Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS BEDAH

Apendisitis Kronis

Disusun oleh :
dr. Prakosa Jati Prasetyo
Dokter Internsip RSU Islam Harapan Anda

Dokter Pendamping
dr. Ayu Amelia, Sp. A, M. Kes
dr. Namira

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM ISLAM HARAPAN ANDA
KOTA TEGAL
JAWA TENGAH

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui laporan kasus dengan judul:

APENDISITIS KRONIS

Oleh:
dr. Prakosa Jati Prasetyo
Dokter Internsip RSU Islam Harapan Anda

Program Internsip Dokter Indonesia


Rumah Sakit Umum Islam Harapan Anda
Kota Tegal
Jawa Tengah

Tegal, Maret 2018


Mengetahui,

Dokter Pendamping,

Dokter Pendamping, Dokter Penanggung Jawab

dr. Dyah Ayu Putri A, Sp. A, M. Kes dr. Agus Priyadi, Sp. B
BAB I
LAPORAN KASUS

Nama Peserta : Presenter :


dr. Prakosa Jati Prasetyo dr. Prakosa Jati Prasetyo
Nama Wahana : Pendamping :
RSU Islam Harapan Anda Tegal 1. dr. Namira
2. dr. Ayu Amelia, Sp. A, M. Kes
Topik : Apendisitis Kronis
Tanggal (Kasus) :10 Maret 2018
Nama Pasien : No. RM :469298
Sdri. S
Tanggal Presentasi : Pendamping :
1. dr. Namira
2. dr. Ayu Amelia, Sp. A, M. Kes
Tempat Presentasi : AulaPertemuan / Ruang MCURSU Islam Harapan Anda Tegal
OBJEKTIF PRESENTASI
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi :
Seorang perempuan usia 15 tahun datang ke Poli RSU Islam Harapan Anda pada hari Jumat, 9
Maret 2018 dengan keluhan nyeri perut kann bawah sejak kurang lebih 15 hari yang lalu. Nyeri perut
dirasakan terus menerus, terutama saat pasien duduk, batuk, atau mengejan. Pasien mengatakan 2
minggu yang lalu awalnya nyeri diulu hati dan berobat diklinik mendapatkan obat-obatan lambung.
Selanjutnya karena tidak ada perubahan bahkan nyeri perut bertambah berat terutama dibagian kanan
bawah, disertai mual, muntah, sulit BAB, serta demam naik turun sehingga pasien kembali berobat di
RS lain 10 hari yang lalu. Kemudian pasien dirawat dan dokter menyarankan untuk operasi karena
dicurigai akibat radang usus buntu. Saat itu pasien dan keluarga belum siap sehingga setelah kondisi
dirasa membaik pasien pulang dari RS. Beberapa hari kemudian pasien berinisiatif untuk melakukan
pemeriksaan USG dengan dokter Spesialis Radiologi, berdasarkan pemeriksaan pasien menderita
peradangan usus buntu kronis. Sehingga 1 hari setelah pemeriksaan pasien datang ke Poli Bedah
RSUI Harapan Anda.
Tujuan :
Mengetahui segala aspek tentang penyakit pasien dan penanganannya
Bahan
 Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan
Cara  Presentasi
 Diskusi  E-mail  Pos
Membahas dan Diskusi
HASIL PEMBELAJARAN

A. SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah
2. Keluhan Penyerta:
Mual, muntah, demam, sulit BAB, nafsu makan minum berkurang
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang perempuan usia 15 tahun datang ke Poli RSU Islam Harapan Anda
pada hari Jumat, 9 Maret 2018 dengan keluhan nyeri perut kann bawah
sejak kurang lebih 15 hari yang lalu. Nyeri perut dirasakan terus menerus,
terutama saat pasien duduk, batuk, atau mengejan. Pasien mengatakan 2
minggu yang lalu awalnya nyeri diulu hati dan berobat diklinik
mendapatkan obat-obatan lambung. Selanjutnya karena tidak ada perubahan
bahkan nyeri perut bertambah berat terutama dibagian kanan bawah,
disertai mual, muntah, sulit BAB, nafsu makan minum berkurang, serta
demam naik turun sehingga pasien kembali berobat di RS lain 10 hari yang
lalu. Kemudian pasien dirawat dan dokter menyarankan untuk operasi
karena dicurigai akibat radang usus buntu. Saat itu pasien dan keluarga
belum siap sehingga setelah kondisi dirasa membaik pasien pulang dari RS.
Beberapa hari kemudian pasien berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan
USG dengan dokter Spesialis Radiologi, berdasarkan pemeriksaan pasien
menderita peradangan usus buntu kronis. Sehingga 1 hari setelah
pemeriksaan pasien datang ke Poli Bedah RSUI Harapan Anda.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:


