Anda di halaman 1dari 11

Gimana sih Cara Kerja Quick Count itu?

 WISNU SUBEKTI  July 12, 2014  26 COMMENTS

Suka 311

Apakah quick count bisa dipercaya? Cara kerja Quick Count dibahas beserta penjelasan
bagaimana Quick Count bisa mendapatkan hasil dengan cepat dan akurat.

Buat yang ngikutin berita-berita seputar pemilu presiden 9 Juli kemarin, pasti pernah denger dong
yah apa itu Quick Count? Ketika semua TPS ditutup, ramai-ramai lah stasiun televisi dan media
lainnya mengumumkan hasil Quick Count masing-masing lembaga survei. Biasanya sih, hasil Quick
Count itu sudah bisa memprediksi Real Count dengan sangat akurat. Cuma di pemilu kita kali ini
emang agak unik, dari 12 lembaga survei yang melakukan Quick Count, 8 bilang Jokowi-JK yang
menang, sementara 4 bilang Prabowo-Hatta yang menang. Jadi, ujung-ujungnya kita emang masih
harus menunggu hasil Real Count resmi dari KPU nanti tanggal 22 Juli untuk memastikan siapa
pemenangnya.

Tapi lo penasaran nggak sih Quick Count itu sebenernya cara menghitungnya gimana? Kok bisa
mereka dengan sangat cepat menghitung hasil pemilu? Padahal kan ada total ada 478.685 TPS di
seluruh Indonesia. Terus, sampai sejauh mana sih Quick Count ini bisa mewakili perhitungan dari
Real Count? Sebenarnya Quick Count ini cara kerjanya gimana sih?

MEMAHAMI KONSEP SAMPLING


Pertama, lo harus tau dulu yang namanya konsep sampling di Statistik
(https://www.zenius.net/c/1373/pengantar-statistika-teori) (<< video penjelasan dari zenius.net). Jadi gini, untuk
mengetahui karakteristik dari suatu populasi, lo nggak harus ambil semua datanya, tapi cukup ambil
beberapa sampel aja. Untuk mengetahui kira-kira berapa rata-rata berat badan temen-temen lo di
satu sekolah misalnya, lo nggak perlu timbang semuanya, tapi ambil beberapa sampel aja. Sama
dengan perhitungan pemilu juga, untuk mengetahui hasil dari 478.685 TPS (populasi), lo cukup
mengambil sampelbeberapa ribu TPS aja (sampel).
mengambil sampelbeberapa ribu TPS aja (sampel).

Jadi ketika lembaga survei menghitung Quick Count, tentunya dia nggak perlu mengambil data dari
seluruh TPS, tapi dia cuma ambil sampel, misalnya 3.000-5.000 TPS aja.

Loh, kok nggak semuanya dihitung? Kalau kebetulan sampel yang


diambil itu beda banget sama populasinya gimana?
Nah, kalau metode samplingnya nggak bener, emang mungkin banget sampel yang di ambil itu beda
sama populasinya. Tapi, kalau lembaga survey tersebut melakukan pengambilan samplingnya bisa

bener-bener mewakili populasi, harusnya sih data perhitungannya akurat. Artinya, cukup mewakili
data populasi yang sebenarnya, dengan margin error yang sangat kecil. Contoh sampling yang nggak
bener nih, misalnya lo mau survei berat badan seluruh temen-temen lo di satu sekolah, tapi sampel
yang lo ambil semuanya cowok. Udah bisa dipastiin hasil surveinya ngaco karena rata-rata cowok itu
lebih berat dibandingkan cewek. Biar nggak bingung, lihat Meme Cak Lontong ini aja deh:

(https://www.zenius.net/blog/wp-content/uploads/2014/07/CAK-
LONTONG.png)

Nah, kebayang kan sekarang kalau sampling


(pengambilan sampel) itu memang harus dilakuin
dengan hati-hati. Kalau enggak, ya jadinya kayak Cak
Lontong itu 🙂
. Terus gimana dong cara mengambil
sampel yang bener?

Apa aja metode sampling yang digunakan?


