Anda di halaman 1dari 22

Makalah

FIKIH HAJI DAN UMRAH


Mata Kuliah : Fiqh
Pembimbing : Dra. Hj. Siti Rahmah

Disusun oleh

M. Abdul Basith (1102110362)

Sabarudin Ahmad (1102110373)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


JURUSAN SYARI’AH
PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
2012 M/1433 H

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada makalah-makalah terdahulu telah kita pelajari rukun-rukun Islam, di antaranya
Sahadat, Salat, Zakat dan Puasa. Dalam makalah ini akan dibahas rukun Islam yang
terakhir, yaitu Haji. Haji erat kaitannya dengan ibadah Umrah. Maka dari itu, di dalam
makalah ini akan di bahas masalah Haji dan Umrah.
Ibadah Haji merupakan kewajiban bagi setiap kaum muslim yang mampu. Ibadah
Haji telah dikenal dalam agama-agama sebelum Islam. Tetapi terdapat perbedaan
mendasar. Perbedaan itu tampak dalam menentukan tempat-tempat untuk dikunjungi,
keterlibatan pemuka-pemuka agama dalam upacara spiritual, dan binatang-binatang
kurban yang disembelih.1
Ibadah haji erat kaitannya dengan Ka’bah. Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya surah
Ali Imran 3:96, bahwa yang pertama kali membangun Ka’bah ialah Nabi Adam As.
Ketika di turunkan ke bumi, Nabi Adam yang terbiasa beribadah bersama para malaikat
dengan mengelilingi Arsy’ Allah Swt. Sehingga ia merasa sangat sedih. Karena itu Allah
menghiburnya dengan dibolehkan membangun Ka’bah (bangunan segi empat). Kemudian
Nabi Adam diperintah untuk thawaf atau mengelilingi bangunan tersebut. Setelah sekian
lama kemudian hancur. Akhirnya bangunan Ka’bah ini dibangun kembali oleh Nabi
Ibrahim dan putranya Nabi Isma’il. Setelah itu Nabi Ibrahim diperintahkan untuk
menyeru manusia melaksanakan haji. Inilah awal mula diperintahkannya ibadah haji. Dan
selanjutnya ibadah ini disempurnakan Allah melalui Nabi Muhammad Saw. Perintah
disyari’atkannya haji ialah pada tahun 6 hijriyah.2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yakni:
1. Apa pengertian Haji?
2. Apa hukum dan dasar haji?
3. Apa tujuan diwajibkannya haji?
4. Apa saja syarat wajib haji?

1
H. Said Agil Husain Al Munawar, H. Abdul Halim, Fikih Haji, Penuntunan Jama’ah Haji Mencapai
Haji Mabrur, Jakarta Selatan: Ciputau Press, 2003, h.2.
2
Ibid., h. 2-6.

2
5. Apa saja rukun haji?
6. Apa saja wajib haji?
7. Apa perbedaan rukun haji dan wajib haji?
8. Apa saja macam-macam haji?
9. Apa saja hal-hal yang terlarang dalam ihram?
10. Apa perbedaan umrah dengan haji?
11. Bagaimana hukum dan dasar hukum umrah?
12. Apa saja rukun umrah?
13. Apa saja wajib umrah?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yakni:
1. Mengetahui pengertian haji.
2. Mengetahui hukum dan dasar hukum haji.
3. Mengetahui tujuan diwajibkannya haji.
4. Mengetahui syarat wajib haji.
5. Mengetahui rukun haji.
6. Mengetahui wajib haji.
7. Mengetahui perbedaan rukun haji dengan wajib haji.
8. Mengetahui macam-macam haji.
9. Mengetahui hal-hal yang terlarang dalam ihram.
10. Mengetahui perbedaan umrah dengan haji.
11. Mengetahui hukum dan dasar hukum umrah.
12. Mengetahui rukun umrah.
13. Mengetahui wajib umrah.
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini, yaitu melalui metode penelusuran
perpustakaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Haji
Secara bahasa kata haji berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hajj yang artinya
menyengaja.3 Al-hajj juga berarti mengunjungi atau mendatangi.4
Sedangkan secara istilah Haji adalah “perjalanan mengunjungi baitullah untuk
melaksanakan serangkaian ibadah pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.”5
Menurut Sayyid Sabiq, “Haji ialah mengunjungi Mekkah untuk mengerjakan ibadah
thawaf, sa’i, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain demi memenuhi titah Allah dan
mengharap keridhaan-Nya.”6
Jadi, haji ialah sengaja mengunjungi Baitullah untuk melaksanakan serangkaian
ibadah thawaf, sa’i, wuquf di Arafah dan ibadah lainnya pada waktu dan tempat yang
telah ditentukan, yang merupakan salah satu dari rukun Islam.
B. Hukum dan Dasar Hukum Haji
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Sudah barang tentu hukum
melaksanakan haji adalah wajib bagi yang mampu.
Dasar hukumya, yaitu:

        

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi)
orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Q.S. Ali Imran : 97)7

Dalam hadis Nabi Saw juga dapat kita jumpai mengenai kewajiban haji, yaitu:

َ ‫ِ َشهَا َدةِاَ ْن َِالالَهَِا االهللاُِ َواَ انِ ُم َح ام ًد‬:‫س‬


ِ‫اِرسُو ُلِهللا‬ ٍ ‫بُنِ َيِاالس ََْل ُمِ َعلَىِ َج ْم‬
ِ ‫ان‬
َِ ‫ض‬ َ ‫ِر َم‬ َ ‫ص ْوم‬ َ ‫جِِّالبَيْتِ َو‬ْ ‫ِو َح‬ َ ‫ِواتَاءال از َكاة‬
َ ‫َواقَامِالص َاَلة‬
Artinya: “Islam itu didirikan atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji, dan berpuasa dalam bulan
Ramadhan.” (H.R. Mutafaq alaih)

3
Achmad Sya’bi, Kamus An-Nur Bahasa Arab-Indonesia-Arab, Surabaya: Halim Jaya, h. 38.
4
Said Agil, Fikih Haji, h. 1.
5
Ibid.
6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, terj. Mahyuddin Syaf, Bandung: Alma’arif, cet. XIV, 1978, h. 31.
7
Alquran Digital.