a. Riwayat penyakit ginjal, kencing manis, darah tinggi, nyeri
hebat saat menstruasi disangkal oleh pasien.
b. Riwayat penyakit serupa disangkal oleh pasien.

5. Riwayat Penyakit Keluarga:


a. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
b. Riwayat penyakit jantung, ginjal, kencing manis, darah tinggi
tidak diketahui.
6. Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak sedang menjalani pengobatan penykait tertentu.
7. Sosial Ekonomi:
Pasien adalah seorang pelajar SMP. Memiliki hubungan yang baik
dengan keluarga. Pembiayaan pasien menggunakan jaminan
kesehatan nasional
B. OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: tampak sakit sedang
b. Kesadaran: kompos mentis, GCS E4M6V5 = 15
c. Tanda Vital
1) TD : 110/70 mmHg
2) RR : 22 x/menit
3) Nadi : 80 x/menit, regular
4) Suhu : 37,8o C (axiler)
d. Status Generalis
1) Kepala : mesocephal
2) Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
3) Hidung : nasal discharge (-), nafas cuping hidung (-)
4) Mulut : bibir pucat (-), bibir sianosis (-)
5) Telinga : discharge (-)
6) Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-) JVP 5+2 cm.
7) Thoraks
a) Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)
b) Perkusi
Pulmo : seluruh lapang pulmo sonor
Cor : batas cor dan pulmo
kiri atas SIC II linea parasternal sinistra
kanan atas SIC II linea parasternal dextra
kiri bawah SIC IV linea parasternal
sinistra
kanan bawah SIC V linea midclavicula
sinistra
c) Palpasi : vocal fremitus simetris, thrill ictus
cordis (-)
d) Auskultasi
Pulmo : suara dasar vesikuler +/+ ronki -/-
wheezing -/-
Cor : suara I dan II reguler, murmur (-) gallop
(-)
8) Abdomen
a) Inspeksi: datar
b) Auskultasi : bising usus (+) meningkat
c) Perkusi: hipertimpani (+) regio umbilikalis
d) Palpasi: Mc Burney
sign (+), Rovsing sign
(+), Psoas sign (+),
Obturator sign (+),
Blumberg sign (+)
9) Ekstremitas:
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Anemis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Capillary refill <1 detik <1 detik

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
LABORATORIUM DARAH
09 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 11.9 g/dl 13,2-17,3
Leukosit 5200 sel/uL 3.800-10.600
Trombosit 352.000 sel/uL 150.000-440.000
Eritrosit 5.41 juta sel/uL 4,5 juta – 5,5 juta
Hematokrit 37,8 % 40-52
Indeks Eritrosit
MCH 22 Pg 26-34
MCV 69.9 fL 80-100
MCHC 31,5 g/dL 32-36
Hitung Jenis
Lym 44.8% % 1-3
Mxd 7.6% % 11,6-14,8
Neut 47.6% % 50-70
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 91 mg/dl 74-100
Sero Imunologi
HbsAg (-) (-)
HIV ICT (-) (-)

b. USG Apendix

C. ASSESMENT
- Apendisitis Kronis

D. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Intususepsi
2. Gastroenteritis
3. Ureterolithiasis
4. Endometriosis

