MINI PROJECT
Oleh :
dr. Aisyiyah Alviana Agustin
Pembimbing :
dr. H. Syaiful Anam, SE.
NIP. 19700719 200701 1012
Puskesmas Nguling
Pasuruan Jawa Timur
Program Dokter Internship
2018
1
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
dr. Aisyiyah Alviana Agustin
DAFTAR ISI
2
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2
DAFTAR ISI .............................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................................6
1.3 Tujuan ................................................................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................................7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................8
2.1 Pengertian Kusta .................................................................................................................8
2.1.2 Etiologi Kusta............................ ......................................................................................8
2.1.3 Penularan Kusta ...............................................................................................................8
2.1.4 Epidemiologi.....................................................................................................................9
2.1.5 Klasifikasi.........................................................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan....................................................................................................................11
2.1.7 Pengobatan......................................................................................................................11
2.2 Kecacatan Kusta.................................................................................................................12
2.2.1 Proses Terjadinya............................................................................................................13
2.2.2 Pencegahan......................................................................................................................14
2.3 Faktor Risiko......................................................................................................................14
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................................16
BAB 4. HASIL MINI PROJECT.............................................................................................19
BAB 5. PEMBAHASAN.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23
3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Pedoman Utama Untuk Menentukan Klasifikasi/Tipe Penyakit Kusta menurut
Depkes RI.................................................................................................................................10
Tabel 4.1 Distrribusi jenis kelamin pada pasien kusta di Puskesmas Nguling Kabupaten
Pasuruan dari tahun 2000 – April 2018.....................................................................................19
Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat tingkat 2 pada pasien kusta di
Puskesmas Nguling Kabupaten Pasuruan pada tahun 2000-April 2018...................................20
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta
(Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang
kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem muskulo retikulo endotelia, mata,
otot, tulang, testis dan organ lain kecuali sistem saraf pusat. Bila tidak terdiagnosis dan
diobati secara dini, akan menimbulkan kecacatan menetap yang umumnya akan
menyebabkan penderitanya dijauhi, dikucilkan, diabaikan oleh keluarga dan sulit
mendapatkan pekerjaan.1
Secara global terdapat 436.246 kasus di dunia pada tahun 2010, dengan India dan Brazil
sebagai penyumbang penderita tertinggi dengan jumlah penderita masing-masing 83.041
dan 29.761 kasus dan Indonesia di urutan ketiga dengan 19.785 kasus.2
Prevalensi rate (PR) kusta di Indonesia pada 2010 sebesar 0,83/10.000 penduduk),
angka ini memenuhi target masional 1/10.000 penduduk. Jumlah kasus baru ditemukan
pada 2010 sebanyak 17.012 kasus (Case Detection Rate (CDR)=7,22/100.000 penduduk).1
Namun masih terdapat beberapa daerah dengan prevalensi kasus yang belum memenuhi
target nasional. Sampai saat ini masih ada 14 provinsi dengan jumlah kasus kusta tinggi
(PR>1/10.000 penduduk). Empat provinsi diantaranya yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Sulawesi Selatan yang melaporkan lebih dari 1.000 kasus per tahunnya.
Provinsi Jawa Timur memiliki 6.837 kasus, PR= 1,84/10.000 pada tahun 2010.1
Kabupaten Pasurun merupakan salah satu daerah dengan angka kusta tinggi di Jawa
Timur dengan jumlah kasus mencapai 175 kasus. Penderita kusta pada wilayah Nguling
kabupaten Pasuruan pada Tahun 2014 sebanyak 35 kasus.3
Salah satu dampak akibat penyakit kusta adalah kecacatan akibat infeksi kuman kusta
yang menyerang saraf perifer, seperti pada mata, kaki dan tangan. Cacat akibat kusta
dibedakan atas cacat primer dan cacat sekunder. Cacat primer disebabkan langsung oleh
aktivitas penyakit yang merupakan akibat respon jaringan terhadap kuman kusta
(Mycobacterium leprae) berupa kerusakan fungsi saraf, kerusakan kulit akibat infiltrasi
kuman di subkutan dan cacat pada jaringan lain. Cacat sekunder terjadi akibat lanjut dari
5
cacat primer, terutama akibat kerusakan saraf. WHO membagi derajat cacat kusta menjadi
tiga tingkatan yaitu tingkat 0, tingkat 1 dan tingkat 2.1
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kecacatan pada penderita kusta adalah
umur, jenis kelamin, klasifikasi kusta, lama sakit, letak lesi pada kulit, reaksi berulang,
pengobatan, sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor geografi, etnik, pekerjaan dan
metode penemuan kasus. 4
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasnani di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam tahun 2003 yang menemukan bahwa bahwa proporsi kecacatan tingkat 2 pada
penderita kusta laki-laki lebih tinggi dari pada penderita perempuan yaitu masing-masing
proporsi 29,7% pada laki-laki dan 26,2% pada perempuan namun tidak berhubungan secara
statistik.5
Perbedaan proporsi kejadian cacat pada penderita kusta berdasarkan jenis kelamin pada
beberapa penelitian menjadi dasar untuk dilakukannya penelitian hubungan jenis kelamin
dengan kejadian cacat pada pasien kusta di Puskesmas Nguling Kabupaten Pasuruan tahun
2000 – April 2018.
Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat pada pasien kusta di
Puskesmas Nguling Kabupaten Pasuruan pada tahun 2000-April 2018?
1.3 Tujuan
6
1.4 Manfaat
a. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat pada pasien kusta
di Puskesmas Nguling Kabupaten Pasuruan pada tahun 2000-April 2018.
a. Menjadi masukan bagi Puskesmas Nguling dalam upaya menurunkan kecacatan akibat
penyakit kusta
b. Menjadi bahan perbandingan atau rujukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan
datang.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Kusta
2.2.2 Etiologi
a. Keeratan kontak
Kontak dengan pasien Kusta dalam kurun waktu yang lama tampak sangat
berperan dalam penularan Kusta. 8
b. Status gizi
8
Konsumsi energi dan protein yang rendah dapat mengganggu sistem imun dan
mengakibatkan mudah terkena infeksi bakteri M. leprae. Individu yang belum
terkena Kusta harus meningkatkan konsumsi energi dan protein agar kekebalan
tubuhnya dapat terjaga. 8
c. Imunitas
M. leprae setelah masuk kedalam tubuh, perkembangannya bergantung pada
kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas tergantung sistem
imunitas seluler pasien. Sistem imun yang tinggi, Kusta mengarah ke tuberkuloid
dan bila rendah, Kusta mengarah ke lepromatosa. 8
d. Lingkungan
2.2.4 Epidemiologi
Angka penemuan kasus baru kusta di dunia yang terlapor di World Health
Organization (WHO) pada awal tahun 2012 berjumlah sekitar 219.057 atau sebesar
4,06 (prevalence rateper 10.000 penduduk).9
9
6,79 per 100.000 penduduk, sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79
hingga 0,96 per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai
target <1 per 10.000 penduduk atau <10 per 100.000 penduduk, sedangkan pada
anak selama periode 2008-2013.9
Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu
Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB).
Tanda Utama PB MB
Bercak Kusta Jumlah 1 s/d 5 Jumlah > 5
Penebalan saraf tepi yang Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf
disertai dengan gangguan
fungsi(Gangguan fungsi
bisa berupa kurang/mati
rasa atau kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang bersangkutan)
2.2.6 Diagnosa
Diagnosa MH dan klasifikasi harus dilihat secara menyeluruh baik dari segi
klinis, bakteriologis, immunologis dan histopatologis. Mendeteksi kasus MH cukup
dengan menggunakan anamnesis dan pemeriksaan klinis saja dalam mendiagnosa
MH di lapangan. Pemeriksaan bakteriologis seperti kerokan dengan pisau skalpel
dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan
mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen dapat
dilakukan bila ada keraguan dan fasilitas yang memungkinkan. Pemeriksaan
bakterioskopik akan menghasilkan berbagai bentuk M. Leprae yaitu solid (batang
10
utuh) yang berartikan kuman hidup dan jauh lebih berbahaya daripada bentuk non
solid (fragment dan granular) yang berartikan kuman mati. Gambaran histologis
yang khas dapat ditemukan dengan Biopsi kulit atau saraf yang menebal yaitu tipe
TT (tuberkuloid) apabila ditemukan gambaran tuberkel-tuberkel dengan kerusakan
saraf lebih nyata namun tidak ada kuman atau hanya sedikit kuman bentuk non solid,
tipe LL (lepramatous) apabila terdapat subepidermal clear zone dan ada virchow cell
dengan banyak kuman, dan BB (mid borderline) apabila terdapat kedua keduanya
dari tipe LL dan TT. Pemeriksaan serologi melalui darah pasien MH akan terdapat
antibodi antiphenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35
kD. 11
2.2.7 Pemeriksaan
2.2.8 Pengobatan
1. Tipe PB
11
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
2. Tipe MB
Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak. Diduga
kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi lewat 2 proses :
a. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya: mata).
b. Melalui reaksi kusta
Secara umum fungsi saraf dikenal ada 3 macam yaitu fungsi motorik memberikan
kekuatan pada otot, fungsi sensorik memberi sensasi raba dan fungsi otonom
mengurus kelenjar keringat dan kelenjar minyak. Kecacatan yang terjadi
tergantung pada komponen saraf yang terkena. 13
12
2.3.2 Tingkat Kecacatan Kusta
13
2.3.3 Pencegahan Kecacatan
2.4.2 Umur
Pada penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data prevalensi dan
data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak menggambarkan resiko
spesifik umur.Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai
umur tua (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun).Namun yang terbanyak adalah pada
umur muda dan produktif. Diagnosis umur kusta pada fenomena Lucio diketahui
antara umur 15 hingga 71 tahun dengan rata-rata umur 34 tahun.13
14
Pada penyakit kronik seperti kusta diketahui diketahui terjadi pada semua
umur ,namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Kejadian suatu
penyakit erat hubungannya dengan umur. 13
15
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan desain kasus kontrol dan
bersifat observasional. Penggunaan desain ini karena mempertimbangkan biaya yang
relatif lebih murah dan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan desain lainnya.14
3.4.1 Populasi
Populasi mini riset ini adalah seluruh pasien kusta yang telah dan sedang
menjalani pengobatan di Puskesmas Nguling Kabupaten Pasurun dari tahun 2000 –
April 2018.
