Anda di halaman 1dari 65

Proposal

HUBUNGAN SHIFT KERJA PERAWAT DENGAN TINGKAT


KELELAHAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT KUSTA DR RIVAI ABDULLAH PALEMBANG
TAHUN 2019

PUSVA INDRIANI
NIM 21117050P

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2019
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Pusva Indriani
Nim : 21117050P
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Hubungan Shift Kerja Perawat Terhadap Tingkat
Kelelahan Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Kusta Dr Rivai Abdullah Palembang Tahun
2019

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Palembang, Februari 2019

Pemimbing I Pemimbing II

Efroliza,S.Kep.,Ns.,M.Kep Romiko,S.Kep.,Ns.,MNS

Disetujui
Ketua Program Studi

Anita Apriany, S.Kep.,Ns.,M.Bmd

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Proposal Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah Saya nyatakan dengan benar

Nama : Pusva Indriani

NIM : 21117050P

Tanda Tangan :

Tanggal : Maret 2019

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya serta bimbingan dan pengarahan dari dosen pembimbing,
penulis dapat menyelesaikan prososal skripsi yang berjudul “Hubungan Shift
Kerja Perawat Terhadap Tingkat Kelelahan Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Kusta Dr Rivai Abdullah Palembang Tahun 2019”. Dalam penyusunan
proposal skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan serta saran
baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Heri Shatriadi CP,M.Kes selaku Ketua Stikes Muhammadiyah
Palembang
2. Ibu Anita Apriany,S.Kep.,Ns.,M.Bmd selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan
3. Ibu Efroliza,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Pemimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Bapak Romiko,S.Kep.,Ns.,MNS selaku Pemimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan proposal skripsi ini.
5. Para dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Muhammadiyah Palembang
Penulis menyadari penulisan proposal skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik serta saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kelengkapan skripsi ini, penulis berharap semoga hasil
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan khususnya bagi
mahasiswa skripsi selanjutnya di STIKes Muhammadiyah Palembang ini.

Palembang, Maret 2019

Pusva Indriani

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9
F. Keaslian Penelitian .......................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 13


A. Shift Kerja ....................................................................................... 13
1. Pengertian Shift Kerja ................................................................. 13
2. Jenis-jenis Shift Kerja ................................................................. 14
3. Fakta Tentang Shift Kerja ........................................................... 15
4. Waktu Kerja dan Pengaruh Kerja Malam ................................... 15
5. Standar Internasional Kerja Shift Malam ................................... 17
6. Pengaturan Jam Kerja ................................................................. 17
7. Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penyusunan Shift Kerja .. 18

B. Kelelahan Kerja ............................................................................... 19


1. Pengertian Kelelahan Kerja ........................................................ 19
2. Jenis Kelelahan ........................................................................... 20
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan ........................... 21
4. Gejala Kelelahan Kerja. .............................................................. 24
5. Akibat Kelelahan Kerja .............................................................. 26
6. Pengaturan Jam Kerja ................................................................. 26
7. Dampak Kelelahan Kerja ............................................................ 26
8. Metode Pengukuran Kelelahan ................................................... 27
v
C. Kerangka Teori ................................................................................ 33

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN


HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................ 34
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 34
B. Definisi Operasional ........................................................................ 35
C. Hipotesis .......................................................................................... 36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 37


A. Desain Penelitian ............................................................................. 37
B. Populasi dan Sampel........................................................................ 37
C. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 38
E. Instrumen Pengumpulan Data ......................................................... 38
F. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 43
G. Pengolahan dan Analisa Data .......................................................... 44
H. Etika Penelitian ................................................................................ 46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya ........................ 10


Tabel 2.1 Standar Internasional Kerja Shift Malam....................................... 17
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja 31
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 35

vii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 33

Bagan 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 34

Bagan 4.1 Prosedur Penelitian ....................................................................... 43

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informed Consent


Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 : Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam
dimana pelayanan tersebut salah satunya dilaksanakan oleh perawat. Pelayanan
keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,
baik sehat maupun sakit (Undang-undang keperawatan no. 38 tahun 2014).
Pelayanan keperawatan profesional memiliki lingkup yang kompleks yang
didasarkan pada kebutuhan manusia sebagai individu yang unik guna mencapai
suatu tujuan yaitu kesejahteraan manusia (Suhaemi dalam Liarucha, 2016).
Tenaga keperawatan di rumah sakit merupakan jenis tenaga kesehatan
terbesar (jumlahnya 50-60%), memiliki jam kerja 24 jam dalam pemberian
layanan keperawatan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
49 tahun 2014). Pelayanan diberikan kepada pasien sebagai pengguna jasa
pelayanan keperawatan yang bermutu dan berkualitas (Nursalam,2014).
Kualitas pelayanan adalah derajat pemberian pelayanan yang efektif dan
efisien kepada pasien. Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh karakteristik
organisasi, karakteristik perawat (individu), dan karakteristik kerja
(Nursalam,2014).
Penjadwalan kerja memiliki fungsi untuk mengimplementasikan rencana
susunan pegawai dengan menugaskan bekerja pada waktu tertentu
(Marchelia,2014). Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada
tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi
atas kerja pagi, sore dan malam (Suma’mur dalam Auliya 2017). Sedangkan
menurut Maurit (dalam Auliya 2017) mengatakan bahwa shift kerja adalah
pengaturan jam kerja sebagai pengganti atau tambahan kerja pagi dan siang
hari sebagaimana yang biasa dilakukan. Kerja shift dapat bersifat permanen
atau temporer menurut kebutuhan tempat kerja bersangkutan yang

1
2

direkomendasikan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan yang


bahkan sangat sering tidak beraturan (Maurit dalam Auliya, 2017)
Shift kerja adalah hal biasa di masyarakat modern, 21% dari penerima
upah di Uni Eropa dan 20% di Finlandia bekerja secara bergiliran pada 2015
(Eurofound, 2016 dalam Harma, 2017). Setidaknya 20 juta pekerja di Amerika
bekerja diluar jam kerja normal. Dua juta orang diantaranya bekerja pada
malam hari dan sekitar tiga juta pekerja merupakan pekerja shift termasuk pada
malam hari (Sofrina, dalam Prameswari 2013). Dalam banyak ayat mengenai
kerja pada siang dan malam hari, Allah SWT menjelaskan bahwa diantara
nikmat yang Allah SWT berikan pada manusia, Allah SWT jadikan adanya
siang malam dalam hidup mereka. Sehingga mereka bisa melakukan aktivitas
yang sesuai di masing-masing waktu. Diantaranya firman Allah dalam surat al-
Qashas: 73 dan surat al-Furqan: 47

‫ل َّر ْح َمتِ ِهۦ َو ِمن‬ ََ ‫ار ٱلَّ ْي‬


ََ ‫ل لَ ُك َُم َج َع‬ ََ ‫ِمن َو ِلت َ ْبتَغُواَ فِي َِه ِلت َ ْس ُكنُواَ َوٱلنَّ َه‬
ْ َ‫ت َ ْش ُك ُرونََ َولَ َعلَّ ُك َْم ف‬
‫ض ِل ِهۦ‬
Artinya : Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang,
supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian
dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya (QS.
al-Qashas: 73)

َ‫ل ٱلَّذِى َو ُه َو‬ ََ ‫سا ٱلَّ ْي‬


ََ ‫ل لَ ُك َُم َج َع‬ ً ‫س َباتًا َوٱلنَّ ْو ََم ِل َبا‬
ُ ‫ل‬ ََ ‫ورا ٱلنَّ َه‬
ََ ‫ار َو َج َع‬ ً ‫ش‬ُ ُ‫ن‬
Artinya : Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan
tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha (al-
Furqan: 47)
Semua ayat diatas, konteksnya adalah menjelaskan nikmat Allah SWT
berupa adanya waktu siang dan malam, sehingga mereka bisa beraktivitas
sesuai kondisinya masing-masing. Ketika orang melakukan aktivitas yang
sesuai, hidupnya akan bisa berjalan lebih normal, karena itu sesuai kodratnya.
Namun bukan berarti pekerja pada shift malam seperti perawat tidak boleh
bekerja dimalam hari, selama kerja dimalam hari itu tidak menyebabkan
berbuat maksiat, menimbulkan kemungkaran atau meninggalkan shalat dan
3

kewajiban lainnya maka bekerja pada shift malam hukum asalnya tidak
terlarang (Baits, 2015)
Adnan (dalam Marchelia, 2014) mengemukakan bahwa system shift
kerja dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah
memaksimalkan sumber daya yang ada, memberikan lingkungan kerja yang
sepi khususnya shift malam dan memberikan waktu libur yang banyak.
Sedangkan dampak negatifnya adalah penurunan kinerja, keselamatan kerja
dan masalah kesehatan. Menurut Schultz (dalam Kodrat, 2011) shift kerja
malam lebih berpengaruh negatif terhadap kondisi pekerja dibanding shift
pagi, karena pola siklus hidup manusia pada malam hari umumnya digunakan
untuk istirahat. Namun karena bekerja pada shift malam maka tubuh dipaksa
untuk mengikutinya. Hal ini relatif cenderung mengakibatkan terjadinya
kesalahan kerja, kecelakaan dan absentism. Tidak semua orang dapat
menyesuaikan diri dengan system shift kerja karena membutuhkan banyak
penyesuaian waktu, seperti waktu tidur, waktu makan dan waktu berkumpul
bersama keluarga yang pada akhirnya menimbulkan stres dan akan
memberikan dampak terhadap kinerja pekerja (Tayyari & Smith, Bridger
dalam Palupi, 2015).
Pekerjaan seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
tidak terlepas dari pengaturan jam kerja di suatu rumah sakit yang lebih
dikenal dengan istilah shift kerja. Shift kerja dapat berperan penting terhadap
permasalahan pada manusia yang dapat meluas menjadi gangguan tidur (60 –
80%), gangguan kesehatan fisik dan psikologi serta gangguan sosial maupun
kehidupan keluarga (Patmoko, 2015). United Electrical (UE) News Health
and Safety (1998) melaporkan bahwa dalam jangka waktu yang lama shift
kerja dapat mengakibatkan gangguan pencernaan, gangguan tidur,dan
kelelahan (Pramitasari, 2016). Bekerja sebagai perawat yang dituntut
memberikan pelayanan prima dan berkualitas selama 24 jam menjadikan
seorang perawat harus berada pada kondisi tubuh yang baik. Hal ini berlaku
pula pada waktu-waktu yang termasuk pada jam istirahat menurut ritme
sirkardian. Kondisi tubuh yang seharusnya pada fase istirahat harus
dikondisikan pada kondisi kerja yang mana dapat menggeser jam alami tubuh
4