E. PLAN
- Infus RL 20 tpm
- Inj Cefotaxime 2x1 gr
- Pro Apendektomi
- PO Flunarizin 1x1 m
F. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Sabtu, 10 Maret 2018 (11.30) - dr. Agus P., Sp. B
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Nyeri post op (+) KU/Kes : kesakitan/CM Post Apendektomi a/i - Ivfd Frutolit + inj katese 1 ampl
 Cairan rembes (-) Tanda Vital Apendisitis kronis H+1 drip 20tpm
 Flatus (-) TD : 100/70 mmHg HR : 88x/menit - Inj Cefotaxim 2x1gr
 BAK (+) normal RR : 20x/menit S : 36,6oC - Inj Ranitidin 3x1ampl
 BAB (-) Status Lokalis Abdomen
- PO Antalgin 3x 500mg
a) Inspeksi: datar,
- PO Asam Tranexamat 3x500 mg
kasa (+), darah (-)
- Diet lunak
b) Auskultasi : bising
- Mobilisasi miring kanan kiri
usus (+) normal
c) Perkusi: timpani
d) Palpasi: Nyeri tekan
(+) post Op
Minggu, 11 Maret 2018 (10.30) - dr. Agus P., Sp. B
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Nyeri post op (+) KU/Kes : kesakitan/CM Post Apendektomi a/i  Ivfd Frutolit  Ivfd RL 20 tpm
 Cairan rembes (-) Tanda Vital Apendisitis kronis H+2  Inj ranitidin 3x1 2x1 ampl
 Flatus (-) TD : 110/70 mmHg HR : 84x/menit  Mobilisasi duduk
 BAK (+) normal RR : 20x/menit S : 36,9oC
 BAB (-) Status Lokalis Abdomen
a) Inspeksi: datar,
kasa (+), darah (-)
b) Auskultasi : bising
usus (+) normal
c) Perkusi: timpani
d) Palpasi: Nyeri tekan
(+) post Op
Senin, 12 Maret 2018 - dr. Agus P., Sp. B
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Nyeri post op (+) KU/Kes : kesakitan/CM Post Apendektomi a/i  Terapi lanjut
berkurang Tanda Vital Apendisitis kronis H+3  Pasien boleh pulang
 Cairan rembes (-) TD : 90/60 mmHg HR : 88x/menit
 Flatus (+) RR : 20x/menit S : 37.1oC
 BAK (+) normal Status Lokalis Abdomen
 BAB (-) e) Inspeksi: datar,
kasa (+), darah (-)
f) Auskultasi : bising
usus (+) normal
g) Perkusi: timpani
h) Palpasi: Nyeri tekan
(+) post Op
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Apendisitis akut adalah inflamasi dan infeksi akut dari apendiks vermiformis, yang
secara sederhana sering disebut sebagai apendiks. Apendiks adalah suatu struktur yang
buntu, berasal dari sekum. Apendiks dapat terlibat dalam berbagai proses infeksi,
inflamasi, atau proses kronis yang dapat menyebabkan dilakukan apendektomi.1

B. Etiologi
Faktor predisposisi utama terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen
apendiks vermiformis. Fekalit adalah penyebab utama terjadinya obstruksi apendiks
vermiformis.2 Disamping hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks vermiformis, dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa apendiks vermiformis
akibat parasit E.histolytica merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan
apendisitis.3
Pada tahun 1970, Burkitt mengatakan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan kandungan lemak serta gula yang tinggi pada orang Barat, serta pengaruh
konstipasi, berhubungan dengan timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks vermiformis
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut.4

C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 250.000 kasus apendisitis. Insiden
apendisitis paling tinggi pada usia 10-30 tahun, dan jarang ditemukan pada anak usia
kurang dari 2 tahun. Setelah usia 30 tahun insiden apendisitis menurun, tapi apendisitis
bisa terjadi pada setiap umur individu. Pada remaja dan dewasa muda rasio
perbandingan antara laki-laki dan perempuan sekitar 3 : 2. Setelah usia 25 tahun,
rasionya menurun sampai pada usia pertengahan 30 tahun menjadi seimbang antara laki-
laki dan perempuan. Sekitar 20-30% kasus apendisitis perforasi terjadi di Afrika,
sedangkan di Amerika sebanyak 38,7% insidensi apendisitis perforasi terjadi pada laki-
laki dan 23,5% pada wanita.5

12
D. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik.3
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa
nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam
ringan. 12
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia,
dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc.
Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum. 12
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding

13
apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.12
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya. 12
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal. 12
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik. 12
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat
menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.12

