Anda di halaman 1dari 35

INTERPRETASI HASIL ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) PADA

PASIEN ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DI


RUANG CVCU RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Pembimbing Akademik : Ns. Elvi Oktarina, M.Kep, Sp.Kep.MB

Pembimbing Klinik : Ns. Lina Yerni Parlina, S.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok H’18

Nana Arfi Surya, S.Kep 1841312078


Uci Ramadhani Anwar, S.Kep 1841312074
Yara Agustin, S.Kep 1841312072

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat Nya
yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat serta salam
dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan
hidayah Nya, penulis telah dapat menyelesaikan Proposal ini dengan judul “
Interpretasi Hasil Elektrokardiogram (EKG) pada Pasien STEMI di Ruang
CVCU RSUP Dr. M. Djamil Padang”
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Ns. Elvi
Oktarina, M.kep, Sp.Kep.MB sebagai pembimbing penulis yang telah dengan
telaten dan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyusun proposal ini.
Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada pembimbing klinik Ibu
Ns. Lina Yerni Parlina, S.Kep, yang telah banyak memberi motivasi, nasehat dan
bimbingan selama penulis mengikuti praktek profesi Ners keperawatan Gawat
Darurat.
Penulis menyadari bahwa proposal ini ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya harapan penulis semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Juli 2019

Kelompok H’18

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar isi ............................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Manfaat .................................................................................................... 3
BAB II Tinjauan Teoritis
A. Stemi
1. Definisi .............................................................................................. 4
2. Etiologi .............................................................................................. 4
3. Manifestasi ....................................................................................... 5
4. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 5
5. Penatalaksanaan ................................................................................ 7
6. Komplikasi ……. ……………………………...…………………... 7
B. EKG ......................................................................................................... 8
1. Definisi ................................................................................................ 8
2. Tujuan dan Indikasi ............................................................................. 9
3. Interpretasi EKG ................................................................................. 9
C. Gambaran Hasil EKG pada Pasien STEMI ............................................. 21
BAB III Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
A. Laporan interprestasi kasus .................................................................... 25
BAB IV Penutup
B. Kesimpulan.............................................................................................. 30
C. Saran ........................................................................................................ 30
Daftar Pustaka ………………………………………………………………. 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
(Firdaus I, 2012). SKA merupakan spektrum klinis yang mencakup angina
tidak stabil, infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011). STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi
tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen sehingga dapat menyebabkan kematian
jaringan tersebut (Karson, 2012)
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat (Alwi,
2009). Sekitar 865.000 penduduk Amerika menderita infark miokard akut per
tahun dan sepertiganya menderita STEMI (Yang et al., 2008). Pada tahun
2013, sebanyak ± 478.000 penduduk di Indonesia didiagnosa menderita
penyakit jantung koroner, berdasarakan presentasi infark miokard pada saat ini
prevalensi STEMI meningkat dari 25% hingga 40%. Sumatera Barat
merupakan provinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi ke-4 di
Indonesia yaitu 15,4% setelah provinsi Sulawesi Tengah (16,9%), Aceh
(16,6%) dan Gorontalo (16,0%) dengan presentasi penderita STEMI yaitu
sebanyak 52 % dari keseluruhan kasus sindroma koroner akut (Depkes RI,
2013). Hasil penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2012 juga
menunjukkan bahwa STEMI merupakan kejadian SKA yang terbanyak dari
keseluruhan kejadian SKA yang memiliki gula darah tidak normal, yaitu
sebesar 40% (Valerian et al., 2015). Penelitian lain di RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada pasien STEMI yang dilakukan tindakan IKPP didapatkan bahwa
laki-laki lebih banyak yang menderita STEMI (87,5%) dibandingkan