4
C. Tujuan Diwajibkannya Haji
Islam merupakan agama yang kompleks dan pasti benarnya. Hal ini dapat kita
ambil sebagian contohnya, di antaranya semua perkara yang disyari’atkan oleh
Allah mempunyai tujuan dan manfaat. Baik itu yang umumnya dapat diketahui
dan juga yang hanya Allah lah yang mengetahui. Berangkat dari itu, ibadah haji
yang juga disyari’atkan tentunya memiliki tujuan. Berikut tujuan-tujuan
diwajibkannya haji:
Tujuan diwajibkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untuk
memperingati serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim
sebagai penggagas syari’at Islam. Kisah Nabi Ibrahim sehubungan dengan ini
dikatakan Allah dalam Q.S. Ibrahim: 37;8

             

          

 

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian


keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu yang
dihormati; ya Tuhan kami agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dengan
buah-buahan; mudah-mudahan mereka bersyukur.9
D. Syarat-Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat apabila ada
pada seseorang, maka wajib haji berlaku bagi dirinya. 10 Maksudnya, apabila
seseorang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan ini, maka wajib baginya
untuk melaksanakan haji.
Syarat wajib haji juga ada yang bersifat umum(pria dan wanita), dan ada juga
yang bersifat khusus (wanita). Syarat wajib haji yang bersifat umum yaitu:
1. Muslim
2. Mukallaf

8
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada Media, 2003, h. 60.
9
Alquran Digital.
10
Said Agil, Fikih Haji, h. 21.

5
Mukallaf ialah orang yang telah di anggap cakap bertindak hukum.
Seseorang yang belum dikenakan taklif hukum maka ia juga belum cakap
bertindak hukum. Dasar pembebenan ini ialah baligh, berakal, dan punya
pemahaman. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, sebagai berikut:

ِ‫ِحتاى‬ َ ‫ِحتاىِيَ ْبلُ َغ‬


َ ‫ِو َعنِالصاب ِّي‬ َ ‫ِ َعنِالناائم‬:‫ث‬ ٍ ‫رُف َعِالقَلَ ُمِ َع ْنِثَ ََل‬
َ ‫يَ ْبلُ َغِ َو َعنِال َمجْ نُ ْون‬
ِ َ‫ِحتاىِيَ ْب َرِا‬
Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga (jenis orang), yaitu orang
yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampaiu ia baligh, dan orang gila
sampai dia sembuh.” (H.R. Bukhari)11
3. Merdeka
Seorang budak tidak dikenakan wajib haji. Karena haji merupakan
ibadah yang menghendaki waktu dan kesempatan, sedang seorang hamba
sahaya (budak) sibuk dengan urusan majikannya dan tidak mempunyai
kesempatan.12
4. memiliki kemampuan
Seseorang yang tidak memiliki kemampuan tidak dikenakan wajib
haji. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Ali Imran : 97.

َ ‫ستَطَا َع اِلَ ْي ِه‬


‫سبِ ْيلا‬ ْ ِ‫ا‬
Artinya: ”Bagi siapa yang mampu di perjalanan.” (Q.S. Ali Imran :97)13
Menurut madzhab Hanafi dan Maliki, kemampuan itu memiliki tiga
komponen, yaitu kekuatan badan atau fisik, kemampuan harta dan keamanan
dalam perjalanan sampai ke tanah suci.14

Selain itu madzhab Syafi’i menentukan kriteria kemampuan yang


meliputi tujuh komponen, yaitu kekuatan fisik, kemampuan harta, tersedianya
alat transportasi, tersedianya kebutuhan pokok yang akan dikonsumsi selama
di tanah suci, perjalanan dan di tanah suci aman, jika ia seorang wanita maka
ia harus ada mahramnya.15

11
Ibid., h. 22.
12
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 43.
13
Alquran Digital.
14
Said Agil, Fikih Haji, h. 24.
15
Ibid.