Untuk menghasilkan Quick Count yang bener, lembaga survei harus bisa menentukan jumlah
sampel yang pas. Kalau terlalu sedikit, rentang errornya bisa tinggi. Tapi, kalau terlalu banyak juga
nanti biayanya terlalu mahal. Btw, kenapa kalau sedikit, rentang errornya tinggi, coba? Ini mirip sama
konsep Frekuensi Harapan (https://www.zenius.net/c/2433/peluang-suatu-kejadian-teori) (<<video penjelasan
dari zenius.net) atau expected values. Kalau lo melempar koin 3 kali, bisa jadi tiga-tiganya angka.
Tapi kalau lo lempar 100 kali, hampir nggak mungkin seratus-seratusnya angka. Semakin banyak lo
melempar, semakin deket hasil statistiknya mendekati nilai peluang yang sesungguhnya. Sampling
juga gitu. Kalau lo ambil sampel yang banyak, maka dia akan cenderung semakin dekat dengan data
seluruh populasi.

Okay, jumlah sampel itu penting. Tapi, apakah cuma itu aja? Ya enggak juga. Selain jumlah sampel,
cara mengambil sampel juga penting. Seperti contoh sampel berat badan di sekolah tadi. Meskipun
sampelnya banyak, tapi kalau semua sampelnya itu adalah cowok semua, ya pasti nggak valid. Kalau
gitu harus gimana dong? Nah, ada beberapa metode nih. Nggak semua metode gue tulis di sini. Tapi,
kira-kira beberapa metode di sini bisa bikin lo ngebayangin lah konsep sampling yang bagus itu
gimana.

Metode 1 : Random sampling


Metode 1 : Random sampling
Ini adalah cara pengambilan sampel yang random atau acak. Misalnya lo pengen tau rata-rata berat
badan temen sekelas. Kalau satu kelas ada 40, lo bisa nomorin seluruh anak di kelas tersebut dari
nomor 1 sampai nomor 40. Tinggal lihat daftar absen aja. Terus untuk memilih secara acak, gimana
caranya? Bisa pakai teknologi. Misalnya, pakai Microsoft Excel, terus ketik ini:

“=RAND()”
Perintah itu akan menghasilkan random numbers dari nol sampai satu. Kalau lo mau bikin random
numbers dari 1-40, tinggal kaliin aja hasil random itu dengan 40, terus bulatkan ke atas pakai fungsi
“=roundup()“. Jadi kalau digabung, bikin aja gini:

“=ROUNDUP(40*RAND())”
Itu akan bangkitin random numbers dari 1-40. Kalau hasil perhitungan lo itu mengeluarkan angka
37, berarti siswa nomor 37 di daftar absen jadi sampel lo. Terus hitung lagi. Misal, keluar angka 24,
berarti siswa nomor 24 jadi sampel lo lagi. Dan seterusnya.

Pakai microsoft excel ini cuma buat contoh aja ya. Kalau lo mau pakai yang lain juga boleh. Misal,
pakai kartu dan kartunya itu lo nomorin dulu dari 1 sampai 40. Bisa macem-macem caranya. Yang
pasti, konsepnya harus sama, yaitu setiap anggota populasi punya probabilitas yang sama
untuk menjadi sampel. Nggak boleh ada satu anggota pun yang punya probabilitas terpilih lebih
besar dibanding yang lainnya.

Metode 2 : Systematic sampling


Selain random sampling, ada lagi yang namanya systematic sampling. Misalnya, setelah seluruh data
lo kasih nomor, lo tentuin deh kira-kira mau ambil berapa sampel. Untuk contoh di bawah ini, setiap
kelipatan data ke-3, diambil jadi sampel:

(https://www.zenius.net/blog/wp-content/uploads/2014/07/cluster-sampling2.png)

Katanya sih, systematic sampling ini lebih sering digunakan dibanding random sampling. Hasilnya
seakurat random sampling, tapi ngerjainnya lebih sederhana karena nggak perlu ngebangkitin
random numbers segala. Tapi kalau untuk Quick Count, biasanya lembaga survei lebih memilih
random sampling dibanding systematic sampling.

Metode 3 : Cluster sampling


Nah, cara sampling berikut ini adalah ngebagi populasi itu berdasarkan cluster-cluster. Misal, lo bagi
40 siswa di kelas berdasarkan tempat duduknya. Yang duduk di depan itu cluster nomor 1,
berikutnya cluster nomor 2, dan seterusnya. Terus, lo tentuin secara random untuk ambil satu
cluster aja. Kalau ternyata angka randomnya yang keluar itu 4 misalnya, berarti seluruh anggota di
cluster nomor 4 itu menjadi sampel lu.
j p

(https://www.zenius.net/blog/wp-

content/uploads/2014/07/cluster-sampling.png)

Metode 4 : Strati ed sampling


Nah, ini dia nih yang sering dipakai sama lembaga survei untuk Quick Count. Jadi gini konsepnya.
Sebelum ambil sampelnya, lo bagi dulu menjadi strata-strata. Contoh yang paling sederhana nih
kalau lo mau ambil sampel berat badan di sekolah, lo bagi aja menjadi dua strata:

(1)    Cewek

(2)    Cowok

Misalkan jumlah populasi cewek sama dengan jumlah populasi cowok. Berarti jumlah sampel yang lo
ambil untuk yang cewek dan jumlah sampel yang lo ambil untuk yang cowok, harus sama. Jadi dari
strati ed sampling ini, lo akan mendapatkan dulu berapa rata-rata berat badan setiap strata dulu,
baru abis itu digabungin.

