Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan kelompok umur 10-19 tahun. Masa remaja terdiri atas tiga
subfase yang jelas, yaitu masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa
remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun) dan masa remaja akhir (usia 18
1
sampai 20 tahun) Remaja merupakan tahap akhir pematangan sosio biologis
manusia dalam mata rantai tumbuh kembang anak. Terdapat tiga fase pembagian
remaja, dengan rincian fase masa remaja usia 10-19 tahun, fase anak muda atau
youth dari usia 15-24 tahun dan fase anak muda atau young people dari usia 10-24
tahun. 2

Kekerasan yang paling sering dialami oleh remaja salah satunya yaitu
kekerasan verbal. Verbal abuse atau biasa disebut dengan emotional child abuse
merupakan tindakan lisan atau prilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional
yang merugikan. Anak akan mengalami kekerasan verbal jika orang tua
mengetahui si anak meminta perhatian dari mereka seperti menanggis. Sehingga,
orang tua melontarkan kata-kata kasar dengan menyuruh anak untuk diam atau
jangan menanggis. Dalam kehidupan apabila seorang anak menyaksikan peristiwa
ataupun menerima lontaran kata-kata yang kasar secara terus menerus maka anak-
anak akan menggunakan dan melakukan hal yang sama terhadap orang lain. 3

Setiap remaja berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan,


kebanyakan dari orang tua, guru tidak mengetahui bahwa remaja juga mempunyai
hak dan kewajiban sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang No.23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 13 dan 69 mengatakan bahwa ada
perlindungan hukum bagi anak terhadap kekerasan. Pasal 78 dan 80 juga
mengatakan bahwa ada sanksi hukum bagi para pelaku tindak kekerasan pada
anak . 4
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STKIP St. Paulus
Ruteng Nusa Tenggara Timur bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia telah
mengadakan penelitian tentang “Potret Kekerasan Terhadap Remaja”. pada 21
2

Juni 2015 sebanyak 15,4% remaja menjadi korban kekerasan verbal oleh
orangtua, 8,4% remaja menjadi korban kekerasan verbal guru/kepala sekolah dan
17,7% remaja menjadi korban kekerasan verbal oleh teman/lingkungannya. Dari
responden tersebut 31,54% diantaranya menjadi pelaku kekerasan verbal. 5

Penelitian “Kekerasan kata-kata (Verbal abuse)” pada Remaja” Penelitian ini


merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif fenomenologi,
melalui metode pengumpulan data indepht interview dimana jumlah sample 4
(empat) orang Remaja SMP dengan usia 13-15 tahun, pernah mendapatkan
perlakuan kekerasan kata-kata (Verbal abuse). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengalaman ketika mendapatkan perlakuan kekerasan kata-kata (Verbal
abuse) adalah seperti memanggil nama dengan nama hewan, mengatai “bodoh”,
mencaci maki, marah-marah, perasaan ketika mendapatkan perlakuan kekerasan
kata-kata (verbal abuse) bagi remaja adalah perasaan sedih, dendam dan ingin
membalas, Respon ketika mendapatkan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) adalah
menghiraukan orang yang melakukan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) dan
pengen bantah, dampak dari kekerasan kata-kata (verbal abuse) pada remaja
adalah dampak psikis dan dampak positf. Dampak psikisnya adalah perasaan
kecewa dan sakit hati, dampak positif seolah-olah akan menjadi penurut kepada
orang tua. 3

Secara nasional angka kekerasan terhadap anak memiliki kecendungan


meningkat, Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, laporan
kekerasan pada 2011 mencapai 2.178 kasus. Setahun kemudian, jumlahnya
meningkat 50 persen dan dua kali lipat pada tahun berikutnya. Catatan tahun 2014
juga semakin memprihatinkan. Jumlah laporan kekerasan terhadap anak mencapai
5.066 kasus.

Kekerasan verbal dinyatakan terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia.


Hal ini nampak dari Tabel Data Keseluruhan Pengaduan dan Pemantauan Berita
Kasus di Media yang penulis dapatkan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
yang menyebutkan bahwa pada tahun 2011, jumlah anak yang mengalami
kekerasan verbal adalah 49 anak, jumlah tersebut meningkat pada tahun 2012
menjadi 83 anak, sedangkan pada tahun 2013 jumlah tersebut semakin meningkat
3

menjadi 92 anak. Selain itu, penulis juga mendapatkan fakta yang sama dari
Laporan Akhir Tahun 2013 Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang
menyebutkan bahwa pada tahun 2013, jumlah anak yang mengalami kekerasan
verbal adalah 313 anak, dan angka tersebut meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya. Melalui data tersebut, dapat disimpulkan pada tahun-tahun
berikutnya tindakan-tindakan keras terhadap anak akan semakin meningkat
jumlahnya.6

Data dari Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak


Provinsi NAD menyebutkan tercatat tercatat 1.556 kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak terjadi di Aceh dari 2012 hingga 2015. Kasusnya merata di
23 kabupaten/kota di Aceh. Di Banda Aceh tercatat 298 kasus kekerasan dan
sebanyak 178 kasus untuk anak. Aceh Utara tercatat 47 kasus, Abdya 13 kasus, 43
kasus di Aceh Tengah, dan Pidie Jaya 35 kasus. 7
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Aceh mencatat 195 kasus kekerasan anak dan remaja di Banda Aceh sepanjang
tahun 2014 sampai 2017. Tingkat kekerasan terhadap anak di Banda Aceh dalam
4 tahun terakhir tergolong tinggi. Meski tahun 2014 dan 2015 sempat turun, angka
kekerasan cenderung meningkat di tahun 2016. Saat itu jumlah kekerasan
terhadap anak mencapai 79 kasus yang terdaftar di P2TP2A. Setahun kemudian,
angka kekerasan yang dilaporkan mencapai 42 kasus. 8

