Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kehamilan

2.1.1 Konsep Dasar Kehamilan

Menurut Federasi Obtetri Ginekologi Internasional, kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan

ovum, dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo,

2010). Lama kehamilan kira-kira 40 minggu atau 280 hari dihitung dari

hari pertama haid terakhir. (Wirakusumah, 2014). Kehamilan terbagi

dalam 3 trimester dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu,

trimester kedua 15 minggu (minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester

ketiga 1 minggu (minggu ke 28 ingga ke 40).


Kehamilan 40 minggu disebut kehamilan matur (cukup bulan).

Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur.

Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.

(Megasari, 2014).

2.1.2 Perubahan Fisik dan Psikologis Pada Wanita Hamil

2.1.2.1 Perubahan Fisik

1. Uterus
Berat uterus naik dari 30 gram – 1000 gram sampai akhir kehamilan.

Bentuk dan konsistensi pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk rahim

seperti buah alpukat, pada kehamilan 4 bulan rahim berbentuk bulat, dan
pada akhir kehamilan seperti bujur telur. Rahim yang tidak hamil kira-kira

sebesar telur ayam, dan kehamilan 3 bulan sebesar telur angsa.


2. Vagina dan Vulva
Karena pengaruh estrogen, terjadi perubahan pada vagina dan vulva. Akibat

hipervaskularisasi, vagina dan vulva terlihat lebih merah atau kebiruan.


3. Dinding perut
Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan menyebabkan robeknya

serabut elastik di bawah kulit sehingga timbul striae gravidarum. Jika

terjadi peregangan yang hebat, misalnya pada hidramnion dan kehamilan

ganda, dapat terjadi diastasis recti bahkan hernia. Kulit perut pada linea alba

bertambah pigmentasinya dan disebut linea nigra.


4. Sistem sirkulasi darah
Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak akhir

trimester pertama. Volume darah akan bertambah banyak, kira-kira 25%

dengan puncaknya pada kehamilan 32 minggu, diikuti pertambahan curah

jantung (cardiac output) yang meningkat sebanyak ± 30%. Kenaikan

plasma darah dapat mencapai 40% saat mendekati cukup bulan.


5. Sistem pernapasan
Wanita hamil kadang-kadang mengeluh sesak dan pendek nafas. Hal itu

disebabkan oleh usus yang tertekan kearah diafragma akibat pebesaran

rahim. Kapasitas vital paru sedikit meningkat selama hamil.


6. Saluran pencernaan
Salivasi meningkat dan pada trimester pertama timbul keluhan mual dan

muntah. Tonus otot saluran pencernaan melemah sehingga motilitas dan

makanan akan lebih lama berada dalam saluran makanan. Resorpsi

makanan baik, tetapi akan timbul obstipasi. Gejala muntah (emesis

gravidarum), sering terjadi biasanya pada pagi hari disebut morning

sickness.
7. Tulang dan gigi
Persendian panggul akan terasa lebih longgar karena ligamen-ligamen

melunak. Juga terjadi sedikit pelebaran pada ruang persendian. Apabila

pemberian makanan tidak dapat memenuhi kebutuhan kalsium janin,

kalsium pada tulang-tulang panjang ibu akan diambil untuk memenuhi

kebutuhan tadi. Apabila konsumsi kalsium cukup, gigi tidak akan

kekurangan kalsium.
8. Metabolisme
Tingkat metabolik basal (BMR) pada wanita hamil meninggi hingga 15-

20% terutama pada trimester akhir. Dibutuhkan protein yang banyak untuk

perkembangan fetus, alat kandungan, payudara dan ibu, serta untuk

persiapan laktasi.
9. Payudara (mamae)
Selama kehamilan, payudara bertambah besar, tegang, dan berat. Dapat

teraba noduli-noduli, akibat hipertrofi kelenjar alveoli, bayangan vena-vena

lebih membiru. Hiperpigmentasi terjadi pada puting susu dan areola

payudara. Kalau diperas, keluar colostrum. (Sofian, 2013).

2.1.2.2 Perubahan Psikologis

1. Emosional, mudah marah, suasana hati yang beragam, cengeng


2. Perasaan was-was, takut, elasi (rasa senang yang berlebihan yang

ditandai dengan meningkatnya aktivitas fisik dan mental)

2.1.3 Ketidaknyamanan dalam Kehamilan

Menurut Kusyanti (2012), ketidaknyamanan masa hamil dan cara mengatasinya

adalah sebagai berikut:

a. Sering buang air kecil pada trimester I dan III


Cara mengatasi :
1. Penjelasan mengenai sebab terjadinya BAK
2. Kosongkan kandung kemih ketika ada dorongan untuk BAK
3. Perbanyak minum pada pagi dan siang hari
4. Batasi minum kopi, teh, dan soda
5. Berbaring miring kiri dan kaki ditinggikan saat tidur untuk

meningkatkan diuresis
b. Keputihan pada trimester I, II, dan III
Cara mengatasi :
1. Tingkatkan kebersihan dengan mandi setiap hari
2. Memakai pakaian dalam berbhan katun yang mudah menyerap

keringat
3. Cara cebok yang benar yaitu dari arah vagina ke belakang
4. Selalu keringkan daerah kemaluan setelah BAB dan BAK
5. Ganti celana dalam setiap kali terasa basah
c. Keringat bertambah secara perlahan terus meningkat sampai

akhir kehamilan
Cara mengatasi :
1. Pakai pakaian yang tipis, longgar, dan menyerap keringat
2. Mandi secara teratur
3. Tingkatkan asupan cairan
d. Sakit punggung atas dan bawah
Cara mengatasi :
1. Gunakan mekanisme tubuh yang baik
2. Gunakan kasur yang keras untuk tidur
3. Gunakan bantal ketika tidur untuk meluruskan punggung
4. Senam hamil
5. Hindari sepatu hak tinggi
6. Hindari pekerjaan dengan beban berat
7. Masase daerah pinggang dan punggung

2.1.4 Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Modul Midwifery Update (2016), dalam melakukan pemeriksaan

antenatal tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar

(10T) terdiri dari :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan


Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.

Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan resiko untuk

terjadinya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion).


2. Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90

mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema

wajah dan atau tungkai bawah dan atau proteinuria).


3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LiLA)
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga

kesehatan di trimester 1 untuk skrining ibu hamil beresiko KEK. Kurang

energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan

gizi dan sudah berlangsung lama (dalam beberapa bulan / tahun) dimana

LiLA kurang dari 23,5 cm. Diperkirakan selama kehamilan berat badan

akan bertambah 12,5 kg.


Tabel 2.1
Rekomendasi Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Kategori IMT Rekomendasi (kg)

Rendah < 19,8 12,5 – 18


Normal 19,8 – 26 11,5 – 16

Tinggi 26 – 29 7 – 11,5
Obesitas > 29 ≥7
Gemeli 16 – 20,5

Sumber : Prawirohardjo, 2010.

4. Ukur tinggi fundus uteri


Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan

umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur

kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar

pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.


5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini

dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III

bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke

panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit, atau ada masalah

lain. Penilanan DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya

setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat < 120 x/menit atau DJJ

cepat > 160 x/menit menunjukkan adanya gawat janin.


6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus

toxoid (TT) bila diperlukan.


Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus

mendapat imunisasi TT. Ibu hamil minimal memiliki status imunisasi T2

agar mendapatkan perlindungan terhadap infeksi tetanus.

Tabel 2.2

Rentang Waktu Pemberian Imunissi TT dan Lama Perlindungannya

Selang Waktu
Imunisasi TT Lama Perlindungan
Minimal
Langkah awal pembentukan

TT 1 kekebalan tubuh terhadap penyakit

tetanus
TT 2 1 bulan setelah TT 1 3 tahun
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun
TT 4 12 bulan setelah TT 3 10 tahun
TT 5 12 bulan setelah TT 4 >25 tahun
Sumber : Kemenkes, 2016.

7. Beri tablet tambah darah (Tablet besi)


Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat

tablet tambah darah (tablet zat besi) dan asam folat minimal 90 tablet

selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama. Zat besi 60

mg/hari dan asam folat 400 mcg/hari (Medical mini notes, 2016).
8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah

pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium

rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap

ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah, protein urin, dan

pemeriksaan spesifik daerah endemis / epidemi (malaria, IMS, HIV, dan

lain-lain). Sementara pemeriksaan laboratorium khusus adalah

pemeriksaan laboratorium lain yang dilaksanakan atas indikasi pada ibu

hamil yang melakukan kunjungan antenatal.

2.1.5 Tatalaksana / penanganan kasus.

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal diatas dan hasil pemeriksaan

laboratorium, setiap kelaian yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai

dengan standar dan kewenangan bidan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk

sesuai dengan sistem rujukan.

2.1.5.1 Temu wicara (konseling)

Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang

meliputi :

1. Kesehatan ibu
2. Perilaku hidup bersih dan sehat
3. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan
4. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan, dan nifas serta kesiapan

menghadapi komplikasi.
Adapun beberapa tanda bahaya pada kehamilan diantaranya:
a) Muntah terus dan tak mau makan
b) Demam tinggi
c) Bengkak kaki, tangan, dan wajah
d) Janin dirasakan kurang bergerak dibandingkan

sebelumnya, gerakan menendang atau tendangan janin normalnya

10 gerakan / 12 jam (Prawirohardjo, 2010)


e) Perdarahan pada hamil muda dan tua
f) Air ketuban keluar belum waktunya
5. Asupan gizi seimbang
6. Gejala penyakit menular dan tidak menular
7. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan konseling di daerah

epidemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TB di

daerah epidemic rendah.


8. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif.
9. KB paska persalinan.
10. Imunisasi
11. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain

Booster).

2.2 Anemia Kehamilan

2.2.1 Definisi Anemia Pada ibu Hamil

Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin dibawah

nilai normal. Pada penderita anemia lebih sering disebut dengan kurang darah, kadar sel

darah merah dibawah nilai normal (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010).

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah dalam sirkulasi

darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai

pembawa oksigen keseluruh jaringan (Tarwoto, dkk, 2007)


Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi.

Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia pada kunjungan pertama

kehamilan. Bahkan, jika tidak mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih

mungkin terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya (Proverawati, 2011).

2.2.2 Tanda dan gejala anemia pada Ibu Hamil

Bila kadar Hb < 7gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang

batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria

WHO tahun 2005 ditetapkan 3 kategori yaitu:

a. Normal > 11gr%


b. Ringan 8-11gr%
c. Berat <8gr%

(Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010)

Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat dan

mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas normal (Feryanto, Achmad,

2012 ).

Menurut Proverawati (2011) banyak gejala anemia selama kehamilan, meliputi:

a. Merasa lelah atau lemah


b. Kulit pucat progresif
c. Denyut jantung cepat
d. Sesak napas
e. Konsentrasi terganggu
2.2.3 Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil

Menurut Tarwoto,dkk, (2007) penyebab anemia secara umum adalah:

a. Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor

kemiskinan.
b. Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.
c. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang

banyak, perdarahan akibat luka.

Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi. Zat

besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb.

Oleh karena itu disebut “Anemia Gizi Besi”. Anemia gizi besi dapat terjadi

karena hal-hal berikut ini:

a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak

mencukupi kebutuhan.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. (Feryanto,

Achmad, 2011)

2.3 Persalinan

2.3.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi

yang cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu.

(Wirakusumah, 2014).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri) yang

dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Sofian,

2013).

2.3.2 Bentuk Persalinan

Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:

a. Persalinan spontan
Bila persalinan sepenuhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan

jalan rangsangan.