6
Sedangkan madzhab Hambali hanya menyatakan dua kriteria, yaitu
kemampuan harta dan aman dalam perjalanannya. Madzhab Hambali ini
merujuk pada hadis Nabi Saw, berikut:

َّ ‫سلَّ َم َماال‬
‫سبِ ْي ُل؟‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ :‫عَنْ َجابِ ٍراَنَّ َع ْب ُدهللاِ قَا َل‬
َ ‫سئِ َل النَّبِ ُّى‬
.ُ‫احلَة‬
ِ ‫قَا َل ال َّزا ُد َوال َّر‬
Artinya:” Dari Jabir, bahwa Abdullah berkata: Nabi Saw. Pernah ditanya
orang tentang apakah yang dimaksud dengan sabil itu? Nabi menjawab bekal
dan kendaraan. (HR Daruquthni)16
Kemudian syarat wajib haji bagi wanita. Sebenarnya antara pria dan
wanita jika telah memenuhi syarat-syarat di atas sudah ada kewajiban haji
baginya. Hanya saja bagi wanita ada tambahannya, yaitu sebagai berikut:

1. Harus didampingi suaminya atau mahramnya


Hal ini berdasar hadis Nabi Saw:

‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ َ ,‫َع ِن ا ْب ِن َع ْب ُدهللاُ َع ْن ُه َما‬
ُ ‫س ِم ْعتُ ُر‬
.‫ي ُم ْح َر ٍم‬ْ ‫سا فِ ُرال َم ْراَةُ اِ ََّل َم َع ِذ‬
َ ُ‫ َو ََل ت‬:‫يَقُ ْو ُل‬
Artinya:” dari Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw.
Bersabda: dan seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan kecuali
disertai mahramnya. (HR Bukhari dan Muslim)17
Menurut Madzhab Syafi’i ialah mensyaratkan suami atau muhrim atau
wanita-wanita yang dipercaya.18

2. Wanita yang tidak sedang menjalani masa iddah.


Hal ini berdasar firman Allah Swt. Berikut:

         

           

16
Ibid.
17
Ibid., h. 25.
18
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 52.

7
             

          


Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah,
Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu
hal yang baru.(Q.S. Ath-Thalaq : 1)19

Pendapat madzhab Hanbali membolehkan wanita dalam keadaan iddah


talak untuk menunaikan ibadah haji, tetapi melarang wanita dalam iddah
ditinggal mati suami.20
E. Rukun Haji
Rukun haji adalah amalan-amalan yang wajib dikerjakan selama melaksanakan
ibadah haji. Dan apabila salah satu ada yang ditinggalkan maka hajinya batal dan
wajib mengulang pada kesempatan lain.21 Secara umum rukun haji ada empat, yaitu
Ihram, Thawaf, Sa’i dan wuquf di Arafah.22
1. Ihram
Ihram adalah niat seseorang muslim untuk mengerjakan ibadah haji atau
umrah ke tanah suci Mekkah. Dimana apabila seseorang telah ihram maka
perbuatan yang tadinya dibolehkan menjadi diharamkan. Dan ia telah berada
di anak tangga pertama mendapatkan kedudukan sebagai tamu Allah.23
Niatnya sebagai berikut:

ِ ‫يِوتَقَب ْالهُِمنِّي‬ َ ‫اللهُ امِانّيِاُري ُد‬


َ ‫ِالحجاِفَيَ ِّسرْ هُِل‬
Artinya: ” Ya Allah, aku bermaksud untuk menunaikan ibadah haji, maka
berikanlah kemudahan bagiku dan terimalah hajiku.”24
2. Thawaf

19
Alquran Digital.
20
Said Agil, Fikih Haji, h. 26.
21
Ibid., h. 30.
22
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah Fadhilatus Syaikh
Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia Rahman, Surakarta: Media Zikir, 2010, h.467.
23
Said Agil, Fikih Haji, h. 61.
24
Ibid.

8
Thawaf ialah berjalan mengelilingi Ka’bah sampai tujuh kali putaran. Hal ini
berdasar firman Allah Swt berikut:

        

Artinya: “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada


pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar
mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah
yang tua itu (Baitullah).25
3. Sa’i
Sa’i adalah berlarilari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya
sebanyak tujuh kali. Hal ini berdasar Hadis Nabi Saw berikut:

ُِ‫ِصلاى ِهللا‬
َ ‫ي‬ ‫ت ِالناب ا‬ َ ‫صفياةَ ِب ْنت ِ َش ْيبَةَ ِاَ ان ِا ْم َراَةً ِاَ ْخبَ َر ْتهَا ِاَناهَا ِ َسم َع‬ َ ِ ‫َع ْن‬
َ ‫ِ ُكت‬:ُ‫اِوال َمرْ َوةَِيَقُول‬
ِ ‫بِ َعِلَ ْي ُك ُمِال اس ْع َيِفَاِ ْس َع ْوا‬ َ َ‫صف‬ ‫ِو َسلا َمِبَي َْنِال ا‬
َ ‫َعلَيْه‬
Artinya: “Dari Aisyah binti Syaibah bahwa seorang perempuan telah
menyampaikan kepadanya bahwa dia telah mendengar Nabi Saw bersabda di
antara Bukit Shafa dan Marwah: telah diwajibkan atas kamu sa’i, maka
hendaklah kamu kerjakan.”(HR. Ahmad)26
4. Wukuf di Arafah
Rasulullah Saw bersabda:

ِ‫ِالح ا‬
ِ‫ج‬ َ ‫ك‬ َ ‫ِج ْم ٍعِقَ ْب َلِطُلُوعِالفَجْ رفَقَ ْدِاَ ْد َر‬
َ َ‫ِجا َءِلَ ْيلَة‬
َ ‫ِ َم َن‬,‫الحجُّ ِ َع َرفَة‬
َ
Artinya: “Ibadah haji itu dengan melaksankan wukuf di Arafah. Siapa yang
datang pada malam hari di Mudzalifah sebelum terbit fajar, ia sudah
mendapatkan haji.” (HR. Ibnu Majah)27
F. Wajib Haji
Disamping rukun haji, ada juga serangkaian ibadah yang wajib dilaksanaka, yaitu
wajib haji. yang apabila salah satu ditinggalkan maka ia wajib membayar
dam(denda).28
Secara umum rukun haji, di antaranya ihram dari miqat, wuquf di arafah sampai
terbenam matahari, mermalam (mabit) di Mudzalifah, mabit di mina dua malam
setelah hari idul adha, melempar jumrah, dan thawaf wada’.29