Berdasarkan hasil penelitian di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata


Kota Banda Aceh Tahun 2017. Jumlah anak remaja yang ada di Gampong
Panteriek adalah 628 orang. Desa Panteriek dijadikan tempat penelitian karena
dari pengambilan data awal menunjukkan bahwa 4 orang anak di gampong
panteriek mengalami kekerasan verbal dari orang tuanya, peneliti juga melakukan
wawancara dengan remaja yang ada di gampong panterik dan menanyakan apa
alasan orang tua melakukan kekerasan verbal pada remaja dan apakah orang tua
tau dampak dari kekerasan verbal, remaja mengatakan orang tua sering berkata
kasar, memarahi, dan membentak remaja merupakan hal yang biasa dilakukan
oleh orang tua, kurangnya pengetahuan remaja terkait kekerasan verbal membuat
4

remaja tidak tau yang dilakukan orang tua yaitu salah satu tidak kekerasan verbal
pada remaja tersebut.

Peneliti juga mempertimbangkan keadaan masyarakat di gampong panteriek


dimana banyak terjadi kekerasan verbal terhadap anak remaja dimana dengan
dilakukan penelitian ini bisa dilihat bagaimana pengetahuan remaja tentang
kekerasan verbal. Secara tidak sadar banyak remaja yang tidak sadar bagaimana
kekerasan verbal pastinya, remaja juga kurang akan pengetahuan kekerasan verbal
, banyak terjadi kekerasan di gampong panteriek karena minimnya pengetahuan
pada remaja tentang kekerasan itu sendiri sehingga mempengaruhi remaja
terhadap kekerasan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik mengadakan


penelitian untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan Remaja tentang
Kekerasan Verbal dengan Sikap Remaja di Gampong Panteriek Kecamatan
Lueng Bata Kota Banda Aceh Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan remaja tentang kekerasan


verbal dengan sikap remaja di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota
Banda Aceh.

C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan remaja tentang
kekerasan verbal dengan sikap remaja di Gampong Panteriek Kecamatan
Lueng Bata Kota Banda Aceh tahun 2017.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang kekerasan verbal pada
anak remaja di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota
Banda Aceh.
2. Untuk mengetahui sikap remaja tentang kekerasan verbal pada anak
remaja di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota Banda
Aceh.
5

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian
yang berkaitan dengan kekerasan verbal remaja.
2. Bagi Remaja
Memberikan pemahaman kepada remaja bahwa pengalaman mendapatkan
kekerasan kata-kata (verbal abuse) saat masih kecil akan mempengaruhi
sikap ataupun prilakunya saat menjadi orang tua, sehingga diharapkan
untuk tidak akan melakukan kekerasan kata-kata ( verbal abuse) pada
anaknya kelak agar tidak terulang kembali pada generasi selanjutnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan
a.Memberikan tambahan pengetahuan dibidang keperawatan anak
terutama mengenai kekerasan verbal.
b.Memberikan gagasan untuk mengadakan penelitian tentang kekerasan
verbal secara lebih mendalam
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan
1. Pengetahuan (knowladge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi orang
melakukan penginderaan oleh suatu object tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu perilaku seseorang. 9

Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukun
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. 9

Proses yang didasarioleh pengetahuan kesadaran dan sikap positif, maka


perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama 9

2. Tingkat pengetahuan

Beberapa tingkatan pengetahuan sebagai berikut :

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
“tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang terjadi antara lain
menyebutkan, menguraikan, mengidenfikasi menyatakan dan sebagainya.
7

b. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu obyek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan 20 hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat
dari pengguna kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
meringkas, dapat merencanakan dapat menyesuaikan dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditemukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. 9
8

3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Faktor yang mempengaruhi pengetahuan meliputi:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang
atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.10
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin capat
menerima dan memahami suatu informasi sehingga pengetahuan yang
dimiliki juga semakin tinggi.11
2) Informasi/ Media Massa
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan
informasi dengan tujuan tertentu.
3) Sosial, Budaya dan Ekonomi
Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan
tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga
status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4) Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan
kedalam individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspons sebagai pengetahuan oleh individu.
Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang didapatkan akan
baik tapi jika lingkungan kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga
akan kurang baik.
5) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun
diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang
suatu permasalahan akan membuat orang tersebut mengetahui bagaimana
cara menyelesaikan permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang telah
9

dialami sehingga pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai


pengetahuan apabila medapatkan masalah yang sama.
6) Usia
Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga
akan semakin membaik dan bertambah.
.
B. Konsep Sikap
1. Sikap (Attitude)
Sikap atau attitude dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin yaitu
aptus. Kata ini memiliki arti fit atau siap untuk beraksi. Jika mengacu pada
definisi ini, maka sikap merupakan sesuatu yang langsung dapat diobservasi.
Namun saat ini, para ahli melihat sikap sebagai sebuah konstruk yang mengawali
perilaku dan sebagai panduan individu dalam membuat pilihan dan keputusan
untuk melakukan tindakan.12
Sikap sebagai bentuk evaluasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap
berbagai aspek yang ada di dunia sosial dan bagaimana evaluasi tersebut dapat
memunculkan rasa suka atau tidak suka seseorang terhadap sebuah isu, ide,
seseorang, kelompok sosial dan objek yang dievaluasi. 13
Dalam buku yang berjudul Sikap Manusia menggolongkan definisi sikap
kedalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap merupakan suatu bentuk
evaluasi atau reaksi dari perasaan. Sikap dapat berupa perasaan memihak
(favorable) ataupun perasaan tidak memihak (unfavorable) terhadap suatu objek.
Kedua, sikap adalah suatu kesiapan untuk memberikan reaksi kepada sebuah
objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga, sikap mengacu pada skema tiadik (triadic
scheme), yaitu konstelasi dari komponen kognitif, afektif dan konatif yang
berinteraksi untuk memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
bentuk evaluasi dan kecenderungan untuk bereaksi secara positif atau negatif yang
relatif permanen dan merupakan hasil interaksi dari komponen kognitif, afektif
dan konatif.14
10

