Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGORGANISASIAN PENGETAHUAN DALAM


INGATAN MANUSIA

Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Modul 3
PPG Tahun 2018

Oleh : Hari Mulyani Agustiana


Mahasiswa dari SMKS Muhammadiyah 2 Blora

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


YOGJAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai hubungan antara
pengalaman dengan masa lampau. Apa yang telah diingat adalah hal yang
pernah dialami, pernah dipersepsinya, dan hal tersebut pernah dimasukkan
kedalam jiwanya dan disimpan kemudian pada suatu waktu kejadian itu
ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan untuk
menerima dan memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan
menimbulkan kembali apa yang pernah dialami (remembering).
Otak merupakan perangkat yang paling kompleks di dunia. Trilyunan sel otak
memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan seluruh
aspek fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak
sadar Kapasitas penyimpanan memori di dalam otak jauh melebihi kapasitas
hardisk komputer terbesar sekalipun. Otak memiliki kemampuan menangani
algoritma rumit secara bersamaan dalam jumlah tak terbatas, jauh melebihi
kemampuan prosesor komputer tercanggih sekalipun. Tapi sayangnya
manusia tidak mampu mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut,
sehingga otak tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus
dengan sempurna, melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi
ketika orang yang bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal yang
sudah mulai terlupakan sebagian itu.
Istilah Transfer belajar berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar dari
mata pelajaran yang satu ke mata pelajaran yang lain atau dari kehidupan
sehari-hari diluar lingkungan sekolah. Adanya pemindahan atau pengalihan
ini menunjukkan bahwa ada hasil belajar yang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam memahami materi pelajaran yang lain. Hasil
belajar yang diperoleh dan dapat dipindahkan tersebut dapat berupa
pengetahuan, kemahiran intelektual, keterampilan motorik atau afektif dan
lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ingatan ( Memory )


Ingatan atau sering disebut memory adalah sebuah fungsi dari kognisi yang
melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan akan dipelajari lebih
mendalam di psikologi kognitif dan ilmu saraf. Pada umumnya para ahli
memandang ingatan sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa
lampau. Apa yang telah diingat adalah hal yang pernah dialami, pernah
dipersepsinya, dan hal tersebut pernah dimasukkan kedalam jiwanya dan
disimpan kemudian pada suatu waktu kejadian itu ditimbulkan kembali dalam
kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan untuk menerima dan
memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali
apa yang pernah dialami (remembering). Dalam proses mengingat informasi
ada 3 tahapan yaitu memasukkan informasi (encoding), penyimpanan
(storage), dan mengingat (retrieval stage).

1. Fungsi Memasukkan (Encoding)


Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan
cara mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik
tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada organisme).
Jadi encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu informasi
ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori organisme.
Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi disimpan
dalam memori.
Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
a. Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya
dimasukkan dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh
konkritnya dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya
menyimpan pengalaman yang tidak disengaja, misalnya bahwa ia
akan mendapat apa yang diinginkan jika ia menangis keras-keras
sambil berguling-guling, dia akan ingat jika mau tidur selalu megang
rambut ibunya.
b. Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan
pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya kita
sebagai mahasiswa, dimana dengan sengaja kita memasukkan
segala hal yang dipelajarinya di perguruan tinggi. Kita mendapatkan
Bimtek saat mengikuti PPG.

2. Fungsi Menyimpan (Storage)


Fungsi kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan
terhadap apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari
atau apa yang dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan
tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali.
Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan memory traces. Walaupun
disimpan namun jika tidak sering digunakan maka memory
traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang,
dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan dengan masalah
retensi dan kelupaan, ada satu hal yang penting yang dapat dicatat, yaitu
mengenai interval atau waktu antara memasukkan dan menimbulkan
kembali.
Masalah interval dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:
a. Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan
bahan (act of remembering). Lama interval berkaitan dengan
kekuatan retensi. Makin lama intervalnya, makin kurang kuat
retensinya, atau dengan kata lain kekuatan retensinya menurun.
b. Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat
atau mengisi interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan
merusak atau mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan
individu akan mengalami kelupaan.
Atas dasar lama interval dan isi interval, hal tersebut merupakan
sumber atau dasar berpijak dari teori-teori mengenai kelupaan.