25
Alquran Digital.
26
Said Agil, Fikih Haji, h. 109.
27
Ibid., h. 119.
28
Said Agil, Fikih Haji, h. 32.

9
Sementara itu empat madzhab berbeda pendapat mengenai hal ini. Ulama
madzhab Hanafi ada enam amalan wajib haji, yaitu:
1. Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah.
2. Mabit di Mudzalifah sekalipun sejenak sebelum terbit fajar.
3. Melontar seluruh jumrah(jumrah aqabah setelah salat subuh pada 10 zulhijjah,
jumrah ula, wustha, aqabah pada setiap hari tanggal 11,12,13 zulhijjah)
4. Mencukur atau memotong beberapa helai rambut.
5. Menyembelih hewan setelah bercukur dan thawaf ifadah.
6. Thawaf wada”.30

Kemudian madzhab Maliki menetepakan sebagai berikut:

1. Singgah di mudzalifah dalam perjalanan ke mina.


2. Melontar jumrah aqabah pada 10 zulhijjah sebelum mencukur rambut dan
thawaf ifadah.
3. Mabit di mina setelah thawaf ifadah(11,12,13 zulhijjah).
4. Melontar jumrah pada hari-hari tasyri’(11,12,13 zulhijjah). Setiap jumrah ialah
tujuh kerikil.
5. Mencukur atau menggunting rambut. Bagi wanita cukup dipotong sepanjang
satu ujung jari.
6. Membayar fidyah, menyerahkan hewan kurban untuk mengganti sesuatu yang
batal, dan seeokor kurban untuk haji qiran dan haji tamattu’.31

Selain itu, wajib haji menurut madzhab Syafi’i yaitu:

1. Ihram dari miqat zamani32 dan miqat makani33.


2. Melontar jumrah aqabah pada 10 zulhijjah, dan melontar ketiga jumrah pada
hari-hari tasyri’ sejalan dengan pendapat hanbali.
3. Mabit di mudzalifah sekalipun sejenak dengan syarat hal itu dilakukan setelah
pertengahan malam setelah wuquf arafah. Tidak disyaratkan berhenti(diam),
melainkan cukup sekedar lewat.
4. Mabit di mina sampai tergelincir matahari pada 12 zulhijjah.

29
Adbullah, Fikih Ibadah, h. 469.
30
Said Agil,Fikih Haji,h. 32.
31
Said Agil,Fikih Haji,h. 33-34.
32
Miqat zamani adalah waktu mulai ihram, yaitu bulan syawal, zulqaedah, dan sembilan hari pertama
bulan zulhijjah.
33
Miqat makani adalah tempat memulai ihram.

10
5. Thawaf wada’, jika akan meninggalkan kota mekkah.
6. Menjauhi segala yang diharamkan ketika ihram.34
Sedangkan menurut madzhab Hanbali, wajib haji yakni:
1. Ihram dari miqat yang telah ditentukan syara’.
2. Wuquf di arafah hingga matahari terbenam, jika ia melaksanakannya di siang
hari.
3. Mabit di mudzalifah pada malam nahar (10 zulhijjah).
4. Mabit di mina pada malam-malam tasyri’.
5. Melontar jumrah secara tertib, yaitu di awali dengan jumrah ula (dekat masjid
Khaif), kemudian jumrah Wustha, dan terakhir jumrah aqabah.
6. Mencukur atau menggunting rambut.
7. Thawaf wada’.35

Dalil mabit di Mudzalifah berdasar firman Allah berikut:

         

Artinya: “Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada
Allah di Masy'arilharam(Mudzalifah).(Q.S. Al-Baqarah : 198)36
Dalil melempar Jumrah berdasar sabda Nabi Saw berikut:

ِ‫ِصلاى ِهللاُ ِ َعلَيْه ِ َو َسا ا َم ِاَ ْن ِنَرْ م َي ِالح َجا َرةَ ِبم ْثل ِ َح ْفص‬ َ ‫اَ َم َر‬
َ ‫ِرسُو ُل ِهللا‬
َ ‫ال َح ْذفِفيِ َح ِّج‬
ِ ِ‫ِالو َداع‬
Artinya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami melempar jumrah dengan batu-
baut kecil pada haji wada’.(HR. Al-Thabrani)37

Dalil mabit di Mina berdasar firman Allah berikut:

34
Said agil, Fikih Haji, h. 34-35.
35
Ibid.
36
Alquran Digital.
37
Said Agil, Fikih Haji, h. 137.

11
               

            

Artinya: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang
berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari,
Maka tiada dosa baginya. dan Barangsiapa yang ingin menangguhkan
(keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya, bagi
orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa
kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”(Q.S. Al-Baqarah : 203)38
Dalil mencukur dan memotong rambut berdasar firman Allah berikut:

            

           

     

Artinya: “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang


kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti
akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan
mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut.
Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan
sebelum itu kemenangan yang dekat.”(Q.S. Al-Fath : 27)39
G. Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji
Perbedaan ini terletak pada hukum apabila rukun atau wajib haji ditinggalkan.
Yaitu jika rukun haji ditinggalkan salah satunya saja maka hajinya batal. Sedangkan
untuk wajib haji jika ditinggalkan salah satunya saja maka wajib membayar dam
(denda).