1
perempuan dan usia terbanyak yaitu rentang 54,65±7,77 (Ilhami YR et al.,
2015).
STEMI memiliki tanda dan gejala tertentu, gejala utama adalah nyeri
dada yang terjadi secara mendadak, terus menerus dan tidak mereda biasanya
dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, peningkatan
enzim jantung dan terdapat ST elevasi pada pemeriksaan EKG (AHA, 2013).
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik yang
dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan tubuh
(Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk mendeteksi aritmia,
iskemia, cedera, dan infark miokard. Elektrokardiogram merupakan
pemeriksaan diagnostik yang penting pada jantung. Saat ini pemeriksaan
jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang lengkap (Pratanu et al,
2009). memperlihatkan keabnormalan pada rekaman EKG-nya (Gray et al,
2005).
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung,
namun EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu
kontraktilitas jantung. EKG dapat mencatat aktivitas listrik miokardium dari 12
posisi yang berbeda, yaitu 3 posisi bipolar yang terdiri dari lead I, lead II, lead
III, 3 posisi unipolar yang terdiri aVR, aVL, aVF, dan 6 posisi dada
(perikordial) yang terdiri dari V1, V2, V3, V4, V5, V6 (Darma, 2010).
Pada penderita STEMI terjadi oklusi total dari arteri koroner
menyebabkan area infark yang lebih luas yang meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG,
gelombang T yang tinggi, gelombang QRS yang menandakan adanya nekrosis
(Corwin, 2009).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan proposal ini adalah untuk dapat mengetahui
bagaimana hasil elektrokardiogram (EKG) pada pasien yang menderita
STEMI yang dirawat di ruang CVCU RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

2
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengertian dari STEMI dan Patofisiologinya
b) Mengetahui hasil elektrokardiogram (EKG) normal
c) Mengetahui hasil elektrokardiogram (EKG) pada pasien dengan STEMI

C. Manfaat
Adapun manfaat penulisan adalah :
1. Bagi institusi pendidikan kesehatan
Sebagai referensi dan tambahan infomasi dalam peningkatan dan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang tentang asuhan keperawatan gawat
darurat.
2. Bagi profesi keperawatan
Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan STEMI.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)


1. Definisi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
(Firdaus I, 2012).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat infusiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai
keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada
pemeriksaan EKG. (Sudoyo, 2016).

2. Etiologi
Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang
tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat diubah (Muttaqin, 2010):
1) Faktor yang tidak dapat dirubah
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras
d) Riwayat keluarga
2) Faktor resiko yang dapat dirubah
a) Merokok
b) Hiperlipidemia
c) Hipertensi
d) Diabetes mellitus.
e) Gaya hidup monoton
f) Stres Psikologik

4
3. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung
≥ 20 menit. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada atau
epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan, abdomen, punggung,
rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
b. Respiratory
1) Nafas yang memendek, dispnea, takipnea
2) Krakles dapat terdengar jika ada kongesti pulmonary
3) Dapat pula disertai edema paru
c. Gastrointestinal
Mual dan muntah
d. Urinary
Penurunan keluaran urin dapat mengindikasikan syok kardiogenik
e. Integumen
Dingin, berkeringat, diaforesis, dan pucat, dapat muncul karena
stimulus dari kurangnya kontraktilitas yang dapat mengindikasikan
adanya shock kardiogenik. Oedema dapat muncul karena kurangnya
kontaktilitas.

4. Pemeriksaan Penunjang
1. Electrocardiograf (ECG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal
miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri
koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q.
Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI
inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.

5
Tabel 2. Lokasi Miokard Infark Berdasarkan Gambar EKG
(Ramrakha, 2006)
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
3 Anterolateral
dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan
4 Lateral inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan
aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
5 Inferolateral
dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
6 Inferior
aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
7 Inferoseptal
V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
8 True posterior
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
9 RV Infraction
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.

2. Serum Cardiac Biomarker


Waktu Awal Waktu Puncak Waktu
Marker Peningkatan Peningkatan Kembali Nilai Rujukan
(jam) (jam) Normal
CK 4–8 12 – 24 72 – 96 jam
CK-MB 4–8 12 – 24 48 – 72 jam 10-13 units/L
Mioglobin 2–4 4–9 < 24 jam < 110 ng/mL
LDH 10 – 12 48 – 72 7 – 10 hari
Troponin I 4–6 12 – 24 3 – 10 hari < 1,5 ng/mL

6
Troponin T 4–6 12 – 48 7 – 10 hari < 0,1 ng/mL

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Oksigen
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg.
d. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut.
e. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selain nitrat mungkin efektif.
f. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan
mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump
failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.