E. Patomekanisme
Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama. Jaringan
mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya.
Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan, 11 akibatnya
terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60 cmH2O, yang seharusnya hanya
berkapasitas 0,1-0,2 mL.6

14
Bakteri dalam lumen apendiks vermiformis berkembang dan menginvasi
dinding apendiks vermiformis sejalan dengan terjadinya pembesaran vena dan
kemudian terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi. Ketika
tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi. Pada
akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke
dalam mukosa dan submukosa menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis
pembuluh darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika
proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh darah yang
semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks vermiformis serta cairan
purulen, proses ini dinamakan apendisitis flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau
kematian jaringan yang disebut apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks
vermiformis yang terjadi gangren pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan
perforasi. 6

Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya pertahanan
dengan menutup apendiks vermiformis dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrat apendiks.3 Pada anak-anak dengan omentum yang lebih pendek, apendiks
vermiformis yang lebih panjang, dan dinding apendiks vermiformis yang lebih tipis,
serta daya tahan tubuh yang masih kurang, dapat memudahkan terjadinya apendisitis
perforasi. Sedangkan pada orang tua, apendisitis perforasi mudah terjadi karena
adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks vermiformis yang pernah meradang
tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut
lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.3

F. Manifestasi Klinis
1. Gejala
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa nyeri
perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ tubuh.
Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk mendiagnosis apendistis.
Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar umbilikus. Nyeri perut ini sering
disertai mual serta satu atau lebih episode muntah dengan rasa sakit, dan setelah

15
beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan bawah pada titik McBurney.
Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa sakit menjadi terus menerus dan
lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat, akibatnya pasien menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin
berbaring diam, dan sering dengan kaki tertekuk. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan
obat pencahar. Hal ini sangat berbahaya karena dapat mempermudah terjadinya
perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya penderita mengeluh
sakit perut bila berjalan atau batuk.3
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik ditentukan terutama oleh posisi anatomis apendiks
vermiformis yang mengalami inflamasi, serta organ yang telah mengalami ruptur
ketika pasien pertama kali diperiksa. Tanda vital seperti peningkatan suhu jarang
>1o C (1.8o F) dan denyut nadi normal atau sedikit meningkat. Apabila terjadi
perubahan yang signifikan dari biasanya menunjukkan bahwa komplikasi atau
perforasi telah terjadi atau diagnosis lain harus dipertimbangkan. Perforasi
apendiks vermikularis akan menyebabkan peritonitis purulenta yang di tandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat berupa nyeri tekan dan defans muskuler
yang meliputi seluruh perut, disertai pungtum maksimum di regio iliaka kanan,
dan perut menjadi tegang dan kembung. Peristalsis usus dapat menurun sampai
menghilang akibat adanya ileus paralitik.7
Pasien dengan apendisitis biasanya berbaring dengan terlentang, karena
gerakan apa saja dapat meningkatkan rasa sakit. Jika diminta untuk
menggerakkan paha terutama paha kanan pasien akan melakukan dengan
perlahan-lahan dan hati-hati.7
Jika dilakukan palpasi akan didapatkan nyeri yang terbatas pada regio
iliaka kanan, biasanya di sertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan parietal. Tanda rovsing adalah apabila melakukan penekanan
pada perut kiri bawah maka akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah.
Peristalsis usus sering didapatkan normal tetapi dapat menghilang akibat adanya
ileus paralitik yang disebabkan oleh apendisitis perforata.3
Uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks vermiformis. Cara melakukan uji psoas yaitu
dengan rangsangan otot psoas melalui hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Tindakan ini

16
akan menimbulkan nyeri bila apendiks vermiformis yang meradang menempel di
otot psoas mayor. Pada pemeriksaan uji obturator untuk melihat bilamana
apendiks vermiformis yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus
. Ketika peradangan apendiks vermiformis telah mencapai panggul, nyeri perut
kemungkinan tidak ditemukan sama sekali, yaitu misalnya pada apendisitis
pelvika. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan colok dubur. Dengan melakukan
pemeriksaan colok dubur nyeri akan dirasakan pada daerah lokal suprapubik dan
rektum. Tanda – tanda iritasi lokal otot pelvis juga dapat dirasakan penderita.7
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan
diagnosis lain. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah
jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada
kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan
yang mudah dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada
kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY
menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi
merupakan indikator yang dapat menentukan derajat keparahan
apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan
dengan apendisitis akut.8,9
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding
apendiks vermiformis secara signifikan berhubungan dengan
meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan mural dari
apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis
secara dini.9
Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik
merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut.
Leukositosis ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3 , biasanya
terdapat pada pasien apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah
leukosit darah berbeda pada setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka

17
lain menyebutkan bahwa leukosit darah yang meningkat >12.000
sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan apendisitis akut.
Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3
menyebabkan kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.7
2) Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut.
Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria,
hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah
leukosit yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan
terdapatnya gangguan saluran kemih.10
3) Radiografi Konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian
dari pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang
membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan
apendisitis akut, sering terdapat gambaran gas usus abnormal yang non
spesifik. Pemeriksaan tambahan radiografi lainnya yaitu pemeriksaan
barium enema dan scan leukosit berlabel radioaktif. Jika barium enema
mengisi pada apendiks vermiformis, diagnosis apendisitis ditiadakan.7
4) Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium.
Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis
perforasi dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai dengan (1)
adanya perbedaan 20 densitas pada lapisan apendiks vermiformis /
hilangnya lapisan normal (target sign); (2) penebalan dinding apendiks
vermiformis; (3) hilangnya kompresibilitas dari apendiks vermiformis ;
(4) peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan cairan
. Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal dinding
apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan bebas intraperitonial,
dan (3) abses tunggal atau multiple.4,8
5) skoring sistem apendisitis akut

18
Skor Alvarado dibeuat pada tahun 1986 oleh Alfredo Alvarado
dengan membuat sistem skor yang didasarkan atas tiga gejala, tiga tanda
dan dua temuan laboratorium sederhana yang sering didapatkan pada
apendisitis akut (Tabel 2). Skor ini terdiri dari 10 poin dengan akronim
MANTRELS. Berdasarkan sistem skoring ini, pasien yang dicurigai
menderita apendisitis akut dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

 Skor 7-10 (emergency surgery group): Semua penderita dengan skor


ini disiapkan untuk operasi apendektomi.

 Skor 5-6 (observation group): 17 Semua penderita dengan skor ini


dirawat inap dan dilakukan observasi selama 24 jam dengan evaluasi
secara berulang terhadap data klinis dan skoring. Jika kondisi pasien
membaik yang ditunjukkan dengan penurunan skor, penderita dapat
dipulangkan dengan catatan harus kembali bila gejala menetap atau
memburuk.

 Skor 1-4 (discharge home group): Penderita pada kelompok ini


setelah mendapat pengobatan secara simtomatis dapat dipulangkan
dengan catatan harus segera kembali bila gejala menetap atau
memburuk.

Tabel 2. Alvarado Score

19
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis dari nyeri
abdomen akut yang disebabkan karena manifestasi klinis yang tidak spesifik untuk
fungsi fisiologis tertentu. Diagnosis banding tergantung dari beberapa faktor yaitu:
lokasi anatomi dari inflamasi apendiks vermiformis, proses stage ( misalnya simpel
atau ruptur), umur pasien, dan jenis kelamin pasien.7
Beberapa pustaka menyebutkan bahwa diagnosis banding dapat
dipertimbangkan berdasarkan beberapa kondisi sebagai berikut : (1) penyebab nyeri
akut intra-abdominal lainnya, (2) nyeri akut yang berasal dari ginekologi, (3) penyakit
saluran kemih, (4) penyakit thoraks, (5) penyakit sistem saraf pusat dan, (6) kondisi
medis lainnya.7

Tabel 1. Diagnosis Banding Appendisitis

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.