38
Alquran digital.
39
Alquran digital.

12
H. Macam-Macam Haji
Dari segi pelaksanaa ibadah haji dan umrah, dapat dikelompokkan dalam tiga
macam, yaitu haji ifrad, haji tamattu’, dan haji qiran. Hal ini seperti dijelaskan
dalam hadis Nabi Saw. Di bawah ini:

ِ‫ِرسُو ُل ِهللا ِصًلاى ِهللاُ ِ َعلَيْه ِ َو َسلا َم ِ َعا َم ِ ُحجاة‬ َ ‫ِخ َرجْ نَا َم َع‬ َ :‫ت‬ ْ َ‫َع ْن ِ َعائ َشةَ ِقَال‬
ِ‫صلاى‬ َ ِ ‫ِ َواَهَ ال ِ َرسُو ُل ِهللا‬, ِّ‫ِومنااِ َم ْن ِاَهَ ال ِب ْل َحج‬ َ ‫الو َداع ِفَمنااِ َم ْن ِاَهَ ال ِب ُع ْم َر ٍة‬ َ
ْ ‫ا‬
ٍِّ‫ِفَا َ اماِ َم ْن ِاَهَ ال ِب ُع ْم َر ٍة ِفَ َح ال ِبقُ ُد ْومه ِ َواَ اما َم ْن ِاَهَ ال ِب َحج‬, ِّ‫ِوسل َم ِبل َحج‬ َ ‫هللاُ ِ َعلَيْه‬
ِ
ِ ِ‫انِيَ ْو ُمِالناحْ ر‬َ ‫ِوال ُع ْم َرةِفَلَ ْمِيَحلاِ َحتاىِ َك‬ َ ِّ‫ِالحج‬
َ ‫َو َج َم َعِبَي َْن‬
Artinya:”Dari Aisyah r.a. berkata: Kami berangkat menunaikan haji bersama
Rasulullah Saw. Pada tahun haji wada’. Di antara kami ada yang berihram untuk
umrah, ada yang berihram untuk haji dan umrah, dan ada pula yang berihram
untuk haji saja. Rasulullah Saw. Sendiri berihram untuk haji. Orang yang
berihram untuk umrah, bertahallul ketika berada di Baitullah. Sedangkan orang
yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah, maka ia tidak
bertahallul sampai ia selesai melakukan amalan pada hari Nahar. (HR Bukhari,
Muslim, Ahmad, Malik)40
1. Haji Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad,
yaitu seseorang bermaksud menyendirikan, baik hajinya ataupun umrahnya.
Artinya tidak sekaligus melaksanakan keduanya.41 Apabila ingin
melaksanakan keduanya, yaitu yang pertama ibadah haji terlebih dahulu
sampai selesai, baru dilanjutkan ibadah umrah, atau umrahnya dapat dilakukan
lain waktu. Dalm cara ini tidak dikenakan dam (denda).42
2. Haji Tamattu’
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang atau bersantai-santai. Dalam
cara yang kedua ini, yaitu ihram untuk umrah di bulan-bulan haji. Setelah
umrah selesai baru melaksanakan ibadah haji.43 Artinya datang lebih awal
untuk umrah dan dilanjutkan ibadah haji. Dalam cara ini dikenakan dam
(denda).44 Ini berdasar firman Allah berikut:

40
Said Agil, Fikih Haji, h. 43-44.
41
Ibid., h. 44.
42
Zakiah Darajat, Haji ibadah yang unik, , jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1992, h. 85.
43
Said Agil, Fikih Haji, h. 49.
44
Zakiah, Haji, h. 85.

13
               

            

Artinya: “Apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin
mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam
masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna.”(Q.S. Al-Baqarah : 196)45

3. Haji Qiran
Kata qiran berarti menggabungkan. Cara disini yaitu melaksanakan
ibadah haji dan umrah sekaligus dalam satu niat.46 Karena itu cara ini juga
dikenakan dam (denda).47 Dalilnya seperti pada haji Tamattu’ di atas.
I. Hal-Hal yang Terlarang dalam Ihram
Orang yang berihram haram melakukan sepuluh perkara:
1. Memakai pakaian berjahit
Jika seorang laki-laki berihram, haram baginya melakukan beberapa
hal seperti mengenakan yang bisa disebut pakaian di seluruh badannya,
termasuk kepalanya. Baik kain yang berjahit, seperti baju atau celana, maupun
kain yang tidak berjahit, seperti sorban dan tapih. Berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

ِ‫ِو َسلا َم ِ َما ِيَ ْلبَسُ ِال ُمحْ ر ُم ِم َن‬


َ ‫ِصلَى ِهللاُ ِ َعلَيْه‬
َ ‫ي‬‫ِرج ًَُل ِ َسا َ َل ِالناب ا‬
َ ‫اَ ان‬
َِ‫ْص ِ َوالَ ِالع َما َمة‬َ ‫ ِالَتَ ْلبَسُوا ِم َن ِال ِّشيَاب ِالقَمي‬:‫ال‬ َ َ‫ال ِّشيَاب؟ ِفَق‬
ِ‫اف ِاالااَ ْن ِالَيَج َد ِالنا ْعلَيْن ِفَيَ ْلبَس‬
َ َ‫ِوالَالخف‬
َ ‫س‬َ ‫ِوالَ ِالبَ َران‬
َ ‫َوالَالس َاراو ْيَلَت‬
ُِ‫ ِ َوالَ ِتَ ْلبَسُوا ِم َن ِال ِّشيَاب ِ َما َم اسه‬,‫ِواليَ ْقطَ ْعهُ َماَاَ ْسفَ َل ِم َن ِال َك ْعبَيْن‬
َ ‫ال ُخفايْن‬
ُِ ‫َورْ سُ ِاَ ْو َز ًغفَ َر‬
ِ ‫ان‬