Strati ed sampling ini akan lebih berasa gunanya kalau setiap strata yang lo ambil punya jumlah
anggota yang beda-beda. Misal, lo lagi pengen neliti sesuatu di kelas, terus lo ambil data gini:

(1)    Cowok yang ikut bimbel, 140 orang.

(2)    Cowok yang nggak ikut bimbel, 60 orang.

(3)    Cewek yang ikut bimbel, 120 orang.

(4)    Cewek yang nggak ikut bimbel, 80 orang.


Berarti gimana ngambil sampelnya? Total populasi ada 400. Terus misalnya lo mau ambil sampel
sebanyak 10% dari populasi, yaitu 20 orang. Berarti masing-masing strata, lo ambil 10% dari populasi
strata tersebut. Misal, untuk cowok yang ikut bimbel, berarti 10% x 140 orang = 14 orang.
Selengkapnya:

(1)    Cowok yang ikut bimbel, 14 orang jadi sampel.

(2)    Cowok yang nggak ikut bimbel, 6 orang jadi sampel.

(3)    Cewek yang ikut bimbel, 12 orang jadi sampel.

(4)    Cewek yang nggak ikut bimbel, 8 orang jadi sampel.

***

Nah, sekarang balik lagi ke Quick Count. Emang gimana sih cara mereka mengambil sampelnya? Dari
yang gue baca-baca di berita sih, mereka paling sering menggunakan Strati ed Random Sampling
atau Multistage Random Sampling. Multistage itu sebenernya mirip kayak cluster sampling, cuma
lebih kompleks aja. Kalau di cluster sampling di contoh di atas, kan cuma satu cluster yang diambil,
terus selesai. Nah, di multistage ini, si peneliti memilih secara acak masing-masing elemen dari
setiap cluster.

Jadi stage pertama, bikin clusternya. Abis itu, baru tentuin elemen apa yang harus diambil dari
cluster tersebut itu. Kadang-kadang, cluster ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa level. Pada Quick
Count nih misalnya, level satu itu cluster per provinsi. Level berikutnya cluster per kabupaten. Level
berikutnya lagi tingkat RW.

Btw, orang-orang kadang suka bingung bedanya strati ed sama cluster karena kalau kita ambil
strata berdasarkan provinsi, itu juga bisa. Yang penting, nanti sampel yang lo ambil harus
disesuaikan dengan populasi masing-masing provinsi. Cuma pada strati ed sampling, sampel yang
random itu diambil dari seluruh strata. Sementara pada cluster sampling, cuma beberapa cluster
aja yang dijadiin sampel.

So… kira-kira gitu lah cara kerja para lembaga survei. Dengan konsep ini, mereka bisa ngambil 3000
TPS aja dari 478.685 TPS yang ada. Karena 3000 TPS itu sudah lumayan mewakili seluruh populasi
yang ada, dengan margin of error yang relatif kecil (sekitar 1%). Jadi, secara matematis sebenernya
nggak terlalu susah. Cuma memang biayanya besar. Bayangin aja, kalau setiap satu TPS butuh biaya
Rp400.000,- aja untuk pencatatan dan lain-lainnya, berarti 3000 x Rp400.000,- = Rp1.200.000.000,-.
Butuh uang 1,2M sekali Quick Count! Jadi modalnya emang harus gede 🙂
Oke, jadi sejauh mana kita bisa percaya metode Quick Count ini?
Metode Quick Count adalah metode yang terukur dan juga teruji secara ilmiah. Dengan asumsi
pengambilan sample yang tepat, metode quick count bisa dipertanggung-jawabkan akurasinya
dengan margin error yang kecil. Kalo kita mau lihat sejarah perhitungan quick count dari pemilu-
pemilu yang udah pernah kita jalani sebelumnya, kita bisa melihat bahwa lembaga-lembaga survey
yang sudah berpengalaman telah merepresentasikan perbandingan data yang sangat konsisten dan
juga cukup akurat dari waktu ke waktu.
(https://www.zenius.net/blog/wp-content/uploads/2014/07/BsS7E2TCYAAXCI6.png)

