jangan lupa beri tahu bahwa
beberapa prosedurnya mungkin akan terasa kurang nyaman. Kalau pasien masih duduk,
suruh pasien untuk berbaring di atas meja pemeriksaan. Pemeriksa berada di sebelah
kanan pasien, menghadap wajah pasien.

I. Anemia

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
1. Pemeriksaan awal, meliputi observasi pasien secara cermat. Hanya melihat hal –
hal berikut sebelum menyentuh pasien:
a. Apakah pasien kesakitan atau tidak. Jika ya, seberapa sakit? Bagaimana posisi
pasien?
b. Tingkat kesadaran pasien.
c. Pernafasan pasien (laju pernafasan, apakah pasien mengeluarkan usaha lebih
untuk bernafas, apa ada cyanosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa)).
d. Sirkulasi (tekanan darah, denyut nadi).
e. Suhu tubuh pasien.
f. Tinggi dan berat badan pasien
2. Perhatikan apakah pasien memiliki ciri atau kenampakan yang khas yaitu facies
cooley (terdapat pada penderita thalassemia. Maxilla nya melebar dikarenakan
adanya hiperplasia pada sumsum tulang).
3. Temukan signs dari anemia:
a. Periksa apakah rambut pasien kering atau mudah rontok (pada pasien IDA. Bisa
diketahui dengan melihat tempat tidur dan bantalnya. Bisa juga dengan meminta
pasien menyisir rambut).
b. Periksa konjungtiva dan sklera pasien. Lakukan dengan gentle dan dalam waktu
yang cepat. Cek apakah konjungtiva pasien pucat dan apakah sklera berwarna
kekuningan. Periksa konjungtiva seperti biasa, minta pasien melihat ke atas.
Sklera diperiksa sama seperti konjungtiva, minta pasien melihat ke bawah.
c. Lihat warna bibir pasien, pucat atau tidak (sulit bila pasien memakai lipstik).
Periksa juga apakah mukosa oral pasien pucat. Periksa juga lidah pasien,
apakah merah dan smooth (megaloblastic anemia) atau ada atrofi papilla (IDA).
Cek mulut pasien, apa ada stomatitis angularis (IDA) atau oral patch (tanda
adanya candidiasis. Kemungkinan HIV atau keganasan daerah oral).
d. Periksa apakah ada takikardia. Periksa juga apakah suara jantung pasien
terdengar lebih keras dari normal.
e. Cek kuku pasien apakah pucat, cyanosis, atau normal. Cek juga apakah pasien
memiliki spoon nail (koilonychia).
f. Periksa telapak tangan pasien. Apakah pucat atau tidak.
g. Periksa kulit pasien. Pucat atau berwarna agak abu – abu (tanda
hemosiderosis), apakah kulit pasien kering.
4. Estimasi keparahan anemia pasien:
a. Mild/moderate: terdapat sign pada konjungtiva, mukosa oral, kuku, telapak
tangan, dan kulit.
b. Severe: menganggu fungsi jantung dan memerlukan treatment secepatnya.
5. Selanjutnya periksa apakah anemia pasien juga disertai dengan lymphadenopathy,
hepatomegali atau splenomegali.

II. Perdarahan
1. Tentukan tipe perdarahan pasien: purpura, petechiae, ecchymoses, hematoma,
epistaxis, hematemesis, melena, hematochezia, hemarthrosis, perdarahan pada
gusi, perdarahan pada subkonjungtiva, perdarahan dari tali pusat, metrorrhagia dan
perdarahan masif. Bisa saja ada >1 atau seluruh jenis pada 1 orang pasien.
2. Tentukan tempat perdarahan pasien: apakah di satu tempat atau banyak, gusi,
hidung, sendi, luka operasi, sunat, atau lainnya. Apakah simetris atau tidak. Periksa
membran mukosa, adakah perdarahan sendi, atau deformitas pada sendi.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Sebelum melakukan pemeriksaan hepatomegali dan splenomegali, minta kepada pasien
untuk membuka bajunya hingga bagian perutnya terlihat.

III. Hepatomegali
1. Letakkan telapak tangan kiri di belakang abdomen pasien di sebelah kanan pasien,
menyangga tepat di costae ke-11 dan -12. Tujuannya untuk membantu mengangkat
hepar agar lebih mudah dipalpasi. Hepar dapat lebih mudah teraba bila tangan kiri
agak menekan ke arah atas.
2. Selalu ingatkan pasien untuk rileks. Minta pasien untuk menarik dan
menghembuskan nafas sesuai dengan arahan kita. Palpasi ketika pasien menarik
nafas dan angkat ketika pasien menghembuskan nafas.
3. Mulai lakukan palpasi. Letakkan tangan kanan pada abdomen kanan pasien lateral
dari otot rectus abdominalis. Gunakan ujung – ujung jari, dan bukan telapak tangan
atau sisi tangan.
4. Minta pasien menarik nafas dan lakukan palpasi. Angkat ketika pasien
menghembuskan nafas. Lakukan terus, palpasi ke arah atas abdomen, hingga
terasa tepi liver bergerak ke bawah dan menyentuh ujung – ujung jari. Menurut
dokter, seolah – olah ujung – ujung jari “menabrak” daerah yang keras dan tajam.
Kalau belum terasa daerah yang tajam, berarti liver belum teraba.
5. Jika teraba, tepi liver normal terasa lunak, tajam dan
reguler. Permukaannya rata atau reguler dan
konsistensinya lunak atau kenyal.
6. Susuri tepi liver hingga tangan kanan berada di bawah
processus xyphoideus.
7. Selama melakukan pemeriksaan, perhatikan apakah
pasien merasa kesakitan. Lebih baik kalau ditanyakan
apakah ada nyeri atau tidak.
8. Ukur berapa pembesaran liver (dalam cm) di bawah costal margin dan processus
xyphoideus ke arah umbilikus.
9. Cara melakukan pengukuran:
a. Begitu tangan kanan berada di arcus costarum tepat di bawah linea mammae,
lakukan pengukuran pertama. Jangan gerakkan tangan kanan. Gunakan hanya
tangan kiri.
b. Ambil meteran, ukur dengan cara menarik garis lurus ke bawah melewati mid
clavicula, linea mammae, arcus costae hingga ke tepi liver yang teraba oleh
tangan kanan.
c. Pengukuran yang diambil bukan garis lurus ke bawah. Tapi tarik satu garis lurus
lagi (kata dokternya boleh dikira – kira) dari arcus costa ke tepi liver
enlargement ke arah umbilikus. Jadi, pengukuran
yang dilaporkan adalah garis yang miring ke arah
umbilikus.
d. Kalau selesai, ingat hasil pengukurannya untuk
disampaikan di akhir pemeriksaan. Taruh lagi
meterannya, tapi jangan digulung dulu. Letakkan
kembali tangan kiri di belakang abdomen pasien
dan lanjutkan pemeriksaan hingga tangan kanan
berada di bawah processus xyphoideus.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
e. Ambil lagi meterannya. Ingat, hanya dengan tangan kiri. Tangan kanan tetap di
tempat. Ukur dengan menarik garis lurus melalui
processus xyphoideus sampai ke tepi liver
enlargement ke arah umbilikus. Baca hasil pengukuran
dari processus xyphoideus ke tepi liver yang teraba.
f. Pengukuran selesai.
10. Laporkan interpretasi pemeriksaan pada dokter.
“Teraba hepar dengan ukuran .... cm di bawah costal
margin dan ... cm di bawah processus xyphoideus,
permukaannya rata/reguler, tepinya reguler dan tajam,
konsistensi lunak/kenyal, dan ada/tidak ada nyeri tekan.”