45
Alquran digital.
46
Said Agil, Fikih Haji, h. 53.
47
Zakiah, Haji, h. 85.

14
Artinya:“Bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi
s.a.w.: Pakaian apa yang halal dipakai oleh orang yang sedang berihram?
Rasulullah s.a.w. menjawab: Kamu jangan memakai pakaian yang berupa
gamis, sorban, celana, atau kopiah panjang atau memakai sepasang muzah,
kecuali jika kamu tidak menemukan sepasang terompah. Jika demikian kamu
boleh memakai muzah, dan muzah itu hendaknya kamu potong bagian bawah
mata kaki. Dan janganlah kamu pakai pakaian yang terkena minyak Waras
atau Za’faran”.
2. Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka bagi perempuan
Adapun mengenai kepala, karena sabda Rasulullah s.a.w sehubungan
adanya seseorang yang sedang berihram terjungkal dari untanya lalu mati:

ُ ‫ُواِر ْا َسهُِفَاناهُِيُ ْب َع‬


‫ثِيَ ْو َمِالقيَاِ َمةِ ُملَبِّيٍّا‬ َ ‫الَتُ َخ ِّمر‬
Artinya:“Jangan kamu tutupi muka orang ini, karena ia akan dibangunkan
besok pada hari kiamat dalam keadaan berihram dan membaca talbiyah”.
(HR Bukhari Muslim)
Tidak ada perbedaan, apakah pakaian itu terbuat dari kapas, linen atau
dari kulit atau bulu. Yang jadi patokan: Orang wajib membayar fidyah
(tebusan) apabila ia menutupi dengan sesuatu yang dianggap menutupi,
sehingga andai kata orang itu melabur (melumuri) kepalanya dengan tanah liat
sampai menebal, wajib membayar fidyah. Tidak dianggap menutupi,
meletakkan tangan di kepala, atau menyunggi (menjunjung) bakul dan
sebagainya di atas kepala.48
Jadi patokannya: Seseorang itu wajib membayar fidyah karena sesuatu
yang boleh disebut menutupi kepala. Menutupi kepala seluruhnya maupun
hanya sebagian. Tidak wajib membayar fidyah karena menutupi kepalanya
dengan tangan orang lain menurut mazhab yang kuat.49
3. Menyisir rambut
Menyisir rambut hukumnya makruh dalam ihram, demikian pula
mengaru-garu rambut dengan kuku. Demikian dikatakan oleh Nawawi di
dalam Syarah Al-Muhadzab. Jadi andai kata orang itu menyisir rambutnya lalu
ada rambut yang rontok, wajib membayar fidyah. Kemudian apabila ia ragu-
ragu, apakah rontoknya karena sisiran atau rontok dengan sendirinya, menurut

48
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husni, Kifayatul Akhyar (kelengkapan Orang
Saleh), Surabaya: CV Bina Iman, cet. II, 1995, h. 510.
49
Ibid.

15
qaul yang rajih tidak wajib membayar fidyah, karena menurut asal, orang itu
bebas dari tanggungan.50
4. Mencukur rambut
Adapun menghilangkan rambut dengan jalan mencukur, maka
hukumnya haram, karena firman Allah s.w.t.:

       


Artinya:“Dan janganlah kamu mencukur (rambut) kepalamu sebelum kurban
sampai di tempat sembelihannya” (Q.S. Al-Baqarah: 196)51
Tidak dibedakan antara rambut kepala dan rambut seluruh badan. Dan
tidak dibedakan pula antara mencukur, membubut (mencabut), menggunting
dan membakar rambut. Demikian pula menghilangkan rambut dengan cara
diberi kapur atau semisalnya. Andaikata pengarang menggunakan kata-kata
izalah tentu dapat mencakup penghilangan rambut dengan jalan sebagaimana
yang telah disebutkan ini.52
5. Memotong kuku
Menghilangkan kuku sama dengan menghilangkan rambut. Tidak ada
perbedaan antara menggunting, menggigit dengan gigi, memecah kuku dan
lain sebagainya. Demikian pula tidak ada perbedaan antara sekerat kuku
ataupun banyak, seperti halnya rambut.53
6. Menggunakan wangi-wangian
Diantara perkara-perkara yang diharamkan sebab ihram ialah
menggunakan wangi-wangian pada pakaian dan badan, karena menggunakan
wangi-wangian itu menunjukkan bersenang-senang. Sedangkan orang yang
haji mesinya harus kusut rambutnya dan badannnya harus penuh debu. Tidak
ada perbedaan antara memakai wewangian di bagian luar badan atau di bagian
dalam, seperti menghirup minyak wangi atau memasukkan minyak wangi ke
lubang hidung.54
Jika menggunakan wangi-wangian hukumnya haram, maka makan
yang mengandung wangi-wangian yang jelas rasanya, warnanya dan baunya
hukumnya juga haram. Karena orang itu menggunakan wangi-wangian dan