2. Komponen Sikap
Menurut skema triadik, sikap terdiri dari 3 komponen yang saling
berhubungan, yaitu komponen kognitif (cognitive), afektif (affective), dan konatif
(conative).14
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif terdiri dari pemikiran seseorang tentang
sebuah objek tertentu. Komponen kogtitif juga meliputi fakta, pengetahuan
dan kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap apa yang benar dan apa
yang berlaku pada objek sikap. Ketika kepercayaan ini telah terbentuk,
maka kepercayaan ini akan menjadi dasar pengetahuan yang diyakini oleh
seseorang tentang apa yang dapat diharapkan dari sebuah objek tertentu.
Kepercayaan inilah yang menyederhanakan dan mengatur apa yang kita
lihat dan temui dalam hidup kita.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif terdiri dari emosi dan perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif dan negatif.
Komponen afektif meliputi masalah sosial subjektif yang dirasakan oleh
seseorang kepada suatu objek sikap. Secara umum, komponen afektif ini
sering disamakan dengan perasaan pribadi yang dimiliki oleh seseorang
pada sesuatu. Namun, perasaan pribadi yang dimiliki oleh seseorang itu
terkadang jauh berbeda jika dihubungkan dengan sikap. Secara umum,
reaksi emosional yang merupakan komponen afektif banyak dipengaruhi
oleh sebuah kepercayaan mengenai sesuatu yang benar dan berlaku
terhadap objek yang dimaksud.
c. Komponen Konatif atau Perilaku
Komponen konatif atau perilaku merupakan tendensi atau
kecenderungan untuk melakukan tindakan tertentu yang berhubungan
dengan objek sikap. Komponen ini menunjukkan bagaimana
kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap sebuah objek sikap
yang dihadapinya. Kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap
objek sikap cenderung konsisten dan juga sesuai dengan kepercayaan dan
perasaan yang akan membentuk sikap individu. Oleh karenanya, sangat
11

masuk akal apabila kita mengharapkan bahwa sikap seseorang akan


dicerminkan atau dimunculkannya dalam bentuk tendensi perilaku
terhadap objek sikap tersebut.
3. Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Sikap ada enam hal yang dapat mempengaruhi sikap seseorang, yaitu:
a. Pengalaman pribadi
Apa saja yang telah dan sedang dialami oleh seorang individu akan
memiliki kontribusi dalam membentuk dan mempengaruhi
penghayatannya terhadap stimulus sosial. Middlebrook mengatakan bahwa
ketika seorang individu tidak memiliki pengalaman sama sekali terhadap
objek sikap maka orang tersebut akan cenderung memiliki sikap yang
negatif terhadap objek sikap tersebut. Agar pengalaman dapat dijadikan
dasar dalam pembantukan sikap, pengalaman tersebut harus sangat kuat
dan meninggalkan kesan yang cukup kuat.
Sikap lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi
ikut melibatkan faktor emosional dari individu itu sendiri. Namun,
pembentukan sikap dari pengalaman pribadi ini tidaklah sederhana,
dimana satu pengalaman tunggal belum tentu dijadikan dasar dalam
pembentukan sikap. Namun beberapa pengalaman yang dialami oleh
individu yang bersifat relevan dan bisa saja terjadi di masa lalu yang
mungkin dapat membentuk sikap.
b. Pengaruh orang yang dianggap penting
Sikap juga dapat dipengaruhi oleh significant others, yaitu orang-
orang yang dianggap penting dan memiliki arti khusus pada seorang
individu. Secara umum, individu akan lebih cenderung untuk memilih
sikap yang sesuai atau searah dengan significant others yang dianggapnya
penting. Hal ini dapat dikarenakan adanya motivasi untuk berafiliasi
dengan orang tersebut ataupun dilakukan dikarenakan individu tersebut
berusaha menghindari konflik yang mungkin terjadi antara dia dan orang
yang dianggapnya penting.
12

c. Pengaruh kebudayaan
Disadari ataupun tidak, sikap seorang individu dapat dipengaruhi
oleh lingkungan dan kebudayaan di tempat ia tinggal. Kebudayaan
menanamkan bagaimana arah sikap seorang individu terhadap barbagai
macam masalah.
d. Media massa
Media massa, seperti televisi, surat kabar, radio, dan sejenisnya,
juga berpengaruh besar terhadap sikap. Dalam penyampaian informasi
sebagai tujuan utamanya, media masa juga membawa pesan yang bersifat
sugesti yang mungkin mengarahkan opini seseorang.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan pendidikan
dasar yang meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat berperan penting dalam
membentuk kepercayaan yang dirasakan oleh individu tersebut. Hal ini
juga dapat membentuk dan menentukan arah sikap pada seorang individu
terhadap objek sikap.
f. Pengaruh faktor emosional
Sikap tidak hanya ditentukan oleh faktor lingkungan saja, namun
sikap dapat juga dipengaruhi oleh faktor emosional dari diri individu itu
sendiri. Terkadang sikap didasari oleh emosi yang dimiliki oleh individu
itu sendiri. Dimana emosi itu dapat juga membentuk arah sikap pada
seseorang.14