IV. Splenomegali
1. Letakkan telapak tangan kiri di belakang abdomen pasien di sebelah kiri pasien,
menyangga tepat di costae ke-11 dan -12. Raih dan lingkari tubuh pasien untuk
membantu menyangga limpa. Tekan ke arah atas rib cage kiri bawah pasien agar
limpa lebih mudah diperiksa.
2. Selalu ingatkan pasien untuk rileks. Minta pasien untuk menarik dan
menghembuskan nafas sesuai dengan arahan kita. Palpasi ketika pasien menarik
nafas dan angkat ketika pasien menghembuskan nafas.
3. Mulai lakukan palpasi. Gunakan ujung – ujung jari. Mulai lakukan palpasi serendah
mungkin agar posisi tangan kanan berada di bawah pembesaran limpa. Mulai
palpasi dari SIAS ke arah costal margin kiri bawah. Sebetulnya palpasi bisa dimulai
dari costa kiri bawah, tapi kalau di daerah itu sudah teraba ada massa yang keras,
berarti sudah pasti ada splenomegali, jadi palpasi dilakukan dengan menyusuri dari
SIAS.
4. Minta pasien menarik nafas dan lakukan palpasi. Angkat ketika pasien
menghembuskan nafas. Lakukan terus, palpasi ke arah limpa, ke arah costa kiri
bawah pasien, hingga terasa tepi atau ujung limpa bergerak ke bawah dan
menyentuh ujung – ujung jari.
5. Palpasi dan raba ke arah depan, jangan hanya “diputar – putar” atau tetap di
tempat. Kalau tepi limpa sudah teraba, perhatikan
apakah ada nyeri tekan. Periksa juga kontur dari limpa.
6. Ukur pembesaran limpa menggunakan garis imajiner
Schuffner I – VIII (garis yang ditarik dari costal margin kiri
bawah melewati umbilikus sampai ke SIAS).
7. Kalau ujung limpa teraba di sekitar umbilikus, itu berarti
Schuffner IV atau V. Kalau letaknya lebih ke kiri,
Schuffner IV. Kalau lebih ke kanan, Schuffner V.
8. Periksa insisura lienalis pasien (lekukan limpa). Ini dilakukan untuk memastikan
bahwa yang membesar betul – betul limpa, karena bisa saja itu adalah massa
abdomen lain. Raba di sekitar pembesaran. Boleh juga dengan cara menyusuri
bagian tepi atau pinggir dari pembesaran limpa pasien.
9. Jika limpa tidak dapat dipalpasi, cari traube space. Lakukan perkusi di axillary line
kiri anterior, di ruang interkostal VIII sampai IX. Kalau dull, berarti ada pembesaran.
Kalau kosong, tidak ada pembesaran.
10. Laporkan interpretasi pemeriksaan pada dokter.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
“Teraba limpa sebesar Schuffner ..., permukaannya rata, tepinya reguler,
konsistensi kenyal, dan ada/tidak ada nyeri tekan.”

Pemeriksaan selesai. Persilakan pasien untuk mengenakan bajunya kembali. Sampaikan


hasilnya pada pasien dan ucapkan terima kasih.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 3 – Membuat Blood Smear

Di sini kita diminta untuk menyiapkan preparat blood smear yang akan digunakan untuk
melakukan differential count.

Poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Hati – hati dalam mengerjakan, karena sampel yang akan digunakan infeksius, jadi
jangan ceroboh. Pakai gloves, darah dan cairan lain jangan menetes ke mana –
mana.
2) Ketika sedang membuat apusan, jangan di-”rem”. Terus dorong ke depan sampai
habis. Kalau di-“rem” akan terlihat nanti.
3) Begitu sediaan apus sudah diwarnai dengan Giemsa dan dicuci dengan air mengalir,
keringkan sediaan dengan cara diangin - anginkan. Jangan dilap, nanti sediaan apus
yang sudah jadi akan hilang.

Awali dengan mengecek spesimen yang tersedia di dalam tube. Cek identitas pasien,
meliputi nama, rekam medis, umur, dan jenis kelamin. Setelah itu cuci tangan (seven steps)
menggunakan sabun antiseptik, lalu kenakan sarung tangan.

Cek spesimen, peralatan dan reagen yang akan digunakan. Spesimen: darah dengan
antikoagulan EDTA. Peralatan: 3 kaca objek/glass slide (1 berfungsi sebagai spreader untuk
membuat apusan. Sediaan apus selalu dibuat 2, 1 untuk back up), pipet. Reagen yang
digunakan adalah methanol dan larutan Giemsa (5 mL Giemsa stock dan 96 mL buffer).
Slide yang digunakan harus kering, bersih, dan tanpa lemak. Slide yang kotor akan
menghasilkan sediaan apus yang tidak bagus. Kalau slide kotor, bisa dicuci terlebih dulu
menggunakan sabun kemudian keringkan menggunakan tisu.