3.4.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada mini riset ini adalah pasien kusta yang menderita
kecacatan akibat kusta berdasarkan pemeriksaan kecacatan oleh petugas kusta di
Puskesmas Nguling Kabupaten Pauruan dari tahun 2000 – April 2018.
Teknik pengambilan sampel pada mini riset ini adalah pengambilan sampel
secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri.
Besar sampel pada mini riset ini menggunakan total sampling dimana seluruh
pasien kusta yang menglami cacat akibat kusta yang tercatat dari tahun 2000 – April
2018 dijadikan kasus.
16
3.5 Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin pasien kusta.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunkan data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diambil dari instansi tempat penelitian. Data diambil peneliti dari kepala
pemegang program kusta di Puskesmas Nguling Kabupaten Pasuruan dari tahun 2000 –
April 2018.
1. Data di edit atau di cek kembali atau di koreksi kembali untuk melengkapi data yang
mungkin masih kurang atau ada data yang tidak lengkap.
2. Data di koding atau diberikan kode pada opsion-opsion yang sudah lengkap untuk
memudahkan dalam menganalisis data.
3. Data ditabulasi atau dikelompokan dalam bentuk tabel.
17
kepercayaan 95%. Menggunakan analisis dari hasil uji statistik chai square test.
Melihat dari hasil uji statistik ini dapat disimpulkan adanya hubungan 2 variabel
tersebut bermakna atau tidak bermakna.
18
BAB 4
ANALISIS UNIVARIAT
Tabel 4.1 Distrribusi jenis kelamin pada pasien kusta di Puskesmas Nguling Kabupaten
Pasuruan dari tahun 2000 – April 2018
Jenis Kelamin
Laki-Laki Presentase Perempuan Presentase
Pasien kusta
75 60,4% 49 39,6 %
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa proporsi responden laki-laki lebih tinggi dari
pada perempuan. Sebanyak 75 orang atau 60,4% laki-laki menderita penyakit kusta
dibandingkan dengan perempuan hanya 39,6% yang menderita penyakit kusta di Puskesmas
Nguling Kabupaten Pasuruan dari tahun 2000 – April 2018.
Tabel 4.2 Distrribusi pasien kusta yang mengalami kecacatan di Puskesmas Nguling
Kabupaten Pasuruan dari tahun 2000 – April 2018
KECACATAN
Cacat Presentase Tidak cacat Presentase
Pasien kusta
54 43,5% 70 56,5%
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa pasien kusta yang mengalami kecacatan sebesar
43,5 % dan presentase yang tidak mengalami kecacatan sebesar 56,5%.
19
ANALISIS BIVARIAT
Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian cacat tingkat 2 pada pasien kusta
di Puskesmas Nguling Kabupaten Pasuruan pada tahun 2000-April 2018
Cases
Kecacatan Total
Count 39 36 75
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.34.
b. Computed only for a 2x2 table
20
Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok responden
yang menderita cacat terdapat 52% berjenis kelamin laki-laki dan pada kelompok yang tidak
menderita cacat terdapat responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 48%.
Nilai p pada uji statistik menunjukkan p= 0,031. Jika p < alfa 0,05 sehingga Ho ditolak
artinya ada hubungan antara jenis kelamin dengan kecacatan.
21
BAB 5
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasnani di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam tahun 2003 yang menemukan bahwa bahwa proporsi kecacatan tingkat 2 pada
penderita kusta laki-laki lebih tinggi dari pada penderita perempuan yaitu masing-masing
proporsi 29,7% pada laki-laki dan 26,2% pada perempuan namun tidak berhubungan secara
statistik.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Saputri (2009), di kampung
rehabilitasi Rumah Sakit Kusta Donorojo Jepara tahun 2008 yang menemukan bahwa jenis
kelamin berhubungan signifikan dengan kejadian cacat tingkat 2 pada penderita kusta ( nilai p
= 0,000 dan OR = 4,41). Tingginya kejadian kecacatan pada penderita kusta laki-laki
dibanding perempuan disebabkan karena laki-laki cenderung lebih banyak mendapat paparan
trauma dan tekanan fisik saat bekerja di luar rumah (Zhang Guaocheng, 1998 dalam Hasnani,
2003).
22
DAFTAR PUSTAKA
23