yang dapat mengakibatkan stres kerja dan berakhir dengan kelelahan kerja
(Harrington dalam Liarucha, 2016). Kelelahan kerja dapat berdampak negatif
pada kesiap-siagaan, kewaspadaan, konsentrasi, pengambilan keputusan,
suasana hati, dan kinerja perawat (Ellis dalam Liarucha, 2016)
Pekerja dengan waktu kerja panjang dan mengalami perputaran (rotasi)
memiliki peluang peningkatan kelelahan kerja lebih cepat dibandingkan
dengan pekerja yang memiliki waktu kerja yang tetap dan normal. Hal ini
disebabkan karena pada pekerja yang menjalankan shift kerja mengalami
perubahan jam biologis pada bagian shift tertentu terutama pada shift malam.
Pekerjaan dengan tingkat ketelitian tinggi akan mudah menyebabkan
kelelahan kerja daripada pekerjaan dengan tingkat ketelitian rendah yang
akan berdampak pada penurunan konsentrasi (Tarwaka dalam Patmoko,
2015).
Dari hasil wawancara (Patmoko, 2015) terhadap 15 orang perawat
dengan mengajukan pertanyaan mengenai shift kerja terhadap kelelahan kerja
dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% perawat mengeluhkan beberapa
gejala kelelahan seperti adanya gejala sakit setelah shift malam, penurunan
konsentrasi, pusing, sering menguap, mengantuk, dan lelah seluruh badan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ali (2018) terhadap 154 perawat
di Rumah Sakit Karachi Pakistan menunjukkan terdapat perbedaan kelelahan
yang signifikan (p-value <0,001) antara perawat non shift dengan perawat
yang bekerja dalam sistem shift yang didukung oleh studi yang dilakukan di
Italia dan Brasil pada 2016 serta studi lain yang dilakukan pada perawat
Norwegia yang mengemukakan bahwa bekerja dalam sistem shift dapat
berdampak pada kelelahan/tingkat energi perawat (Ali, 2018). Menurut
penelitian Wijaya dkk (dalam Revalicha, 2012) pada perawat di salah satu
rumah sakit Yogyakarta, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
kelelahan kerja pada tiap shift kerja. Tingkat kelelahan kerja pada shift pagi
lebih rendah daripada shift sore, dan tingkat kelelahan shift kerja sore lebih
rendah daripada shift malam. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wijaya
(dalam Maulana, 2010) yang menyebutkan bahwa tedapat hubungan yang
signifikan antara shift kerja dengan kelelahan kerja. Pada penelitian tersebut
5

diketahui bahwa 88,9% perawat pada shift malam mengalami kelelahan,


perawat shift pagi yang mengalami kelelahan sebanyak 69,2% dan perawat
shift sore yang mengalami kelelahan sebanyak 66,7%. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kuswadji yang menyatakan bahwa disamping dapat menimbulkan
gangguan tidur, bekerja dengan sistem shift juga mengakibatkan kelelahan
kerja (Kuswadji dalam Maulana, 2010).
Tarwaka (dalam Kodrat, 2011) mengatakan bahwa 63% pekerja
menderita kelelahan akibat pengaruh shift kerja yang dapat berakibat terjadi
kecelakaan kerja. Kelelahan kerja memberi kontribusi 50 % terhadap
terjadinya kecelakaan kerja (Vilia, 2013). Menurut International Labour
Organitation (ILO) setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia
karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Dalam
penelitian tersebut dijelaskan dari 58.115 sampel, 18.828 diantaranya (32,8%)
mengalami kelelahan (Sedarmayanti, 2009). Kementerian tenaga kerja Jepang
melakukan penelitian terhadap 12 ribu perusahaan dan melibatkan sekitar 16
ribu orang tenaga kerja yang dipilih secara random, hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa 65% tenaga kerja mengeluhkan kelelahan fisik
akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja
mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan (WHO 2003 dalam Juliana
2018). Sedangkan penelitian mengenai kecelakaan transportasi yang
dilakukan di Selandia Baru antara tahun 2002 dan 2004 menunjukkan bahwa
dari 134 kecelakaan fatal, 11% diantaranya disebabkan faktor kelelahan dan
dari 1703 cidera akibat kecelakaan, 6% disebabkan oleh kelelahan pada
operator (Baiduri, 2008). Kemudian, berdasarkan data Depnakertrans, data
mengenai kecelakaan kerja pada tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata-rata
terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi,
lebih kurang 9,5% atau 39 orang mengalami cacat. Pekerjaan seorang perawat
dalam memberikan pelayanan jasa kesehatan di rumah sakit selama 24 jam
penuh memiliki dampak negatif terhadap kondisi pekerja, salah satunya
adalah kecelakaan kerja.
Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang merupakan rumah
sakit pemerintah yang didirikan sejak tahun 1914 yang berlokasi di jalan
6

Sungai Kundur Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I Kabupaten


Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah
Palembang merupakan rumah sakit pelayanan khusus kusta yang telah
membuka dan melayani pelayanan umum dengan fasilitas pelayanan yang ada
berupa Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Bedah Sentral (OK), Infection
Prevention and Control Nurse (IPCN), Central Sterilize Supply Department
(CSSD), ruang rawat inap dengan jumlah tempat tidur 150 yang
didistribusikan di lima ruang rawat inap dengan jumlah tenaga perawat 49
orang yaitu : ruang Rawat Inap Bedah 10 orang, ruang Rawat Inap Umum
(Penyakit Dalam) 11 orang, ruang Rawat Inap Anak 10 orang, ruang Rawat
Inap Kusta 9 orang, ruang Intensif Care Unit (ICU) 9 orang, ruang Rawat
Inap Kebidanan serta memiliki 9 poli rawat jalan dengan jumlah keseluruhan
tenaga keperawatan ada 91 orang (Profil Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai
Abdullah Palembang).
Sistem shift kerja di Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang
menggunakan tiga shift setiap hari. Untuk shift kerja pagi selama 6 jam mulai
jam 08.00-14.00, shift sore selama 6 jam mulai jam 14.00-20.00, dan shift
malam selama 12 jam mulai jam 20.00-08.00. Dari keadaan tersebut, shift
kerja malam mempunyai waktu kerja yang paling lama sehingga menjadi
salah satu faktor penyebab terjadinya kelelahan kerja.
Diketahui pula bahwa rata-rata jam kerja di RSK Dr. Rivai Abdullah
Palembang adalah 48 jam/minggu. Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata
perawat kelebihan 8 jam kerja/minggunya yang jika dihitung dalam satu
bulan kerja maka perawat kelebihan beban jam kerja sebanyak 32 jam
kerja/bulan. Sehingga kondisi ini beresiko untuk terjadinya kelelahan kerja
pada perawat yang berdampak pada produktivitas kerja. Sedangkan menurut
UU No 13/2013 pasal 77 ayat 2 mengenai Ketenagakerjaan menyatakan
bahwa jumlah jam kerja secara akumulatif tidak boleh lebih dari 40 jam per
minggu (UU No 13/2013 tentang Ketenagakerjaan).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di seluruh
ruang pelayanan perawatan, maka peneliti ingin melakukan penelitian di lima
ruang rawat inap. Berdasarkan hasil wawancara pada dua orang perawat yang
7

bertugas di Ruang Rawat Inap Anak, mereka mengatakan bahwa shift malam
memiliki waktu kerja yang lebih panjang dibanding kerja pada shift pagi dan
shift sore. Mereka mengatakan mengalami mengantuk, sering menguap,
perasaan berat dikepala dan terasa lelah di seluruh badan sehabis shift malam.
Kemudian hasil wawancara pada 2 orang perawat yang bertugas di Ruang
Rawat Inap Umum (Penyakit Dalam), mereka mengatakan bahwa shift kerja
pagi adalah shift yang paling sibuk, selain harus mendampingi dokter visite,
menjalankan instruksi dari dokter setelah visite juga harus terus memonitor
kondisi pasien. Sehabis shift malam mereka mengeluhkan mengalami
mengantuk seperti ada beban pada mata, satu diantaranya mengeluhkan
kadang terasa sakit kepala, sakit pinggang dan bahu terasa kaku.
Berdasarkan dari fenomena diatas dan dikarenakan belum adanya
penelitian yang menilai shift kerja perawat terhadap tingkat kelelahan perawat
di RSK Dr. Rivai Abdullah Palembang, maka peneliti ingin menggali lebih
dalam tentang “Hubungan Shift kerja Perawat Terhadap Tingkat Kelelahan
Perawat Di Ruang Rawat Inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang Tahun
2019”.

B. Rumusan Masalah
Tenaga Keperawatan di rumah sakit merupakan jenis tenaga kesehatan
terbesar (jumlahnya 50-60%), bekerja sebagai perawat dituntut memberikan
pelayanan prima dan berkualitas selama 24 jam yang menjadikan seorang
perawat harus berada pada kondisi tubuh yang baik. Agar dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara maksimal dan optimal maka diberlakukan
sistem shift kerja, dimana pembagian waktu shift kerja yaitu shift pagi, shift
sore dan shift malam.
Shift kerja dapat menyebabkan kelelahan dan mempengaruhi tingkat
konsentrasi perawat. Perubahan jadwal kegiatan dari siang ke malam pada
pekerja shift menyebabkan kacaunya pola sirkadian yang berakibat
terganggunya berbagai fungsi tubuh, termasuk menimbulkan kelelahan kerja
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yang bisa menimpa
pasien dan perawat sendiri.
8

Berdasarkan pada fenomena diatas dan dikarenakan belum adanya


penelitian yang menilai shift kerja perawat terhadap tingkat kelelahan
perawat di ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang, maka
peneliti ingin menggali lebih dalam tentang “Hubungan Shift Kerja Perawat
Dengan Tingkat Kelelahan Perawat Di Ruang Rawat Inap RSK Dr Rivai
Abdullah Palembang Tahun 2019”.

C. Tujuan penlitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan shift kerja perawat dengan tingkat kelelahan
perawat di ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun
2019.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik umur perawat di ruang
rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik jenis kelamin perawat di
ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pendidikan perawat di
ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik masa kerja perawat di
ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
e. Untuk mengetahui gambaran shift kerja perawat di ruang rawat inap
RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
f. Untuk mengetahui tingkat kelelahan perawat di ruang rawat inap RSK
Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
g. Mengetahui hubungan shift kerja perawat dengan tingkat kelelahan
perawat di ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang
tahun 2019.

D. Ruang Lingkup
Penelitian ini termasuk dalam lingkup manajemen keperawatan,
khususnya fungsi pengorganisasian (organizing) dan fungsi pelaksanaan
9

(actuating). Peneliti akan melihat tentang shift kerja perawat dengan tingkat
kelelahan perawat di Ruang Rawat Inap RSK. Dr Rivai Abdullah Palembang
Tahun 2019, bagaimana fungsi pengorganisasian dan fungsi actuating yaitu
variable shift kerja perawat. Pada fungsi organizing, dimana penggunaan
sumber daya yang ada dapat dipergunakan seefektif dan seefisien mungkin
dengan menerapkan system kerja rotasi (shift) guna tercapainya tujuan
organisasi yakni memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu dan
berkualitas pada pasien. Sedangkan pada fungsi actuating, pelaksanaan shift
kerja oleh perawat harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun oleh
organisasi.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa pihak
antara lain :
1. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pihak manajemen
Rumah Sakit Kusta Dr Rivai Abdullah Palembang sebagai data untuk
melakukan langkah-langkah perbaikan dalam upaya memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja sehingga pekerja terhindar dari
kelelahan kerja.
2. Bagi STIKES Muhammadiyah Palembang
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan riset untuk
menambah khasanah keilmuan, kepustakaan di bidang keperawatan
khususnya dalam pengembangan studi ilmu keperawatan manajemen.
3. Untuk Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan tentang keperawatan, khususnya yang berkaitan dengan
tingkat kelelahan perawat yang bekerja dalam sistem shift di ruang rawat
inap, dan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.
10