50
Ibid., h. 512.
51
Alquran digital.
52
Ibid.
53
Ibid., h. 513.
54
Ibid.

16
bersenang-senang. Jika yang jelas rasanya dan baunya juga haram. Demikian
pula rasa dan warnanya, atau baunya saja.55
7. Membunuh hewan buruan
Para Ulama telah sepakat mengenai haramnya membunuh hewan
buruan tersebut bagi orang yang sedang berihram. Yang disebut hewan buruan
ialah binatang yang berperangai liar, yang tidak dapat ditangkap kalau tidak
dengan menggunakan tipu muslihat. Yang dimaksud berperangai liar, artinya
bintang tersebut termasuk jenis binatang liar. Jadi tidak ada perbedaan antara
yang sudah jinak dan yang belum, hewan liar dan burung, karena burung juga
termasuk liar.56
Di samping haram membunuh, memburu hewan juga diharamkan.
Mengganggu hewan buruan tanah haram dengan jalan menyakiti anggota
tubuhnya atau melukainya dan lain-lain sebagainya, juga diharamkan.
Haramnya memburu ini berdasarkan dalil Ijmak Ulama dan nash al-Qur’an
juga telah melarang berburu hewan darat. Allah s.w.t. berfirman:

              

Artinya:“Dan diharamkan atasmu berburu binatang darat, selama kamu


dalam ihram”.(Q.S. Al-Maidah: 96)57
8. Berakad nikah
Orang yang berihram haram melakukan akad nikah, atau menikahkan
orang lain, sebagai wakil atau sebagai wali, wali khusus maupun wali umum.
Andai kata orang yang berihram melakukan akad nikah atau menikahkan
orang lain, batal akad nikahnya, karena larangan ini boleh berarti haram dan
rusak apa yang dilakukan. Batalnya nikah tersebut sudah menjadi ijmak
Ulama.58
9. Jimak
Sebagaimana haramnya melakukan akad nikah, juga haram menjimak.
Yakni memasukkan ujung (hasyafah) kemaluan (laki-laki) ke dalam farji
(wanita). Baik farji muka maupun farji belakang (dubur), baik yang dimasuki

55
Ibid., h. 514.
56
Ibid.
57
Alquran digital.
58
Ibid., 516.

17
itu orang laki-laki maupun wanita, anak Adam maupun binatang Karena
firman Allah s.w.t.:59

       

Artinyua:“Maka tidak boleh menjimak, tidak boleh berbuat fasiq (maksiat)


dan tidak boleh berbantah-bantahan”. (Q.S. Al-Baqarah: 197)60
10. Bersentuhan dengan wanita dengan syahwat
Di samping haram menjimak, juga haram bersentuhan dengan wanita
pada anggota tubuh selain farji dengan syahwat, demikian pula hukumnya
haram mengeluarkan mani dengan tangan. Sebab apabila segala sesuatu yang
merangsang jimak hukumnya haram, seperti memakai wangi-wangian dan
akad nikah, maka sudah tentu menjadikan perkara-perkara ini haramnya
adalah lebih utama. Dan perkara-perkara ini juga diharamkan bagi orang yang
i’tikaf. Oleh karena itu bagi orang yang berihram haji tentulah lebih kuat
pengharamannya.61
J. Perbedaan Haji dengan Umrah
Haji dan umrah adalah ibadah yang menurut kaca mata orang awam Indonesia
sama “pergi ke Mekkah”. Namun, sejatinya memiliki perbedaan yang sangat
penting. Ibadah haji yang sering disebut dengan haji besar, hanya sah bila
dilaksanakan pada musim haji yaitu bulan haji. Sedangkan umrah, kapanpun
seseorang ingin pergi beribadah umrah maka itu bisa dan sah dilaksanakan.
Artinya, ibadah umrah dapat ditunaikan setiap waktu.
Dalam prakteknya juga terdapat perbedaan, orang yang menjalankan ururtan-
urutan ibadah haji berarti ia sudah melakukan praktek umrah. Karena umrah
hanya terdiri dari niat, thawaf dan sa’i, serta tahallul. Sedangkan haji, meliputi
semua tata cara umrah ditambah dengan wukuf di ‘Arafah, bermalam di
Muzdalifah dan di Mina, serta melempar jumrah.
K. Hukum Dan Dasar Hukum Umrah
Umrah berasal dari bahasa Arab yaitu I’tamara berarti berkunjung atau ziarah.
Kata ini juga berarti meramaikan tanah suci Mekah yang di situ terletak Masjidil
Haram dan di dalamnya terdapat Ka’bah. Namun demikian, umrah dalam konteks
ibadah tidak sekedar berarti meramaikan, melainkan lebih dari itu, yaitu orang
59
Ibid.
60
Alquran digital.
61
Ibid.