3. Fungsi Menimbulkan Kembali (Retrival)


Fungsi ketiga ingatan adalah berkaitan dengan menimbulkan kembali hal-
hal yang disimpan dalam ingatan. Proses mengingat kembali merupakan
suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam
memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam
proses mengingat kembali sangat membantu organisme dalam
menghadapi berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan
“Belajar dari Pengalaman” karena ia mampu menggunakan berbagai
informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.
Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat menggunakan
cara :
1) Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di
masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Contohnya mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang
dimaksud.
2) Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah
dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan
orang yang bersangkutan.
3) Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan
berbagai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup
kompleks. Proses mengingat reintegrative terjadi bila seseorang
ditanya sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka
akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut
telah menontonnya berkali-kali.

B. Kelupaan
Kelupaan terjadi karena materi yang disimpan dalam ingatan itu jarang
ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran yang akhirnya mengalami
kelupaan. Hal itu dikarenakan interval merupakan titik pijak dari teori-teori
tentang kelupaan.
Ada lima teori lupa, yaitu :
1. Decay Theory (Atropi), teori ini beranggapan bahwa memori menjadi
semakin aus dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali
(rehearsal). Informasi yang disimpan dalam memori akan meninggalkan
jejak-jejak (memory trace) yang bila dalam jangka waktu lama tidak
ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran, akan rusak atau menghilang.
2. Teori Interferensi, teori ini menitikberatkan pada isi interval. Teori ini
beranggapan bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka
panjang masih ada dalam gudang memori (tidak mengalami keausan),
akan tetapi jejak-jejak ingatan saling bercampur aduk, mengganggu satu
sama lain. Bisa jadi bahwa informasi yang baru diterima mengganggu
proses mengingat yang lama, tetapi juga terjadi sebaliknya.
3. Teori Retrieval Failure, teori ini sebenarnya sepakat dengan teori
interferensi bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka
panjang selalu ada, tetapi kegagalan untuk mengingat kembali lebih
disebabkan tidak adanya petunjuk yang memadai. Dengan demikian, bila
syarat tersebut dipenuhi (disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi
tersebut tentu dapat ditelusuri dan diingat kembali.
4. Teori Motivated Forgetting, menurut teori ini, seseorang akan cenderung
berusaha melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Hal-hal yang
menyakitkan atau tidak menyenangkan ini akan cenderung ditekan atau
tidak diperbolehkan muncul dalam kesadaran. Jadi, teori ini beranggapan
bahwa informasi yang telah disimpan masih selalu ada.
5. Lupa Karena Sebab-sebab Fisiologis, para peneliti sepakat bahwa setiap
penyimpanan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik di otak.
Perubahan fisik ini disebut engram. Gangguan pada engram ini akan
mengakibatkan lupa yang mengakibatkan amnesia. Bila yang dilupakan
adalah berbagai informasi yang telah disimpan beberapa waktu yang lalu,
yang bersangkutan disebut menderia amnesia retrograd. Bila yang
dilupakan adalah informasi yang baru saja diterimanya, maka orang
tersebut menderita amnesia anterograd.

C. Beberapa Eksperimen Mengenai Ingatan


Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ingatan dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Metode dengan melihat waktu atau usaha belajar (the learning time
method)
Metode ini merupakan metode penelitian ingatan dengan melihat sejauh
mana waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat menguasai
materi yang dipelajari dengan baik, seperti dapat mengingat kembali
materi tersebut tanpa kesalahan.
2. Metode belajar kembali (the relearning method)
Metode ini merupakan metode yang berbentuk dimana suatu individu
disuruh mempelajari kembali materi yang telah dipelajari sampai pada
suatu kriteria tertentu. Dalam relearning, untuk mempelajari materi yang
sama untuk kedua kalinya membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat
dibanding dengan pertemuan pertama.
3. Metode rekonstruksi
Metode ini menugaskan individu untuk mengkronstruksi kembali materi
yang telah diberikan kepadanya. Dalam mengkonstruksi kembali dapat
diketahui waktu yang digunakan, kesalahan-kesalahan yang diperbuat,
sampai pada kriteria tertentu. Contohnya seperti bermain puzzle.
4. Metode mengenali kembali (recognition)
Dalam metode ini penelitian dalam memori ditekankan
pada recognition (mengenal kembali). Jadi subjek diminta untuk
mempelajari materi kemudian materi tadi disajikan ulang dengan
penyertaan materi lain. Adanya materi lain untuk mentes subjek apakah ia
mampu mengenal kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya
diantara materi-materi lain yang disajikan.
5. Metode mengingat kembali
Dalam metode ini yang ditekankan adalah proses recall (mengingat
kembali) terhadap apa yangtelah dipelajari sebelumnya. contohnya pada
tes yang berbentuk essai atau pada tugas-tugas pengarang dimana
subjek diminta untuk mengingat kembali peristiwa atau pengalaman yang
dialaminya.
6. Metode asosiasi berpasangan
Metode ini mengambil bentuk subjek disuruh mempelajari materi secara
berpasang-pasangan. Untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan mengingat apa yang telah dipelajarinya, maka dalam
evaluasi, salah satu pasangan digunakan sebagai stimulus, dan subjek
disuruh menampilkan kembali (baik recall maupun recognition).
BAB III

KESIMPULAN

Memori merupakan potensi yang selayaknya kita kaji terutama untuk ilmu
komunikasi dimana dalam berkomunikasi kita harus dapat membaca kapasitas
memori yang terpakai dalam diri seseorang beserta isi memori yang ada dalam
diri seseorang yang dapat kita perkirakan, walaupun secara pasti kita jarang
mengetahui kemampuan memori seseorang terutama yang belum kita kenal.

Sebagai manusia, kita tak luput dari namanya lupa. Dalam masyarakat, lupa
merupakan suatu kebiasaan yang sering terjadi. Hal itu biasa terjadi pada
siapapun juga, baik itu siswa, guru, pejabat, professor, bahkan orang-orang yang
di anggap paling jenius sekalipun.
D.
E.
F.
G.
H. LUPA

Pengertian Lupa

Lupa merupakan istilah yang sangat populer di masyarakat. Dari hari ke


hari dan bahkan setiap waktu pasti ada orang-orang tertentu yang lupa
akan sesuatu, entah hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa
lampau atau sesuatu yang akan dilakukan, mungkin juga sesuatu yang
baru saja dilakukan. Fenomena dapat terjadi pada siapapun juga, tak
peduli apakah orang itu anak-anak, remaja, orang tua, guru, pejabat,
profesor, petani dan sebaginya. (syaiful Bahri Djamarah, 2008: 206)

Soal mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu


pengertian saja, yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal
tersebut hanyalah memandang hal yang satu dan sama dari segi
berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang
dilupakan adalah hal yang tidak diingat. (Sumadi Suryabrata, 2006: 47)
Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan
kita, sedang ingatan kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46), adapula yang
mengartikan lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah
disimpan tidak dapat ditemukan kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991:
150).

Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan


mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali
atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari
secara sederhana. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa
sebagai ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang
pernah dialami atau dipelajari, dengan demikian lupa bukanlah peristiwa
hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.

1. Proses Terjadinya Lupa

Daya ingatan kita tidak sempurna. Banyak hal-hal yangpernah diketahui,


tidak dapat diingat kembali atau dilupakan.

Dewasa ini ada empat cara untuk menerangkan proses lupa keempatnya
tidak saling bertentangan, melainkan saling mengisi.

1. Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak kalau
materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses
metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu terhapus dari otak sehingga
kita tidak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan,
materi itu lenyap sendiri.
2. Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami
perubahan-perubahan secara sistematis, mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut:
3. Penghalusan: materi berubah bentuk ke arah bentuk yang lebih simatris,
lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuk yang asli tidak diingat lagi.
4. Penegasan: bagian-bagian yang paling mencolok dari suatu hal adalah
yang paling mengesankan. Karena itu, dalam ingatan bagian-bagian ini
dipertegas, sehingga yang diingat hanyalah bagian-bagian yang
mencolok, sedangkan bentuk keseluruhan tidak begitu diingat.
5. Asimilasi: bentuk yang mirip botol misalnya, akan kita ingat sebagai botol,
sekalipun bentuk itu bukan botol. Dengan demikian, kita hanya ingat
sebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk yang asli. Perubahan materi di sini
disebabkan bagaimana wajah orang itu tidak kita ingat lagi.
6. Kalau mempelajari hal yang baru, kemungkinan hal-hal yang sudah kita
ingat, tidak dapat kita ingat lagi. Dengan kata lain, materi kedua
menghambat diingatnya kembali materi pertama. Hambatan seperti ini
disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya, mungkin pula materi yang baru
kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan, karena terhambat oleh
adanya materi lain yang terlebih dahulu dipelajari, hambatan seperti ini
disebut hambatan proaktif.
7. Ada kalanya kita melakukan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-
peristiwa mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan
sebagainya, atau semua hal yang tidak dapat diterima oleh hati nurani
akan kita lupakan dengan sengaja (sekalipun proses lupa yang sengaja ini
terkadang tidak kita sadari, terjadi diluar alam kesadaran kita). Pada
bentuknya yang ekstrim, represi dapat menyebabkan amnesia, yaitu lupa
nama sendiri, orang tua, anak dan istri dan semua hal yang bersangkut
paut dirinya sendiri. Amnesia ini dapat itolong atau disembuhkan melalui
psikoterapi atau melalui suatu peristiwa yang sangat dramatis sehingga
menimbulkan kejutan kejiwaan pada penderita. (Ahmad Fauzi, 1997: 52-
54)

1. Faktor-Faktor Penyebab Lupa

Pertama, lupa terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi


atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence
theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi
dua macam, yaitu:

1) proactive interference, 2) retroactive interference (Reber, 1988; Best,


1989; Anderson, 1990)

Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktifapabila materi


pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya
mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila
siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip
dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu
yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat
sulit diingat adatu diproduksi kembali.

Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktifapabila


materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali
materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem
akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan
sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa
tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.

Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan
terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini
terjadi karena adanya kemungkinan.
1. Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan
sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia
dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
2. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi
yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3. Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu
tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah
digunakan.

Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori


represi/ penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa
istilah “alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di
atas, merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang
banyak mendapat tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.

Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan
antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990).
Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah
atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka
kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika
melihatnya di kebun binatang.

Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa
terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna
sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti
karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan
mudah terlupakan.

Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi
karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau
dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan
demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau
mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.

Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak.
Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan,
kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item
informasi yang ada dalam memori permanennya.

Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting
untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi
gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan
eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.

Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru
yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item
informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya.
Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem
memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali.
Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang
waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses
pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa
tersebut (Best, 1989; Anderson, 1990).

Apakah materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang


dari ingatan akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!”
materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa
namun terlalu lemah untuk di panggil atau diingat kembali. Buktinya
banyak siswa yang mengeluh “kehilangan ilmu”, setelah melakukan
relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching berfungsi
memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah
dalam memori para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai
prestasi yang memuaskan. (Muhibbin Syah, 1996: 160)

1. Lupa Versus Hilang

Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan dianggap sama,


padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja.
Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah,
memberikan petunjuk bahwa segala sesuatu yang pernah dicamkan dan
dimasukan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak
menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang
tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari
ingatannya, seolah-olah hal yang pernah dialami atau dipelajari sama
sekali tidak mempunyai efek apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan
yang telah didapat sebagai buah dari pengalaman belajar tidak akan
pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap ke alam bawah sadar.
Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih akan terangkat ke alam
sadar. Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan “asosiasi”
atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan “reproduksi”
dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang pernah
dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah
dipelajari atau dialami. (Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti
hilang, sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di
alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak
tersimpan dalam alam bawah sadar.

Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam


ingatan jangka panjang maupun jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil
penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru didapat membingungkan
informasi-informasi yang lama disebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan
retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang lama menyulitkan
orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru dinamakan
“inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif. (Mahmud, 1990: 136)

1. Lupa-Lupa Ingat

Lupa-lupa ingat berlainan dengan lupa-lupaan, dan tidak sama dengan


melupakan. Lupa-lupaan berarti pura-pura lupa. Melupakan berarti
melalaikan, tidak mengindahkan. Baik lupa-lupaan mengandung unsur
kesengajaan. Sedangkan lupa-lupa ingat berarti tidak lupa, tetapi tidak
ingat benar, (masa samar, tetapi kurang pasti), agak lupa.

Kadang-kadang kita mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang kita


dan merasa seolah-olah kita hampir mengingatnya, tetapi tidak mengingat
betul apa yang ingin kita ingat itu, entah itu nama seorang teman, tempat
berlangsungnya kejadian tertentu, tanggal lahir seorang pahlawan
nasioanl dan sebaginya. “hampir ingat” ini disebut”gejala ujung lidah”.

Pengorganisasian struktur kognitif yang kurang baik dan sistematik


berpotensi kearah lupa-lupa ingat. Kerancuan struktur kognitif
menyebabkan sejumlah kesan menjadi samar-samar, kesan berbentuk
bayang-bayang dalam ketidakpastian. Sesuatu hal yang direpresentasikan
dalam bentuk kesan mengapung diantara alam bimbang sadar dan alam
bawah sadar, sehingga ingatan yang timbul karena kesadaran akibat
adanya rangsangan dari luar atau usaha mengingat-ingat terjelma dalam
bentuk gejala ujung lidah, hampir ingat atau lupa-lupa ingat, yang berarti
tidak lupa, Cuma kurang pasti. (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 207-209)

1. Teori-Teori Mengenai Lupa

Lupa merupakan suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak
dapat ditemukan kembali untuk digunakan. Ada empat teori tentang lupa,
yaitu Decay theory, Interference theory, Retrieval failure, motivated
forgetting, dan lupa karena sebab-sebab fisiologis. Teori-teori ini
khususnya merujuk pada memori jangka panjang.

1. Decay theory

Teori ini beranggapan bahwa memori menjadi semakin aus aus dengan
berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal). Teori ini
mengandalkan bahwa setiap informasi di simpan dalam memori akan
meninggalkan jejak (memory trace). Jejak-jejak ini akan rusak atau
menghilang bila tidak pernah dipakai lagi. Meskipun demikian, banyak ahli
sekarang menemukan bahwa lupa tidak semata-mata disebabkan oleh
ausnya informasi.

2. Teori interferensi

Teori ini beranggapan bahwa informasi yang sudah disimpan dalam


memori janga panjang masih ada dalam gudang memori (tidak mengalami
keausan). Akan tetapi proses lupa terjadi karena informasi yang satu
menggangu proses mengingat informasi lainnya. Bisa terjadi bahwa
informasi yang baru diterima mengganggu proses mengingat informasi
yang lama, tetapi bisa juga sebaliknya.

Bila informasi yang baru kita terima, menyebabkan kita sulit mencari
informasi yang sudah ada dalam memori kita, terjadilah interferensi
retroaktif. Dalam hidup sehari-hari kita mengalami hal ini.

Adalagi yang disebut interferensi proaktif, yaitu informasi yang sudah


dalam memori jangka panjang mengganggu proses mengingat informasi
yang baru saja disimpan.

3. Teori retrieval failure

Teori ini sebenarnya sepakat dengan teori interferensi bahwa informasi


yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang selalu ada, tetapi
kegagalan untuk mengingat kembali tidak disebabkan oleh interferensi.
Kegagalan mengingat kembali lebih disebabkan tidak adanya petunjuk
yang memadai. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi (disajikan
petunjuk yang tepat), maka informasi tersebut tentu dapat ditelusuri dan
diingat kembali.

4. Teori motivated forgetting

Menurut teori ini, kita akan cenderung melupakan hal-hal yang tidak
menyenangkan. Hal-hal yang menyakitkan atau tidak menyenangkan ini
cenderung ditekan atau tidak diperbolehkan muncul dalam kesadaran.
Teori ini didasarkan atas teori psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund
Freud. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa teori ini juga beranggapan
bahwa informasi yang telah disimpan masih selalu ada.

5. Lupa karena sebab-sebab fisiologis

para peneliti sepakat bahwa setiap penyimpanan informasi akan disertai


berbagai perubahan fisik di otak. Perubahan fisik ini disebut engram.
Gangguan pada engram ini akan mengakibatkan lupa yang disebut
amnesia. Bila yang dilupakan adalah berbagai informasi yang telah
disimpan dalam beberapa waktu yang lalu, yang bersangkutan dikatakan
menderita amnesia retrograd. Bila yang dilupakan adalah informasi yang
baru saja diterimanya, ia dikatakan menderita amnesia anterograd.
Karena proses lupa dalam kedua kasus ini erat hubungannya dengan
faktor-faktor biokimiawi otak, maka kurang menjadi fokus perhatian bagi
para pendidik.

1. Meningkatkan Kemampuan Memori

Secara umum usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan memori


harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut:

1. Proses memori bukanlah suatu usaha yang mudah. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan bahwa pengulangan/rekan. Mekanisme dalam proses
mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai
persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “belajar dari pengalaman”
karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah
diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapinya saat ini.
2. Bahan-bahan yang akan diingat harus mempunyai hubungan dengan hal-
hal lain. Khusus mengenai hal ini, konteks memegang peranan penting.
Dari uraian di depan jelas bahwa memori sangat dibantu bila informasi
yang dipelajari mempunyai kaitan dengan hal-hal yang sudah dikenal
sebelumnya. Konteks dapat berupa peristiwa, tempat, nama sesuatu,
perasaan tertentu dan lain-lain. Konteks ini memberikan retrievel cues
atau karena itu mempermudah recognition.
3. Proses memori memerlukan organisasi. Salah satu pengorganisasian
informasi yang sangat dikenal adalah mnemonik (bahasa Yunani:
mnemosyne, yaitu dewi memori dalam mitologi Yunani). Informasi
diorganisasi sedemikian rupa (dihubungkan dengan hal-hal yang sudah
dikenal) sehingga informasi yang kompleks mudah untuk diingat kembali.

Salah satu metode mnemonik yang biasa dilakukan adalah metode loci
(method of loci; loci= locus= tempat). Individu diminta untuk
membayangkan suatu tempat yang ia kenal dengan baik, misalnya
rumahnya. Ia membayangkan dari bagian rumah itu, misalnya dari ruang
tamu sampai kekamarnya. Ia membayangkan benda-benda apa saja yang
akan ditemui didekat pintu masuk, di ruang tamu, dekat pintu kamarnya
dan di dalam kamarnya. Kemudian ia diasosiasikan benda-benda tersebut
dengan informasi baru yang harus diingat.

Metode mnemonik lain yang biasa dipakai adalah metode menghubung-


hubungkan (link method), yaitu menghubungkan informasi yang harus
diingat satu dengan lainnya sehingga mempunyai arti, walu kadang-
kadang agak lucu.

Orang yang baru belajar musik sering harus menghafal tanda-tanda yang
amat kompleks. Untuk itu cara seperti berikut sering banyak membantu:
1. Nada-nada yang naik ½ (kruis/ #) = Gudeg Djogja Amat Enak Banyak
Fitamin
2. Nada-nada yang turun ½ (mol) = Fajar Bandung Elok Amat Dekat Garut
Ciamis

Seorang mahasiswa psikologi yang ingin menghafalkan spektrum warna


harus menempuh jalan sebagai berikut:

Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta = Merah Jingga Kuning Hijau Biru
Nila Ungu

Pengorganisasian juga bisa dilakukan dengan membuat suatu akronim


sekaligus sebagai suatu kesatuan informasi (chunk) seperti dalam
jembatankeledai yang pernah kita singgung di depan (LUBER, ANDAL
kota BERIMAN, dan lain-lain). (Irwanto, 1991: 152-158)

1. Kiat Mengurangi Lupa dalam Belajar

Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan


daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam
meningkatkan daya ingatannya, antara Barlow (1985), Reber (1988), dan
Anderson (1990) adalah sebagai berikut:

1. Overlearning

Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas


penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi
apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan
pembelajaran atau respons tersebut dengan cara di luar kebiasaan.
Banyak contoh yang dapat dipakai untuk overlearning, antara lain
pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin dan sabtu
memungkinkan ingatan siswa terhadap P4 lebih kuat.

2. Extra Study Time

Extra Study Time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan


alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar.
Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan
belajar materi tertentu. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat
melindungi memori dari kelupaan.

3. Mnemonic Device

Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga disebut mnemonic


itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk
memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa.
4. Pengelompokkan

Maksud kiat pengelompokkan (clustering) ialah menata ulang item-item


materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam
arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama
atau sangat mirip.

5. Latihan Terbagi

Lawan latihan terbagi (distributed practice) adalah massed practice


(latihan terkumpul) yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong
siswa melakukan cramming. Dalam latihan terbagi siswa melakukan
latihan-latihan waktu-waktu istirahat. Upaya demikian dilakukan untuk
menghindari camming, yakni belajar banyak materi secara tergesa-gesa
dalam waktu yang singkat. Dalam melaksanakan istributed practice, siswa
dapat menggunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efisien.

6. Pengaruh Letak Bersambung

Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial
position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata0kata (nama, istilah
dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus
diingat. Kata-kata yang harus diingat siswa tersebut sebaiknya ditulis
dengan menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak
sangat berbeda dari kata-kata yang lainnya yang tidak perlu diingat.
Dengan demikian, kata yang ditulis pada awal yang akhir daftar tersebut
memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem
akal permanen siswa. (Muhibbin Syah, 1996: 160-164)
TRANSFER BELAJAR

1. Pengertian Transfer Belajar

Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa Inggris “transfer of learning”


dan berarti ; pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh
dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan
sehari-hari. Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan,
bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang studi atau
situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan atau pengalihan itu
menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan
di suatu bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana hasil itu
mula-mula diperoleh.

Kata “pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan


melakukan sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan ketrampilan
baru pada masa sekarang. Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga
main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket, dan lain-
lain. Berkat pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu, seseorang
memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari
sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan
sehari-hari.

1. Jenis-Jenis Transfer belajar


2. Transfer Positif

Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya.


Transfer positif yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar
dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa
pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan positif, yaitu
mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar yang lain
dalam rangka kurikul di keskolah atau dalam mengatur kehidupan
seharihari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”.

Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila
situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari
yang akan ditempati ssiwa tersebut kelak dalam mengaplikasikan
pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di sekolah. Misalnya,
siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan secara otomatis mudah
belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen (sama-sama
bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah, akan
sangat membantu dalam memahami masalah perekonomian yang
dihadapi oleh penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai sepeda
motor akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda empat.

2. Transfer negatif

Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya.


Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam
situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak atau mengalami
hamnbatan terhadapketrampilan/pengetahuan yang
dipelajari. “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau
pengalihan hasil belajar itu berperanan negatif, yautu mempersukar dan
mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka
kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer
belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.

Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi


guru adalah menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari
situasi-situasi belajar tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif
terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut pada masa yang akan
datang.

Misalnya, Ketrampilan mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu


lintas yang bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang
selama tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu
bila pindah ke salah satu negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya
bergerak di sebelah kanan jalan. pengetahaun akan semjumlah kata
dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam mempelajari dalam
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain selama
bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.

3. Transfer Vertikal

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang


lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang
siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu
membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan
yang lebih tinggi atau rumit.

Misalnya, seorang ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan


dan pengurangan pada waktu duduk di kelas II akan mudah mempelajari
perkalian pada waktu dia duduk di kelas III. Sehubungan dengan hal ini,
penguasaan materi pelajaran kelas II merupakan prerequisite (Prasyarat)
untuk mempelajari materi pelajaran kelas III.
4. Transfer lateral

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar


pengetahuan/ketrampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah
samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu
menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi
yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini,
perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa
tersebut.

Misalnya, seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari
sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di
samping itu juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi
mesin-mesin lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan kurang
lebih sama dengan mesin “X” tadi.

1. Pandangan tentang transfer belajar


2. Teori disiplin formal

Pandangan ini bertitik tolak pada pandangan aliran psikologis, daya


tentang psike/kejiwaan manusia, psike itu dipandang sebagai kumpulan
dari sejumlah bagian / daya-daya yang berdiri sendiri. Seperti daya
berfikir, daya mengingat, daya kemauan, daya merasa, dan lain-lain.
Menurut teori daya (formal disiplin) daya-daya jiwa yang ada pada
manusia itu dapat dilatih. Dan setelah berlatih dengan baik, daya-daya itu
dapat digunakan pula untuk pekerjaan yang lain yang menggunakan daya
tersebut dengan demikian terjdilah transfer belajar. Misalnya seorang
anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara melempar dengan tepat,
mula-mula ia melempar-melempar dengan batu, kemudian disekolah ia
sering bermain kasti sehingga terlatih pula melempar dengan bola.
Menurut teori daya, anak yang telah melatih daya melemparnya dengan
baik, nantinya jika ia telah dewasa dan menjadi dewasa dapat menjadi
pelempar granat yang baik. Contoh lain murid-murid dilatih belajar
sejarah. Dengan mempelajari pelajaran sejarah tidak boleh tidak daya
ingatannya sering digunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam
peristiwa, ingatan anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap
pelajaran itu. Maka pendapat menurut teori daya daya ingatan yang telah
terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula (ditransferkan)
kepada pekerjaan lain.
Demikian, menurut teori daya pada tiap mata pelajaran disekolah pendidik
perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan, berpikir, merasakan, dan
sebagainya) sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu akan dapat
digunakan dalam mata pelajaran yang lain dan bagi pekerjaan pekerjaan
lain diluar sekolah. Sekolah yang menganut teori daya ini, sudah tentu
mengutamakan terlatihnya semua daya-daya jiwa anak, dari pada nilai
atau kegunaan mata pelajaran. Berguna atau tidaknya materi/isi mata
pelajaran itu dalam praktek dikemudian hari, tidak menjadi soal. Yang
penting, apapun yang diajarkan asal dapat melatih daya-daya jiwa adalah
baik. Penganut teori daya beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di
sekolah suadah tentu akan pandai pula dimasyarakat.