F. Keaslian Penelitian
Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, diantaranya sebagai berikut :
Tabel 1.1
Persamaan dan Pebedaan Penelitian Sebelumnya
No Judul/Penulis/ Metodologi Hasil Persamaan Perbedaan
Tahun
1 Judul : Metode penelitian Hasil penelitian Merupakan Populasi
Perbedaan menggunakan menunjukkan ada penelitian dalam
Tingkat observasional perbedaan yang kuantitatif penelitian ini
Kelelahan analitik dengan bermakna tingkat dengan adalah
Kerja Perawat pendekatan cross kelelahan kerja variabel perawat
Antara Shift sectional perawat antara independent yang bekerja
Pagi, Sore shift pagi, sore dalam di RSUI
Dan Malam Uji dan analisa dan malam di penelitian ini YAKSSI
Di RSUI data RSUI YAKSSI adalah shift Gemolong
YAKSSI menggunakan uji Gemolong pagi, sore dan sebanyak 52
Gemolong Kruskall Wallis malam dan orang dan
variable diambil
Penulis : dependent sampel
Bagus tingkat sebanyak 47
Patmoko kelelahan orang
kerja dengan
Tahun : 2015 teknik
purposive
sampling

2 Judul : Penelitian ini Berdasarkan uji Merupakan Variabel


Hubungan adalah jenis Chi-square penelitian independent
Shift Kerja penelitian analitik diperoleh nilai P kuantitatif dalam
Dengan dengan value=0,034 yang dengan penelitian ini
Kelelahan pendekatan cross menunjukkan ada pendekatan adalah shift
Kerja Dan sectional hubungan antara cross sectional kerja dan
Perubahan shift kerja dengan variable
Tekanan kelelahan kerja. dependent
Darah Pada Berdasarkan uji adalah
Perawat Unit Anova diperoleh kelelahan
Rawat Inap nilai P kerja dan
Rumah Sakit value=0,441 yang perubahan
Bukit Asam menunjukkan tekanan
Tanjumg tidak ada darah pada
Enim Tahun perbedaan perawat.
2009 tekanan darah
antara perawat Populasi
Penulis : shift pagi, sore dalam
Harry Cahya dan malam. penelitian ini
Maulana adalah
seluruh
Tahun : 2010 perawat shift
Unit Rawat
Inap Rumah
11

Sakit Bukit
Asam yang
berjumlah
31 orang dan
diambil
sampel
sebanyak 31
orang
dengan
teknik total
sampling

Pengukuran
tingkat
kelelahan
dengan
reaction
timer dan
tekanan
darah
menggunaka
n
sphygnoman
ometer

3 Judul : Penelitian ini Berdasarkan hasil Merupakan Variabel


Perbedaan merupakan uji Mann Whitney penelitian independent
Kelelahan penelitian non menunjukkan kuantitatif dalam
Perawat eksperimental nilai p= 0.683 ( dengan penelitian ini
Ruang Rawat dengan rancangan p value pendekatan adalah shift
Inap 2 cross sectional > α) sehingga, cross sectional kerja 2
Shift/Hari dengan disimpulkan shift/hari
Dengan 3 menggunakan bahwa tidak ada dan shift
Shift/Hari Di analisis perbedaan kerja 3
RS Baladhika komparatif untuk kelelahan perawat shift/hari
Husada Dan membandingkan di dan variable
RSD Kalisat dua kelompok ruang rawat dependent
Kabupaten variable inap 2 adalah
Jember. independent pergeseran/hari kelelahan
dengan 3 kerja
Penulis : Ria pergeseran/hari
Aridya di Rumah Sakit Teknik
Liarucha Baladika Husada pengambilan
dan sampel
Tahun 2016 Rumah Sakit menggunaka
Daerah Kalisat n
Kabupaten consecutive
Jember. Hal ini sampling
dapat dipengaruhi dengan
oleh sampel
banyak faktor. yang sesuai
Faktor dengan
tersebut adalah kriteria
beban kerja, inklusi dan
budaya ekslusi
kompetensi, dan sebanyak 30
motivasi perawat
ruang rawat
12

inap RS
Baladhika
Husada dan
30
perawat
ruang rawat
inap di
RSD
Kalisat

Pengumpula
n data
primer
dilakukan
dengan
menggunaka
n instrumen
tes
Bourdon
wiersma
yang
digunakan
untuk
mengukur
kelelahan
kerja
perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerja Bergilir (Shift Work)


1. Pengertian Shift kerja
Pada umumnya yang dimaksudkan dengan kerja bergilir (Shift work)
adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau sebagai
tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan. Namun
demikian, ada pula definisi yang lebih operasional dengan menyebutkan
jenis shift kerja itu. Shift kerja disebutkan sebagai pekerjaan yang secara
permanen, atau sering pada jam kerja yang tidak biasa atau bekerja pada
jam yang berubah-ubah termasuk jam kerja yang tidak teratur (Depkes,
2008).
National Occupational Healt and Safety Commite mendefinisikan
kerja bergilir atau shift kerja adalah bekerja diluar jam kerja normal dalam
seminggu dan dimulai dari jam 07.00 sampai jam 19.00 atau lebih. Yang
termasuk dalam pekerja shift adalah mereka yang bekerja dengan berotasi,
pekerja malam dan mereka yang tetap bekerja pada jam-jam yang tidak
umum pada hari minggu ataupun pada hari kerja, untuk perpanjangan
operasi yang terus menerus (NOHSC, 1997 dalam Health and Safety
Executive, 2006)
Menurut Suma’mur 1994, shift kerja merupakan pola waktu kerja
yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh
perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, maka penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa shift kerja adalah system pengaturan jam kerja
yang telah diatur dan ditetapkan oleh sebuah organisasi bagi pekerjanya
guna memaksimalkan sumber daya yang ada sehingga tercapainya tujuan
dari organisasi tersebut.

13
14

2. Jenis-jenis Shift kerja


Ada dua kelompok besar shift kerja, yaitu permanen dan rotasi.
Namun demikian dipandang dari sudut kesehatan yang penting ialah
apakah shift kerja itu mengandung unsur kerja malam atau tidak.
Pembagian berikutnya ialah sistem shift kerja terputus dan sistem shift
terus menerus. Sistem shift terputus berlangsung antara hari senin sampai
dengan jum’at atau antara hari senin sampai dengan hari sabtu. Sistem shift
terus-menerus berlangsung selama tujuh hari seminggu termasuk hari-hari
libur. Pembagian sistem shift kerja lainnya ialah:
jumlah hari kerja malam yang berturut-turut; awal dan akhir shift kerja;
jangka waktu masing-masing shift; urutan rotasi shift; jangka daur shift dan
keteraturan sistem shift
Menurut awal dan akhir jam shift kerja, lama satu shift, dan
keteraturannya sistem dapat dibagi sebagai berikut:
a. Sistem 3 shift biasa
Masing-masing pekerja akan mengalami 8 jam kerja yang sama
selama 24 jam: dinas pagi antara pukul 06.00-14.00, dinas sore antara
pukul 14.00-22.00 dan dinas malam antara pukul 22.00-06.00.
b. Sistem Amerika
Menurut sistem ini dinas pagi mulai pukul 08.00-16.00, dinas sore
antara pukul 16.00-24.00 dan dinas malam antara pukul 24.00-08.00.
Sistem ini memberikan keuntungan fisiologik dan sosial. Kesempatan
tidur akan banyak terutama pada pekerja pagi dan sore. Setiap shift
akan mengalami makan bersama keluarga paling sedikit sekali dalam
sehari.
c. Sistem 12-12
Di penambangan minyak lepas pantai dipakai sistem 12-12. Selama 12
jam dinas pagi dan selama 12 jam dinas malam. Jadwal antara pukul
07.00-19.00 dan 19.00-07.00. Satu minggu kerja siang dan satu
minggu kerja malam. Bila pekerjaan shift dilakukan selama ini,
masing-masing baik siang atau malam, harus diikuti dengan istirahat
dua hari. (Kalbe, 2008).
15

3. Fakta-fakta Tentang Kerja Bergilir/Shift kerja


Beberapa kerugian yang sering tidak disadari oleh pekerja malam, seperti:
a. 60-80% bekerja bergilir akan mengalami gangguan tidur
b. 4-5 kali lebih banyak mengalami gangguan lambung
c. 80% akan mengalami kelelahan
d. 5-15 kali lebih sering mengalami gangguan emosi dan depresi
e. Lebih sering merokok serta menyalahgunakan obat dan alcohol
f. Mengalami kecelakaan serius di tempat kerja
g. Lebih sering mengalami perceraian

4. Waktu Kerja dan Pengaruh Kerja Malam


Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang
bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek
terpenting dalam hal waktu kerja meliputi:
a. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik
b. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat
a. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari
(pagi, siang, sore) dan malam (Suma’mur, 2013).
Dalam soal periode waktu kerja siang atau malam, sangat menarik
adalah system kerja bergilir, terutama masalah kerja malam. Sehubungan
dengan kerja malam ini dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
b. Irama faal manusia sedikit atau banyak terganggu oleh kerja malam
tidur siang. Fungsi-fungsi fisiologis tenaga kerja tidak dapat
disesuaikan sepenuhnya dengan irama kerja demikian. Hal ini mudah
dibuktikan dari pengukuran-pengukuran suhu badan, nadi, tekanan
darah dan lain-lain dari orang yang bekerja malam dibandingkan
dengan keadaan waktu bekerja siang hari. Semua ini sekarang banyak
dipelajari dalam ilmu kronobiologi dalam aspek irama hayati.
c. Demikian pula metabolisme tubuh tidak sepenuhnya dapat, bahkan
banyak aspek yang sama sekali tidak dapat diadaptasikan dengan kerja
malam tidur siang. Keseimbangan elektrolit sebagai akibat albumin
dan klorida di darah dapat menyesuaikan diri dengan keperluan kerja
16

malam, tidur siang, tetapi pertukaran zat-zat seperti kalium, sulfur,


fosfor, mangan, dan lain-lain sangat kukuh terikat kepada sel-sel,
sehingga dengan pergantian waktu kerja siang oleh malam tidak dapat
dipengaruhinya. Dengan kata lain, metabolisme zat-zat terakhir tidak
dapat diserasikan dengan keperluan kerja malam
d. Kelelahan pada kerja malam relatif sangat besar. Sebabnya antara lain
adalah faktor faal dan metabolisme yang tak dapat diserasikan. Sebab
penting lainnya adalah sangat kuatnya kerja syaraf parasimpatis
dibanding dengan persyarafan simpatis pada malam hari. Padahal
seharusnya untuk bekerja, simpatis harus melebihi kekuatan
parasimpatis.
e. Jumlah jam kerja yang dipakai untuk tidur bagi pekerja malam pada
siang harinya relatif jauh lebih kecil dari seharusnya, dikarenakan
gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu, keadaan terang,
dan lain-lain dan oleh karena kebutuhan badan yang tidak dapat
diubah seluruhnya menurut kebutuhan yaitu terbangun oleh dorongan
lapar atau buang air kecil yang relatif lebih banyak pada siang hari.
f. Alat pencernaan biasanya tidak berfungsi secara normal pada kerja
malam tidur siang. Dengan demikian jumlah makanan yang diambil
relatif lebih sedikit, sedangkan pencernaan kurang bekerja dengan
semestinya.
g. Kurangnya tidur dan kurang berfungsinya alat pencernaan berakibat
antara lain penurunan berat badan.
h. Selain soal biologis dan faal, kerja malam seringkali disertai reaksi
psikologis sebagai suatu mekanisme defensif terhadap gangguan tubuh
akibat ketidakserasian badani kepada pekerjaan malam. Akibat dari
itu, keluhan-keluhan akan ditemukan relatif sangat banyak pada kerja
malam.
i. Pengaruh-pengaruh kerja malam tersebut biasanya kumulatif. Makin
panjang giliran kerja malam, makin besar efek dimaksud. (Suma’mur,
2013)
17

5. Standar internasional bagi karyawan yang bekerja shift malam hari


Standar internasional bagi karyawan yang bekerja shift malam
hari sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 2.1
Standar Internasional Kerja Shift Malam
No Bidang Standar
1 Jam kerja normal Tidak lebih dari 8 jam perhari
2 Overtime Tidak ada shift kerja yang penuh
berurutan.
3 Waktu istirahat Sekurang-kurangnya 11 jam
antar shift
4 Jam kerja istirahat Isirahat untuk makan dan
istirahat
5 Ibu/calon ibu Penugasan di siang hari
(sebelum dan sesudah
kehamilan)
6 Pelayanan social Batas waktu transportasi,
biaya dan perbaikan
keselamatan. Perbaikan
kualitas istirahat.
7 Situasi Khusus Toleransi pada karyawan
yang mempunyai tanggung
jawab bagi keluarga,
karyawan yang lamban dan
tua.
8 Pelatihan Mendapatkan kesempatan
pelatihan
9 Transfer Pemikiran khusus untuk
ditugaskan siang hari (setelah
bertahun-tahun bekerja pada
malam hari)
10 Pensiun Pemikiran khusus bagi
karyawan yang pension
sebelum waktunya.