C. Kekerasan Verbal
1. Definisi Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal adalah kekerasan terhadap perasaan menggunakan
kata-kata dengan kata-kata yang kasar tanpa menyentuh fisiknya. Kata-kata
yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina, atau
membesar-besarkan kesalahan orang lain. Namun selain kekerasan verbal ada
juga kekerasan yang lain yang akan menyakiti anak seperti tindak kekerasan
fisik, psikis, seksual dan pengabaian.15
13

Kekerasan verbal banyak sekali melibatkan kaum ibu yang sering kali
“cepat berkata-kata, namun lambat bertindak”. Banyak orang tua melakukan
kekerasan verbal dengan melakukan penghinaan terhadap anakanaknya
dengan kata-kata yang tidak pantas seperti, goblok, pemalas, tolol, dungu dan
bodoh. Penghinaan seperti itu membuat anak hilang kepercayaan diri dan
merasa dirinya tidak berharga.16
Kekerasan verbal sebagai suatu bentuk perilaku atau aksi kekerasan
yang diungkapkan untuk menyakiti orang lain, perilaku kekerasan verbal
dapat berbentuk umpatan, celaan atau makian, ejekan, fitnah dan ancaman
melalui kata-kata.kekerasan verbal perilaku pola komunikasi yang berisi
penghinaan, perkataan kasar maupun kata-kata yang melecehkan anak, seperti
menyalahkan, memberi lebel, atau juga mengkambinghitamkan anak. 17
Kekerasan verbal sering disebut sebagai kekerasan psikis yang
merupakan suatu tindakan kekerasan yang berupa ucapan yang mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri dan meningkatnya rasa tidak berdaya.18

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Verbal


Terdapat berbagai bentuk kekerasan verbal yaitu :
a. Membentak, yaitu memarahi dengan suara keras, antara lain :
• menghardik, adalah mencaci dengan perkataan keras
• menghakimi, adalah mengadili atau berlaku sebagai hakim
• mengumpat, adalah mengeluarkan kata-kata kotor
b. Memaki, yaitu mengucapkan kata-kata keji, tidak pantas, kurang baik
dalam menyatakan kemarahan atau kejengkelan, antara lain :
• mencela, yaitu menghina dengan terang-terangan
• menyembur, adalah menyemprotkan kata-kata dari dalam mulut
• menyumpahi, adalah mengeluarkan kata-kata kotor untuk mengambil
sumpah
c. Memberi julukan negatif/melabel, yaitu memberi tanda identifikasi
melalui bentuk kata-kata, antara lain :
• mengklasifikasi, adalah penggolongan, pengelompokkan berdasarkan
sesuatu yang sesuai dengan kelasnya
14

d. Mengecilkan dan melecehkan kemampuan anak, yaitu membuat jadi


rendah keberadaan anak, antara lain :
• mengabaikan, adalah melalaikan, menyia-nyiakan
• menyampingkan, adalah menyingkirkan kearah pinggir
• menyepelekan, adalah memandang remeh
• meringankan, adalah mejadikan atau mengganggap ringan
• menggampangkan, adalah memudahkan, membuat jadi mudah
• menistakan, adalah hina, tercela. 19
3. Dampak kekerasan pada remaja
Ada beberapa dampak dari kekerasan verbal pada remaja. Ketika
dampak-dampak tersebut tidak terdeteksi oleh orang tua dan tidak ditangani
dengan tepat, maka kemungkinan yang terjadi adalah dampak-dampak yang
mungkin terjadi berupa.20
a. Hilangnya kepercayaan diri pada remaja, karena sering disalahkan dan
dimarahi, remaja akan kehilangan rasa kepercayaan dirinya.
b. Muncul perasaan tidak berdaya pada remaja, ketika remaja disalahkan
remaja merasa tidak mampu dalam hal apapun membuat remaja mudah
menyerah.

4. Faktor penyebab terjadinya kekerasan verbal


Terjadinya kekerasan terhadap remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor Internal
a. Berasal dalam diri remaja
Terjadinya kekerasan terhadap anak dapat disebabkan oleh kondisi
dan tingkah laku remaja. Kondisi remaja tersebut misalnya : Remaja
menderita gangguan perkembangan, ketergantungan remaja pada
lingkungannya, remaja mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan
tingkah laku, remaja yang memiliki perilaku menyimpang dan tipe
kepribadian dari remaja itu sendiri.
15

b. Keluarga / orang tua


Faktor orang tua atau keluarga memegang peranan penting
terhadap terjadinya kekerasan pada remaja. Beberapa contoh seperti orang
tua yang memiliki pola asuh membesarkan anaknya dengan kekerasan atau
penganiayaan, keluarga yang sering bertengkar mempunyai tingkat
tindakan kekerasan terhadap remaja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan keluarga yang tanpa masalah, orangtua tunggal lebih
memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap remaja karena
faktor stres yang dialami orang tua tersebut, orang tua atau keluarga belum
memiliki kematangan psikologis sehingga melakukan kekerasan terhadap
remaja, riwayat orang tua dengan kekerasan pada masa kecil juga
memungkinkan melakukan kekerasan pada anaknya.19

2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan luar
Kondisi lingkungan juga dapat menjadi penyebab terjadinya
kekerasan terhadap rwmaja, diantaranya seperti kondisi lingkungan yang
buruk, terdapat sejarah penelantaran anak, dan tingkat kriminalitas yang
tinggi dalam lingkungannya.
b. Media massa
Media massa merupakan salah satu alat informasi. Media massa
telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dan media ini
tentu mempengaruhi penerimaan konsep, sikap, nilai dan pokok moral.
Seperti halnya dalam media cetak menyediakan berita – berita tentang
kejahatan, kekerasan, pembunuhan. Kemudian media elektronik seperti
radio, televisi, video, kaset dan film sangat mempengaruhi perkembangan
kejahatan yang menampilkan adegan kekerasan, menayangkan film action
dengan perkelahian, acara berita kriminal, penganiayaan, kekerasan
bahkan pembunuhan dalam lingkup keluarga. Pada hakekatnya media
massa memiliki fungsi yang positif, namun kadang dapat menjadi
negatif.19
16