So, di sini gua cuma mau bilang gimana sih cara kerja metode quick count itu? Apakah secara garis
besar kita layak untuk mempercayai sistem seperti ini? Kalau ditinjau dari sudut pandang ilmiah,
jawabannya: IYA kita bisa cukup mempercayai metode ini. Terlepas dari itu, jika ditinjau dari sudut
pandang kepentingan politis memang ada kecenderungan metode ini tidak miliki tingkat reliability
dan validity (https://www.uni.edu/chfasoa/reliabilityandvalidity.htm) yang bisa kita percaya 100%.  So, kita
tunggu saja hasil perhitungan pemilu tanggal 22 Juli nanti, moga-moga tidak terjadi kecurangan
sehingga bisa betul-betul merepresentasikan keinginan rakyat Indonesia. 🙂
=========CATATAN EDITOR=========
Buat yang mau ngobrol sama Wisnu tentang metode quick count, bisa langsung tinggalin comment
di bawah artikel ini. Gua harap dalam berdiskusi di artikel ini, kita melakukan diskusi dari sudut
pandang ilmiah aja dan gak sampai debat kusir terkait aspirasi politik lo dalam pesta demokrasi ini.
Apa itu zenius.net?

Tertarik belajar dengan zenius.net? Kamu bisa pesan membership zenius.net di sini
(https://www.zenius.net/voucher-purchase-online).

 METODE / QUICK COUNT / SAMPLING / STATISTIK

AUTHOR: WISNU SUBEKTI


Wisnu menjabat sebagai President dan juga senior tutor Matematika & Fisika di
Zenius Education. Wisnu mengambil S1 di Departemen Teknik Elektro, Institut
Teknologi Bandung.   Follow Twitter Wisnu at @wisnuops

25 Comments blog zenius.net 


1 Login

 Recommend 2 t Tweet f Share Sort by Oldest

Join the discussion…

LOG IN WITH OR SIGN UP WITH DISQUS ?


Name

Andre
− ⚑
5 years ago

Wah, siip dah. Baru tau saya kalau cara hitung quick count tu ternyata pake sampling. Saya pikir semua
TPS didata gitu. Tapi kak, kalau dipikir2 lagi gak heran kalau hasil quick count itu beda karena pake
metode sampling. Sampel yang diambil kan belum tentu sama dan juga mewakili populasinya. Masih
ada yang nge-ganjel di hati saya kak. Kira2 kalau metodenya samlping gitu bisa dipercaya gak sih? Kan
bisa aja mereka gak sengaja salah dalam metode pengambilan sampel? Indikator apa sih yang
lembaga survey gunakan untuk menyatakan bahwa sampel yang mereka ambil itu benar2 mewakili?
△ ▽ Reply

Wisnu Subekti > Andre


5 years ago
− ⚑

Kan udah ada evidence-nya kalau Quick Count itu sama dengan hasil perhitungan KPU. Baik pemilu
presiden, pemilu legislatif, ataupun pilkada bertahun-tahun kan hasilnya ga jauh. Itu aja udah cukup
sih.

Jadi asalkan prinsip2 di atas diikutin, kegasengajaan yang lo khawatirin itu kecil kemungkinan
terjadi. Makanya ketika lembaga survei itu diaudit, bisa kelihatan kalau prinsip2nya ga diikutin.
Contoh, bener ga sampelnya random? Bener ga sampel stratanya sesuai ukuran populasi? Dsb.
△ ▽ Reply

Andre > Wisnu Subekti


− ⚑
5 years ago

Kak, btw cara hitung margin of error tu gimana sih?


△ ▽ Reply

Show more replies

Meru
− ⚑
5 years ago

bang sorry nih agak OOT :D baru baca blognya zenius lagi

kira2 kaosnya masih available gak abis lebaran? :o ngebet banget soalnya
△ ▽ Reply

Glenn Ardi > Meru


− ⚑
5 years ago

bisa iya, bisa nggak. tergantung masih ada sisa stock atau nggak. lagian lo kalo emg ngebet knp
harus ditunda abis lebaran? :D
△ ▽ Reply

Meru > Glenn Ardi


− ⚑
5 years ago

Nunggu THR turun u,u


△ ▽ Reply
penikmat statistik
5 years ago
− ⚑

Wah, mantap, tks gan.. smoga mencerahkan.


pendapat tambahan, beda antara cluster n strata, dalam strata data sehomogen mungkin tp antar
strata heterogen, sebaliknya, dalam cluster data seheterogen mungkin tp antar cluster homogen.

keep posting (y)


1△ ▽ Reply

Wisnu Subekti > penikmat statistik


5 years ago
− ⚑

Sip. Thanks untuk tambahannya, gan.