1. Homogenkan darah terlebih dulu (di mix)


2. Kemudian taruh satu tetes kecil darah di kaca objek, kira – kira 2 cm dari ujung slide,
lalu letakkan slide tersebut di meja
3. Letakkan ujung slide lainnya (spreader slide) di atas permukaan slide pertama tadi,
di depan tetesan darah, membentuk sudut 45°.
4. Mundurkan spreader sampai menyentuh tetesan darah, darahnya akan melebar
sampai ujung – ujung slide dengan daya kapiler.
5. Kemudian dengan tekanan yang mantap, dorong spreader ke depan sampai habis
(sampai di ujung slide). Jangan di-“rem”, akan terlihat nanti di sediaannya dan
sediaan yang dihasilkan akan kurang baik. Selama membuat apusan spreader selalu
menyentuh permukaan slide, jangan sampai terangkat.
6. Kalau tetesan darahnya terlalu banyak, darahnya dilebarkan dulu. Lalu majukan
sedikit spreader nya, baru buat apusan.
7. Sediaan apus yang bagus adalah yang panjangnya 2/3 slide, tidak terlalu tebal atau
terlalu tipis. Kata dokter Anna waktu itu, biasanya kalau mendorong nya kurang
bertenaga, kurang mantap, atau kurang cepat, sediaannya jadi terlalu tebal atau
terputus – putus.
8. Selama membuat apusan lakukan di atas meja. Karena sediaan yang dibuat ada 2,
sedangkan spreader hanya ada 1, sisi yang sudah digunakan untuk membuat
apusan pada satu slide tidak boleh digunakan lagi. Gunakan sisi lainnya.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
9. Biarkan slide sampai kering dengan cara diangin – anginkan. Begitu sediaan sudah
kering, beri nama pada smear menggunakan ujung tajam (bisa pulpen, pensil, ujung
slide, dll) di bagian head.
10. Fiksasi sediaan dengan metanol selama 5 menit untuk mempertahankan bentuk sel
– sel nya agar tidak rusak.
11. Keringkan slide dengan cara diangin – anginkan, lalu warnai dengan Giemsa.
Letakkan sediaan di tempat datar, lalu genangi dengan Giemsa. Diamkan selama 30
menit.
12. Setelah 30 menit, ambil sediaan, cuci Giemsa yang berlebih menggunakan air
mengalir. Jangan digosok – gosok. Cukup dialiri dengan air saja.
13. Keringkan slide dengan cara diangin – anginkan. Jangan langsung dilap ketika slide
masih basah. Kalau sudah hampir kering, boleh dibantu keringkan dengan tisu.
14. Sediaan apus sudah siap, boleh dinamai lagi dengan label.
15. Bereskan seluruh peralatan dan bersihkan tempat kerja.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 4 – WBC Differential Count

Di sini kita akan melakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit. Range normal setiap sel
darah putih adalah sebagai berikut:

Basofil: 0 – 1%
Eosinofil: 1 – 6%
Neutrofil: 40 – 60%
Limfosit: 20 – 45%
Monosit: 2 – 10%

Saat OSCE, kita akan diminta melakukan hitung jenis mulai dari memasang mikroskop,
mencari lapang pandang, menghitung sampai 100 sel, meletakkan kembali sediaan, dan
mematikan mikroskop. Kata dokter Adhi, station ini paling banyak yang gagal. Penyebab
utamanya biasanya karena terlalu lama menghabiskan waktu untuk mencari lapang
pandang dan mengoperasikan mikroskop.

Poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Bisa mengoperasikan mikroskop.


2) Makrometer (coarse adjustment) hanya diputar ketika menggunakan perbesaran
10x. Selebihnya gunakan mikrometer (fine adjustment).
3) Kata dokter Adhi, supaya lebih nyaman dalam menghitung, hitung dari arah tail ke
head. Dari head ke tail juga betul, tapi untuk antisipasi kalau – kalau daerah head
yang dipilih terlalu dekat ke tail dan sebelum dapat 100 sel lapang pandangnya
sudah tidak ada lagi, lebih baik dari tail ke head.
4) Kebanyakan juga gagal karena waktunya habis untuk mencari tahu, harus putar
bagian mana ke arah mana supaya stage mikroskop nya bergeser ke kanan, kiri,
atas, atau bawah. Jadi sebaiknya sebelum OSCE pelajari mikroskop dulu ya.

Sebelum mulai menghitung, cek dulu sediaan apus nya. Kalau slide nya berlubang – lubang,
berarti ada lipid nya. Tentukan juga mana permukaan yang ada smear nya, mana yang
permukaan bawah. Kalau di sediaan apus itu ada label namanya, hal ini tentunya sangat
mudah. Kalau tidak, kita harus meraba permukaan sediaannya. Yang terasa kesat itu
permukaan atas, yang licin permukaan bawah.

Cuci tangan menggunakan seven steps method menggunakan sabun antiseptik, pakai
sarung tangan. Cek peralatan dan material yang dibutuhkan (sediaan, mikroskop, minyak
imersi, xylol, tisu / kapas). Cek lagi sediaan dan identitas pasien: nama, rekam medis, umur,
dan jenis kelamin.

1. Pasang mikroskop.
2. Pastikan terlebih dulu daerah yang akan diperiksa, yaitu 2/3 dari tail. Konfirmasi
secara makroskopis.
3. Letakkan sediaan apus di stage mikroskop. Nyalakan mikroskop. Dengan
perbesaran objektif 10x, konfirmasi lagi secara mikroskopis daerah yang tadi
diputuskan akan diperiksa. Syarat lapang pandang yang baik untuk diperiksa adalah
eritrositnya harus saling terpisah.
4. Saat menggunakan perbesaran objektif 10x, putar makrometer. Posisi kondenser
berada di atas dan diafragma terbuka.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
5. Ketika lapang pandang sudah ditemukan, teteskan minyak imersi ke sediaan apus.
Kemudian gunakan perbesaran objektif 100x. Cari fokus dengan menggunakan
mikrometer hingga didapat satu lapang pandang dengan sel – selnya jelas terlihat.
6. Pada tahap ini jangan putar lagi makrometer atau gambar yang didapat akan hilang.
Turunkan kondenser dan tutup diafragma.
7. Identifikasi dan catat setiap jenis leukosit yang ditemukan di blood cells sheet
8. Begitu seluruh leukosit dalam satu lapang pandang sudah teridentifikasi, pindah ke
lapang pandang baru. Tidak perlu berjarak jauh, yang penting sel – sel pada lapang
pandang baru seluruhnya berbeda dengan lapang pandang yang lama.
9. Kalau mulai membaca lapang pandang di bagian bawah slide, pindah ke lapang
pandang yang ada di atasnya. Terus pindah ke atas hingga sampai pada bagian atas
slide. Lalu pindah ke arah yang berlawanan dari tempat mulai tadi (kalau mulai di
head, pindah ke arah tail). Begitu juga sebaliknya.
10. Arah pembacaan sediaan apus:

head tail head tail


Dari head ke tail Dari tail ke head
11. Terus lakukan berulang kali sampai ditemukan 100 leukosit.
12. Cara mengisi blood cells sheet:
WBC 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 %
B I 1
E I II I 4
N-B I I I 3
N-S IIII IIII IIIII IIIII IIII III II IIIIIII IIIII IIIII 44
L III IIII IIIII IIII III IIIIII IIIIIII III IIII IIII 43
M I I I I I 5
- Angka 10 – 100 yang ada di baris pertama merupakan jumlah kumulatif leukosit
- Pertama identifikasi leukosit, setiap menemukan satu jenis leukosit catat di blood
cells sheet. 1 garis (I) menandakan satu sel.
- Ketika pada satu kolom, misal kolom 10, sudah terisi 10 buah sel. Pencatatan
dilakukan di kolom sebelahnya, yaitu kolom 20.
- Begitu sudah didapat 100 sel, jumlahkan setiap tipe sel dan isi di kolom paling
kanan yang menandakan persentase.
- Lebih jelasnya lihat contoh di atas.
13. Hitung jenis leukosit selesai. Kembalikan lensa objektif ke perbesaran 10x. Matikan
mikroskop. Turunkan stage mikroskop. Lepaskan sediaan apus.
14. Bersihkan lensa objektif dan sediaan apus dengan menggunakan xylol.
15. Rapikan kembali peralatan. Simpan kembali sediaan apus.
16. Lepaskan gloves dan buang. Cuci tangan.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 5 – Anamnesis Alergi dan Penyakit Immunologi

Pada stase ini kita dituntut untuk dapat melakukan anamnesis terkait penyakit immunologi,
terutama alergi. Alergi merupakan respon imun tubuh yang berlebihan terhadap suatu
alergen. Alergi berlawanan dengan infeksi. Ada banyak sekali faktor resiko alergi, di
antaranya adalah memiliki sedikit saudara kandung (intensitas terpapar mikroba rendah,
sehingga resiko alergi meningkat), terpapar antibiotik pada 2 tahun pertama kehidupan
(mikroba terus menerus dibasmi, sehingga resiko alergi meningkat), hidup terlalu bersih,
riwayat alergi pada keluarga (ayah, ibu, saudara kandung), dll. Alergi selalu didahului oleh
sensitisasi.

Manifestasi alergi pada bayi biasanya adalah dermatitis atopik (eksim). Biasanya bayinya
rewel. Beda dermatitis atoopik dengan dermatitis kontak adalah sebagai berikut. Dermatitis
atopik kulitnya merah, kering, dan terasa sangat gatal. Dermatitis kontak biasanya langsung
muncul pada paparan pertama dan ada riwayat kontak dengan sesuatu. Dermatitis atopik
umumnya terlokalisasi, sedangkan urtikaria terdapat pada seluruh tubuh.

Poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Jangan lupa melakukan client assessment.


2) Tanyakan data diri pasien dengan lengkap.
3) Manifestasi klinis akan berbeda pada umur yang berbeda. Pelajari lagi allergic
march.
4) Tanyakan apakah ada riwayat alergi di keluarga dekat, yaitu pada orang tua dan
saudara kandung pasien.
5) Karena masih anamnesis, sebisa mungkin hindari istilah medis yang bisa
membingungkan pasien.
6) Kalau pasiennya anak – anak, tanyakan hal – hal tentang anaknya ke orangtua nya
ya (ini pesan dokter waktu skills lab).
7) Kadang ditanyakan apa diagnosis pasiennya. Diagnosis tetap dibuat sesuai keluhan
utama pasien, walaupun dari hasil anamnesis ada sign & symptoms lain.

Lakukan anamnesis mulai dari client assessment.

I. Client Assessment
1. Sapa dan beri salam pasien dengan sopan dan hormat. Perkenalkan diri.
2. Berikan penjelasan mengenai anamnesis kepada pasien dan tujuan atau hasil
yang diharapkan dari anamnesis. Contoh: “Ibu, saya akan menanyakan beberapa
hal kepada ibu, tolong dijawab. Ini dilakukan untuk mengetahui dengan lebih jelas
penyakit apa yang diderita anak ibu. Apa ibu bersedia?”

II. Identifikasi Data


Tanyakan identitas pasien. Kalau pasiennya anak, yang ditanya identitas si anak
tersebut. Tanyakan nama, umur (berhubungan dengan manifestasi alergi), jenis
kelamin (berkaitan dengan distribusi penyakit), suku. Jangan lupa tanyakan juga
alamat, pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan (terutama untuk pasien berusia
dewasa).

III. History of Present Illness

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
1. Tanyakan keluhan utama pasien dan kapan keluhan itu mulai dirasakan.
2. Apakah keluhan itu muncul secara terus menerus atau hilang timbul? Untuk
keluhan bentol – bentol, biasanya menetap lama, sekitar 2 – 3 hari. Jadi untuk
mengetahui apakah bentolnya hilang timbul, tanyakan apakah sebelumnya
pernah mengalami hal yang sama.
3. Kalau keluhannya muncul hilang timbul, kapan biasanya keluhan itu muncul?
4. Apakah ada faktor yang memicu timbulnya keluhan?
(obat, makanan, zat kimia, stress, debu rumah, kontak dengan benda bersuhu
dingin atau panas, terpapar udara dingin atau panas, kontak dengan cahaya atau
radiasi UV, infeksi, dll.)
5. Apakah sudah pernah diobati? Bagaimana efeknya? Apakah membaik,
memburuk, atau tidak ada perubahan setelah diobati dengan obat topikal atau
sistemik?

IV. General History of Present Illness


1. Sindrom penyakit akut:
- Demam, menggigil, lemas, pusing, pingsan.
- Urticaria (biduran), kemerahan (eritema), pruritus (gatal – gatal)
- “Ibu, apakah ada gerakan menyeringai atau menggosok hidung karena
gatal?”  menanyakan facial twitching/grimacing dan allergic salute
- Mata merah/berair/gatal, penglihatan kabur, fotofobia, ada discharge atau
tidak
- Hidung tersumbat, bersin, beringus, atau gatal
- Apakah bernafas melalui mulut atau tidak, apa ada erosi pada mulut
- Batuk, tenggorokan gatal, serak dan sakit pada tenggorokan,
tenggorokannya terasa menyempit/tersumbat/sesak
- Sesak, pernafasan cepat, stridor dan wheezing (bunyi ketika bernafas), sakit
pada dada
- Sakit dan kram pada perut, mual, muntah, diare
- Luka pada bagian genital (“Ada luka nggak di daerah kemaluannya?”)
2. Sindrom penyakit kronis:
- Lelah, hilang nafsu makan, turun berat badan, malaise, dsb.
- Pertumbuhan dan perkembangan anak (mungkin terganggu pada beberapa
penyakit alergi kronis pada anak – anak)
“Ibu, bagaimana tinggi anaknya kalau dibandingkan dengan teman
sebayanya?”

V. Riwayat Terkait CC Pasien


Terutama yang berkaitan dengan riwayat alergi atau penyakit atopik. Ketika
menanyakan gejala alergi pada pasien, jelaskan juga satu – satu setiap organnya
karena bisa saja pasien tidak tahu kalau yang ia alami termasuk gejala alergi ketika
sedang muncul.
1. Tanyakan apakah pasien tahu bahwa ia memiliki alergi. Jika ya, apa yang terjadi
kalau alerginya kumat. Tanya dan jelaskan setiap organnya.
a. Kulit: eksim, biduran/kaligata, gatal – gatal
b. Mata: merah, bengkak, gatal, berair
c. Hidung: tersumbat, meler/ingusan, gatal, bersin – bersin