1. Penanggulangan konservatif

20
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik. 11
2. Penatalaksanaan Operatif
Apendiktomi mutlak dilakukan setelah penegakan diagnosis apendisitis akut.
Banyak ahli bedah melakukan insisi padaMc Burney (Oblique) atau Rocky-Davis
(transverse) pada kuadran kanan bawah. Jika diduga suatu abses, insisi lateral
dilakukan untuk drainase intraperitoneal dan menghindari kontaminasi umum
dengan kavum peritoneum. Jika diagnosis meragukan, insisi garis tengah bawah
direkomendasikan untuk memeriksa lebih lanjut kavum peritoneum. Beberapa
teknik dapat digunakan untuk melokalisasi apendiks. Umumnya sekum langsung
terlihat pada insisi, penelusuran taenia akan menunjukan dasar dari apendiks. 11
Setelah identifikasi, apendiks dimobilisasi dengan memisahkan
mesoapendiks dan meligasi a.apendikularis. appendical stump diligasi dengan
ligasi simple atau dengan ligasi dan inversi oleh purse-string atau z stich. Kavum
peritoneum diirigasi dan sayatan kemudian ditutup lapis demi lapis.11

I. Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah,
serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis tak berkomplikasi
membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang mencerminkan perawatan
prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia saat ini. Angka kematian pada
apendisitis berkomplikasi telah berkurang dramatis menjadi 2 sampai 5 persen, tetapi
tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-15%) pada anak kecil dan orang tua.
Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.1

21
BAB III

KESIMPULAN

1. Apendisitis akut adalah inflamasi dan infeksi akut dari apendiks vermiformis, yang secara
sederhana sering disebut sebagai apendiks. Apendiks adalah suatu struktur yang buntu,
berasal dari sekum. Apendiks dapat terlibat dalam berbagai proses infeksi, inflamasi, atau
proses kronis yang dapat menyebabkan dilakukan apendektomi
2. Diagnosis dan penatalaksanaan secara dini sangat dibutuhkan untuk outcome yang lebih
baik.
3. Pembedahan adalah terapi yang paling dianjurkan untuk setiap kasus apendisitis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Minkes RK. Pediatric appendicitis. Medscape reference.


http://emedicine.medscape.com/article/926795. Updated April 25, 2013.
2. Brunicardi F , Dana Andersen , Timothy Billiar , David Dunn, John Hunter , Jeffrey
Matthews, et al. Scwartz’s principles of surgery, 9th ed. USA : McGraw-Hill
Professional ; 2009
3. Sjamsuhidayat R, W De Jong. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3. Jakarta : EGC ; 2010
4. Norton J, Philip S Barie, Ralph R Bollinge, Alfred EC, Stephen E Lowry, Sean J
Mulvihiel, et al. sugery basic science and clinical evidence 2nd edition. New York :
Springer ; 2008
5. Wykes SRM. Peritonitis et kausa appendisitis [Lecture Notes]. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Indonesia Yogyakarta ; 2011
6. Norton J, Philip S Barie, Ralph R Bollinge, Alfred EC, Stephen E Lowry, Sean J
Mulvihiel, et al. sugery basic science and clinical evidence 2nd edition. New York :
Springer ; 2008
7. Brunicardi F , Dana Andersen , Timothy Billiar , David Dunn, John Hunter , Jeffrey
Matthews, et al. Scwartz’s principles of surgery, 9th ed. USA : McGraw-Hill
Professional ; 2009
8. Sofii Imam. Perbandingan uji diagnostik antara nilai leukosit, neutrofil, dan C-
Reactive Protein (CRP) pada apendisitis akut simpel dan komplikasi pada pasien
dewasa [Thesis]. Yogyakarta : Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada ; 2006
9. Kim HC, DM Yang, CM Lee, W Jin, DH Nam, JY Song, et al. Acute appendicitis :
relationships between ct-determined severities and serum white blood cell counts
and c-reactive protein levels. Br J Radiol [Internet]. 2011 [ cited 2014 February 1] ;
84(1008): 1115-1120. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3473821/
10. Paulson Erik K, Matthew FK, Theodore NP. Suspected appendicitis. NEJM
[Internet]. 2003 [ cited 2014 February 1 ] ; 348:236-242. Available from :
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp013351
11. Mellisa, H.W. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan Apendisitis
Akut. Jurnal Kedokteran Meditek. Vol17 No.44
12. Rukmono, 2011. Bagian Patologik Anatomik. Fakultas KedokteranUniversitas
Indonesia. Jakarta

23
24

Anda mungkin juga menyukai