△ ▽ Reply

Fardhan Zaka
5 years ago
− ⚑

Serasa belajar sosiologi bab "Penelitian Sosial" hehe


dapet ilmu juga bedanya cluster sama stratified sampling hehe
thanks bang
nice post
△ ▽ Reply

Wisnu Subekti > Fardhan Zaka


5 years ago
− ⚑

Hehe... buat peneliti, mau itu ilmu sosial atau ilmu alam, ya memang harus nguasain konsep
sampling sih. Gunanya ya buanyak banget.
△ ▽ Reply

Raihan Alghifari
5 years ago
− ⚑

Gan numpang tanya , paket interaktif/CD brapa untuk SD, SMP, dan SMA ..
△ ▽ Reply

abudabid
5 years ago
− ⚑

ehehe.. jadi tipi ***(tvone) itu ngambil sample nya kira-kira kayak gimana bang ?
kok bisa error nya banyak bener gitu
△ ▽ Reply

Wisnu Subekti > abudabid


5 years ago
− ⚑

Hehe... lembaga-lembaga survei yang dia pakai kan pada nggak mau diaudit waktu itu. Jadi pada
nggak transparan sama metodenya; nggak jelas sampelnya berapa, nggak jelas pakai metode apa,
dll. Kalau bahas itu mah lebih banyak politiknya dibanding ilmiahnya :)
△ ▽ Reply

abudabid > Wisnu Subekti


5 years ago
− ⚑

ohohoho.. pantesan gitu :v


p g
△ ▽ Reply

Yusuf
− ⚑
3 years ago
wah bermanfaat banget ini, mau tanya soal benuk sampling sama itensitas samplingnya Quick Count
ini gimana ya min??
△ ▽ Reply

Elan Jaelani
− ⚑
2 years ago
bang masih ga mudeng nih, langsung aja misal jumlah sluruhTPS di indonesia ada 478.685 dan yang di
ambil sampel hanya 3000an, nah itu menentukan angkat 3000 nya itu ada ukuran nya ga bang? trs klo
misal sudah dapat 3000an TPS yang mau di amil sampel nya nentuin TPS mana mana nya itu
berdasarkan apa bang?
△ ▽ Reply

Heru Susanto > Elan Jaelani


− ⚑
8 days ago

Kenapa blm dijawab ya pertanyaan bagus ini?


△ ▽ Reply

Armando Aloanis
10 months ago
− ⚑

Wah keren kak artikrlnya. Btw, kalo buat survey elektabilitas paslon, emang lembaga survey, caranya
kayak gimana yah?
△ ▽ Reply

Daniel Wijaya
− ⚑
13 days ago
top
△ ▽ Reply

Ghost
− ⚑
11 days ago
Mantapp penjelasannya lengkap bener ini mah.. thanks gan!
△ ▽ Reply

Load more comments

✉ Subscribe d Add Disqus to your siteAdd DisqusAdd 🔒 Disqus' Privacy PolicyPrivacy PolicyPrivacy

Anda mungkin juga menyukai

  • 44 9
    44 9
    Dokumen1 halaman
    44 9
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • 44 8
    44 8
    Dokumen1 halaman
    44 8
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • 36 8
    36 8
    Dokumen1 halaman
    36 8
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • 44 7
    44 7
    Dokumen1 halaman
    44 7
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • 44 5
    44 5
    Dokumen1 halaman
    44 5
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • 36 7
    36 7
    Dokumen1 halaman
    36 7
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • 36 5
    36 5
    Dokumen1 halaman
    36 5
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • Perbaikan NA Dan Lampiran RUU Kemudahan Berusaha 4 - Nov
    Perbaikan NA Dan Lampiran RUU Kemudahan Berusaha 4 - Nov
    Dokumen306 halaman
    Perbaikan NA Dan Lampiran RUU Kemudahan Berusaha 4 - Nov
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat
  • Wacana Hits PDF
    Wacana Hits PDF
    Dokumen217 halaman
    Wacana Hits PDF
    Ary Talaohu
    Belum ada peringkat