2. Teori elemen identik

Pandangan ini dipelopori oleh edward thorndike, yang berpendapat bahwa


transfer belajar dari satu bidang studi kebidang studi yang lain atau idang
studi sekolah ke kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan adanya unsur-
unsur yang sama dalam kedua bidang studi atau antara bidang studi di
sekolah ke kehidupan sehari-hari. Makin banyak unsur yang sama makin
besar kemungkinan terjadi tarnsfer belajar.Dengan kata lain terjadinya
transfer belajar sangat tergantung dari banyak sedikitnya kesamaan
unsur-unsur. Misalnya antara bidang studi aljabar dan ilmu ukur dll.
Mula-mula thorndike mengartikan “elemen identik” sebagai unsur yang
sungguh-sungguh sama (=identik) kemudian pengertian identik diartikan
sebagai “ada kesamaan, sejenis” perubahan pandangan ini membuat
teorinya tentang transfer belajar lebih mudah dapat diterima.
menurut teori ini hakekat transfer belajar adalah pengalihan dari
penguasaan suatu unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin
banyak adanya unsur-unsur yang sama akan semakin besar terjadinya
transfer belajar positip.

3. Teori generalisasi

Pandangan ini dikemukakan oleh charles judd yang berpendapat bahwa


Menurut teori ini transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip umum . Bila
seorang siswa mampu menangkap konsep, kaidah dan prinsip untuk
memecahkan persoalan maka siswa itu mempunyai bekal yang dapat
ditransferkan ke bidang-bidang lain diluar bidang studi dimana konsep,
kaidah dan prinsip itu mula-mula diperoleh. Maka siswa itu dikatakan
mampu mengadakan “generalisasi” yaitu mampu menangkap ciri-ciri atau
sifat-sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus.
Generalisasi semacam itu sudah terjadi bila siswa membentuk konsep,
kaidah, prinsip dan siasat-siasat pemecahan problem. Jadi kesamaan
antara dua bidang studi tsb. tidak terdapat dalam unsur-unsur khusus
melainkan dalam pola, dalam struktur dasar dan dalam prinsip.

1. Faktor-faktor yang berperan dalam transfer belajar


1. Proses belajar
2. Hasil belajar
3. Bahan/materi bidang-bidang studi
4. Faktor-faktor subyektifitas dipihak siswa
5. Sikap dan usaha guru
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Memori merupakan potensi yang selayaknya kita kaji terutama untuk ilmu
komunikasi dimana dalam berkomunikasi kita harus dapat membaca
kapasitas memori yang terpakai dalam diri seseorang beserta isi memori
yang ada dalam diri seseorang yang dapat kita perkirakan, walaupun
secara pasti kita jarang mengetahui kemampuan memori seseorang
terutama yang belum kita kenal.

Sebagai manusia, kita tak luput dari namanya lupa. Dalam masyarakat,
lupa merupakan suatu kebiasaan yang sering terjadi. Hal itu biasa terjadi
pada siapapun juga, baik itu siswa, guru, pejabat, professor, bahkan
orang-orang yang di anggap paling jenius sekalipun.
1. Transfer belajar pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh
dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan
sehari-hari diluar lingkup pendidikan sekolah.
2. Ada tiga teori tentang trnsfer belajar
3. Teori disiplin formal
4. Teori elemen identik
5. Teori generalisasi
6. Faktor-faktor yang berperan dalam transfer belajar
7. Proses belajar
8. Hasil belajar
9. Bahan/materi bidang-bidang studi
10. Faktor-faktor subyektifitas dipihak siswa
11. Sikap dan usaha guru

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. Belajar Pengalaman Untuk Meningkatkan Memori. Anima,


Indonesian Psychological Journal. 2001. Vol. 17. No. 1. 26-35.
Atkinson, R , Richard, A, Hilgard, E .2000. Pengantar Psikologi. Jilid 1,
Edisi 8. Penerjemah : Agus, D, Michael, A. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Mahmud, M. Dimyati. 1991. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan


Terapan. Yogyakarta: PBFE.

Purwanto, M. Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Suyanto, Agus. 1993. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. 9

Syah,Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.http://massofa.wordpress.com/2009/01/30/prinsip-prinsip-
belajar/http://ridho05.multiply.com/reviews/item/1

Anda mungkin juga menyukai