6. Komplikasi
a) Disfungsi ventrikel
b) Gagal pemompaan (pump failure)
c) Aritmia
d) Gagal jantung kongestif
e) Syok kardiogenik

7
f) Edema paru akut
g) Disfungsi otot papilaris
h) Defek septum ventrikel
i) Rupture jantung
j) Aneurisma ventrikel
k) Tromboembolisme
l) Perikarditis

B. Electrocardiogram (EKG)
1. Definisi
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik
yang dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan
tubuh (Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk
mendeteksi aritmia, iskemia, cedera, dan infark miokard.
Elektrokardiogram merupakan pemeriksaan diagnostik yang penting pada
jantung. Saat ini pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap
kurang lengkap (Pratanu et al, 2009). memperlihatkan keabnormalan pada
rekaman EKG-nya (Gray et al, 2005)
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas
listrik jantung (Price, 2006). Sewaktu impuls jantung melewati jantung,
arus listrik akan menyebar ke jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian
kecil dari arus listrik ini akan menyebar ke segala arah di seluruh
permukaan tubuh. Impuls yang masuk ke dalam jantung akan
membangkitkan sistem konduksi pada jantung sehingga terjadi potensial
aksi. Dalam potensial aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang
terjadi, yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam
ketika gelombang rangsang listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem
penghantar menuju miokardium untuk merangsang otot berkontraksi.
Sedangkan repolarisasi adalah pemulihan listrik kembali.

8
2. Tujuan dan Indikasi
a. Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :
1) Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia
2) Kelainan-kelainan otot jantung
3) Pengaruh/efek obat-obat jantung
4) Ganguan -gangguan elektrolit
5) Perikarditis
6) Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan
ventrikel
7) Menilai fungsi pacu jantung.
b. Indikasi dari penggunaan EKG
1) Kelainan miokard seperti infark
2) Pasien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
3) Gangguan elektrolit
4) Perikarditis
5) Pembesaran jantung
6) Kelainan penyakit inflamasi pada jantung.
7) pasien di ruang icu/cvcu

3. Interpretasi EKG
Secara sistematis, interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan:
a. Frekuensi (QRS rate)
Menentukan frekuensi jantung (QRS rate)
1) 300/jumlah kotak besar antara R-R
2) l500/iumlah kotak kecil antara R-R
3) Mengukur EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumtah
gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau
dalam 12 detik dikali dengan 5

9
b. Ritme/irama jantung
Menentukan irama jantung
Karakteristik Sinus ritme adalah:
1) Rate : 60-100 x/menit.
2) Ritme : IntervaL P-P reguter, interval R-R reguter
3) Getombang P : Positif (upright) di Lead II, setatu diikuti oleh
kompteks QRS
4) PR interval : 0.12-0.20 detik dan konstan dari beat to beat
5) Durasi QRS kurang dari 0.10 détik kecuali gangguan konduksi
intraventiikeL

c. Morfotogi gelombang P (ada/tidak ketainan atrium kir atau atrium


kanan)
1) Gelombang P yang normal adalah gelombang P yang sumber
pacemakernya berasal dan SA node. Maka dari itu morfologi
gelombang P yang berasal dan SA node dari beat ke beat lainnya
harus mempunyai morfologi gelombang yang sama persis baik
panjang, tinggi, maupun lebarnya. Dengan ketentuan sebelum
10
terbentuknya gelombang P harus diawali dari garis isoelektrik dan
setelah terbentuk gelombang P harus kembali lagi ke garis
isoelektrik.
2) Normal gelombang P : Tingginya tidak boleh melebihi 2.5 mm dan
lebarnya juga tidak boleh melebihi 2.5 mm.
3) Gelombang P yang mempunyai voltase sangat rendah atau
mendekati garis isoelektrik adalah merupakan salah satu tanda
adanya gangguan keseimbangan elektrolit yaitu Hyperkalemi.
4) Gelombang P memiliki tinggi lebih dari 2.5 mm bahkan mencapai 3
mm dengan morfologi gelombang P yang runcing dinamakan P
Pulmonal yang menandakan adanya pembesaran atrium kanan.
Pembesaran atrium kanan tidak bisa berdiri sendiri, akan tetapi
biasanya disertai dengan kelainan lainnya seperti kelainan pada
katup triskupid, ventrikel kanan, arteri pulomnal atau penyakit paru-
paru yang menyebabkan tekanan di jantung kanan lebih darinormal
yang nantinya bisa menyebabkan pembesaran pada jantung kanan.
5) Gelombang P yang melebar dengan adanya lekukan dan melebihi 2.5
mm dinamakan P mitral yang menandakan adanya pembesaran otot
atrium kiri. Seperti halnya derigan pembesaran atrium kanan,
pembesaran atrium kiri juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada
kelainan lain yang menyertainya seperti keainan katup mitral dan
kelainan ventrikel kiri.

11
d. IntervaL PR
1) Normal PR interval adalah 3 - 5 mm atau 3 kotak kecil sampai 5
kotak besar atau 0.12 - 0.20 detik.
2) Apabila PR interval melebihi 5 mm atau > 0.20 detik menandakan
adanya AV blok.

e. Kompleks QRS
1) Normal kompleks QRS lebarnya tidak boleh melebihi 3 mm / 0,12
detik
2) Apabila kompleks QRS memiliki lebar yang melebihi 3 mm / 0,12
detik akan mempunyai arti klinis yang penting seperti LBBB, RBBB,
VT, VES.

Morfotogi (ada/tidak getombang Q patologis atau getombang R


tinggi di V1)
Gelombang Q
a. Normal gelombang Q dalamnya tidak boleh melebihi 1/3 atau 25%
dari tinggi gelombang R.
b. Lebar gelombang Q tidak bolel melebihi 0.04 detik.
c. Jika gelombang Q dalamnya lebih dari 1/3 atau 25% dari tinggi
gelombang R dan lebarnya lebih dan 0.04 detik dinamakan Q
patologis.

12
d. Q patologis mengindikasikan adanya old Ml (Myocardiac
infarction) atau bisa juga acut atau recent MI jika disertai dengan
perubahan morfologi ST segmen atau T segmen.
e. Q patologis disertai dengan ST segmen elevasi kemungkinan besar
adanya acut MI (Gambar 47. A).
f. Q patologis disertai dengan positif gelombang T kemungkinan besar
adanya old Ml (Gambar 47. C).
g. Q patologis disertai dengan ST segmen elevasi tapi gelombangT
sudah mulai inverted kemungkinan besar Recent MI
(Gambar 47. B).
Kita tidak bisa menegakkan diagnosa infark miokardium dengan
hanya menggunakan Q patologis, jadi pemeriksaan laboratory dan
klinis pasien sangat penting sekali dan tentunya riwayat kesehatan juga
penting sekali.

Gelombang R
a. Pada sadapan precordial, gelombang R yaig normal adalah
gelombang R kecil di V1 dan secara progressif voltase gelomhang R
bertambah tinggi dari V1 sampal V6
b. Apabila kita tidak menemukan gelombang R kecil di Vi dan
voltasenya dan tidak mengalami penambahan voltase secara
progressip, maka pada sandapan precordial adanya poor R wave
progression. Poor wave progression mngindikasikan brbagai macam

13
kelainan seperti LBBB, Ml antrior, penyakit paru-paru kronis,
hypothyroid, cairan di pericardial atau kegemukan.
c. Gelombang R yang tingginya melebihi voltase gelombang S di lead
V1, mengindikasikan adanya pembesaran ventrikel kanan atau RVH.
d. Pada kasus RBBB juga ditemukan gelombang R yang tinggi
e. Gelombang R yang tinggi pada lateral lead (I, aVL, V5, V6),
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri(LVH).
f. Tinggi gelombang R di lead I atau aVL yang melebihi 15 mn atau 20
mm dan tinggi gelombang R di V5 / V6 melebihi 25 mm dicurigai
adanya pembesar ventrikel kiri (LVH).
g. Gelombang R yang kecil di lead II, aVF dengan morfologi komplek
QRS (rS) disertai dengan left aksis deviasion (LAD) kemungkinan
besar adanya blok di anterior fasicular cabang dan LBB atau biasa
dikenal dengan LAFB (Left Anterior Fasicular Blok).

Gelombang S
a. Seperti halnya dengan gelombang R, gelombang S pada prekordial
lead dan V1sampal V6 mengalami penurunan voltase secara
progressif.
b. Gelombang S di lead prekordial (V1 atau V2) dengan voltase
melebihi 25 mm, mengindikasikan kemungkinan adanya pembesar
ventrikel kiri (LVH).
c. Gelombang S di lead prekordial (V5 atau V6) dengan voltase
melebihi 5 - 7 mm dan lebar disertai dengan adanya RAD (Right
Aksis Deviation), yang mengindikasikan adanya pembesaran

14
ventrikel kanan (RVH) atau adanya blok di cabang bundle kanan
(RBBB = Right Bundle Branch Blok).

f. Segmen ST (ada/tidak iskemik atau injuri)


ST Segmen Depresi
1) ST Segmen merupakan bagian dan morfologi EKG yang sangat
penting sekali dalam mendiagnosis kelainan jantung.
2) Jangan dilupakan titik J point, dan titik J inilah kita bisa mengukur
ST segmen apakah mengalami depresi atau elevasi.
3) Normal ST segmen tidak boleh berdefleksi positif melebihi 2 mm
dan berdefleksi negatif tidak boleh melebihi 1 mm. Kapan kita bisa
mengatakan ST segmen mengalami depresi ? Secara teori
dikatakan bahwa ST segmen merigalami depresi apabila ST
segmen berada di bawah garis isoelektrik yang melebihi 1 mm.

4) ST segmen depressi akan ditemukan pada lead dimana sebagai lead


yang bersebrangan atau opposite terhadap lead yang merekam
daerah otot jantung yang mengalami serangan jantung atau STEMI.
Misalnya ditemukan gambaran EKG dengan serangan jantung atau
STEMI di daerah inferior (Lead II, lii, aVF) maka kita akan
menemukan ST depresi disalah satu atau lebih pada lead I, aVL.

15
Segmen Elevasi
1) ST Segmen elevasi identik sebagai tanda adanya injuri pada otot
jantung yang mengenai lapisan otot jantung sampai ke bagian
lapisan otot jantung terluar yaitu epicardium.
2) Normal ST segmen tidak boleh berdefleksi positif melebihi 2 mm
dari garis isoelektrik dan berdefleksi negatif tidak boleh melebihi 1
mm dari garis isoelektrik. Apabila melebihi 2 mm dinamakan ST
segmen mengalami elevasi.
3) Kita bisa mengatakan ST segmen mengalami elevasi pada
sandapan / lead ekstremitas jika ST segmen berdefleksi positif
melebihi 1 mm dari garis isoelektrik dan melebihi 2 mm untuk
sandapan prekordial.

4) Kita boleh menegakkan diagnosa ST elevasi sebagai tanda adanya


STEMI (ST Segmen Elevasi Myocardiac infarction) apabila
disertai dengan salah satu dari2 tanda yaitu
1. Nyeri dada khas Ml seperti nyeri dada yang tidak bisa di
lokalisir (men yebar ke leher, bahu, lengan), dada terasa berat
atau tertekan, berkeringat dan kadang disertai dengan mual
muntah. Atau kita pastikan dengan sistem PQRST.
P = Place, dimana letak nyerinya? Biasanya pasien akan
menunjuk ke dada dan tidak bisa melokalisir posisi tepatnya
Q = Quality, seperti apa rasa nyerinya? Biasanya pasien akan
bilang seperti ditekan, diremas, tersa bert sekali dadanya.
R = Radiation? Umumnya rasa nyeri akan menjalar ke bahu,
leher, bahkan punggung. Tapi ada juga pasien yang tidak
mengalami penyebaran rasa nyeri.
16
S = Severity, biasanya pasien kita lihat dalam keadaan sakit
berat dengan keringat dingin dan disertai mual muntah.
T = Timing, Pasien akan merasakan nyeri secara tiba-tiba
dengan lama lebih dari 30 menit.

2. Adanya peningkatan enzim jantung CKMB, Troponin.

5) Adanya ST segmen yang mengalami elevasi bukan hanya


disebabkan oleh adanya myocardiac infarction saja. Akan tetapi ST
segmen elevasi bisa juga ditemukan pada kasus pericarditis,
anurisme, early repolarisasi dan lain-lain. Jadi sekali lagi perhatian
terhadap klinis pasien dan test diagnostic lainnya sangat penting
sekali sebelum kita menegakkan diagnosa adanya myocardiac
infarction.

g. Gelombang T
1) Tinggi gelombang T disandapan bipolar tidak boleh melebihi 5 mm
dan tidak boleh melebihi 10 mm di prekordial lead. Apabila kita
menemukan gelombang T yang tingginya melebihi dari kriteria
tersebut, kemungkinan mengindikasikan adanya peningkatan kadar
kalium dalam darah (Hyperkalemia).
2) Jangan terburu-buru memutuskan hyperkalemia dengan hanya
melihat morfologi gelombang T saja. Karena banyak sekali nantinya
kita menemukan gelombang T yang melebihi dan normal tapi tidak
ditemukannya adanya peningkatan kadar kalium dalam darah.
17
3) Arah defleksi gelombang T normalnya searah dengan arah defleksi
dari komplek QRS. Komplek QRS dan gelombang T harus berjalan
beriringan arah defleksinya, maksudnya jika komplek QRS dengan
voltase gelombang R > 5 mm maka gelombang T juga harus
berdefleksi positif tapi jika gelombang T berdefleksi sebaliknya yaitu
berdefleksi negatif / inverted atau datar / flat mengindikasikan
adanya jantung iskemik atau masalah dengan otot jantungnya.
4) Gelombang T inverted atau defleksi negatif dengan disertai adanya
gelombang Q patologis mengindikasikan pasien kita mempunyai
riwayat terkena serangan jantung atau Ml (Myocardiac infarction)
paling dekat 1 - 3 bulan yang lalu.

h. Interval QT
1) Normal QT interval untuk laki-laki antara 0,38 - 0.42 detik.
2) Normal QT interval untuk wanita antara 0.36 - 0.44 detik.
3) Oleh karena QT interval dipengaruhi oleh frekuensi jantung atau
heart rate maka sebaiknya kita menggunakan rumus Sebagai berikut
seperti pada contoh Gambar di bawah ini.

4) QT interval yang memanjang biasanya ditemukan pada pasien


dengan gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalsemia,
hipomagnesium, juga hipokalemia.
5) QT interval memanjang juga bisa kita temukan pada kasus stroke
atau hipertensi.
6) QT interval memanjang tidak cukup menjamin untuk kita dalam
mendiagnosa suatu kelainan atau penyakit, jadi sekali lagi klinis

18
pasien atau parameter test diagnostic lainnya sangat penting untuk
menentukan diagnosa yang tepat.

i. Lead EKG
Menurut Busono (2004) dalam mesin EKG yang banyak digunakan
di Indonesia, Seperti pada gambar 2.1 terdapat 12 lead: I, II, III, aVR,
aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6. Artinya jantung dilihat dari 12 sudut
pandang.

Terdapat 2 jenis lead , yaitu :


a) Seperti gambar 3 Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2
elektrode.
1. Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri (LA) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri
bermuatan (+)
2. Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
kaki kiri (LF) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri
bermuatan (+)

19
3. Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki
kiri (LF) yang mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan
(+).

Gambar 2.2 the standard (bipolar) leads and their axes


Sumber : Busono (2004)

b) Lead unipolar : merekam beda potensial lebih dari 2 elektode.


Dibagi 2 : lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial Lead
unipolar ekstremitas.
1. Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri dan kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
2. Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan
tangan kanan dan kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+).
3. Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan
kanan dan tangan kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+) Menurut
Busono (2004), Lead V1-6 adalah lead unipolar, terdiri dari sebuah
elektroda positif dan sebuah titik referensi yang terletak di pusat listrik
jantung. Lead unipolar prekordial : merekam beda potensial lead di
dada dengan ketiga lead ekstremitas. Yaitu V1 s/d V6. Sadapan V1,
V2, dan V3 disebut sebagai sadapan prekordial kanan sedangkan V4,
V5, dan V6 disebut sebagai sadapan prekordial kiri. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 dibawah ini :

20
C. GAMBARAN EKG JANTUNG STEMI

STEMI adalah akronim yang berarti ST segment elevation myocardial

infarction. Serangan jantung tipe ini ditentukan dari pemeriksaan rekam

jantung (elektrokardiografi atau EKG).

(a)

(b)

21
Gambar 1. (a) gambaran EKG jantung normal; (b) gambaran EKG
jantung STEMI

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

No Lokasi Gambaran EKG

1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-


V4/V5

2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6


dan I dan aVL

4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6


dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di
I dan aVL

5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,


aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,


dan Avf

7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,


aVF, V1-V3

8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST


depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

22
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam


pertama infark.

Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard

ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara

elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh

elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang

menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada

sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan

gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan

daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika

durasinya ≥ 0,04 detik.

23
Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan

V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.

Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses

depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang

positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda

diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka

terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST

depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan

dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi

elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi

lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T

bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik

merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak

mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara

normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik

dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T

terekam sangat tinggi.

24
BAB III
LAPORAN INTERPRESTASI KASUS

A. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN


1. Data Demografi Pasien
a. Nama : Tn. Y
b. Umur : 63 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki

2. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 12 Juli
2019, jam 11:00 WIB melalui IGD rujukan dari RS Yos Sudarso
dengan keluhan nyeri dada semenjak 2,5 jam sebelum masuk rumah
sakit, klien merasaan nyeri dada sebelah kiri, selama lebih kurang 20
menit, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, keringat dingin dan mual.

3. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)


Elektrokardiogram (EKG) yang dipasang yaitu EKG 12 lead yang terdiri
dari:
a. Lead 1
b. Lead II
c. Lead III
d. Lead aVR
e. Lead aVL
f. Lead aVF
g. V1 : Ruang interkostal IV Garis Sternal Kanan
h. V2 : Ruang interkostal IV Garis Sternal Kiri
i. V3 : Pertengahan Antara V2 Dan V4 V3 : Pertengahan Antara V2
Dan V4
j. V4 : Ruang Interkostal V Garis Midklavikula Kiri

25
k. V5 : Sejajar V4 Garis Aksila Depan V5 : Sejajar V4 Garis Aksila
Depan
l. V6 : Sejajar V5 Garis Aksila Tengah

Gambar : Hasil Pemeriksaan EKG Tn. Y

4. Interpretasi hasil pemeriksaan


Setelah dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada Tn.
R dengan diagnose medis STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) pada
tanggal 12 Juli 2019, didapatkan hasil aktifitas listrik jantung berupa
grafik, yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Irama Jantung
Irama jantung pada Tn. R adalah regular atau teratur
b. Frekuensi Jantung
HR = 1500
Jumlah kotak kecil antar R-R
= 1500
25
= 60 x/i
Jadi frekuensi nafas Tn.R dalam batas normal yaitu 60 x/i

26
c. Gelombang P
Lebar : 2 kotak kecil = 2 × 0,04 s = 0, 08 s ( normalnya < 0,12 s )
Tinggi : 2 kotak kecil = 2 × 0, 2 mV = 0, 1 mV ( normalnya < 0,3 mV)
Gelombang P di lead II positif dan negative lead aVR
Jadi Tn. R tidak memiliki kelainan pada atrium karena lebar dan tinggi
gelombang P dalam batas normal, dan gelombang selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR

d. Interval P-R
Lebar : 9 kotak kecil = 9× 0,04 s = 0, 36 s ( normalnya < 0,20 s )
Jadi Tn. R mengalami pelebaran dan perpanjangan interval PR, yang
menunjukkan adanya kelainan pada sistem konduksi jantung,
menandakan adanya AV blok.

e. Gelombang Q
Lebar : 1 kotak kecil = 1× 0,04 s = 0, 04 s ( normalnya < 0,04 s )
Lead III
Dalam gelombang Q: 7 kotak kecil ( normalnya 1/3 tinggi gelombang R )
Tinggi gelombang R = 3 = 1/3 × 3 = 1 kotak kecil
Jadi gelombang Q pada EKG Tn. R di lead III bersifat patologis atau
mengalami pemanjangan, hal ini menunjukkan adanya nekrosis miokard
Lead aVF
Dalam gelombang Q: 2 kotak kecil ( normalnya 1/3 tinggi gelombang R
)
Tinggi gelombang R = 2 = 1/3 × 2 = 0,6 kotak kecil
Jadi gelombang Q pada EKG Tn. R di lead aVF bersifat patologis atau
mengalami pemanjangan, hal ini menunjukkan adanya nekrosis miokard

27
f. Kompleks QRS
Hasil EKG pada Tn. R menunjukkan bahwa:
Lebar : 3 kotak kecil = 3 × 0,04 s = 0, 12 s ( normal: tidak > 0,12 s )
Lead I dan aVF bernilai positif maka dapat diartikan aksis jantungnya
normal yaitu anatar derajat 0 dsampai 90 derajat.

g. Segmen ST
Hasil EKG pada Tn. R menunjukkan bahwa terjadi elevasi segmen ST
pada lead II, lead III, aVF, yang menunjukkan terjadinya infark miokard
di bagian inferior.

h. Gelombang T
Pada Tn. R terdapat inversi gelombang T inverted pada Lead aVR, aVF,
V4 - V6 yang menunjukkan terjadinya kelainan elektrolit, tinggi
gelombang T di lead ekstremitas dalam batas normal yaitu < 0, 5 mV,
tinggi gelombang T di lead pericardial dalam batas normal yaitu < 1 mV

Jadi dari pemeriksaan elektrokardiogram pada Tn. R didapatkan


hasil bahwa :
a) Irama jantung regular atau teratur dan bukan sinus (HR= 60 x/I, irama
jantung regular, gelombang P positif di Lead II, gelommbang P tidak
selalu diikuti gelombang QRS, PR interval memgalami perpanjangan)
b) Frekuensi jantung adalah 60 x/i
c) Gelombang P normal
d) Interval PR melebar yaitu 0, 36 s, yang menunjukkan bahwa Tn. R
mengalami pelebaran dan perpanjangan interval PR, yang menunjukkan
adanya kelainan pada sistem konduksi jantung, menandakan adanya AV
blok.
e) Gelombang Q patologi di Lead III, aVF
f) Komplek QRS tidak lengkap

28
g) ST elevasi di Lead II, Lead III, aVF yang menunjukkan terjadinya
infark miocard dibagian inferior
h) Pada gelombang T menunjukkan terjadinya gangguan elektrolit,

29
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Elektrokardiogram adalah gambaran grafik variasi potensial listrik yang
dihasilkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi di permukaan tubuh
(Dorland, 2012). Pemantauan EKG memiliki fungsi untuk mendeteksi
aritmia, iskemia, cedera, dan infark miokard. Elektrokardiogram merupakan
pemeriksaan diagnostik yang penting pada jantung.
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
(Firdaus I, 2012). Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien dengan stemi
salah satunya adalah dengan pemasangan EKG untuk menentukan kondisi
jantung dan memonitoring bagaiman keadaan jantung.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan melalui Proposal ini
kepada tenaga kesehatan khususnya yang memiliki ijin untuk melakukan
tindakan EKG lebih memperhatikan privasi dan kenyamanan pasien dan
ketepatan dalam pemasangan alat-alat EKG agar hasil yang didapatkan akurat
dan pada saat membaca atau menginterpretasikan hasilnya tidak mengalami
kesulitan atau keraguan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based


Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Alwi I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST, dalam: Buku Ajar Ilmu
Pengetahuan Penyakit Dalam Jilid II. Sudoyo A. W, Setryohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing pp. 1741-54.

American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke statistics-
2012 update.
American Heart Association (AHA). (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for the
management of heart failure: A report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association task force on practice
guidelines. J Am Coll Cardio, 62(16), e240-e327.
Corin, E. J. 2009.Handbook of Pathophysiology. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan
Dharma, Surya. 2010. Pedoman Praktis : Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
ECG.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones;
33: 266-71.

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta : Nuha


medika
Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Price, S.A. and Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Ramrakha, P. (2006). Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery Disease.
1st ed. USA: Oxford University Press
31
Sudoyo A W., Setyohadi B., Alwi I., dkk. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi V. Hal 2773-2779. Jakarta: Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit DalAam.
Thaler MS (2013). Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Ed ketujuh,
Jakarta: EGC

32

Anda mungkin juga menyukai