D. Konsep Remaja
1. Definisi Remaja
Pada akhir abad ke-19 dan pada awal abad ke-20, para ahli menemukan
suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku
Stanley Hall mengenai remaja dipublikasikan di tahun 1904, buku ini sangat
berperan dalam merestrukturisasi gagasan-gagasan mengenai remaja. Masa
remaja disebut sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif,
dan sosioemosional.21
Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan
psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa . 21 Perubahan psikologis yang
terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial.
Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah
mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik. 22
Remaja berdasarkan definisi konseptual World Health Organization
(WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi. 23
1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama
kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat
2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan
sosialekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2. Ciri-ciri Masa Remaja


Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja antara lain:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan
yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada
individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan
selanjutnya.
17

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan


masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang
dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya
untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),
perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan
kebebasan.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya
dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan
demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik.
Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung
memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat
dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan
atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia
sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir
atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras,
menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka
inginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,
kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan
dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.21
18

3. Pembagian Usia Remaja


Usia remaja menjadi tiga fase sesuai tingkatan umur yang dilalui oleh
remaja. Setiap fase memiliki keistimewaannya tersendiri. Ketiga fase tingkatan
umur remaja tersebut antara lain:
1. Remaja Awal (early adolescence)
Tingkatan usia remaja yang pertama adalah remaja awal. Pada
tahap ini, remaja berada pada rentang usia 12 hingga 15 tahun. Umumnya
remaja tengah berada di masa sekolah menengah pertama (SMP).
Keistimewaan yang terjadi pada fase ini adalah remaja tengah berubah
fisiknya dalam kurun waktu yang singkat. Remaja juga mulai tertarik
kepada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.

2. Remaja Pertengahan (middle adolescence)


Tingkatan usia remaja selanjutnya yaitu remaja pertengahan, atau
ada pula yang menyebutnya dengan remaja madya. Pada tahap ini, remaja
berada pada rentang usia 15 hingga 18 tahun. Umumnya remaja tengah
berada pada masa sekolah menengah atas (SMA). Keistimewaan dari fase
ini adalah mulai sempurnanya perubahan fisik remaja, sehingga fisiknya
sudah menyerupai orang dewasa. Remaja yang masuk pada tahap ini
sangat mementingkan kehadiran teman dan remaja akan senang jika
banyak teman yang menyukainya.

4. Remaja Akhir (late adolescence)


Tingkatan usia terakhir pada remaja adalah remaja akhir. Pada
tahap ini, remaja telah berusia sekitar 18 hingga 21 tahun. Remaja pada
usia ini umumnya tengah berada pada usia pendidikan di perguruan
tinggi, atau bagi remaja yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi,
mereka bekerja dan mulai membantu menafkahi anggota keluarga.
Keistimewaan pada fase ini adalah seorang remaja selain dari segi fisik
sudah menjadi orang dewasa, dalam bersikap remaja juga sudah
menganut nilai-nilai orang dewasa.23
19

E. Penelitian Terkait
Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terkait yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang kekerasan
verbal pada remaja.
Penelitian “Kekerasan kata-kata (Verbal abuse)” pada Remaja” Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif fenomenologi,
melalui metode pengumpulan data indepht interview dimana jumlah sample 4
(empat) orang Remaja SMP dengan usia 13-15 tahun, pernah mendapatkan
perlakuan kekerasan kata-kata (Verbal abuse). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengalaman ketika mendapatkan perlakuan kekerasan kata-kata (Verbal
abuse) adalah seperti memanggil nama dengan nama hewan, mengatai “bodoh”,
mencaci maki, marah-marah, perasaan ketika mendapatkan perlakuan kekerasan
kata-kata (verbal abuse) bagi remaja adalah perasaan sedih, dendam dan ingin
membalas, Respon ketika mendapatkan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) adalah
menghiraukan orang yang melakukan kekerasan kata-kata (Verbal abuse) dan
pengen bantah, dampak dari kekerasan kata-kata (verbal abuse) pada remaja
adalah dampak psikis dan dampak positf. Dampak psikisnya adalah perasaan
kecewa dan sakit hati, dampak positif seolah-olah akan menjadi penurut kepada
orang tua.3
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STKIP St.
Paulus Ruteng Nusa Tenggara Timur bekerja sama dengan Wahana Visi
Indonesia telah mengadakan penelitian tentang “Potret Kekerasan Terhadap
Remaja”. pada 21 Juni 2015 sebanyak 15,4% remaja menjadi korban kekerasan
verbal oleh orangtua, 8,4% remaja menjadi korban kekerasan verbal guru/kepala
sekolah dan 17,7% remaja menjadi korban kekerasan verbal oleh
teman/lingkungannya. Dari responden tersebut 31,54% diantaranya menjadi
pelaku kekerasan verbal.5
20

F. Kerangka Teori

Kekerasan verbal pada remaja

1. Pengetahuan 1. Sikap
a. Tahu (Know) a. Komponen sikap
b. Memahami b. Faktor yang
mempengaruhi
(Comprehention)
c. Aplikasi (Application)
d. Analisis (Analysis) 1. Kekerasan Verbal
a. Bentuk kekerasan
e. Sintesis (Syntesis)
verbal
f. Evaluasi (Evaluation) b. Dampak
kekerasan verbal
c. Faktor kekerasan
verbal