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
d. Telinga: telinga terasa penuh, pendengaran berkurang, gatal, keluar cairan,
sakit, kemerahan
e. Tenggorokan: sering sakit tenggorokan, suara serak
f. Dada: sesak, berbunyi ketika bernafas, batuk
2. Tanyakan seberapa parah penyakitnya (ringan, sedang, berat). Bisa dengan
bertanya apakah ketika sedang kambuh bisa sampai pingsan, sesak nafas,
kejang, dehidrasi, atau bengkak – bengkak. Kalau pasiennya anak – anak bisa
dengan bertanya, apakah kalau sedang kambuh anaknya masih bisa sekolah,
atau, apakah sampai mengganggu sekolah.
3. Tanyakan seberapa sering pasien merasa terganggu dengan penyakitnya.
4. Tanyakan apakah ada yang bisa memicu atau memperparah penyakit pasien.
Tanya dan sebutkan satu per satu.
a. Tempat tertentu: di dalam atau di luar ruangan. Di rumah, sekolah, atau
tempat kerja.
b. Waktu tertentu: saat pagi, siang, sore, atau sepanjang hari (alergi rinitis
biasanya kambuh saat pagi hari dandingin, membaik ketika siang hari). Pada
bulan tertentu atau sepanjang tahun.
c. Cuaca: saat hari panas atau ketika hujan
d. Polusi udara: debu, asap rokok, asap kendaraan, bau atau asap masakan
e. Alergen yang diinhalasi: debu rumah, tungau, kucing, anjing, tanaman, jamur
di dinding lembab
f. Makanan: telur, susu, seafood, kacang, buah – buahan, bir, anggur/wine
g. Obat: obat luar atau obat yang diminum
h. Zat kimia: parfum, kosmetik, deterjen
i. Stress. Untuk anak, ini bisa diamati pada anak yang lebih besar atau sudah
sekolah dengan cara menanyakan apakah kambuh ketika akan ujian.
5. Apakah sudah pernah menjalani tes untuk alergi. Jika ya, apa alergi yang diderita
pasien.
6. Apakah pasien meminum obat untuk mengobati alerginya. Jika ya, apa nama
obatnya.

VI. Riwayat Medis Keluarga


Tanyakan apakah ada di keluarga pasien (ayah, ibu, dan saudara kandung) yang
memiliki penyakit yang sama (alergi, asma, eksim, alergi makanan, dll.) Jika ya, apa
penyakitnya.

Anamnesis selesai. Sampaikan diagnosis pada pasien dan ucapkan terima kasih.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 6 – Pemeriksaan Fisik pada Alergi dan Penyakit Imunologi

Pada station ini kita diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik. Lakukan mulai dari initial
clinical impression, tampilan umum pasien, hingga pemeriksaan fisik per organ. Karena poin
penilaiannya banyak dan harus disebutkan semua, lakukan dengan cepat, tepat dan benar
ya. Pada station ini diperbolehkan menggunakan medical jargon. Di OSCE nanti akan ada
skenarionya, jadi pemeriksaan dilakukan berdasarkan skenario kasus ya.

Poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Jangan ada satu poin pun yang terlupa atau tidak diperiksa. Agar lebih mudah
mengingatnya, periksa secara berurutan. Mulai dari kulit, kepala, wajah, mata,
hidung, mulut, leher, tenggorokan, thorax, paru – paru, jantung, abdomen,
anogenital, dan ekstremitas.
2) Jangan lupa untuk menjelaskan tiap derajat penyakit dan derajat sakit pada pasien.
3) Untuk pemeriksaan kulit sampai mulut akan disediakan gambar. Tugas kita hanya
menunjuk sesuai dengan sign & symptoms nya. Jangan sampai salah tunjuk.
Terutama pada saat menyebutkan pinpoint papils.
4) Ketika menyebutkan edema selalu sebutkan edema tender, non-pitting
5) Hafalkan istilah yang panjang dan susah seperti Dennie-Morgan infra-orbital folds
dan blepharospasm. Menurut dokternya sering sekali ada kesalahan saat
menyebutkan istilah – istilah ini, seharusnya tidak boleh salah.
6) Walaupun saat skills lab gambarnya disusun berurutan, tetap teliti dan hati – hati
saat menunjuk gambar nanti. Jangan hanya menghafal urutan tanpa mengetahui apa
itu sebetulnya.
7) Mulai dari pemeriksaan leher sampai ekstremitas dilakukan di manekin. Tunjuk
setiap area pemeriksaan.

I. Client Assessment
1. Perhatikan initial clinical impression. Pada tahap ini pasien masih duduk,
pemeriksa belum menyentuh pasien. Lihat apakah pasien memiliki hal – hal
seperti: kontak verbal baik atau tidak, edema pada wajah, facial
twitching/grimacing, allergic salute, edema pada kelopak mata, mata merah
dan berair, runny nose, bersin, sniffing, edema pada bibir, suara serak dan
sengau, batuk, stridor, dyspneu.
Kata dokter Fenny, bisa dengan bilang “saya mendapatkan pasien dengan
penampakan sebagai berikut............ (sebut tanda - tandanya)”
2. Lakukan informed consent. Minta pasien untuk melepaskan bajunya dan
berbaring di meja pemeriksaan.

II. Physical Examination


1. General Appearance
Pada tahap ini juga belum menyentuh pasien. Kita menentukan seberapa
sakit pasien dan apa derajat sakitnya. Sebutkan bahwa derajat sakit ada 4.
Tidak sakit, ringan (tanpa penurunan kualitas aktivitas sehari – hari),
moderate (ada penurunan aktivitas, tanpa sign symptom yang mengancam
jiwa), parah (penurunan aktivitas harian, disertai sign symptom yang
mengancam jiwa yaitu dyspneu, generalized edema, dehidrasi, penurunan
kesadaran, kejang.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Setelah itu simpulkan derajat sakit pada pasien. “Pasien ini derajat sakitnya
..... karena pada pasien ini terdapat .... “
Lalu sebutkan posisi berbaring pasien (normal atau tidak), tingkat kesadaran,
apakah ada dyspnea, cyanosis, edema, apa pasien masih bisa berbicara,
bagaimana suaranya.
2. Initial measurement
Sebutkan semua hal di bawah ini.
a. Respirasi
Apa tipe respirasi pasien, torakoabdominal (gerak thorax lebih dominan)
atau abdominotorakal (pada anak – anak, abdomen lebih dominan).
b. Tekanan darah
c. Denyut jantung
Cek frekuensi dengan melakukan pengukuran denyut nadi. Sebutkan
caranya: meletakkan dua jari dan meraba nadi radialis pasien selama 15
detik kemudian hasilnya dikalikan 4. Periksa pada kedua tangan, kanan
dan kiri. Cek juga volume (normal atau abnormal, lemah/kuat/cukup) dan
ekualitas nya (denyut sama, tidak berbeda).
d. Suhu tubuh
Ambil termometer, letakkan di costa axilaris manekin.
3. Kulit
Cek apakah ada rash atau kemerahan, apakah ada edema yang tender dan
non pitting.
4. Kepala
Periksa distribusi dan tekstur rambut, apakah ada kerontokan pada rambut.
5. Wajah
Apakah ada edema yang tender dan non pitting, twitching/grimacing, allergic
salute, open-mouthed face, Dennie – Morgan infra orbital folds (lipatan pada
bagian bawah mata, terdapat di rhinitis allergy), allergic shiner (daerah yang
lebih gelap dan sedikit edema).
6. Mata
Apakah ada sekret? Jika ya, apakah sekretnya serosa, mukoid (putih), atau
mucopurulent (kuning kehijauan, ada pus). Apakah ada edema pada
palpebra atau blepharospasm (spasme dari palpebra superior). Cek
conjunctivae bulbi (selaput yang melapisi sklera), apakah berair, hiperemi,
chemosis (edema, kelihatan menggembung), ada injeksi pembuluh darah.
Periksa conjunctivae tarsal saat eversi (palpebra superior dilipat ke atas),
apakah ada edema, hiperemi, pembuluh darah yang visible, pinpoint papils
(tunjuk bintik – bintik putih kecil di bagian bawah kelopak mata, dekat
pembuluh darah).
7. Hidung
Apakah ada sniffing, pigmented transverse nasal crease (PTNC, garis
melintang berwarna lebih gelap di hidung, disebabkan oleh allergic salute),
pembesaran hidung (bridge menjadi lebih lebar), pernapasan cuping hidung
(flaring of alae nasi ketika inspirasi). Apakah ada sekret? Jika ya apakah
berair, serous, mucoid atau mucopurulent. Cek mukosa pasien. Ambil
penlight, lihat mukosa hidungnya apakah berwarna pucat kebiruan.
8. Mulut

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Apakah ada edema yang tender dan non pitting pada bibir. Ambil penlight,
lihat apakah ada maloklusi gigi (gigi tidak beraturan disebabkan oleh bernafas
melalui mulut). Masih menggunakan penlight, ambil tongue blade, tekan lidah
ke arah bawah dan lihat palate pasien apakah lebih dalam dan lebih tinggi
(high arched) atau tidak. Minta pasien untuk menjulurkan lidah, periksa
apakah ada geographic tongue dan edema.
9. Leher
Cek apakah ada retraksi pada daerah suprasternal dan supraclavicular.
Tunjuk daerah tersebut pada manekin.
10. Thorax
Buka baju pasien. Inspeksi apakah bentuknya simetris/asimetris, lihat juga
pergerakan dada pasien. Lihat apakah ada barrel chest (bentuk seperti tong),
apakah ada retraksi interkostal.
11. Paru – Paru
Ambil stetoskop, dengan menggunakan diafragma, tekan dan lakukan
auskultasi. Periksa resonansi vokal pasien, vesicular breathing sound,
apakah ada wheezing atau stridor.
12. Jantung
Masih menggunakan stetoskop. Kali ini lakukan auskultasi dengan
menggunakan bagian bell. Cek di bagian apex, di bawah puting, di ruang
intercostal ke 5. Periksa bunyi jantung apakah reguler atau irreguler.
13. Abdomen
Cek apakah ada retraksi epigastrik (di bagian ulu hati).
14. Anogenital
Buka baju pasien. Beritahu pasien terlebih dulu. Cek apakah ada edema,
hiperemi, erosi, atau ekskoriasi.
15. Ekstremitas
Periksa apakah ujung – ujung ekstremitas pasien terasa dingin dan lembab.
Cek capillary refill nya. Tangan pasien pronasi, jari – jarinya diposisikan
setinggi jantung. Tekan salah satu ujung jari pasien di bagian palmar, bukan
di kuku, sampai warnanya memucat kemudian lepaskan. Hitung berapa
waktu yang dibutuhkan sampai ujung jari pasien berwarna merah/pink
kembali. Waktu normalnya adalah 2 detik.

Pemeriksaan selesai. Beritahu pasien dan ucapkan terima kasih.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 7 – Pemeriksaan THT

Pada station ini akan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Karena banyak yang akan
dilakukan, jadi pergunakan waktu sebaik mungkin. Kemungkinan saat OSCE, kasusnya
rhinitis alergi.

Poin yang harus diperhatikan:

1) Sapa pasien dan perkenalkan diri. Selalu lakukan informed consent setiap akan
melakukan tindakan.
2) Posisi duduk pemeriksa saling menyamping dengan pasien. Jangan mengangkangi
pasien (straddle).
3) Lakukan persiapan alat – alat terlebih dulu sebelum memeriksa pasien. Sebutkan
semua nama alat. Pakai dan nyalakan head lamp, pakai masker dan glove sebelum
dan selama memeriksa pasien.
4) Selama memeriksa pasien, posisi pasien yang dirubah – rubah, pemeriksa diam di
tempat. Karena itu, pasien duduk di kursi yang beroda.
5) Pegang dan gunakan peralatan yang dipakai dengan benar.
6) Jangan lupa selalu memeriksa kedua lubang telinga dan lubang hidung.
7) Selama mengenakan head lamp lampunya dinyalakan. Pastikan lampunya menyorot
daerah yang akan kita periksa.

Mulai dengan menyapa pasien dan memperkenalkan diri. Lakukan informed consent
mengenai anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jelaskan hasil yang diharapkan dari kedua
pemeriksaan tersebut. Tanyakan identitas pasien secara lengkap (nama, umur, suku,
pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, alamat).

Anamnesis

Tanyakan riwayat dari penyakit yang diderita pasien saat ini, terutama onset dan
precipitating factors nya. Tanyakan keluhan utama pasien.

I. General
1. Onset (kapan keluhan dimulai)
2. Durasi (apakah terus menerus atau hilang timbul, berapa lama)
3. Seberapa parah
4. Unilateral/bilateral
5. Symptom lain yang berkaitan (bersin, hidung tersumbat, tanyakan gejala yang
ada pada organ yang sama dengan cc pasien)
6. Predisposing factors
7. Mengganggu aktivitas sehari – hari atau tidak.
8. Apakah ada komorbiditas seperti urtikaria, asma, dispepsia, dll. Organnya
berlainan dengan cc pasien.
9. Riwayat pengobatan dan riwayat keluarga
II. Spesifik
1. Rhinitis Alergi
a. Apakah ada bersin, hidung tersumbat, hidung gatal, atau rhinorrhea? Setiap
hari atau tidak? Kalau kambuh berapa jam per hari lamanya?
b. Apakah muncul setiap hari atau hanya beberapa kali seminggu?
c. Apakah mengganggu aktivitas sehari – hari? Apakah mengganggu tidur?

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
d. Ketika berolahraga apakah terasa lebih baik?
e. Apakah gejala muncul ketika berada di sekolah atau tempat kerja?

f. Apakah ada riwayat penyakit atopik dalam keluarga?


g. Adakah komorbiditas?
h. Ketika memakai obat antialergi apakah terasa lebih baik?
2. Rhinosinusitis
a. Apakah ada hidung tersumbat, nasal discharge, gatal pada hidung, bersin?
b. Apakah ada nyeri pada bagian wajah, demam, discharge yang kental dan
berbau dari hidung?
c. Unilateral atau bilateral? Post nasal drip?
d. Konstan atau muncul pada musim/cuaca tertentu?
e. Apakah berubah apabila berganti posisi?
f. Apakah penglihatan pasien kabur? Apa ada gejala lain seperti sakit
tenggorokan, asma, sakit kepala, anemia.
g. Riwayat sakit gigi dan obat – obatan.
3. Otitis Media
a. Apakah ada cairan keluar dari telinga? Jika ya bagaimana warna, konsistensi,
dan baunya?
b. Apakah ada nyeri pada telinga?
c. Keluhan dirasakan pada telinga mana? Apakah unilateral atau bilateral?
d. Apakah gejala berlangsung secara terus menerus atau hilang timbul?
e. Apakah ada gejala lainnya seperti demam, sakit kepala, kehilangan
pendengaran, pusing, facial weakness, nyeri pada bagian retroaurikuler,
diplopia?
f. Riwayat nasal obstruction atau nasal discharge
g. Riwayat berenang atau mengorek telinga
h. Apakah ada edema atau nyeri pada bagian post auricular
i. Displaced/protruding ear
j. Predisposing factors? Riwayat trauma atau operasi pada telinga?

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi apakah pasien terlihat kesakitan. Lakukan informed consent untuk pemeriksaan
fisik. Setelah pasien setuju, siapkan dan sebutkan peralatan yang dipakai. Alat – alat yang
dipakai adalah head lamp, sarung tangan, masker, ear speculum, otoscope, nasal
speculum, tongue blade.

Pakai peralatan. Pasang head lamp dengan posisi yang benar. Bagian yang ada lekukan
menghadap ke bawah, jangan dipakai seperti mahkota. Untuk menyesuaikan ukurannya,
putar kenop berwarna abu – abu, lalu geser untuk menyesuaikan dengan ukuran kepala,
putar lagi untuk mengencangkan. Sebaiknya sebelum memakai head lamp kita sudah
mengetahui berapa kira – kira ukuran kepala kita agar cepat. Lalu nyalakan lampu dan
sesuaikan arah lampu dengan apa yang ingin kita lihat. Setelah itu cuci tangan, keringkan
dengan tissue. Lalu pakai masker dan hand scoon.

Pasien duduk di kursi yang beroda agar pemeriksa tidak perlu berpindah – pindah dalam
memeriksa. Cukup pasien yang diputar. Pasien duduk dengan nyaman, pinggang agak

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
condong ke depan. Selama melakukan pemeriksaan fisik, nyalakan head lamp dan arahkan
dengan tepat ke arah lubang hidung, lubang telinga, atau rongga mulut.

Pemeriksaan Kulit Wajah

Inspeksi dan palpasi kulit wajah pasien dari atas ke bawah. Apakah ada yang terlihat
asimetris, allergic shiner, lipatan infraorbital Dennie Morgan, supratip nasal crest, adenooidal
facies, facial paralysis, tanda – tanda alergi lainnya, benjolan, nyeri? Lakukan juga perkusi
pada sinus yang ada di wajah, di bagian kanan dan kiri.

Pemeriksaan Telinga

Mulai dengan memeriksa telinga bagian eksternal. Pemeriksa duduk menghadap telinga
pasien. Lampu head lamp dinyalakan dan mengarah ke telinga pasien. Satu tangan
memegang pinna pasien, tarik ke belakang lalu ke atas agar kanal telinga luar menjadi lurus
(karena bentuknya seperti huruf S) dan dapat terlihat. Tangan lainnya menarik tragus ke
arah depan menjauhi lubang telinga. Periksa kanal telinga pasien. Pada pasien anak, pinna
hanya ditarik ke belakang. Cek juga bagian retro aurikular (apakah ada mastoiditis atau
abses retrofaring), auricle, dan pre aurikular. Cek telinga kiri dan kanan. Apakah ada
bengkak, kemerahan, kotoran, dll.

Lakukan pemeriksaan menggunakan spekulum telinga. Satu tangan memegang dan


memasukkan spekulum ke dalam auditory canal eksternal pasien, tangan lainnya
memegang pinna. Periksa gendang telinga pasien.

Lakukan pemeriksaan menggunakan otoskop. Pegang otoskop seperti memegang pulpen


menggunakan satu tangan, jari kelingking tangan tersebut diletakkan di pipi pasien untuk
menahan. Tangan lainnya memegang pinna. Lihat kondisi kanal auditori eksternal dan
membran timpani pasien. Periksa apakah ada sekret, serumen, apakah membran timpani
masih intact/perforasi/tidak ada, periksa refleks cahaya.

Tiap pemeriksaan harus dilakukan pada kedua lubang telinga. Ketika memeriksa telinga,
periksa telinga kanan, pinna dipegang dengan tangan kiri dan alat dengan tangan kanan.
Ketika memeriksa telinga kiri, pinna dipegang dengan tangan kanan dan alat dengan tangan
kiri.

Pemeriksaan Hidung

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Lakukan pemeriksaan rinoskopi anterior menggunakan nasal spekulum. Pegang nasal
spekulum pada bagian joint nya menggunakan ibu jari. Telunjuk digunakan diletakkan di
hidung pasien untuk membantu menahan spekulum agar tidak masuk terlalu dalam. Jari –
jari lainnya memegang bagian stem dari spekulum. Tangan satunya membantu
memposisikan wajah pasien agar pemeriksa bisa melihat dengan lebih jelas.

Masukkan spekulum ke dalam lubang hidung pasien. Perlahan – lahan buka spekulum ke
arah atas dan bukan ke arah bawah. Lihat warna mukosa hidung pasien, apakah
kemerahan (inflamasi) atau pucat kebiruan (alergi). Lihat apakah ada discharge, jika ya
berasal dari mana. Lihat apakah ada pembengkakan concha, polyp, atau deviasi septum.

Tutup sedikit spekulum tapi jangan sampai rapat. Tarik keluar perlahan baru tutup dengan
rapat. Kalau spekulum ditutup sampai rapat di dalam, dikhawatirkan ketika ditarik keluar
akan mencabut bulu hidung pasien. Ulangi pemeriksaan pada lubang hidung yang lainnya.

Pemeriksaan Rongga Mulut

Minta pasien untuk membuka mulutnya. Pegang tongue blade dengan satu tangan dan
tekan lidah, kira – kira 2/3 anteriornya, dengan lembut ke bawah. Hati – hati jangan sampai
menimbulkan gag reflex pada pasien. Minta pasien untuk relaks dan tidak menggerakkan
lidahnya. Periksa seluruh permukaan mukosa dan gigi geligi pasien. Periksa juga dengan
cara menggerakkan dan menekan tongue blade ke mukosa di bagian lateral (belakang pipi).

Minta pasien mengangkat lidah agar bagian lantai dari mulut dapat terlihat. Perhatikan tonsil,
palat, dan faring. Selama melakukan pemeriksaan ini perhatikan warna mukosa, ada
benjolan dan karies atau tidak, apakah ada maloklusi dental, periksa kondisi palat dan uvula.