2.3.3 Faktor-Faktor Dalam Persalinan

Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu:

2.3.3.1 Tenaga atau Kekuatan (power)

Meliputi:
1. His (kontraksi uterus)
2. Kontraksi otot dinding perut
3. Kontraksi diafragma pelvis
4. Ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum
5. Efektivitas kekuatan mendorong dan lama persalinan.

2.3.3.2 Janin (passanger)

Meliputi:
1. Letak janin
2. Posisi janin
3. Presentasi janin dan letak plasenta

2.3.3.3 Jalan Lintas (passage)

Meliputi:
1. Ukuran dan tipe panggul
2. Kemampuan serviks untuk membuka
3. Kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk

memanjang

2.3.4 Tanda Persalinan

a. Tanda permulaan persalinan:


1) Lightening, atau settling, atau dropping, yaitu kepala turun

memasuki pintu atas panggul, terutama pada primigravida. Pada

multipara, hal tersebut tidak begitu jelas.


2) Perut terlihat lebih melebar, fundus uteri turun.
3) Sering buang air kecil atau sulit bekemih (polakisuria) karena

kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.


4) Perasaan nyeri di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-

kontraksi lemah uterus, kadang-kadang disebut “false labor pains”.


5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya

bertambah, mungkin bercampur darah (bloodshow).

b. Tanda-tanda inpartu:
1) Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan

teratur.
2) Keluar lendir bercampur darah (show yang lebih banyak karena

robekan-robekan kecil pada serviks).


3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4) Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada

pembukaan.

2.3.5 Mekanisme Persalinan

Proses persalinan terdiri dari 4 kala yaitu:

a. Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan

meningkat (frekuensi dan kekuatan) hingga serviks membuka lengkap (10 cm)

kala satu persalinan terdiri atau dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1. Fase laten
1) Dimulai sejak awal berkontrasksi yang menyebabkan penipisan

dan pembukaan serviks secara bertahap.


2) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4cm.
3) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
4) Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30

detik.
2. Fase aktif
1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara

bertahap (kontraksi di anggap adekuat / memadai jika terjadi tiga kali

atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau

lebih).
2) Dan pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau

10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nuli para

atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).


3) Terjadi penurunan bagian terbawah janin (Asuhan Persalinan

Normal, 2008).
b. Kala II
Kala II atau kala pengeluaran, gejala utama kala II adalah:
1. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50-

100 detik.
2. Menjelang akhir kala 1, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran

cairan secara mendadak.


3. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan

mengejan, karena tertekannya pleksus frankenhauser.


4. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi

sehingga terjadi kepala membuka pintu, suboksiput bertindak sebagai


hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka,

dan kepala seluruhnya.


5. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu

penyesuaian kepala terhadap punggung.


6. Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong

dengan jalan: kepala dipegang pada os oksiput dan dibawah dagu, ditarik

curam kebawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam keatas untuk

melahirkan bahu belakang.


7. Lamanya kala 2 untuk primigravida 1 1/2 – 2 jam dan multigravida 1 jam.

(Sofian, 2013).
c. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit dengan

lahirnnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan nitabusch,

karena sifat retraksi otot rahim.


Lepasnya plasenta sudah diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda

dibawah ini:
1. Uterus menjadi bundar
2. Uterus terdorong keatas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
3. Tali pusat bertambah panjang
4. Terjadi perdarahan (Manuaba, 2009)
d. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post

partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.


Observasi yang dilakukan:
1. Tingkat kesadaran penderita
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan, perdarahan dianggap normal bila jumlahnya tidak

melebihi 400-500 cc. (Manuaba 2009).


2.4 Ketuban Pecah Dini

2.4.1 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tandatanda

persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada pembukaan<

4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu

(Wiknjosastro, 2011; Manuaba, 2013). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan

maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia

kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12

jam sebelum waktunya melahirkan.

2.4.2 Etiologi

Etiologi Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak

dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktorfaktor yang

berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktorfaktor mana yang lebih

berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010;

Manuaba, 2013; Winkjosastro, 2011) adalah : infeksi, serviks yang inkompeten,

ketegangan intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi,

peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis,

faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban

dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu.

Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina atau

infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh
karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau

oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya

infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini

merupakan masalah kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010)

Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada

otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit

membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang

semakin besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang

nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu

kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan

tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal

trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta

keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2013).

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya: Trauma (hubungan seksual,

pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu

kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang

berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini

terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput

ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga

mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan

makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban,

menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi

berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau

polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.

Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion

kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.

Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami

distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).

2.4.3 Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini

1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-hari,

namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan

kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun

janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh

kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil

agar selama masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat

(Abdul, 2010).
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan dan kehidupan keluarga .pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan,berulang dan banyak tantangan. Bekerja pada umumnya

membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak aktivitas yang berlebihan

mempengaruhi kehamilan ibu untuk menghadapi proses persalinanya.


Menurut penelitian Abdullah (2012), pola pekerjaan ibu hamil

berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu

berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan.

Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga

timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam

kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat

membahayakan kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga keselamatan

ibu maupun janin.


Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Huda (2013) yang

menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/ minggu dapat

meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu

yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga

berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata

sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.
2. Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab

terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan

paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi

(lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada

paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko

pada paritas tinggi dapat dikurangi/ dicegah dengan keluarga berencana

(Wiknjosastro, 2011).
Menurut penelitian Fatikah (2015) konsistensi serviks pada persalinan

sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan

konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih
besar dengan adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan. konsistensi

serviks yang tipis dengan proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar

sambil membuka hampir sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks

sehingga dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap.


Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut

insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari

tiga) mempunyai resiko terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas

yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul masih kaku (kurang elastik)

daripada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti)

cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan (Cunningham, 2014).


Menurut penelitian Abdullah (2012) Paritas kedua dan ketiga merupakan

keadaan yang relatif lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa

reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak

mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan

sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2010).


Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD,

oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang

mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah

spontan (Cunningham. 2014).

3. Umur
Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang

tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya umur seseorang

maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam

pemeriksaan kehamilam untuk mecegah komplikasi pada masa persalinan.


Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35

tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan

persalinan yaitu usia 20-35 tahun (Winkjosastro, 2011).


Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi,

kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering

menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan

kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami

robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan

pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun 13 memiliki resiko kesehatan bagi ibu

dan bayinya (Winkjosastro, 2011).


Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi

sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah

perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat

menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya

ketuban pecah dini.


Cunningham et all (2014) yang menyatakan bahwa sejalan dengan

bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ- organ

reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi

proses embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin menurun, itu sebabnya

kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap perkembangan yang janin tidak

normal, kelainan bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin

mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran dengan ketuban pecah

dini.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kurniawati (2012) yang

membuktikan bahwa umur ibu 35 tahun juga merupakan faktor predisposisi

terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah terjadi penurunan

kemampuan organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini

juga mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih

tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.


4. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.

Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan

kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm

dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami

KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan

berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada

wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran

yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada

kehamilan berikutnya (Cunningham, 2014).


Menurut penelitian Utomo (2013) riwayat kejadian KPD sebelumnya

menunjukkan bahwa wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami

KPD pada kehamilan sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD

pada kehamilan berikutnya, hal ini dikemukakan oleh Cunningham et all (2014).

Keadaan yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam kandungan

juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran dengan ketuban pecah dini.

Preeklampsia/ eklampsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh langsung

terhadap kualitas dan keadaan janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta

yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi.


5. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan 15

prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya

insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal. Persalinan prematur

setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam

setelah ketuban pecah.


Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.

Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam1minggu. Usia

kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur kesehatan janin

yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan

pengkajian usia kehamilan.


Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia

kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit

kehamilan yang penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu dari

KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban

pecah.
Jika ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja

hingga kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan,

antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan

hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan

semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal (Astuti, 2012).
6. Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan

persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin
dengan panggul ibu.Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada

pembukaan kecil,dapat menimbul dehidrasi serta asdosis,dan infeksi

intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaanyang

penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul

(Prawirohardjo, 2014).

2.4.4 Patogenesis KPD

Prawirohardjo (2014), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan dengan hal-hal

berikut:

1. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban

pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan vaginitis

terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.


2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah:

multifara,malposisi, servik inkompeten,dan lain-lain.


5. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi),di mana berisi ketuban

dipecahkan terlalu dini.

2.4.5 Cara Menentukan KPD

Menurut Prawirohardjo (2014) cara menentukan terjadinya KPD dengan :

1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum,verniks kaseosa,rambut

lanugo atau bila telah terinfeksi berbau


2. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari

kanalis serviks dan apakah ada bagian yang sudah pecah


3. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) berarti air

ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih 17 (urine)


4. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD pH adalah basa (air

ketuban)
5. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.

2.4.6 Pengaruh KPD

Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2014) yaitu:

a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin

sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi

(aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan,jadi akan

meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada

janin meliputi prematuritas, infeksi, mal presentasi, prolaps tali pusat dan

mortalitas perinatal.
b. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi intrapartum,apa lagi terlalu

sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai infeksi peupuralis (nifas),

peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena

terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi

cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan

angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada

ibu yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.

2.4.7 Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-

komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk janin tergantung pada:

a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai

prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.


b. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek ,

khususnya kalau bayinya premature.


c. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah , semakin

tinggi insiden infeksi.

2.4.8 Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau

gagalnya persalinan normal (Mochtar, 2011).

Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh

persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi

dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28- 34 minggu 50%

persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi

dalam 1 minggu (Mochtar, 2011).

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya

terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature,
infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD

meningkat sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011).

Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga

terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan

derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Ketuban

pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,

kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal

(Mochtar, 2011).

2.4.9 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya cairan

ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan tidak berbau

amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan

bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau kering kerana tersu diproduksi

sampai kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak

dibawah biasanya mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina

yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat, merupakan tanda

infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).

2.4.10 Diagnosis

Penegakkan diagnosis menurut Abadi (2008) adalah sebagai berikut: bila air

ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks maka diagnosis dengan inspeksi

mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar sedikit maka diagnosis harus ditegakkan pada :
a. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di

dalam cairan (lanugo serviks)


b. Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar

cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior


c. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak

ada lagi
d. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah

berubah menjadi biru ), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak

selalu dikerjakan
e. Pemeriksaan penunjang Menurut Abadi (2008), pemeriksaan penunjang

pada kasus ketuban pecah dini meliputi pemeriksaan leukosit/ WBC(bila

>15.000/ml) kemungkinan telah terjadi infeksi. Ultrasonografi (sangat

membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak atau presentasi janin,

berat janin, letak dan gradasi plasenta serta jumlah air ketuban), dan monitor

bunyi jantung janin dengan fetoskop Laennec atau Doppler atau dengan

melakukan pemeriksaan kardiotokografi ( bila usia kehamilan >32 minggu).

2.4.11 Diagnosa Banding

Diagnosa banding yang dikemukan oleh Abadi (2008) ada dua cara yaitu cairan

dalam vagina (bisa urine/flour albus) dan hand water dan fore water rupture of

membrane (pada kedua keadaan ini tidak ada perbedaan penatalaksanaan).

2.4.12 Penyulit

Ada beberapa penyulit ketuban pecah dini antara lain infeksi intra uterin

(kematian perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila ketuban 21 sudah pecah

48 jam sebelum anak lahir), tali pusat menumbung, persalinan preterm, dan amniotik
band syndrome yakni kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil muda (Abadi,

2008).

2.4.13 Penatalaksanaan

Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah dini pada

kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang dilakukan induksi, dan

ketuban pecah dini yang sudah inpartu.

a. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm Penatalaksanaan KPD pada

kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika, Observasi suhu rektal tidak

meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan

terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda

inpartu dilakukan terminasi


b. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur Penatalaksanaan KPD

pada kehamilan aterm yaitu :


1) EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian

Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine

60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid

untuk merangsang maturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24

jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera

terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada

kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi


2) EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan

Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam,

Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1 22

gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80 mg


tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk

merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam ),

melakukan VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his/inpartu,

Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera terminasi, Bila 2x24 jam

cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban : Bila jumlah air

ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai

dengan 5 hari, Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila

2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila

konservatif sebelum pulang penderita diberi nasehat : Segera kembali ke

RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi, Tidak boleh

coitus, Tidak boleh manipulasi digital.

2.5 Partus Presipitatus

2.5.1 Defenisi partus presipitatus

Partus presipitatus adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat

dari persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awitan kelahiran, dan melahirkan di luar

rumah sakit adalah situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko

komplikasi dan/atau hasil yang tidak baik pada klien/janin (Doenges, 2009).

Persalinan presipitatus adalah suatu persalinan cepat abnormal, serta rusuh

dimana dilatasi serviks terjadi dengan cepat dan desensus bagian presentasi cepat pula.

Keadaan ini disebabkan karena kontraksi uterus yang terlalu aktif, terlau sering dan

hebat, serta daya tahan bagian-bagian lunak maternal yang terlalu lemah. Sering

terdapat kontraksi penyerta yang sangat kuat dari otot-otot abdomen sehingga persalinan

ditingkatkan dan kelahiran dipengaruhi dengan cepat. Persalinan presipitatus dapat


melukai ibu dan bayi. Mortalitas perinatal meningkat akibat trauma dan hipoksia

penyerta. (Ben-Zion,Taber. 1994)

Persalinan dan pelahiran presipitatus dapat terjadi akibat dilatasi atau penurunan

yang sangat cepat. Dilatasi presipitatus didefenisikan sebagai dilatasi fase aktif ≥ 5

cm/jam pada primipara atau ≥ 10 cm/jam pada multipara. Persalinan presipitatus

biasanya diakibatkan oleh kontraksi yang sangat kuat (misalnya induksi oksitosin atau

akibat solusio plasenta) atau tahanan jalan lahir yang rendah (misalnya multiparitas).

Hentikan oksitosin jika digunakan. Namun, tidak ada pengobatan yang efektif dan

upaya-upaya fisik untuk menunda pelahiran merupakan kontraindikasi absolut. ( Ralph

C, Benson. 2008).

2.5.2 Etologi partus presipitatus

Penyebab kejadian ini adalah terlalu kuatnya kontraksi dan kurang lunaknya

jaringan mulut rahim. Kasus seperti ini sering terjadi pada ibu yang sudah pernah

melahirkan lebih dari sekali (anak kedua dan seterusnya). ( Deri, Riszi. 2013)

Abnormalitas tahanan yang rendah pada bagian jalan lahir dan pada keadaan

yang sangat jarang dijumpai oleh tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu

tidak menyadari adanya proses-proses persalinan yang sangat kuat itu (Doenges, 2009).

2.5.3 Tanda dan gejala partus presipitatus

Dapat mengalami ambang nyeri yang tidak biasanya atau tidak menyadari

kontraksi abdominal. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba, bila terjadi

pada ibu yang obesitas. Ketidaknyamanan punggung bagian bawah (tidak dikenali

sebagai tanda kemajuan persalinan). Kontraksi uterus yang lama/hebat, ketidak-


adekuatan relaksasi uterus diantara kontraksi. Dorongan invalunter lintula mengejan

(Doenges, 2009).

2.5.4 Akibat pada ibu

Partus presipitatus jarang disertai dengan komplikasi maternal yagn serius jika

serviks mengadakan penipisan serta dilatasi dengan mudah, vagina sebelumnya sudah

teregang dan perineum dalam keadaan lemas (relaksasi). Namun demikian, kontraksi

uterus yang kuat disertai serviks yang panjang serta kaku, dan vagina, vulva atau

perineum yang tidak teregang dapat menimbulkan rupture uteri atau laserasi yang luas

pada serviks, vagina, vulva atau perineum. Dalam keadaan yang terakhir, emboli cairan

ketuban yang langka itu besar kemungkinannya untuk terjadi. Uterus yang mengadakan

kontraksi dengan kekuatan yang tidak lazim sebelum proses persalinan bayi,

kemungkinan akan menjadi hipotonik setelah proses persalinan tersebut dan sebagai

konsekuensinya, akan disertai dengan perdarahan dari templat implantasi placenta

(Prawirohardjo, 2014).

2.5.5 Akibat pada fetus dan neonatus

Mortalitas dan morbiditas perinatal akibat partus presipatatus dapat meningkat

cukup tajam karena beberapa hal. Pertama, kontraksi uterus yang amat kuat dan sering

dengan interval relaksasi yang sangat singkat akan menghalangi aliran darah uterus dan

oksigenasi darah janin. Kedua, tahanan yang diberikan oleh jalan lahir terhadap proses

ekspulsi kepala janin dapat menimbulkan trauma intrakronial meskipun keadaan ini

seharusnya jarang terjadi. Ketiga, pada proses kelahiran yang tidak didampingi, bayi

bisa jatuh ke lantai dan mengalami cedera atau memerlukan resusitasi yang tidak segera

tersedia (Prawirohardjo, 2014).


2.5.6 Komplikasi partus presipitatus

Persalinan presipitatus dapat menyebabkan emboli cairan amnion pada ibu,

ruptur uteri, robekan serviks atau jalan lahir. Dapat disertai hipotonus uterus post

partum dengan resiko pendarahan. Perinatal juga sangat beresiko mengalami partum

dengan resiko pendarahan. Perinatal juga sangat beresiko mengalami hipoksia

(terancamnya pertukaran darah uteroplasenta akibat kontraksi) dan pendarahan

intrakranial perinatal (trauma langsung atau tidak langsung). Lebih lanjut,persalinan

yang tidak didampingi (trauma langsung, tidak ada resusitasi, kedinginan) akan

membahayakan bayi baru lahir. ( Ralph C, Benson. 2008).

2.5.7 Penanganan

Kontraksi uterus spontan yang kuat dan tidak lazim, tidak mungkin dapat diubah

menjadi derajat kontraksi yang bermakna oleh pemberian anastesi. Jika tindakan

anastesi hendak dicoba, takarannya harus sedemikian rupa sehingga keadaan bayi yang

akan dilahirkan itu tidak bertambah buruk dengan pemberian anastesi kepada ibunya.

Penggangguan anastesi umum dengan preparat yang bisa mengganggu kemampuan

kontraksi rahim, seperti haloton dan isofluran, seringkali merupakan tindakan yang

terlalu berani. Tentu saja, setiap preparat oksitasik yang sudah diberikan harus

dihentikan dengan segera. Preparat tokolitik, seperti ritodrin dan magnesium sulfat

parenteral, terbukti efektif. Tindakan mengunci tungkai ibu atau menahan kepala bayi

secara langsung dalam upaya untuk memperlambat persalinan tidak akan bisa

dipertahankan. Perasat semacam ini dapat merusak otak bayi tersebut. (Prawirohardjo,

2014).
2.6 NIFAS

2.6.1 Pengertian Post Partum

Masa nifas (peurperium/postpartum) adalah dimulai setelah kelahiran plasenta

dan berakhir saat alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung kira-kira 6 minggu (42 hari) (Saifudin, 2013).

2.6.2 Adaptasi Fisiologi Masa Nifas

Berikut beberapa perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas :

1. Uterus
Involusi uteri adalah perubahan bentuk uterus kembali ke posisi sebelum

kehamilan Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri

(TFU). Proses ini berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya

(Bayihatun, 2009).
Perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4. Perubahan Uterus Selama Nifas

Tinggi Fundus Diameter


Involusi uteri Berat Uterus
Uteri Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm


Pertengahan
7 hari 500 gram 7,5 cm
pusat simfisis
10- 14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm


Sumber: Pitriani dan Andriyani (2014), Bayihatun (2009)
2. Lokhea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan

menjadi nekrotik. Desidua mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, yang

disebut lokhea (Pitriani dan Andriyani, 2014). Berikut pembagian jenis lokia dan

waktu terjadinya:
Tabel. 2.5. Jenis Lokia pada Masa Nifas
Lokhea Waktu Warna Ciri-Ciri
Rubra 1-3 atau Merah kehitaman Terdiri dari sel verniks
4 hari caseosa, lanugo, sisa
nifas mekoneum dan sisa
darah
Serosa 4-10 hari Merah kecoklatan Terdiri dari sisa darah,
nifas serum, leukosit, dan
sisa jaringan

Alba 10 hari- 6 Putih kekuningan Terdiri dari leukosit,


minggu desidua, sel epitel,
nifas mukus, serum, dan
bakteria.
Sumber: Crum, 2016

2.6.3 Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Adaptasi nifas dibagi menjadi tiga tahap oleh Rubin:

1) Taking-in
Terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan, pada umumnya ibu masih pasif dan

tergantung, perhatian tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. Ibu akan

mengulang pengalamana persalinannya (Bayihatun, 2009).


2) Taking hold
Berlangsung 2-4 hari postpartum. Ibu menjadi perhatian pada kemampuan

menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap

bayi. Dalam tahap ini, ibu akan berusaha menguasai keterampilan untuk

merawat bayi sehingga cenderung mengikuti nasihat bidan karena ia terbuka

untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi (Bayihatun,

2009).
3) Letting go
Terjadi setelah ibu di rumah dan berpengaruh terhadap waktu dan perhatian

yang diberikan keluarga (Bayihatun, 2009).

2.6.4 Fokus asuhan nifas


Paling sedikit dilakukan empat kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk

menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani

masalah yang terjadi (Saifudin, 2013).

Berikut waktu kunjungan nifas beserta tujuannya:

Tabel 2.6. Waktu Asuhan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam  Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas
setelah  Mendeteksi dan merawat penyebab lain
persalinan perdarahan dan memberi rujukan bila perdarahan
berlanjut
 Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
 Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
 Mengajarkan cara mempererat hubungan antara
ibu dan bayi baru lahir
 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermia
2 6 hari  Memastikan involusi uteri berjalan normal,
setelah uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada
persalinan perdarahan abnormal, dan tidak ada bau
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau
kenilaian pascamelahirkan.
 Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
ada tanda-tanda penyulit
 Memberikan konseling kepada ibu mengenai
asuhan pada bayi, cara merawat tali pusat, dan
bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.
3 2 minggu Sama seperti dia atas (enam hari setelah persalinan).
setelah
persalinan
4 6 minggu  Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
setelah yang dialami atau bayinya.
persalinan  Memberikan konseling untuk KB secara dini
Sumber: Saifudin (2013) dan Kemenkes (2013)

2.6.5 Kebutuhan Nutrisi Ibu Menyusui


Secara umum, hal yang harus diperhatikan dalam memenuhi kebutuhan gizi ibu

menyusui adalah:

1. Kebutuhan hidrasi:
Ibu menyusui dianjurkan minum 8-12 gelas sehari, untuk memperlancar

pencernaan hindari konsumsi alkohol, makanan yang banyak bumbu, terlalu

panas/dingin, serta banyak mengkonsumsi sayuran berwarna (Sulistyoningsih,

2011).
2. Kebutuhan energy
Kebutuhan energi meningkat 500-700 kkal, dengan demikian bila ibu biasa

makan 3 kali sehari bisa menjadi 4 kali atau tetap 3 kali dengan porsi ditambah

(Sulistyoningsih, 2011).
3. Protein
Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein sebanyak 20 gram

perhari. Fungsi meningkatkan asupan protein adalah membentuk protein susu

untuk sintesis hormon yang dibutuhkan dalam produksi ASI. Protein akan

dimetabolisme menjadi asam amino dan peptida yang berfungsi sebagai enzim,

hormon, faktor pertumbuhan, dan komponen antibodi. Asupan protein yang

tidak adekuat menghambat pemeliharaan jaringan dan penyembuhan luka.

Sumber protein ini dapat diperoleh dari ikan, daging ayam, daging sapi, telur,

susu, dan tahu/ tempe (Sulistyoningsih, 2011 dan Anderson, K, et all., 2014).
4. Vitamin dan mineral
Vitamin yang perlu mendapatkan perhatian khusus diantaranya vitamin A,

Vitamin D, Vitamin C, dan Vitamin B. Mineral yang dibutuhkan seperti zat besi,

kalsium, dan asam folat. Ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi hati, telur, dan

sayuran hijau tua (Sulistyoningsih, 2011).


2.7 Bayi Baru Lahir

2.7.1 Definisi

Bayi baru lahir (BBL) atau neonatus normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-

42 minggu dan berat lahir 2500-4000 gram. Berikut pengertian BBL berdasarkan usia:

1) Neonatus dini adalah BBL usia 0-7 hari


2) Neonatus lanjut adalah BBL dari usia 8-28 hari (Wahyuni, 2011)

2.7.2 Asuhan Bayi Baru Lahir

Saat bayi dilahirkan, kebutuhan untuk mengkaji kesejahteraan bayi berlanjut karena

bayi mengalami masa transisi ke kehidupan di luar uterus. Berikut beberapa asuhan

yang dapat bidan lakukan:

1) Mempertahankan suhu bayi


Upaya yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah mengeringkan segera setelah bayi

lahir, mempertahankan bayi dekat dengan ibu, dan menjaga lingkungan tetap

hangat
2) Menimbang bayi
3) Pemberian Susu yang Pertama
4) Pemberian vitamin K dan imunisasi
5) Promosi

Promosi kesehatan yang perlu diketahui ibu dalam perawatan bayi adalah kebutuhan

bayi menyusu, tanda bahaya bayi baru lahir, perawatan tali pusat, personal higiene,

menjaga kehangatan, dan mengingatkan jadwal imunisasi (Baston dan Hall, 2011 dan

Wahyuni, 2011).

2.7.3 Imunisasi pada BBL dan Bayi

1) Definisi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan

(Permenkes No 42 tahun 2013).


2) Tujuan
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap

penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta

dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (Permenkes No 42 tahun 2013).


3) Jadwal imunisasi
Berikut jadwal imunisasi dasar lengkap sesuai usia:
Tabel 2.7. Jadwal Imunisasi Dasar

Umur Bayi Baru Lahir Vaksin


0 bulan HB 0
1 bulan BCG, polio 1
2 bulan DP/HB 1, polio 2
DPT/ HB 2, polio
3 bulan
3
DPT/ HB 3, polio
4 bulan
4
9 bulan Campak
Sumber: Kemenkes (2013)

2.8 Standar Asuhan Kebidanan

2.8.1 Standar Asuhan Kebidanan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.938/ Menkes/

SK/ VIII/ 2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan.


Standar I : Pengkajian
A. Pernyataan standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan, dan lengkap dari

semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.


B. Kriteria pengkajian.

1. Data tepat, akurat dan lengkap

2. Terdiri dari data subyektif (hasil anamnesa; biodata, keluhan utama,

riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya).


3. Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologi dan pemeriksaan

penunjang)

Standar II: Perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan.


A. Pernyataan standar.
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikan

secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan

yang tepat.

B. Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan.

1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

2.Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.

3. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi

dan rujukan.

Standar III: Perencanaan


A. Pernyataan standar.
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan masalah

yang ditegakan.

B. Kriteria perencanaan

1. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien,

tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara komperehensif.

2. Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga

3. Mempertimbangan kondisi psikologi social budaya klien/ keluarga

4. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien

berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan

bermanfaat untuk klien.


5. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya

serta fasilitas yang ada

Standar IV: Implementasi

A. Pernyataan standar.

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komperehensif,

efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/ pasien,

dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

B. Kriteria evaluasi.

1. Penilaian dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan sesuai kondisi

klien.

2 Hasil evaluasi segera di catat dan dikomunikasikan kepada klien/ keluarga

3. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.

4. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien

Standar V: Pencatatan asuhan kebidanan.

A. Pernyataan standar

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas

mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam

memberikan asuhan kebidanan.

B. Kriteria pencatatan asuhan kebidanan.

1. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir

yang tersedia (rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA).

2. Ditulis dalam bentuk catatan pengembangan SOAP


3. S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa

4. O adalah data Obyektif, mencatat hasil pemeriksaan

5. A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan

6. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan pelaksanaan

yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,

tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi, follow up dan rujukan.

2.8.2 Standar Pelayanan Kebidanan

Berdasarkan Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2006, bidan melakukan asuhan

berpedoman pada standar berikut:

a. Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal


Tujuan : Memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini

komplikasi kehamilan
Pernyataan Standar:
Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi

anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah

perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resti/

kelainan khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV;

memberikan pelayanan imunisasi, nasehat, dan penyuluhan kesehatan serta tugas

terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.


b. Standar 5 : Palpasi abdominal
Tujuan: Memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin,

penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin


Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama untuk memperkirakan

usia kehamilan. Bila umur kehamialn bertambah, memeriksa posisi, bagian


terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari

kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.


c. Standar 8: Persiapan persalinan
Tujuan: Memberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam mendukung

pertolongan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
Pernyataan standar:
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya

pada trimester ketiga, memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan

aman akan direncanakan dengan baik.


d. Standar 9 : Asuhan persalinan kala satu
Tujuan : Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam

mendukung pertolongan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
Pernyataan standar:
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian

memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan

kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung


e. Standar 10: Persalinan kala II yang aman.
Tujuan : Memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang bersih dan

aman, dengan sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta

memperhatikan tradisi setempat. Disamping itu, ibu diijinkan memilih orang

yang akan mendampinginya selama proses persalinan.

f. Standar 11: Penatalaksanaan aktif persalinan kala III


Tujuan :
Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap

untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek kala 3,

mencegah atoni uteri dan retensio plasenta.


a. Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir
Tujuan :
Menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta

mencegah hipotermi, hipokglikemia dan infeksi


Pernyataan standar:
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan

spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan

tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus

mencegah dan menangani hipotermia.


b. Standar 14: Penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan

Tujuan :

Mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersi dan aman selama kala 4

untuk memulihkan kesehata bayi, meningkatkan asuhan sayang ibu dan

sayang bayi, memulai pemberian IMD

Pernyataan standar :

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi

dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan

c. Standar 15: Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

Tujuan : Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah

persalinan dan penyuluhan ASI ekslusif

Pernyataan standar :

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah

pada hari ketiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan,

untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali

pusat yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang

mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang


kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi,

perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

2.9 Kewenangan Bidan

1. Tugas Pokok
a. PERMENKES RI NOMOR 28/MENKES/PER/X/2017 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan

BAB III

PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN

Pasal 18

Dalam penyelenggaran Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan untuk

memberikan :

1. pelayanan kesehatan ibu;


2. pelayanan kesehatan anak; dan
3. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 19

1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a

diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas,

masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.


2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1) meliputi:
a. konseling pada masa sebelum hamil;
b. antenatal pada kehamilan normal;
c. persalinan normal;
d. ibu nifas normal;
e. ibu menyusui; dan
f. konseling pada masa antara dua kehamilan
3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2)

berwenang untuk:
a. episiotomi
b. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d. pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu

ibu eksklusif;
g. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

pospartum;
h. penyuluhan dan konseling;
i. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.

Pasal 20

1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b

diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
2) Dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Bidan berwenang melakukan :


a. pelayanan neonatal esensial;
b. penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
c. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak pra sekolah ;

dan
d. konseling dan penyuluhan.
3) Pelayanan neonatal esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

a meliputi inisiasi menyusui dini, pemotongan dan perawatan tali pusat,

pemberian suntikan vit K1, pemberian imunisasi HB0, pemeriksaan fisik bayi

baru lahir, pemantauan tanda bahaya, pemberian tanda identitas diri dan merujuk

kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil dan tepat waktu ke

Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih mampu


4) Penanganan kegawatdaruratanm dilanjutkan dengan perujukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :


a) Penanganan awal asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan

jalan nafas, ventilasi tekanan positif dan/atau kompresi jantung


b) Penanganan awal hipotermia pada bayi baru lahir dengan BBLR

melalui penggunaan selimut atau fasilitasi dengan cara menghangatkan

tubuh bayi dengan metode kangguru


c) Penanganan awal infeksi tali pusat dengan mengoleskan alcohol

atau povidon iodine serta menjaga luka tali pusat tetap bersih dan kering;

dan
d) Membersihkan dan pemberian salep mata pada bayi baru lahir

dengan infeksi gonore (GO).


5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi kegiatan penimbangan

berat badan, pengukuran lingkar kepala, pengukuran tinggi badan, stimulasi

deteksi dini dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dengan

menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).


6) Konseling dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d

meliputi pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kepada ibu dan

keluarga tentang perawatan bayi baru lahir, pelayanan kesehatan, imunisasi, gizi

seimbang, PHBS dan tumbuh kembang.

Pasal 21

Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c, Bidan berwenang

memberikan :
1) penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencana; dan


2) pelayanan kontrasepsi oral, kondom dan suntikan.
Pasal 25
1) Kewenangan berdasarkan program pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf a, meliputi :


a) pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan pelayanan

alat kontrasepsi bawah kulit;


b) asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit

tertentu;
c) penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang

ditetapkan;
d) pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program

pemerintah
e) melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang

kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan

lingkungan;
f) pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah

dan akan sekolah;


g) melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan

terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom

dan penyakit lainnya.


h) Pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat

adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan


i) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

2.10 Kompetensi Bidan

Kompetensi bidan diatur dalam KEMENKES RI NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007

tentang Standar Profesi Bidan.

PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI


Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan

kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat

dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan

kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.

ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN

Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk

mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan

atau rujukan dari komplikasi tertentu.

ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN

Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap

kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan

aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan

wanita dan bayinya yang baru lahir.

ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI

Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang

bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.Pada kompetensi ini, salah satu

kewenangan bidan adalah memberikan antibiotik yang sesui dan memberikan konseling

KB.

ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR


Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif

pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.

ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA

Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif

pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).

2.11 Kerangka Konsep

ASUHAN
KEHAMILAN
TRIMESTER I

ASUHAN ASUHAN
PERSALINAN KEBIDANAN
KOMPREHENSIF
ASUHAN POST
PARTUM

ASUHAN BAYI
BARU LAHIR

Asuhan kebidanan yang diterapkan dalam kasus ini berpedoman dari Kepmenkes RI

Nomor 369/MENKES/III/2007 tentang standar profesi bidan. Asuhan kebidanan

tersebut dilakukan mulai dari kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir.

Anda mungkin juga menyukai