Gambar 2.1
21

BAB III
KONSEP KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan vidualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep suatu terhadap konsep lainnya. Atau antara variabel
yang satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin diteliti 9 Ada beberapa
bentuk variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel independen
(bebas), variabel dependen (terikat), variabel moderator (intervening), variabel
perancu (counfounding), variabel-variabel kendali (control) dan variabel random.
Kerangka kerja penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan remaja
tentang kekerasan verbal.14 Sedangkan variabel dependen adalah sikap remaja
terhadap kekerasan, untuk lebih jelas bisa dilihat dibawah ini.15

Variabel Independen Variabel dependen

Pengetahuan remaja tentang


kekerasan verbal Sikap remaja

Skema 3.1

B. Pertanyaan Penelitian/Hipotesa Penelitian


a. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Kekerasan Verbal
dengan Sikap Remaja di Gampong Panteriek Kota Banda Aceh ?

b. Hipotesa Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
22

pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan


pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan
jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. 24 Hipotesis dari penelitian ini
adalah:
a. Ha: Terdapat hubungan antara Pengetahuan Remaja tentang Kekerasan
Verbal dengan Sikap Remaja di Gampong Panteriek Kota Banda Aceh
tahun 2017
Ho: Tidak terdapat hubungan antara Pengetahuan Remaja tentang
Kekerasan Verbal dengan Sikap Remaja di Gampong Panteriek Kota
Banda Aceh tahun 2017

C. Definisi Operasional
Definisi Definisi Cara Alat Skala Hasil
No Variabel
Konseptual Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur

Variabel Independen

1 Pengetahuan Proses mencari Segala sesuatu Membe Kuisi Ordinal Baik


remaja tentang
kekerasan tahu atau ingin yang diketahui rikan oner x ≥ x̄
verbal tahu tentang oleh remaja kuision Kurang
sesuatu yang tentang er x < x̄
belum diketahui kekerasan dengan
terhadap suatu verbal 16 item
objek dengan dalam
menggunakan bentuk
panca indera. pertany
Kekerasan aan
verbal adalah
kekerasan
terhadap
perasaan
menggunakan
kata-kata
23

dengan kata-
kata yang kasar
tanpa
menyentuh
fisiknya

Variabel dependen

2 Sikap Remaja Segala sesuatu Tanggapan Membe Kuisi Ordinal Baik


yang dilakukan atau respon rikan oner x ≥ x̄
seseorang remaja terkait kuision Kurang
dengan cara kekerasan er x < x̄
menampakkan verbal dengan
atau membawa 15
diri. item
dalam
bentuk
pertany
aan
24

BAB IV
METODEOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksploratif
yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan suatu fenomena, didalam
penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya
menggambarkan apa adanya variabel, dengan desain survay dimana pengumpulan
9
data dilakukan dengan cara mengambil sebagian dari populasi tersebut (sampel)
metode ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang
Kekerasan Verbal dengan Sikap Remaja di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng
Bata, Kota Banda Aceh.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka polulasi
penelitian ini adalah semua elemen yang berada dalam wilayah penelitian.25
Populasi dalam penetian ini adalah Remaja yang ada di Gampong
Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh Tahun 2017 yang
berjumlah 628 orang.

2. Sampel
a. Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu
untuk bisa memilih/mewakili populasi.26

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑒 2 )
25

Keterangan :
𝑛 : jumlah sampel
N : jumlah populasi
𝑒 : tingkat kepercayaan

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑒 2 )

628
𝑛=
1 + 628(0,1)2

628
𝑛=
1 + 6.8

628
𝑛=
7.8

𝑛 = 86.26

𝑛 = 87

Jumlah responden dalam peneliian ini sebanyak 87 responden.


b. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan teknik
Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan
pertimbangan tertentu
c. Kriteria Pengambilan Sampel
1. Remaja yang ada di Gampong Panteriek Usia 12-21 Tahun
2. Bisa membaca dan menulis
3. Menyeujui untuk menjadi sampel
26

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng
Bata Kota Banda Aceh dipilih sebagai tempat penelitian oleh peneliti
menemukan fenomena Kekerasan Verbal Remaja.
2. Waktu Penelitian
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 november
2017 sampai dengan tanggal 25 november 2017 di Gampong Panteriek
Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh.

D. Alat Pengumpulan Data dab Uji Instrumen


1. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuisioner. Kuisioner tersebut dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan
mengacu pada tinjauan pustaka dan kerangka konsep dan cara pengumpulan
data. Kuisioner yang digunakan ada 2 bagian yaitu :
1. Bagian A, merupakan kuisioner berupa data demografi responden yang
terdiri dari data remaja yang terdiri atas kode responden, umur, jenis
kelamin dan tanggal pengisian kuisioner
2. Bagian B berupa kuisioner untuk mengukur pengetahuan remaja yang ada di
gampong panteriek. Terdiri dari 16 item pertanyaan dengan 2 jawaban yaitu
benar salah. Untuk pertanyaan positif jika dijawab benar nilai 1 dan jika
salah diberi nilai 0. Sedangkan untuk pertanyaan negatif yang benar diberi
nilai 0 dan yang salah di beri nilai 1. Masing-masing item pertanyaan terdiri
dari 8 negatif dan 8 positif. Peranyaan positif no 1, 3, 7, 10, 11, 13, 14, 15.
Dan pertanyaan negatif no 2, 4, 5, 6, 8, 9, 12, 16
3. Bagian C berupa kuisioner untuk mengukur sikap remaja yang ada di
gampong panteriek. Terdiri dari 15 item pertanyaan dengan skala likert
dengan alternatif jawaban yaitu : selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan
tidak pernah. Selalu di beri skor 5, sering diberi skor 4, kadang diberi skor
3, jarang di beri skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1.
27