Sumber: The Night Work in Fitti (E. Grandjean, Night Work and Shiftng The
Task To The Man, dalam Rusdi 2017 ).

6. Pengaturan Jam kerja


Pengaturan jam kerja dalam sistem shift diatur dalam UU
no.13/2003 mengenai Ketenagakerjaan yaitu diatur dalam pasal-pasal
sebagai berikut :
18

a. Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan hukum


lainnya (selanjutnya disebut “perusahaan”) ditentukan 3 (tiga) shift,
pembagian setiap shift adalah maksimum 8 jam per-hari, termasuk
istirahat antar jam kerja (Pasal 79 ayat 2 huruf a UU No.13/2003).
b. Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh
lebih dari 40 jam per minggu (Pasal 77 ayat 2 UU No.13/2003).
c. Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 jam/hari
per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 jam per
minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah (tertulis) dari
pimpinan (management) perusahaan yang diperhitungkan sebagai
waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat 2 UU No.13/2003).
Waktu kerja normal dalam 1 minggu adalah 40 jam dan jika lebih
maka dikatakan sebagai waktu lebur yang maksimal 3jam/hari atau 14
jam/minggu (Menakertrans, 2004).

7. Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penyusunan Shift Kerja


Menurut Maurits & Widodo (2008), beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penyusunan shift kerja, yaitu:
a. Pergantian shift sebaiknya dengan pola rotasi maju dengan waktu rotasi
kurang dari 2 minggu dan dengan waktu libur rata-rata 2
hari/perminggu.
b. Lama shift kerja sebaiknya tidak lebih dari 8 jam, jika lebih dari jam
tersebut beban kerja sebaiknya dikurangi.
c. Pada pekerja dengan shift malam dianjurkan ada waktu tidur siang
sebelumnya dan bila melaksanakan pekerjaan dengan pertimbangan
khusus sebaiknya dilaksanakan sebelum jam 4 pagi agar kesalahan
dapat dikurangi.
d. Aspek demografis seperti jenis kelamin dan umur perlu diperhatikan
dalam penyusunan shift kerja.
19

B. Kelelahan Kerja
1. Pengertian Kelelahan Kerja
Levy (1990) dalam Noor Fitrihana (2008) mengutarakan bahwa
kelelahan kerja masih merupakan misteri dunia kedokteran modern, penuh
kekaburan dalam sebab musababnya serta pencegahannyapun belum
terungkap secara jelas.
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemilihan setelah
istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf
pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat
parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
Kelelahan diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan otot dan
kelelahan umum. Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot atau
perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh kerja
monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-
sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Granjean, 1993 dalam
Tarwaka dkk, 2004).
Hal yang sama juga dikemukaan oleh Suma’mur (2013). Pengaruh-
pengaruh ini seperti berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan
perasaan lelah. Perasaan ini tepat menyebabkan seseorang berhenti bekerja
seperti halnya kelelahan fisiologis berakibatkan tidur. Secara umum gejala
kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang
sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam
kerja, apabila beban keja melebihi 30-40% dari tenaga aerobic maksimal
(Astrand dan Rodahl, 1977 dan Pulat, 1992 dalam Tarwaka dkk, 2004).
Kelelahan mudah ditiadakan dengan istirahat. Tetapi jika
dipaksakan terus, kelelahan akan bertambah dan sangat mengganggu.
Kelelahan sama halnya dengan lapar dan haus adalah mekanisme
pendukung kehidupan. Istirahat sebagai upaya pemulihan dapat dilakukan
20

dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar sampai dengan tidur malam


hari.
Menurut Rizeddin (2000) dalam Noor Fitrihana (2008), kelelahan
menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi
lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Adapun pendapat menurut
Noor Fitrihana bahwa kelelahan merupakan keadaan pada saraf sentral
sistemik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental
dikontrol oleh sistem aktivasi dan sistem inhibisi batang otak. Selain itu
kelelahan adalah respon total terhadap stress psikososial yang dialami
dalam periode waktu tertentu dan cenderung menurunkan motivasi dan
prestasi kerja.
Fatique atau kelelahan kerja dapat juga disebabkan oleh bekerja
tanpa istirahat, bekerja rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk
(kebisingan, penerangan, getaran, dsb), gizi kerja, stasiun kerja tidak
ergonomis, dan waktu kerja yang tidak tepat (Sumardiyono, 2008).
Kelelahan kerja akan menambah tingkat kesalahan kerja dan menurunkan
kinerja atau produktivitas. Jika kesalahan kerja meningkat, akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industry
(Nurmianto dalam Dirgayudha, 2014)

2. Jenis Kelelahan
Kelelahan dibagi atas dua jenis, yaitu (Budiono, dkk dalam Dirgayudha
2014):
a. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada
otot.
b. Kelelahan umum merupakan kelelahan yang ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan
yang sifatnya statis/monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik,
keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan,
dan gizi.
Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia
dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang
berhenti bekerja (beraktivitas). Di samping itu, kelelahan juga
21

diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu (Grandjean dalam Dirgayudha,


2014):
a. Kelelahan mata, yaitu kelelahan yang timbul akibat terlalu tegangnya
sistem penglihatan.
b. Kelelahan tubuh secara umum, yaitu kelelahan akibat beban fisik yang
berlebihan.
c. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan
mental atau intelektual.
d. Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan
berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan, melakukan pekerjaan
yang berulang-ulang.
e. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka
panjang.
f. Kelelahan sirkadian, yaitu bagian dari ritme siang-malam, dan
memulai periode tidur yang baru
Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat untuk menyegarkan
tubuh. Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja dipaksa untuk
terus bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat mengurangi
produktivitas pekerja. Kelelahan sama halnya dengan keadaan lapar dan
haus sebagai suatu mekanisme untuk mendukung kehidupan (Budiono dkk
dalam Dirgayudha, 2014)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan


Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan banyak hal, yaitu:
a. Penyebab medis: flu; anemia; gangguan tidur; hypothyroidism;
hepatitis; TBC; dan penyakit kronis lainnya.
b. Penyebab yang berkaitan dengan gaya hidup: kurang tidur; terlalu
banyak tidur; alkohol dan miras; diet yang buruk; kurangnya olahraga;
gizi; daya tahan tubuh; circardian rhytm.
c. Penyebab yang berkaitan dengan tempat kerja: shift kerja; pelatihan
tempat kerja yang buruk; stress di tempat kerja; pengangguran;
22

workaholics; suhu ruang kerja; penyinaran; kebisingan; monoton


pekerjaan dan kebosanan; beban kerja.
d. Faktor psikologis: depresi; kecemasan dan stess; kesedihan. (Noor
Fitrihana, 2008).
Menurut Granjean (1991:838) dalam Tarwaka, dkk (2004), faktor
penyebab terjadinya kelelahan adalah:
a. Intensitas lamanya kerja fisik dan mental
b. Lingkungan: iklim; penerangan; kebisingan; getaran dll
c. Circardian rhytm
d. Problem fisik: tanggung jawab; kekhawatiran konflik
e. Kenyerian dan kondisi kesehatan
f. Nutrisi
Menurut Suma’mur (2013), karakteristik pekerja yang
mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja sebagai berikut :
a. Faktor Dalam
1) Umur
Pada usia yang meningkat akan diikuti oleh proses degenerasi dari
organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun.
Dengan penurunan organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga
kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan.
2) Jenis kelamin
Adalah suatu identitas seseorang, laki-laki atau wanita. Pada tenaga
kerja wanita akan terjadi siklus biologis setiap bulan di dalam
mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya
kondisi fisik maupun psikisnya. Hal ini akan menyebabkan tingkat
kelelahan wanita lebih besar daripada laki-laki.
3) Penyakit
Penyakit akan menyebabkan hipotensi atau hipertensi suatu organ,
akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan perangsangan
yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu
atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang
4) Keadaan Psikis Tenaga Kerja
23

Keadaan psikis adalah suatu respon yang ditafsirkan sebagai bahan


yang salah, sehingga merupakan suatu aktifitas atau deaktifitas
secara primer suatu organ, akibatnya timbul ketegangan yang dapat
meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.
5) Ukuran Tubuh (Berat badan dan Tinggi badan)
Ukuran tubuh disini kaitannya dengan status gizi tenaga kerja yang
dilihat dari berat badan dan tinggi badannya.

b. Faktor luar
1) Beban Kerja
Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat
kontraksi otot tubuh, sehingga hal ini mempercepat pula kelelahan
seseorang.
2) Masa Kerja
Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun pertama
tenaga kerja mulai bekerja hingga saat penelitian dilakukan, yang
dihitung dalam tahun.
3) Iklim kerja
Pada suhu yang terlalu rendah akan dapat menimbulkan keluhan
kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sehingga suhu yang
0
terlalu tinggi (diatas 32 C) akan menyebabkan menurunnya
kelincahan dan menggangu kecermatan, sehingga kondisi semacam
ini akan meningkat tingkat kelelahan seseorang.
4) Penerangan
Penerangan yang terlalu kecil intensitasnya akan meningkatkan
daya akomodasi mata dan syaraf pengelihatan. Intensitas
penerangan yang terlalu tinggi akan menimbulkan kesilauan pada
mata yang dapat merangsang syaraf pengelihatan untuk bekerja
lebih berat, sehingga hal ini dapat meningkatkan kelelahan
seseorang.
24

4. Gejala Kelelahan Kerja


Sebenarnya kelelahan dan kebosanan kerja sulit untuk diukur
namun dapat diketahui berdasarkan indikasi-indikasi tertentu. Indikasi
tersebut biasanya dikatakan sebagai gejala-gejala atau tanda-tanda
kelelahan kerja. Menurut Sumardiyono (2008) tanda-tanda kelelahan yang
utama adalah hambatan terhadap fungsi kesadaran otak dan perubahan-
perubahan pada organ-organ di luar kesadaran serta proses pemulihan
orang-orang lelah menunjukan penurunan perhatian, perlambatan dan
penghambatan persepsi, lambat dan susah berfikir, penurunan kemauan
atau dorongan untuk bekerja.
Menurut ILO (1998) mengkategorikan gejala kelelahan sebagai berikut :
a. Gejala fisiologi (Physiological symptoms)
Kelelahan di interpretasikan sebagai penurunan fungsi organ. Reaksi
fisiologis yang timbul seperti peningkatan denyut nadi dan
peningkatan aktivitas elektrik otot.
b. Gejala tingkah laku (Behavioral symptoms)
Kelelahan di interpretasikan sebagai penurunan parameter performa
seperti peningkatan kesalahan kerja dan peningkatan perubahan dari
performa.
c. Gejala Psiko fisikal (Psyco physical symptoms)
Kelelahan di interpretasikan sebagai sensasi yang semakin jelas
peningkatannya pada perasaan pertahanan yang buruk terhadap
intensitas, durasi komposisi faktor stress
Menurut Gilmer (1966) dan Cameroon (1973) dalam Noor Fitrihana,
2008 gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut:
a. Menurun kesiagaan dan perhatian
b. Penurunan dan hambatan persepsi
c. Cara berfikir atau perbuatan anti social
d. Tidak cocok dengan lingkungan
e. Depresi, kurang tenaga dan kehilangan inisiatif
25

f. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan


jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, kecemasan,
perubahan tingkah laku, kegelisahan dan kesukaran tidur).
Menurut Suma’mur (2013) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi
dalam tiga ketegori yaitu :
a. Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan. Perasaan berat di
kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering
menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan
beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang
dalam berdiri, mau berbaring.
b. Menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi. Merasa susah berfikir,
lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat
mempunyai perhatian sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang
kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap,
tidak dapat tekun dalam pekerjaan.
c. Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum. Sakit
kepala, kekakuan dibahu, merasa nyeri dipunggung, terasa pernapasan
tertekan, haus, suara serak, terasa pening, spasme dari kelopak mata,
tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Kelelahan yang
terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan
yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada
sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang
sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala
psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti social dan perasaan
tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta
kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-
kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,
tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut
kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan
meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek
disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka
sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami
26

konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap


negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja
memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat

5. Akibat Kelelahan Kerja


a. Prestasi kerja menurun
b. Fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun
c. Badan terasa tidak enak
d. Semangat kerja yang menurun (Bartley dan Chute 1982 dalam Lintje
S, 2008 )

6. Hubungan Shift Work Dengan Kelelahan Kerja


Pekerja yang mendapatkan sistem kerja bergilir (shift work)
terutama saat mendapatkan giliran kerja malam memerlukan adaptasi baik
fisik maupun psikis. Menurut Granjean (1993) dalam Tarwaka dkk (2004),
sebagaimana kita ketahui, sejak dini tubuh kita sudah terpola mengikuti
siklus alam. Pada siang hari seluruh bagian tubuh kita aktif bekerja dan
pada malam hari dalam keadaan istirahat. Untuk mengatur pola kerja dan
istirahat ini, secara alamiah tubuh kita memiliki pengatur waktu (internal
timekeeper) yang sering disebut dengan istilah a body clock atau
cyrcardian rhytm. Internal timekeeper inilah yang mengatur berbagai
aktivitas tubuh kita seperti bekerja, tidur dan proses pencernaan makanan.
Peningkatan denyut nadi dan tekanan darah mendorong adanya
peningkatan aktivitas pada siang hari. Pada malam hari, semua fungsi
tubuh akan menurun dan timbullah rasa kantuk, sehingga kelelahan pada
kerja malam relatif sangat besar.

7. Dampak Kelelahan
Dampak bagi pekerja yang mengalami kelelahan kerja antara lain
menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan
sukar berfikir, penurunan motivasi untuk bekerja, penurunan kewaspadaan,
menurunnya konsentrasi dan ketelitian, performa kerja rendah, kualitas
kerja rendah, dan menurunnya kecepatan reaksi. Hal-hal tersebut akan
27

menyebabkan banyak terjadi kesalahan, sehingga pekerja mengalami


cidera, stress kerja, penyakit akibat kerja, kecelakan kerja, dan pada
akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas menjadi berkurang
(Sastrowinoto, 1985, Manuaba, 1998, mumnya (Job dan Dalziel, 2001
dalam Australian Safety and Compensation Council, 2006).Budiono, dkk,
2003, Tarwaka, 2013).
Kelelahan di tempat kerja memang tidak bisa dipandang sebelah
mata, karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas, produktivitas, serta
keselamatan pekerja pada umumnya (Job dan Dalziel, 2001 dalam
Australian Safety and Compensation Council, 2006).

8. Metode Pengukuran Kelelahan


Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan
secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya
kelelahan akibat kerja (Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, 2013).
Pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan enam metode yang berbeda
(Kroemer dan Grandjean, 1997), yaitu:
a. Kualitas dan Kuantitas Hasil Kerja
Pada metode ini, hasil kerja digambarkan sebagai jumlah proses
kerja dan waktu yang digunakan setiap unit proses atau jumlah operasi
yang dilakukan setiap unit waktu. Metode ini biasanya digunakan
sebagai pengukuran tidak langsung karena banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan seperti target produksi, perilaku psikologis dalam
kerja, dan faktor sosial (Kroemer dan Grandjean, 1997). Sedangkan
kualitas hasil kerja seperti kerusakan produk, penolakan produk, atau
frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan,
tetapi faktor tersebut bukan merupakan faktor penyebab (Tarwaka,
2013).
b. Perasaan Kelelahan Secara Subjektif
Saat ini telah ada alat untuk mengukur kelelahan dengan
menggabungkan beberapa indikator untuk menginterpretasikan hasil
28

yang dapat dipercaya. Mengutamakan perasaan subjektif terhadap


kelelahan perlu diperhatikan (Kroemer dan Grandjean, 1997).
Kuesioner khusus digunakan untuk menilai perasaan kelelahan
secara subyektif. Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial
Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu
kuesioner yang dibuat pada tahun 1967, berisi gejala kelelahan umum
yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif (Tarwaka,
2013). Kuesioner ini berisi 30 pertanyaan sebagai indikator yang
terdiri dari 10 pertanyaan pertama sebagai indikator tentang
pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan kedua sebagai indikator tentang
pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan ketiga sebagai indikator
tentang gambaran kelelahan fisik.

Tabel 2.2
Daftar Pertanyaan Kuesioner Subjective Self Rating Test (SSRT)

10 Pertanyaan tentang 10 Pertanyaan tentang 10 Pertanyaan tentang


Pelemahan Kegiatan Pelemahan Motivasi Gambaran Kelelahan Fisik

a. Perasaan berat di kepala a. Merasa susah berpikir a. Sakit di bagian kepala


Merasa lelah seluruh
b. b. Malas untuk bicara b. Sakit di bagian bahu
badan
Sakit di bagian
c. Merasa berat di kaki c. Merasa gugup c.
punggung
Sering menguap saat Tidak dapat
d. d. d. Merasa nafas tertekan
bekerja berkonsentrasi

Merasa kacau pikiran saat Tidak dapat memusatkan


e. e. e. Haus
bekerja perhatian

Cenderung mudah
f. Menjadi mengantuk beban f. f. Suara serak
melupakan sesuatu

g. Merasakan pada mata g. Kurang kepercayaan diri g. Merasa pening

Kaku dan canggung Merasa ada yang


h. h. Cemas terhadap sesuatu h.
dalam gerakan mengganjal di mata

Tidak seimbang saat Tidak dapat mengontrol Anggota badan terasa


i. i. i.
berdiri sikap gemetar

Tidak tekun dalam


j. Ingin berbaring j. j. Merasa kurang sehat
pekerjaan
Sumber: Tarwaka, dkk, 2004
29

Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul dapat


diartikan semakin besar pula tingkat kelelahan. Kuesioner ini
kemudian dikembangkan dimana jawaban-jawaban kuesioner
diskoring sesuai empat skala Likert (Susetyo, 2008).
Apabila menggunakan penilaian dengan skala Likert, maka
setiap skor atau nilai haruslah memiliki definisi operasional yang jelas
dan mudah dipahami oleh responden. Jawaban untuk kuesioner IFRC
tersebut terbagi menjadi 4 kategori jawaban dimana masing-masing
jawaban tersebut diberi skor atau nilai sebagai berikut (Tarwaka,
2013):
1) Skor 4 = Sangat Sering (SS) merasakan kelelahan
2) Skor 3 = Sering (S) merasakan kelelahan
3) Skor 2 = Kadang-kadang (K) merasakan kelelahan
4) Skor 1 = Tidak Pernah (TP) merasakan kelelahan
Setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner,
maka langkah berikutnya adalah menghitung jumlah skor pada
masing-masing kolom (1, 2, 3 dan 4) dari 30 pertanyaan tersebut dan
akan dijumlahkan, total nilai yang didapat akan menggambarkan
kategori kelelahan dari tiap responden. Kategori tersebut antara lain
(Tarwaka, 2013):
1) Nilai 30-52 = Kelelahan rendah
2) Nilai 53-75 = Kelelahan sedang
3) Nilai 76-98 = Kelelahan tinggi
4) Nilai 99-120 = Kelelahan sangat tinggi
c. The Electroencephalograph
The Electroencephalograph adalah alat ukur kelelahan yang
baru-baru ini sesuai dengan standar riset di laboratorium, dimana
berupa penempelan elektroda pada permukaan kulit kepala untuk
menangkap aktivitas listrik di otak. Setelah itu ditafsirkan sebagai
sinyal yang menunjukkan keadaan kelelahan dan mengantuk (Bridger,
2003).
d. Mengukur Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes
Test)
30

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk


melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang
waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Metode ini,
disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan
kewaspadaan tenaga kerja (Kroemer dan Grandjean, 1997, Tarwaka,
2013).
e. Pengujian Psikomotor
Pengujian psikomotor mengukur fungsi-fungsi yang
melibatkan persepsi, interpretasi, dan reaksi motorik. Uji yang
sering digunakan adalah pengukuran waktu reaksi (Reaction Timer
Test) (Tarwaka, 2013).
Reaction time adalah jangka waktu dari adanya pemberian suatu
rangsang sampai kepada suatu kesadaran atau dilaksanakan
gerakan/kegiatan. Dalam uji Reaction Timer dapat digunakan
rangsangan berupa nyala lampu yang kemudian pekerja akan
meresponnya, sehingga dapat dihitung waktu yang dibutuhkan pekerja
untuk merespon rangsangan tersebut. Pemanjangan waktu reaksi
merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan
otot (Koesyanto dan Tunggul, 2005).
Pengukuran waktu reaksi dilakukan sebanyak 5 kali, setiap hasil
pengukuran dijumlahkan, kemudian diambil nilai rata-ratanya.
Eksperimen menggunakan uji Reaction Timer sangat penting dan
menarik. Hal tersebut dikarenakan hasil yang didapatkan dari
pengukuran ini tidak hanya sekedar mengetahui perbedaan kecepatan
persepsi individu, akan tetapi juga mampu mendapatkan informasi
mengenai kegunaan fungsi sistem syaraf yaitu atensi, kemampuan
proses persepsi, dan proses kecepatan reaksi (Koesyanto dan Tunggul,
2005).
Hasil pengukuran dengan Reaction Timer akan dibandingkan
dengan standar pengukuran kelelahan yaitu (Koesyanto dan Tunggul,
2005)
1) Normal : waktu reaksi 150,0-240,0 mili detik
31

2) Kelelahan Kerja Ringan : waktu reaksi >240,0-<410,0 mili detik


3) Kelelahan Kerja Sedang : waktu reaksi 410,0-<580,0 mili detik
4) Kelelahan Kerja Berat : waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik
Biro Konsultasi Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas
Kerja Lakassidaya yang dipimpin oleh Maurits Charles Soekarno
merupakan biro yang memberikan bantuan konsultasi secara K3 dan
ergonomi disamping pemberian pendidikan, pelatihan serta
penerangan dan penelitian di bidang K3 dan ergonomi telah
melakukan uji validitas dan reliabilitas dari Reaction Timer Test. Hasil
uji validitasnya baik dan hasil reliabilitasnya sangat reliabel (r = 0,9)
(Lakassidaya, 2011).
f. Pengujian Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan
menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma Test merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian,
dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah
seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi akan
semakin rendah. Namun demikian Bourdon Wiersma Test lebih tepat
untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih
bersifat mental (Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, dkk, 2004).