18
yang melaksanakannya dituntut agar dapat mengambil manfaat dari umrahnya,
karena sebagaimana haji, aktivitas umrah merupakan refleksi dari pengalaman
hamba-hamba Allah, yaitu Ibrahim As dan putranya Ismail As.62
Dalam fikih disebutkan bahwa setiap umat Islam itu wajib melakukan ‘umrah
satu kali seumur hidup. Demikian juga haji, tetapi sebetulnya kalau orang sudah
berhaji maka dengan sendirinya orang itu sudah ber-‘umrah. Sebab ‘umrah itu
menjadi bagian dari haji. Sebaliknya, kalau orang hanya melakukan ‘umrah maka
belum bisa orang itu disebut berhaji. Sebab, ‘umrah itu hanya dibatasi pada tempat
suci yang paling utama saja, yaitu sekitar Ka’bah dan Shafa’-Marwah-Arafah,
Mina, Muzdalifah, dan sebagainya.63
Para pengikut mazhab Syafi’I dan Hanbali berpandangan bahwa ‘umrah
hukumnya fardhu ain (wajib bagi setiap individu) yang mampu, sebagaimana
halnya ibadah haji. Kedua ibadah ini, sama-sama diperintahkan Allah untuk
dikerjakan dan disempurnakan sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya:

    

Artinya:“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah”. (Q.S. Al-
Baqarah: 196)64
Kewajiban umrah ini dipertegas lagi dalam hadis Nabi s.a.w yang artinya:
“Dari Aisyah berkata: Wahai Rasulullah adakah kewajiban berjihad bagi kaum
wanita? Rasulullah menjawab: Ya, bagi mereka ada kewajiban berjihad tanpa
pertempuran, yaitu haji dan umrah”. (H.R. Ahmad dan Ibn Majah)
L. Rukun Umrah
1. Miqat
2. Thawaf
3. Sa’i
4. Tahallul
5. Tertib
M. Wajib Umrah
1. Ihram dari miqat
2. Mencukur atau memendekkan rambut.65

62
Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawwar, M.A., Drs. H. Abdul Halim, M.A., Fikih Haji, Jakarta:
Ciputat Press, 2003, h. 277.
63
Dr. Nurcholis Madjid, Perjalanan Religius ‘Umrah dan Haji, Jakarta: Paramadina, 1997, h. 4.
64
Alquran digital.

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Haji adalah perjalanan mengunjungi baitullah untuk melaksanakan serangkaian
ibadah pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
Hukum ibadah haji ialah wajib bagi yang mampu.
Tujuan diwajibkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untuk memperingati
serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim sebagai penggagas
syari’at Islam.
Syarat wajib haji adalah muslim, mukallaf, merdeka, dan mempunyai kemampuan.
Rukun haji adalah ihram, thawaf, sa’i, dan wuquf di Arafah.
Wajib haji adalah ihram dari miqat, wuquf di arafah sampai terbenam matahari,
mermalam (mabit) di Mudzalifah, mabit di mina dua malam setelah hari idul adha,
melempar jumrah, dan thawaf wada’.
Perbedaan rukun haji dan wajib haji terletak pada hukumnya apabila melanggarnya
atau tidak dilaksanakan salah satu dari rukun atau wajib haji. Jika salah satu rukun haji
tidak dilaksanakan maka hajinya batal, tetapi jika itu yang salah satunya tidak lakukan
maka hajinya tidak batal tetapi wajib membayar dam(denda).
Macam-macam haji ada tiga, yaitu haji ifrad, haji tamattu’, dan haji qiran.
Hal-hal yang terlarang dalam ihram ada sepuluh, yaitu Memakai pakaian berjahit,
Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka bagi perempuan, Menyisir rambut,
Mencukur rambut, Memotong kuku, Menggunakan wangi-wangian, Membunuh hewan
buruan, Berakad nikah, Jimak, dan Bersentuhan dengan wanita dengan syahwat.
Perbedaan umrah dengan haji di antaranya pada waktu pelaksanaannya. Ibadah haji
harus dilaksanakan pada bulan haji, sedangkan umrah bisa dilaksanakan kapan saja.
Perbedaan lain juga pada pelaksanaannya, jika umrah terdiri dari ihram, thawaf dan sa’i,
serta tahallul. Sedangkan haji, meliputi semua tata cara umrah ditambah dengan wukuf di
‘Arafah, bermalam di Muzdalifah dan di Mina, serta melempar jumrah.
Hukumnya wajib bagi yang mampu.
Rukun umrah di antaranya Miqat, Thawaf, Sa’i, Tahallul, dan Tertib.

65
Abdullah bin Muhammad, Fikih Ibadah, h. 466.

20
Wajib Umrah ada dua Ihram dari miqat dan mencukur atau memendekkan rambut.
B. Saran
Dalam makalah yang jauh dari sempurna ini, tentunya terdapat banyak kesalahan-
kesalahan. Terutama mengenai pendapat-pendapat penulis pribadi. Karenanya, penulis
membuka pintu kritik dan saran yang luas, untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Fikih Ibadah Fatwa Ibadah
Fadhilatus Syaikh Muhammad Bin Salih Al-Utsmani, terj. Taufik Aulia
Rahman, Surakarta: Media Zikir, 2010.
Abu Bakar bin Muhammad al-Husni, Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar
(kelengkapan Orang Saleh), Surabaya: CV Bina Iman, cet. II, 1995.
Agil Husain Al Munawar, H. Said, H. Abdul Halim, Fikih Haji, Penuntunan Jama’ah
Haji Mencapai Haji Mabrur, Jakarta Selatan: Ciputau Press, 2003.

Alquran Digital.
Darajat, Zakiah, Haji ibadah yang unik, , jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama,
1992.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 5, terj. Mahyuddin Syaf, Bandung: Alma’arif, cet. XIV,
1978.

Syarifuddin, Prof. Dr. Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada Media, 2003.

Sya’bi, Achmad, Kamus An-Nur Bahasa Arab-Indonesia-Arab, Surabaya: Halim


Jaya.

22

Anda mungkin juga menyukai