2. Uji Instumen
Data di kumpulkan dengan teknik kuisioner, yaitu dengan memberikan
pertanyaan tertulis kepada responden. Selanjutnya responden memberikan
tanggapan atas pertanyaan yang diberikan. Mengingat pengumpulan data
dilakukan dengan uji kuisioner, kesungguhan responden sangat penting untuk
menjawab petanyaan-pertanyaan dalam penelitian
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditas
atau kesahihan suatu instumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai
validitas yang tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas yang rendah. 25
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur
tersebut dapat mengukur apa yang akan diukur, untuk mengetahui
kuisioner yang telah disusun mampu mengukur apa yang akan diukur.
Oleh karena itu perlu diuji dengan uji korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap
item dengan skor total kuisioner tersebut. 9
Beberapa jenis teknik validitas yang dapat dilakukan pada sebuah
kuisioner penelitian, yaitu :
1. Validasi konstruk, yaitu validasi yang digunakan untuk melihat
struktur instrumen penelitian dengan menggunakan teori tentang
kekerasan verbal yang sesuai dengan teori penelitian ini. Salah satu
cara validasi yaitu dengan cara melakukan uji coba dengan
responden.27

a. Uji Rebilitas
Pengukuran uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui adanya
kesamaan dalam hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau
kenyataan yang diamati dengan kejadian yang sama dan berulang kali
dengan menggunakan alat ukur yang sama.26
Dengan menggunakan komputer berdasarkan product moment maka
nilai reabilitas dapat langsung dihitung dan dapat diangka kritis setiap
pertayaan adalah 0,361. Bila hasilnya (angka korelasi) sama atau lebih dari
28

angka kritis pada derajat kemaknaan yaitu nilai alpha per-item kuisioner,
maka alat ukur itu realiable.

E. Etika Penelitian
Penelitian ini mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu
Program Studi Ilmu Keperawatan Abulyatama. Dalam penelitian ini terdapat
beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu : memberikan
penjelasan kepada responden tentang tujuan dan prosedur penelitian. Responden
yang bersedia dipersilahkan untuk menandatangani informed consent dan berisi
data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu dan
informasi yang diberikan oleh responden dirahasiakan oleh peneliti.26
Peneliti telah mempertimbangkan prinsip-prinsip etik dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Inform Consent
Inform consent adalah bentuk dari persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan kepada orangtua
wali murid kelas V sebelum dilakukannya penelitian.26
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Anonymity digunakan untuk memberikan tanggungjawab dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar atau alat ukur, hanya menulis kode atau nama inisial
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.26
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban keberhasilan
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi
hasil penelitian yang telah dikumpulkan akan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
penelitian.26
29

G. Teknik Pengumpulan Data


Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner dengan
prosedur pengumpulan data. Pengumpulan data kemudian dilakukan dengan
mendapatkan data primer melalui penyebaran melalui penyebaran kuisioner
dengan cara angket. Menggunakan kuisioner yang dirancang oleh peneliti.
Prosedur pengumpulan data secara administratif dalam peneliti ini adalah :
1. Tahap persiapan pengumpulan data
Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui proses administratif
dengan cara mendapatkan izin dari koordinator skripsi selanjutnya peneliti
menunjukkan surat ke P2TP2A kota banda aceh dan mendapatkan data dari
P2TP2A kota banda aceh terkait kekerasan verbal pada remaja. Selanjutnya
peneliti mendapatkan izin dari koordinator skripsi yang ditunjukkan kepada
kesbangpol yaitu untuk meminta surat rekomendasi pengumpulan data dan
mendapatkan data setelah itu selanjutnya dibawa ke kantor dinas
kependudukan dan pencataan sipil kota banda aceh, peneliti juga
mendapatkan izin yang ditunjukkan ke kantor camat lueng bata guna untuk
mendapatkan surat izin untuk gampong panteriek dan mendapatkan data dari
kantor keucik panteriek.
2. Tahap pengumpulan data
Tahap pengumpulan data yaitu mendapatkan rekom dari kesbangpol kota
banda aceh dan selanjutnya melakukan pengumpulan data di dinas P2TP2A
dan dinas kependudukan dan pencatatan sipil kota banda aceh. Peneliti juga
melakukan pengumpulan data dari keucik gampong panteriek.

H. Pengolahan Data
Setelah kuisioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan lalu
dilanjutkan dangan melakukan pengolahan data. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan adalah :9
a. Editing
Editing data merupakan proses pengecekan kembali untuk memastikan
bahwa data yang sudah terisi lengkap, tulisannya terbaca jelas, jawaban relevan
dengan pertanyaan, dan konsisten. Hal ini dilakukan dengan cara mengoreksi
30

data yang diperoleh meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan jawaban,


terhadap lembar kuisioner atau formulir.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Setiap data diberikan kode-kode
tertentu agar memudahkan dalam pengolahan data. Pemberian kode ini sangat
berguna dalam memasukkan data.
c. Transfering
Transfering merupakan data yang telah diberi kode disusun secara
berurutan mulai dari responden pertama hingga responden terakhir untuk
kemudian dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan sub variabel yang diteliti
kemudian dihitung frekuensinya
d. Tabulating
Tabulating merupakan mengelompokkan jawaban-jawaban responden
berdasarkan kategori yang telah dibuat untuk setiap sub variabel yang diukur
dan menghitung nilai total setiap kolom dari variabel yang berisi data yang
didapat dari hasil penelitian.9

I. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat menggunakan analisi presentase dari seluruh responden
yang diambil dalam penelitian, dimana akan menggambarkan bagaimana
komposisinya ditinjau dari beberapa segi sehingga dapat dianalisis karakteristik
responden.9
Analisa data dilakukan dengan metode statistik deskriptif untuk masing-
masing variabel penelitian dengan menggunakan frekuensi distribusi berdasarkan
persentase dari masing-masing variabel. Pengkatagorian variabel-variabel
dilakukan dengan menggunakan mean atau rata-rata (x) dengan menggunakan
rumus :

Σ𝑥
𝑥 =−
𝑛
31

Keterangan :
𝑥 : Nilai rata-rata
Σ𝑥 : Jumlah keseluruhan responden
𝑛 : Jumlah sampel

Kemudian dikatagorikam sebagai berikut :


Baik :𝑥 ≥𝑥
Kurang :𝑥< 𝑥

Selanjutnya menentukan persentase (p) untuk tiap-tiap katagori atau variabel


dengan menggunakan rumus sebagai berikut. 9

𝑓
P = 𝑥100
𝑛

Keterangan:
P = angka presentase
𝑓 = frekuensi jawaban sampel
n = jumlah seluruh observasi

2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua variabel
29
yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat. Pada penelitian ini untuk
mengukur Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Kekerasan Verbal dengan
Sikap Remaja di Gampong Panteriek Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh
Tahun 2017 dengan menggunakan metode statistik deskritif masing-masing
variabel penelitian dengan menggunakan frekuensi distribusi berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan uji korelasi product moment. Proses analisanya
dilakukan dengan menggunakan komputer Statistical Package for Social Science
(SPSS).
32

Pada perhitungan statistik untuk analisa variabel penelitian tersebut


dilakukan dengan menggunakan komputerisasi yang diinterpretasikan dengan
nilai probabilitas (p-value) pengolahan data diinterpretasikan menggunakan nilai
probabilitas dengan syarat yang harus penuhi dalam melakukan analisa dengan
menggunakan chi-square dengan kriteria sebagai berikut :29
a. Bila ada tabel 2 x 2 dan tidak ada nilai E (harapan) <5 maka uji yang
dipakai sebaiknya continuity correction.
b. Bila ada tabel 2 x 2 dan dijumpai nilai E (harapan) <5, maka ui yang dipakai
fisher exact.
c. Bila tabel lebih dari 2 x 2 misalnya 3 x 2 dan lain-lain, maka digunakan uji
perason chi-square.
Melalui perhitungan uji chi-square test selanjutnya ditarik kesimpulan nilai
p lebih kecil dari alpha (<0,05), maka Ho diterima dan sebaliknya nilai p lebih
besar dari alpha (>0,05), maka ho ditolak.29
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba


Medika.
2. BKKBN (2010). Kajian Profil penduduk Remaja (10-24 tahun) : Ada apa
dengan remaja. Policy Brief Puslitbang kependudukan-BKKBN
3. Arsih, F. Y. 2010. Kekerasan kata-kata (Verbal abuse) pada Remaja. FK :
Undip
4. Huraerah, A. (2014). Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa Cendekia, Bandung
5. Setyawan, D. (2015). Potret kekerasan terhadap anak . Diperoleh pada
tanggal 12 Maret 2016 dari http://www.kpaia.go.id
6. Setyawan D. KPAI : 2014, Ada 622 Kasus Kekerasan Anak [ internet]. 2014.
[updated 2014 Juni 16; cited 2014 Desember 22]. Available from :
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-2014-ada-622-kasus-kekerasan-anak/.
7. Lubis(2016).http://www.rappler.com/indonesia/134774-tips-kasus-kekerasan-
terhadapperempuan-diingat-publik
8. P2TP2A (2017). Data Kekerasan Verbal pada Remaja : Banda Aceh
9. Notoadmodjo. (2010) Metodeologi penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta.
10. Budiman & Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan
Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
11. Sriningsih, N. 2009. Pembelajaran Matematika Terpadu untuk Anak Usia
Dini. Bandung. Pustaka Sebelas
12. Hogg, M.A & Vaughan, G.M.(2002). Social psychology: 3th edition. London
: Prentice Hall
13. Azwar, Saifuddin. 2013. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
14. Baron, R.A. & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial. Edisi kesepuluh jilid I.
(Terjemahan. Alih bahasa: Djuwita, R., Parman, M.M., Yasmina, D.,
Lunanta, L.P). Jakarta: Erlangga
15. Sutikno, B,R (2010) The power of 4q for hr &company devolopment.Jakarta
16. Surbakti (2008), sudah siapkah menikah. Jakarta. Gramedia
34

17. Berkowitz, L. 2003. Emosional Behavior: Mengenali perilaku dan tindakan


kekerasan di lingkungan sekitar kita dan cara penanggulangannya.
Penerjemah: Hartatni Woro Susiatni. Jakarta: CV. Teruna Grafica.
18. Susilowati. 2008. Pengukuran Status Gizi Dengan Antropometri Gizi. Jakarta
: CV. Trans Info Media
19. Sutanto, V, A. Pratiwi K.Fitriana, Y (2015) faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal terhadap anak
usia prasekolah
20. Faridy, F (2015) Jurnal pendidikan anak usia dini Vol 9 edisi 2
21. Santrock, John W. (2007). Masa Perkembangan Anak . Jakarta:
SalembaHumanika
22. Hurlock (2003). Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta
23. Sarwono, S.W (2004) . Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
24. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D).Bandung: Alfabeta.
25. Arikunto. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.
Yogyakarta:Rineka Cipta.
26. Nursalam (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional, Edisi 3. Jakarta, Salemba Medika
27. Sunyoto, Suyanto 2011. Analisis regresi untuk uji hipotesis, Yogyakarta.
Caps
28. Setiadi (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.
Yogyakarta, Graha Ilmu
29. Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang
Ilmu Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai