Anda di halaman 1dari 8

Hal-hal Teknis

1. Usahakan agar pertanyaan diajukan secara singkat dan jelas, jika perlu ulangi sekali lagi atau
dua kali sampai jelas benar, terutama jika pertanyaan itu ditujukan pada salah seorang peserta.

2. Namun jangan sampai pertanyaan semacam itu justru menjadikan peserta “gelagapan” atau
gugup menjawabnya, dan karenanya hindari pertanyaan tendensius dan gaya bertanya
menghakini (pelatih bukan interogator) kecuali pada kasus-kasus pelanggaran norma dan tata
tertib.

3. Dalam meneruskan sebuah pertanyaan dari seorang peserta ke peserta lainnya, hindari jangan
sampai terjadi antara peserta yang bersangkutan malah terjadi “perang tanding” (berdebat
langsung di luar kendali instruktur).

4. Jika perlu, pertanyaan dari seorang peserta dikembalikan kepadanya lagi dengan pertanyaan
balik seperti : “menurut anda sendiri bagaimana ?” (agar ia sendiri mau berfikir dan tidak
menganggap instruktur sebagai orang yang tidak tahu segalanya).

5. Dan beberapa hal lainnya lagi yang hanya bisa difahami setelah mengalami sendiri
bagaimana pemandu sebuah kegiatan latihan, sesuai kondisi dan situasi yang ada.

Ada beberapa hal yang lebih teknis lagi sebagai pedoman, bentuk-bentuk atau jenis pertanyaan
dasar yang paling sering digunakan dalam kegiatan latihan selama ini, antara lain sebagai berikut
:

1. Pertanyaan Ingatan

“Dimana anda mengalami …………………………………..?”

“Kapan hal itu terjadi ……………………………………….?”

“Apakah hal semacam ini pernah terjadi pada anda ………..?”

“Dengan mengalami ini, apakah bisa dikaitkan dengan

pengalaman anda sebenarnya ………………………………?”

2. Pertanyaan Pengamatan

“Apa yang sedang terjadi ?”

“Apakah anda telah melihatnya ?”


3. Pertanyaan Analitik (Urai Sebab-Akibat)

“Mengapa perbedaan pendapat itu terjadi ?”

“Bagaimana akibat kegiatan ini terhadap perilaku kelompok ?”

4. Pertanyaan Hipotetik (Memancing Praduga)

“Apa yang akan terjadi jika …………………………………..?”

“Coba ramalkan apa akibatnya andaikata ……………………?”

5. Pertanyaan Pembanding

“Siapakah dalam hal ini yang benar ?”

“Mana yang anda anggap paling tepat antara ……..dan …….?”

6. Pertanyaan Proyektif (Mengungkap ke Depan)

“Bayangkan jika anda menghadapi situasi seperti itu,

apakah yang akan anda lakukan ?”

7. Pertanyaan Tertutup (Menjurus ke Suatu Jawaban Tertentu)

“Kita sebagai pelatih harus selalu melemparkan pertanyaan

yang tidak menjurus, ya kan ?”

Seperti terlihat jelas pada contoh-contoh pertanyaan di atas, jelas sekali bahwa apapun bentuk
atau jenis pertanyaannya, semuanya tetap bertolak dari “kata-kata kunci” pertanyaan yang peling
pokok yaitu :

APA ……………………………?

SIAPA ………………………….?

DIMANA ………………………?

KAPAN …………………………?

BAGAIMANA …………………?
MENGAPA …………………….?

 Kata-kata “apa”, “siapa”, “dimana”, dan “kapan” adalah kata tanya untuk
mengungkapkan fakta.
 Kata kunci “bagaimana” adalah kata tanya untuk mengungkapkan baik fakta maupun
pendapat (opini).
 Kata kunci “mengapa” adalah kata tanya untuk mengungkapkan pendapat. Atas dasar ini
menjadi gampang jika ingin diterapkan dalam kegiatan latihan.
 Kata-kata kunci “apa”, “siapa”, “dimana”, dan “kapan” lebih digunakan pada pertanyaan
tahap mengungkapkan dalam proses daur belajar pengalaman berstruktur karena tahap ini
memang bermaksud mengungkap apa yang “senyatanya terjadi atau dilakukan oleh
peserta”.
 Kata kunci “bagaimana” juga dapat digunakan pada proses ini dan proses menganalisa
maupun menyimpulkan, tapi kata kunci “mengapa” lebih digunakan pada tahap
menganalisa dan menyimpulkan saja, karena tahap ini memang sudah dimaksudkan
untuk meminta pendapat peserta.
 Dikaitkan dengan bentuk atau jenis pertanyaan tadi, dapat dikatakan bahwa jenis
pertanyaan “ingatan” dan “pengamatan” lebih digunakan pada tahap mengungkapkan.
Jenis pertanyaan “analitik”, “hipotetik”, dan “permbandingan”, lebih digunakan pada
tahap menganalisa, sementara jenis pertanyaan “proyektif” lebih banyak digunakan pada
tahap menyimpulkan. Adapun jenis pertanyaan “tertutup” lebih digunakan pada saat
instruktur akan menegaskan kembali kesimpulan peserta di akhir kegiatan latihan

Hal-hal Teknis
1. Usahakan agar pertanyaan diajukan secara singkat dan jelas, jika perlu ulangi sekali lagi atau
dua kali sampai jelas benar, terutama jika pertanyaan itu ditujukan pada salah seorang peserta.

2. Namun jangan sampai pertanyaan semacam itu justru menjadikan peserta “gelagapan” atau
gugup menjawabnya, dan karenanya hindari pertanyaan tendensius dan gaya bertanya
menghakini (pelatih bukan interogator) kecuali pada kasus-kasus pelanggaran norma dan tata
tertib.

3. Dalam meneruskan sebuah pertanyaan dari seorang peserta ke peserta lainnya, hindari jangan
sampai terjadi antara peserta yang bersangkutan malah terjadi “perang tanding” (berdebat
langsung di luar kendali instruktur).

4. Jika perlu, pertanyaan dari seorang peserta dikembalikan kepadanya lagi dengan pertanyaan
balik seperti : “menurut anda sendiri bagaimana ?” (agar ia sendiri mau berfikir dan tidak
menganggap instruktur sebagai orang yang tidak tahu segalanya).

5. Dan beberapa hal lainnya lagi yang hanya bisa difahami setelah mengalami sendiri
bagaimana pemandu sebuah kegiatan latihan, sesuai kondisi dan situasi yang ada.
Ada beberapa hal yang lebih teknis lagi sebagai pedoman, bentuk-bentuk atau jenis pertanyaan
dasar yang paling sering digunakan dalam kegiatan latihan selama ini, antara lain sebagai berikut
:

1. Pertanyaan Ingatan

“Dimana anda mengalami …………………………………..?”

“Kapan hal itu terjadi ……………………………………….?”

“Apakah hal semacam ini pernah terjadi pada anda ………..?”

“Dengan mengalami ini, apakah bisa dikaitkan dengan

pengalaman anda sebenarnya ………………………………?”

2. Pertanyaan Pengamatan

“Apa yang sedang terjadi ?”

“Apakah anda telah melihatnya ?”

3. Pertanyaan Analitik (Urai Sebab-Akibat)

“Mengapa perbedaan pendapat itu terjadi ?”

“Bagaimana akibat kegiatan ini terhadap perilaku kelompok ?”

4. Pertanyaan Hipotetik (Memancing Praduga)

“Apa yang akan terjadi jika …………………………………..?”

“Coba ramalkan apa akibatnya andaikata ……………………?”

5. Pertanyaan Pembanding

“Siapakah dalam hal ini yang benar ?”

“Mana yang anda anggap paling tepat antara ……..dan …….?”

6. Pertanyaan Proyektif (Mengungkap ke Depan)

“Bayangkan jika anda menghadapi situasi seperti itu,


apakah yang akan anda lakukan ?”

7. Pertanyaan Tertutup (Menjurus ke Suatu Jawaban Tertentu)

“Kita sebagai pelatih harus selalu melemparkan pertanyaan

yang tidak menjurus, ya kan ?”

Seperti terlihat jelas pada contoh-contoh pertanyaan di atas, jelas sekali bahwa apapun bentuk
atau jenis pertanyaannya, semuanya tetap bertolak dari “kata-kata kunci” pertanyaan yang peling
pokok yaitu :

APA ……………………………?

SIAPA ………………………….?

DIMANA ………………………?

KAPAN …………………………?

BAGAIMANA …………………?

MENGAPA …………………….?

 Kata-kata “apa”, “siapa”, “dimana”, dan “kapan” adalah kata tanya untuk
mengungkapkan fakta.
 Kata kunci “bagaimana” adalah kata tanya untuk mengungkapkan baik fakta maupun
pendapat (opini).
 Kata kunci “mengapa” adalah kata tanya untuk mengungkapkan pendapat. Atas dasar ini
menjadi gampang jika ingin diterapkan dalam kegiatan latihan.
 Kata-kata kunci “apa”, “siapa”, “dimana”, dan “kapan” lebih digunakan pada pertanyaan
tahap mengungkapkan dalam proses daur belajar pengalaman berstruktur karena tahap ini
memang bermaksud mengungkap apa yang “senyatanya terjadi atau dilakukan oleh
peserta”.
 Kata kunci “bagaimana” juga dapat digunakan pada proses ini dan proses menganalisa
maupun menyimpulkan, tapi kata kunci “mengapa” lebih digunakan pada tahap
menganalisa dan menyimpulkan saja, karena tahap ini memang sudah dimaksudkan
untuk meminta pendapat peserta.
 Dikaitkan dengan bentuk atau jenis pertanyaan tadi, dapat dikatakan bahwa jenis
pertanyaan “ingatan” dan “pengamatan” lebih digunakan pada tahap mengungkapkan.
Jenis pertanyaan “analitik”, “hipotetik”, dan “permbandingan”, lebih digunakan pada
tahap menganalisa, sementara jenis pertanyaan “proyektif” lebih banyak digunakan pada
tahap menyimpulkan. Adapun jenis pertanyaan “tertutup” lebih digunakan pada saat
instruktur akan menegaskan kembali kesimpulan peserta di akhir kegiatan latihan

Audit Internal adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibuat dalam suatu organisasi
dengan tujuan menguji dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan organisasi.
Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen organisasi dalam memberikan
pertanggungjawaban yang efektif.

bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian
untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke titik yang aman.

Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan


dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya,
tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di
bawah :
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat
resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain
ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang
terdapat pada tabel di bawah :

Hierarki Pengendalian Resiko K3

Eliminasi Eliminasi Sumber Bahaya


Tempat Kerja/Pekerjaan Aman
Mengurangi Bahaya
Substitusi Substitusi Alat/Mesin/Bahan
Hierarki Pengendalian Resiko K3

Modifikasi/Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja yang


Perancangan
Lebih Aman

Prosedur, Aturan, Pelatihan, Durasi Kerja, Tanda Bahaya,


Administrasi
Rambu, Poster, Label
Tenaga Kerja Aman Mengurangi
Paparan

APD Alat Perlindungan Diri Tenaga Kerja

Anda mungkin juga menyukai