Tabel 2.3
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja

No Metode Kelebihan Kekurangan


1 Kualitas dan Kuantitas Hasil kerja digambarkan a. Biasanya digunakan sebagai
Hasil Kerja sebagai jumlah proses pengukuran tidak langsung
kerja dan waktu yang karena banyak faktor yang
digunakan setiap unit harus dipertimbangkan
proses atau jumlah operasi seperti target produksi,
yang dilakukan setiap unit faktor sosial dan perilaku
waktu psikologis dalam kerja
b. Kerusakan produk,
penolakan produk, atau
frekuensi kecelakaan bisa
disebabkan bukan hanya
karena faktor kelelahan
semata.
32

2 Perasaan Kelelahan Secara Kelelahan dapat dianalisis Pengukuran tidak objektif


Subjektif langsung dari gejala-gejala sehingga hasilnya kurang kuat
yang dirasakan oleh
seseorang
3 The Electroencephalograph Alat ukur kelelahan yang Pengukuran dapat
akurat sesuai dengan mengganggu proses dan jam
standar riset di laboraorium kerja responden karena harus
mengikuti tes dilaboratorium,
dikhawatirkan dapat
menurunkan produktivitas
responden
4 Mengukur Frekuensi Metode ini selain untuk Bisa terjadi bias dalam
Subjektif Kelipan Mata mengukur kelelahan juga menentukan besar frekuensi
(Flicker Fusion Eyes Test) menunjukkan keadaan yang dihasilkan pada
kewaspadan tenaga kerja pengukuran
5 Pengujian Psikomotorik a. Metode pengukuran Pengukuran menggunakan
secara objektif mouse sehingga bisa terjadi
b. Tidak hanya sekedar bias bila terdapat responden
mengetahui perbedaan yang terbiasa mengguankan
kecepatan persepsi mouse dan responden yang
individu akan tetapi tidak terbiasa mengguankan
juga mampu mouse.
mendapatkan informasi
mengenai kegunaaan
fungsi sisten syaraf
yaitu atensi,
kemampuan proses
persepsi dan proses
kecepatan reaksi
6 Pengujian Mental Hasil test menunjukkan Lebih tepat untuk mengukur
bahwa semakin lelah kelelahan akibat aktivitas atau
seseorang maka tingkat pekerjaanyang lebih bersifat
kecepatan, ketelitian dan mental
konsentrasi akan semkin
rendah atau sebaliknya
33

C. Kerangka Teori
Bagan 2.1
Kerangka Teori

Karakteristik pekerja yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja :

1. Faktor dalam 2. Faktor luar


 Umurs  Beban kerja
 Jenis kelamin  Masa kerja
 Penyakit  Iklim kerja
 Keadaan psikis tenaga  Penerangan
kerja
 Ukuran tubuh
(Suma’mur, 2013)

Faktor Penyebab Kelelahan: Gejala Kelelahan :


1. Penyebab medis: Flu, 1. Menunjukkan terjadi nya
hypothyroidism, hepatitis, pelemahan kegiatan:
TBC dan penyakit kronis perasaan berat dikepala,
lainnya. menjadi lelah seluruh
2. Penyebab yang berkaitan badan, kaki merasa berat,
dengan gaya hidup: sering menguap, merasa
kurang tidur, terlalu kacau pikiran, menjadi
banyak tidur, alcohol dan mengantuk, merasakan
miras, diet yang buruk, beban pada mata, kaku dan
kurang olahraga, gizi, canggung dalam gerakan,
daya tahan tubuh, tidak seimbang dalam
circadian rhytm. berdiri, mau berbaring.
2. Menunjukkan terjadi nya
3. Penyebab yang berkaitan pelemahan motivasi:
dengan tempat kerja: Shift Merasa susah berfikir, lelah
kerja, pelatihan tempat berbicara, menjadi gugup,
kerja yang buruk, stres tidak berkonsentrasi, tidak
ditempat kerja, dapat mempunyai perhatian
pengangguran, Kelelahan sesuatu, cenderung untuk
workaholics, suhu ruang lupa, kurang kepercayaan,
kerja, penyinaran, cemas terhadap sesuatu,
kebisingan, monoton tidak dapat mengontrol
pekerjaan dan kebosanan, sikap, tidak dapat tekun
beban kerja. dalam pekerjaan
3. Menunjukkan gambaran
4. Faktor psikologis: kelelahan fisik akibat
Depresi, kecemasan dan keadaan umum: Sakit
stress, kesedihan kepala, kekakuan dibahu,
merasa nyeri dipunggung,
(Noor Fitrihana, 2008) terasa pernapasan tertekan,
haus, suara serak, terasa
pening, spasme dari kelopak
mata, tremor pada anggota
Keterangan : badan, merasa kurang sehat.
: Variabel yang diteliti
(Suma’mur, 2013)
: Variabel yang tidak diteliti
: Terdapat hubungan
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibuat untuk memberikan arahan ataupun gambaran
alur penelitian yang dikembangkan berdasarkan kerangka teori dari hubungan
variabel yang akan diteliti berdasarkan teori. Dari teori diatas peneliti
mengambil shift kerja perawat sebagai variabel bebas (Variable Independent),
sedangkan variabel terikat (Variable Dependent) adalah tingkat kelelahan
perawat.

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Kelelahan Perawat


Terbagi Dalam Tiga Kategori :
Shift Kerja Perawat
Pagi/ Sore/ Malam 1. Pelemahan Kegiatan
2. Pelemahan Motivasi
3. Kelelahan Fisik

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Terdapat hubungan

34
35

B. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional disusun untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel sehingga menjadi lebih konkrit dan dapat diukur
(Dharma, 2011). Adapun definisi operasional dari penelitian ini diuraikan
dibawah ini :
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1 Variabel Waktu kerja Kuesioner Angket  Persentase Nominal
Independent yang proporsi
 Shift pagi dilakukan oleh perawat yang
perawat perawat pada bekerja shift
 Shift sore  Pagi hari pagi dimulai
perawat  Sore hari pukul 08.00-
 Shift  malam hari 14.00 WIB
malam  Persentase
perawat proporsi
perawat yang
bekerja shift
sore dimulai
pukul 14.00-
20.00 WIB
 Persentase
proporsi
perawat yang
bekerja shift
malam
dimulai
pukul 20.00-
08.00 WIB
2 Variabel Kelelahan Kuesioner Angket Kategori Ordinal
Dependent adalah Subjective kelelahan:
Tingkat perasaan Self  Nilai 30-52=
Kelelahan berupa Rating kelelahan
Perawat keluhan gejala Test dari rendah
 Pelema- bersifat IFRC  Nilai 53-75=
han subjektif yang kelelahan
Kegiatan dirasakan sedang
 Pelema- karena  Nilai 76-98=
han pekerjaan kelelahan
Motivasi yang diukur tinggi
 Kelelahan dengan  Nilai 99-120=
Fisik subjective self kelelahan
rating test dari sangat tinggi
Industrial
Fatigue (Tarwaka, 2013)
Research
Committee
(IFRC).
36

C. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2018). Berdasarkan rumus tujuan dalam
penelitian, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ho : Tidak ada hubungan shift kerja perawat dengan tingkat kelelahan
perawat di ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun
2019.
2. Ha : Ada hubungan shift kerja perawat dengan tingkat kelelahan perawat
di ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang
digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu desain
penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variable
dimana variabel independent dan variabel dependent diidentifikasi pada satu
satuan waktu (Dharma, 2011).
Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antar variabel
independent dan variabel dependent. Pada penelitian ini, peneliti mencari
hubungan antara shift kerja perawat dengan tingkat kelelahan perawat di ruang
rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.
Peneliti ingin menghubungkan shift kerja perawat dengan
menggunakan subjective self rating test dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) dengan tingkat kelelahan perawat di ruang rawat inap RSK
Dr Rivai Abdullah Palembang tahun 2019.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah
perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSK Dr Rivai Abdullah
Palembang periode Januari-Desember 2019 yang berjumlah 44 orang
perawat, yang tersebar di 5 ruang rawat inap yaitu ruang rawat inap
umum (penyakit dalam) 10 orang, ruang rawat inap kusta 8 orang, ruang
rawat inap bedah 9 orang, ruang rawat inap anak 9 orang dan ruang
perawatan intensif (ICU) 8 orang.

37
38

2. Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Sampel dalam
penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di ruang rawat inap
RSK Dr Rivai Abdullah sebanyak 44 orang perawat dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
 Perawat yang sudah bekerja lebih dari 1 tahun di ruang rawat inap
RSK Dr Rivai Abdullah.
 Bersedia menjadi responden dalam penelitian saat penelitian
dilaksanakan.
 Perawat yang bekerja dengan sistem shift.
b. Kriteria eksklusi
 Perawat yang sedang cuti saat penelitian dilaksanakan.
 Perawat yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian
saat penelitian dilaksanakan
3. Tehnik Sampling
Tehnik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel
(Sugiyono, 2018). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah total sampling, yaitu tehnik pengambilan sampel dimana jumlah
sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2018). Alasan menggunakan
tehnik total sampling karena menurut Sugiyono (2018) jumlah populasi
yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di ruang rawat inap kusta, ruang
rawat inap anak, ruang rawat inap bedah, ruang rawat inap umum
(penyakit dalam), ruang perawatan intensif (ICU) di RSK Dr Rivai
Abdullah Palembang
2. Waktu Penelitian
39

Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 18 Februari – 29 Maret


2019 di RS Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2014).
Adapun informasi yang didapat dari data adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari
hasil pengukuran, pengamatan, survei dan lain-lain (Setiadi, 2007). Data
primer dari penelitian ini adalah karakteristik umur, jenis kelamin,
pendidikan dan masa kerja responden serta tingkat kelelahan perawat
yang dikumpulkan menggunakan lembar kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak rumah sakit
seperti, data tentang profil rumah sakit diperoleh dari Sub Bag Evaluasi
dan Pelaporan, data mengenai jumlah perawat RSK Dr Rivai Abdullah
Palembang diperoleh dari Sub Bag Administrasi SDM serta data
mengenai jadwal shift perawat pelaksana di ruang rawat inap RSK Dr
Rivai Abdullah Palembang diperoleh dari masing-masing kepala ruangan.

E. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur
fenomena alam maupun social yang diamati (Sugiyono, 2018). Dalam
penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah lembar kuesioner, yaitu
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2018).
1. Kuesioner
Lembar kuesioner terdiri dari pernyataan untuk menilai perasaan
kelelahan secara subyektif. Subjective Self Rating Test (SSRT) diadopsi
dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee of Japanese
40

Association of Industrial Health), merupakan salah satu kuesioner yang


dibuat pada tahun 1967. Disosialisasikan dan dimuat dalam prosiding
symposium on Methodeology of fatigue assessment. Simposium ini
diadakan di Kyoto, Jepang tahun 1969. Kuesioner ini berisi gejala
kelelahan umum yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif
(Tarwaka, 2013). Kuesioner ini berisi 30 pertanyaan sebagai indikator
yang terdiri dari 10 pertanyaan pertama sebagai indikator tentang
pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan kedua sebagai indikator tentang
pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan ketiga sebagai indikator tentang
gambaran kelelahan fisik.
Kuesioner ini telah digunakan pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian tersebut merupakan skripsi berjudul Analisis
Sistem Kerja Shift Terhadap Tingkat Kelelahan Dan Pengukuran Beban
Kerja Fisik Perawat RSUD Karanganyar yang dilakukan oleh Juniar
tahun 2017 dan skripsi berjudul Gambaran Tingkat Kelelahan Kerja
Perawat di Ruang Perawatan Intensif yang dilakukan oleh Pratiwi tahun
2017.
Kuesioner yang digunakan dalam bentuk skala bertingkat (Skala
Likert), merupakan suatu alat pengumpulan data untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena social (Sugiyono, 2018). Skala likert pada penelitian ini
menggunakan jawaban yang terdiri dari sangat sering (SS), sering (S),
kadang-kadang (K), tidak pernah (TP). Responden akan memberi
checklist pernyataan yang sesuai dengan jawaban responden. Peneliti
memberi nilai tergantung pada jawaban/checklist responden pada
kuesioner, maka aturan nilai jawaban dari responden adalah :
a. Sangat Sering diberi nilai 4
b. Sering diberi nilai 3
c. Kadang-kadang diberi nilai 2
d. Tidak Pernah diberi nilai 1
Kemudian langkah berikutnya adalah menghitung jumlah skor
pada masing-masing kolom (1, 2, 3 dan 4) dari 30 pertanyaan tersebut
41

dan akan dijumlahkan, total nilai yang didapat akan menggambarkan


kategori kelelahan dari tiap responden. Kategori tersebut antara lain
(Tarwaka, 2013):
a. Nilai 30-52= Kelelahan rendah
b. Nilai 53-75= Kelelahan sedang
c. Nilai 76-98= Kelelahan tinggi
d. Nilai 99-120= Kelelahan sangat tinggi
2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrument
penelitian. Setelah kuesioner disusun belum berarti kuesioner tersebut
dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner sebagai
alat ukur penelitian perlu diuji validitas dan reliabilitas. Untuk itu maka
kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba ‘trial’ di lapangan.
Responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya memiliki ciri-ciri
responden dari sampel dimana penelitian tersebut harus dilakukan
(Sugiyono, 2018). Kuesioner dalam penelitian ini, sebelum digunakan
terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas sehingga
kuesioner tersebut benar-benar mampu mengukur yang seharusnya
diukur (Dharma, 2011). Instrumen yang reliable adalah instrument yang
bila digunakan berkali-kali untuk mengukur objek yang sama akan
menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2018).
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah
kuesioner yang kita susun tersebut mengukur apa yang akan kita ukur
maka perlu di uji validitas (Dharma, 2011).
Uji validitas untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan
dengan membandingkan nilai r tabel dengan r hitung.
1) Menentukan r tabel dengan menggunakan df = n-2 pada tingkat
kemaknaan 5%.
2) Menentukan nilai hasil perhitungan (Corrected item total
correlation).
42

3) Keputusan masing-masing variable dibandingkan antara r hasil dan


nilai r tabel, nilai r hasil > r tabel maka pertanyaan tersebut valid,
jika ada yang tidak valid lakukan proses pada variabel yang
diproses saja.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya
atau dapat diandalkan. Ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih (Sugiyono, 2018).
Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala
sosial harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. Untuk itu sebelum
digunakan untuk penelitian harus dites sekurang-kurangnya dua kali
uji coba kuesioner (Sugiyono, 2018). Setelah pernyataan sudah valid,
analisis dilapangan dengan uji coba reliabilitas. Untuk mengetahui
reliabilitas adalah membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil.
Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai Cronbach’s
Alpha yang umumnya digunakan sebagai persyaratan sebuah alat ukur
berkisar dari 0,6 sampai dengan 0,8 ketentuannya adalah nilai r alpha >
r tabel maka pernyataan tersebut adalah reliabel (Natanael, 2014). Uji
validitas dan uji reliabilitas kuesioner dilakukan pada responden yang
berbeda dengan responden penelitian.
Kuesioner Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue
Research Committee Jepang yang terdiri atas 30 pertanyaan sebagai
indikator kelelahan subjektif yang terdiri dari 10 pertanyaan pertama
sebagai indikator tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan kedua
sebagai indikator tentang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan
ketiga sebagai indikator tentang gambaran kelelahan fisik telah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 30 perawat di ruang
perawatan intensif RSUD Dr. Moewardi oleh Pratiwi (2017) dengan
judul penelitian “Gambaran Tingkat Kelelahan Kerja Perawat di
Ruang Perawatan Intensif”. Kuesinoer dinyatakan valid karena nilai r
43

hitung 0,529 – 0,082 > nilai r tabel (0,36) dan reliable karena nilai
Alpha Cronbach 0,966 > 0,8.

F. Prosedur Penelitian
Bagan 4.1
Prosedur Penelitian

Tahap Persiapan :
1. Pengajuan surat permohonan izin penelitian
2. Menyampaikan surat permohonan izin penelitian kepada Direktur
Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang

Tahap Pelaksanaan :
1. Setelah mendapat izin dari kepala sub bagian diklat RSK Dr. Rivai
Abdullah Palembang, peneliti melakukan konfirmasi kepada kepala
instalasi rawat inap kemudian setiap kepala ruangan di unit yang akan
diteliti
2. Menemui calon responden dan menjelaskan tujuan penelitian dan cara
pengisian kuesioner
3. Meminta persetujuan kepada responden
4. Membagikan kuesioner kepada responden
5. Mempersilahkan responden mengisi kuesioner sesuai petunjuk

Tahap Akhir :
1. Kuesioner yang telah diisi, dikumpulkan dan diperiksa oleh peneliti
untuk memastikan apakah sudah terisi semua
2. Memasukkan dan mengolah data dengan program komputer
3. Hasil penelitian diseminarkan dalam sidang komprehensif
44

G. Pengolahan dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Pengolahan Data merupakan proses terhadap data mentah sebelum
proses analisa data tersebut (Hastono, 2001), yaitu :
a. Pengeditan (Editing)
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner
apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah :
1) Lengkap : semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
2) Jelas : jawaban pada pertanyaan apakah sudah cukup jelas
terbaca
3) Relevan : jawaban yang tertulis apakah relevan dengan
pertanyaan
4) Konsisten : apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan
isi jawabannya konsisten atau tidak.
b. Pengkodean (Coding)
Pada penelitian ini, peneliti mengklasifikasikan jawaban-
jawaban dari kuesioner responden kedalam kategori yang sudah
ditentukan, dan memberi tanda/kode berbentuk angka pada
masing-masing jawaban pada lembar kuesioner.
c. Memasukkan Data (Processing)
Data merupakan jawaban-jawaban dari masing-masing
responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf)
dimasukkan ke dalam program atau “software” computer.
Software komputer ini bermacam-macam, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangannya.
d. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau
respondenselesai dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalah-kesalahan kode,
ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data
(data cleaning).
45

e. Mengeluarkan Informasi
Pada penelitian ini data telah disajikan sesuai dengan tujuan
permasalahan yang sudah dirumuskan dengan menggunakan suatu
program computer disajikan sesuai dengan tujuan permasalahan
yang telah ditentukan. Pada penelitian ini data yang disajikan
yaitu shift kerja perawat dan tingkat kelelahan perawat, disajikan
dalam dua bentuk yaitu :
1) Tulisan (Textular)
Hasil informasi yang didapat dituliskan dalam bentuk
interprestasi data dimana data yang didapat dijelaskan secara
deskriptif.
2) Tabel (Tabular)
Hasil data yang didapat dituliskan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan tabel silang.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Hasil analitik univariat berbentuk distribusi frekuensi dan
presentasi dari tiap variable (Hastono, 2001). Data dianalisis
dengan menampilkan data dalam bentuk distribusi frekuensi yang
dilaksanakan tiap-tiap variable dari hasil penelitian yaitu variable
independent yaitu shift kerja perawat dan variable dependent
tingkat kelelahan perawat.
Dalam analisa univariat menggunakan uji normalitas data
yang bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari
hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Data yang
membentuk distribusi normal bila jumlah data diatas dan dibawah
rata-rata adalah sama, demikian juga simpangan bakunya
(Sugiyono, 2017). Jika data dengan distribusi normal maka
menggunakan mean, dan sebaliknya jika data dengan distribusi
tidak normal maka menggunakan median.
46

b. Anlisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
atau korelasi variable independent shift kerja perawat dan variable
dependent tingkat kelelahan perawat. Uji statistic yang digunakan
adalah Uji T dengan derajat kepercayaan 95% bila p value α ≤
0,05 menunjukkan hubungan bermakna, bila p value α > 0,05
menunjukkan hubungan tidak bermakna.
Uji T dikenal dengan Uji Parsial, yaitu untuk menguji
bagaimana pengaruh masing-masing variable bebasnya secara
sendiri-sendiri terhadap variable terikatnya. Uji ini dapat
dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t table atau
dengan melihat kolom signifikansi pada masing-masing t hitung.

H. Etika Penelitian
Pelaksanaan penelitian kesehatan, harus diperhatikan hubungan antara
kedua belah pihak secara etika, atau yang disebut etika penelitian. Adapun
status hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam konteks ini adalah
masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Secara rinci hak-
hak dan kewajiban peneliti dan yang diteliti (responden) adalah sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2010) :
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed Consent diberikan kepada sampel penelitian sebelum
dilakukan penelitian. Jika bersedia, sampel peneliti harus menandatangani
lembar persetujuan, tetapi jika menolak maka peneliti tidak memaksa dan
tetap menghormati hak-hak sampel penelitian.
2. Privacy (Tanpa Nama)
Privacy adalah hak setiap orang. Semua orang mempunyai hak
untuk memperoleh Privacy atau kebebasan pribadinya. Seorang tamu,
termasuk peneliti yang datang ke ruang kerjanya , lebih-lebih akan
menyita waktunya untuk diwawancarai, jelas merampas privacy orang
atau responden tersebut.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
47

Informasi yang akan di berikan oleh responden adalah miliknya


sendiri. Tetap karena diperlukan dan diberikan kepada peneliti atau
pewawancara, maka kerahasiaan informasi tersebut perlu dijamin oleh
peneliti. Oleh sebab itu, realisasi hak responden untuk merahasiakan
informasi dari masing-masing responden, maka nama responden pun
tidak dicantumkan, cukup dengan memberi kode-kode.
4. Benefit (Keuntungan)
Peneliti berusaha untuk memaksimalkan manfaat dari penelitian
dan meminimalkan kerugian yang terjadi. Manfaatnya baik untuk instansi
terkait ataupun untuk responden sendiri.
5. Justice (Adil)
Semua responden dalam penelitian ini diperlakukan secara adil
dengan memberikan hak yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Amjad. 2018. Impact of morning and rotational duties on physical health of
nurses working in tertiary care hospitals of Karachi. November - December 2018
Vol. 34 No. 6 www.pjms.com.pk. doi: https://doi.org/10.12669/pjms.346.16187
Auliya, Nurul. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Tongkat Kelelaha Kerja dan
Dampaknya Terhadap Kinerja Operator Produksi ARV PT Kimia Farma
(PERSERO) Tbk. Unit Plant Jakarta. Jurnal Nusamba Vol 2 No 2 Oktober 2017.
Baiduri, W. 2008. Fatigue Assesment PT Pamapersada Nusantara. Jakarta.
Baits, Ustadz Ammi Nur. Kerja di Malam Hari Itu Haram?. [internet]. 2015.
[diambil 28 Februari 2019] dari : http:// Konsultasi Syariah.com
Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta. CV
Trans Info Media.
Dirgayudha, Dio. 2014. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kelelahan
Kerja Pada Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur
Tahun 2014. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Fitrihana, Noor. 2008. Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Antara Shift 1 dan
Shift 2 Di Departemen Production Finishing PT Panasonic Gobel Energy
Indonesia (PECGI) Bekasi. . [diambil Selasa, 29 Januari 2019] dari
:https://idslide.net/view-doc.html?utm_source=bab-i-pendahuluan-pada-
umumnya-yang-dimaksudkan-dengan-kerja-bergilir-shift-work
Government of Alberta. 2013. Fatigue And Safety At The Workplace.
Edmonton, AB: Government of Alberta, Employment and Immigration.
Grandjean, Etienne. Night Work and Shiftng The Task To The Man, 1986
Harma, Mikko dkk. 2017. Shift work with and without night work as a risk factor
for fatigue and changes in sleep length: A cohort study with linkage to records on
daily working hours. Journal of Sleep Research. 13 December 2017. DOI:
10.1111/jsr.12658

Hastono, Susanto Priyo. 2001. Modul Analisis Data. Jakarta: FKM UI.

Hastono, Susanto Priyo dan Sabri, Luknis. 2011. Statistik Kesehatan. Jakarta Pers.
Indonesia. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Waktu Kerja Lembur dan
Upah Lembur. [internet]. 2004. [diambil 31 Januari 2019] dari :
http://betterwork.org/in-labourguide/wp-content/uploads/KEP_102_2004_-
_Waktu_Upah_Kerja_Lembur.pdf.
Indonesia. UU no. 13/2003 pasal 77-85 Mengenai Ketenagakerjaan. [diambil 2
Februari 2019] dari: https://gajimu.com/pekerjaan-
yanglayak/kompensasi/pembagian-kerja-shift.
Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 49 tahun 2014. [internet]. 2014. [diambil 2 Februari
2019]

Indonesia. Undang-undang keperawatan no. 38 tahun 2014. [internet]. 2014.


[diambil Selasa, 1 Februari 2019] dari :
http://www.hukor.depkes.go.id/upprod_uu/U
U%20No.%2038%20Th%202014%20ttg %20Keperawatan.pdf.

Indonesia. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Data Kecelakaan Kerja


di Indonesia. Jakarta. 2004. [diambil 2 Februari 2019] dari:
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_120561.pdf

Inta Hestya, dkk. Hubungan Shift kerja Terhadap Kelelahan Perawat di Instalasi
Rawat Inap Rsud Dr. Sayidiman Magetan Tahun 2012. [diambil 2 Februari 2019]
dari: http://www.academia.edu/4890689/Kti_all
Juliana, Mariani dkk. 2018. Analisis Faktor Risiko Kelelahan Kerja Pada
Karyawan Bagian Produksi Pt. Arwana Anugrah Keramik, Tbk. [diambil 2
Februari 2019] dari:
http://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm/article/viewFile/511/pdf
Juniar, Helma Hayu. 2017. Analisis Sistem Kerja Shift Terhadap Tingkat
Kelelahan Dan Pengukuran Beban Kerja Fisik Perawat RSUD Karanganyar
Tahun 2017. Performa (2017) Vol. 16 No.1: 44-53

Kementrian Tenaga Kerja RI. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan. Jakarta.2003.
Kodrat, Kimberly Febrina. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan Pekerja
Pabrik Kelapa Sawit di PT X Labuhan Batu. Jurnal Teknik Industri, Vol. 12, No.
2, Agustus 2011: 110–117
Liarucha, et al. 2016.Perbedaan Kelelahan Perawat Ruang Rawat Inap 2 Shift/hari
dengan 3 Shift/hari di RS Baladhika Husada dan RSD Kalisat Kabupaten Jember.
E-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 4 (no.2). Mei, 2016.
Maksum, A. 2011. Psikologi Olahraga Teori dan Aplikasi. Surabaya: Unesa
University Press
Marchelia V. Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Karyawan. Universitas
Muhammadiyah, Malang. [internet]. 2014. [diambil Minggu, 28 Januari 2019]
dari : http://ejournal.umm.ac.id/index. php/jipt/article/ download /1775/1863.
Maulana, Harry Cahya. 2010. Hubungan Shift Kerja Dengan Kelelahan Kerja
dan Perubahan Tekanan Darah Pada Perawat Unit Rawat Inap Rumah Sakit
Bukit Asam Tanjung Enim Tahun 2009. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
Volume 1 Nomoe 02 Juli 2010.
Maurits L S K dan Widodo I D. 2008. Faktor dan Penjadwalan Shift Kerja.
Teknoin Vol. 13. No. 2:11-12 ISSN:0853-896.
Maurits. 2011. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta. Amara Book.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nursalam. 2014. Manajemen keperawatan : aplikasi dalam praktik keperawatan


profesional. Jakarta : Salemba Medika;.
Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta.
Salemba Medika.

Palupi, Diah Ayu. 2015. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Perilaku
Berbahaya Pada Peshift kerja Malam. Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.

Patmoko, Bagus. 2015.Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja perawat Antara Shift


Pagi, Sore dan Malam di RSUI YAKSSI Gemolong. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Prameswari, Tiffani Saqfilia. 2013. Perbedaan Tekanan Darah Sistolik dan


Diastolik Setelah Dilir Jaga Malam Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. [internet]. [diambil 28 Januari
2019] dari : http://digilib.unila.ac.id/1375/1/COVER%20DALAM.pdf

Pratiwi, Dita Andini Dwi. 2017. Gambaran Tingkat Kelelahan Kerja Perawat di
Ruang Perawatan Intensif. http://ejournal.s1.Undip.ac.id/

Revalicha, Nadia Selvia. Perbedaan Stress Kerja Ditinjau Dari Shift Kerja pada
Perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan
Organisasi. Vol 1 No 3, Desember 2012.

Rusdi. 2017. Shift Kerja dan Beban Kerja Berpengaruh Terhadap Terjadinya
Kelelahan Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pemerintah.
Universitas Diponegoro Semarang. Manajemen keperawatan. Vol 2 No 1.5-16.

Sedarmayanti, 2009, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas, Bandung: CV


Mandar Maju.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sugiyono. 2018. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Cetakan ke
22). Bandung: Alfabeta
Sumardiyono. 2008. Pedoman Praktikum Semester II. Surakarta: Program DIII
Hiperkes & Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS.
Suma’mur, P.K. 1994. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan
kesebelas. Jakarta. Haji Masagung.

Suma’mur, P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.

Suma’mur, P.K. 2013. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (HIPERKES).


Yogyakarta: Sagung Seto.

Tarwaka. 1999. Produktivitas dan Pemanfaatan Sumber daya Manusia. Majalah


Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta: XXI (4) dan XXII (1): 29–32.

Tarwaka, Sholichul, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,


Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.

Tarwaka. 2010. ergonomi industri dasar-dasar pengetahuan ergonomi dan aplikasi


di tenpat kerja. Surakarta: harapan press.

Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press.

UK Government Agency. 2006. Essentialls of Health and Safety at Work Fourth


Edition. Health and Safety Executive.

Vilia, Safitri, Larasati. Hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat
di instalasi rawat inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. [internet].
2013. [diambil 28 Januari 2019] dari : http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php
/majority /article/download/261/259

Wright Jr, Kenneth P. Richard K. Bogan. James K. Wyatt. 2013. Sleep


Medicine.Reviews 17. Doi:10.1016/j.smrv.2012.02.002.
Widyana, Ardita Pandu. 2016. Hubungan Kualitas Pelayanan Perawat Dengan
Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga Tahun 2016. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONCENT)

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Tempat Tugas/Ruang :

Menyatakan bahwa :
1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian :
Hubungan Shift Kerja Perawat Terhadap Tingkat Kelelahan Perawat Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun
2019.
2. Setelah Saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan
kondisi:
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan
hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.
b. Apabila Saya inginkan, Saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak
berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan
apapun.
Palembang,
Yang membuat pernyataan

(…………………………..)

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN SHIFT KERJA PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KELELAHAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
KUSTA Dr. RIVAI ABDULLAH PALEMBANG
TAHUN 2019

A. Karakteristik Responden
No. Responden :
Tempat Tugas/ruang :
Usia : …………Tahun
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pendidikan Terakhir : 1. D3 3. Sarjana (S1)
2. D4 4. Ners (S1+Profesi)
Berapa lama Anda Bekerja di Unit ini ? …………..Tahun
Saat ini Anda sedang bekerja pada shift ? 1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam

B. Petunjuk Pengisian
1. Survei ini bertujuan untuk mengetahui hubungan shift kerja perawat
terhadap tingkat kelelahan perawat. Survei ini memakan waktu kira-kira
10 menit untuk mengisi keseluruhan pernyataan.
2. Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting
adalah menjawab pertanyaan dengan jujur sesuai pendapat atau keadaan
yang sebenarnya.
3. Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Sdr/i karena kuesioner ini
semata-mata bertujuan untuk penelitian.
4. Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pertanyaan
dijawab, oleh karena itu mohon diteliti kembali apakah semua pernyataan
telah terjawab sebelum dikembalikan kepada peneliti.

C. Pertanyaan mengenai skala kelelahan Subjective Self Rating Test dari


IFRC

Keterangan :
SS : Sangat sering (hampir setiap hari terasa dalam 1 minggu)
S : Sering (3-4 hari terasa dalam 1 minggu)
K : Kadang-kadang ( 1-2 hari terasa dalam 1 minggu)
TP : Tidak pernah (tidak pernah terasa dalam 1 minggu)

Pertanyaan Jawaban
No Apakah setiap kali setelah bekerja
SS S K TP
Anda merasakan hal berikut :
1 Perasaan berat di kepala
2 Terasa lelah seluruh badan
3 Kaki terasa berat
4 Merasa kacau pikiran
5 Menguap
6 Menjadi mengantuk
7 Merasakan ada beban pada mata
8 Merasa kaku dan canggung dalam
bergerak
9 Berdiri tidak seimbang
10 Ingin berbaring
11 Merasa sukar berfikir
12 Lelah kalau berbicara
13 Menjadi gugup
14 Susah berkonsentrasi
15 Susah memusatkan perhatian
16 Cenderung lupa
17 Kurang percaya diri
18 Cemas terhadap sesuatu
Pertanyaan Jawaban
No Apakah setiap kali setelah bekerja
SS S K TP
Anda merasakan hal berikut :
19 Tidak dapat mengontrol sikap
20 Tidak dapat tekun dalam bekerja
21 Sakit kepala
22 Bahu terasa kaku
23 Nyeri pada pinggang
24 Pernapasan tertekan
25 Haus
26 Suara serak
27 Pening (perasaan berputar)
28 Kelopak mata terasa tegang
29 Gemetar pada anggota badan
30 Merasa kurang sehat

Jumlah

Anda mungkin juga menyukai