Pemeriksaan Leher

Pemeriksa berada di depan pasien. Inspeksi dan palpasi leher pasien. Palpasi daerah
posterior dan anterior triangle. Periksa apakah ada pembesaran kelenjar getah bening atau
tiroid.

Pemeriksaan selesai. Sampaikan hasil yang ditemukan dan diagnosis pada pasien.
Ucapkan terima kasih. Lepas dan rapikan semua peralatan. Cuci tangan.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
Pertemuan 8 – Manajemen Jenazah Infeksius

Pada station ini kita diminta memanajemen jenazah infeksius sebelum diserahkan kepada
keluarga. Tujuannya adalah agar jenazah tidak menularkan penyakit ke lingkungan sekitar.
Ada tiga kategori jenazah: kategori 1, 2, 3. Kategori 1 boleh tidak diberi perlakuan seperti ini.
Jenazah kategori 2 dan 3 harus melalui prosedur seperti ini terlebih dulu. Di Indonesia,
karena tidak mungkin mengikuti anjuran WHO untuk memasukkan setiap jenazah ke dalam
peti mati atau melakukan kremasi, maka dilakukan embalming dengan menggunakan
formalin.

Ada pesan dari dokter Fenny, kalau bisa ketika OSCE untuk perempuan pakai celana saja.
Berhubung station ini bisa dipastikan akan keluar dan akan lebih mudah kalau kita memakai
celana. Sebetulnya pakai rok pun masih bisa, hanya akan lebih repot saja.

Poin yang harus sangat diperhatikan untuk bisa lulus station ini adalah:

1) Pakai peralatan secara berurutan.


2) Ingatlah selama memakai dan melepas PPE (personal protective equipment) bagian
luar tidak boleh menyentuh bagian dalam, begitu juga sebaliknya.

Konfirmasi identitas pasien. Lalu lakukan introduction terlebih dahulu kepada keluarga.
Beritahu bahwa kita akan melakukan sterilisasi pada jenazah agar tidak menularkan
penyakit ke lingkungan dengan cara memasukkan cairan sterilisasi. Beritahu juga bahwa
keluarga tidak boleh melakukan kontak kulit langsung pada jenazah. Minta keluarga untuk
menunggu di ruang tunggu.

Persiapkan alat – alat yang akan dipergunakan, yaitu 2 sarung tangan latex (tipis dan tebal),
larutan chlorine 0,5%, formalin 40%, syringe 50 cc, minor surgery kit, IV canule, PPE (baju,
goggle, masker, boots.

Lepas sepatu dan aksesoris yang digunakan. Cuci tangan. Kenakan PPE, mulai dari baju
pelindungnya tapi tudung (hood) baju jangan dikenakan dulu. Pakai masker dan goggle.
Kemudian kenakan sarung tangan yang tipis terlebih dahulu, baru setelah itu yang tebal.
Kenakan tudungnya dan terakhir pakai sepatu boots. Pastikan kacamata (jika pakai),
rambut, dan lengan baju seluruhnya masuk dan tertutup oleh PPE.

I. Manajemen di Kamar Pasien


1. Telepon kamar jenazah untuk memberitahu bahwa akan ada jenazah
infeksius yang akan dibawa ke sana sehingga kamar jenazah bisa bersiap –
siap.
2. Lepaskan seluruh peralatan medis seperti infus, kateter, dll. yang digunakan
oleh pasien. Masukkan ke dalam plastic bag yang sudah diberi desinfektan
dan perlakukan seperti sampah medis.
3. Tutup seluruh luka, termasuk luka infus, menggunakan plester waterproof.
4. Masukkan jenazah ke dalam plastic bag mulai dari kaki. Ikat di bagian kepala.
Lalu kirim ke kamar jenazah menggunakan stainless steel stretcher.
5. Rendam seluruh linen yang dipakai jenazah di dalam sodium hipoklorit 30
menit sebelum dicuci. Stretcher yang dipakai untuk mengantar pasien juga
nanti harus dicuci menggunakan sodium hipoklorit.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)
II. Manajemen di Kamar Jenazah
1. Gunting plastik dari atas di bagian tengah menuju ke bawah.
2. Siram jenazah dengan sodium hipoklorit sampai baju jenazah basah.
Lepaskan bajunya, kemudian siram lagi dengan sodium hipoklorit.
3. Mandikan jenazah sesuai dengan ritual agama menggunakan sodium
hipoklorit dicampur air.
4. Bersihkan semua lubang – lubang tubuh menggunakan forceps dan kapas
yang dibasahi sodium hipoklorit.
5. Lakukan embalming. Buat luka di superior tulang malleolus kira – kira 4 – 5
cm. Cari vena malleolus, fiksasi dengan menaruh forceps di bawahnya.
6. Diseksi horizontal vena malleolus, jangan sampai putus. Kalau putus vena
malleolus tersebut akan hilang, gunakan vena malleolus di kaki sebelahnya
atau gunakan vena femoralis.
7. Masukkan formalin menggunakan IV canule (gunakan spet untuk
memasukkan formalin ke dalam IV canule) sampai wajah jenazah berwarna
merah gelap atau sampai terlihat pembuluh darahnya mengeras/menebal.
8. Ikat vena di bagian superior dan inferior dari diseksi. Sutur lukanya. Tutup
dengan kapas berformalin dan plester waterproof.
9. Sumbat seluruh lubang tubuh menggunakan kapas berformalin. Tutup
seluruh luka menggunakan kapas berformalin dan plester waterproof.
10. Untuk jenazah muslim masukkan jenazah ke dalam kantong plastik yang
baru, bungkus dengan kain kafan, lalu masukkan ke keranda dan berikan ke
keluarga.
11. Untuk jenazah non muslim pakaikan baju terlebih dulu, masukkan ke dalam
plastic bag, lalu masukkan ke dalam peti mati dan berikan pada keluarga.
12. Disinfeksi seluruh ruangan dan brankar dengan sodium hipoklorit.
13. Buka PPE mulai dari yang paling terkontaminasi. Lepas boots terlebih dulu.
Buka hood lalu buka ritsleting perlahan – lahan dan lepaskan bajunya. Ketika
mencari ritsleting bisa jadi agak sulit karena memakai 2 buah sarung tangan.
Usahakan jangan sampai menyentuh baju bagian dalam.
14. Ketika melepas baju, kedua sarung tangan juga sebaiknya ikut terlepas,
terutama sarung tangan tebal yang dipakai di luar. Kalau sarung tangan tipis
masih tetap terpakai tidak apa – apa, lepaskan setelah melepas baju dan
sarung tangan tebal. Ingat, bagian yang terkontaminasi tidak boleh
menyentuh bagian dalam.
15. Lepaskan goggle dan masker dari bagian belakang kepala ke arah depan.
16. Cuci tangan dan buat laporan embalming.

“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!” (Q.S. Al –Baqarah: 214)

Anda mungkin juga menyukai