Syariah
Agama Islam
Bisnis
Nikah
Cerai
Waris
Perceraian atau talak yang dikenal juga dengan istilah gugat cerai adalah pemutusan
hubungan suami-istri dari hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariah
Islam dan/atau sah menurut syariah dan negara. Perceraian adalah hal yang menyedihkan dan
memiliki implikasi sosial yang tidak kecil terutama bagi pasangan yang sudah memiliki
keturunan. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia dihindari. Namun Islam memberi jalan keluar
apabila ia dapat menjadi jalan atau solusi terbaik bagi keduanya.
DAFTAR ISI
Dalam syariah cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, )اسم لحل قيد النكاح
atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau
selamanya.
- QS Al-Baqarah 2:229
سا ٍن َوال يَ ِحل لَ ُك ْم أ َ ْن تَأ ْ ُخذُوا ِم َّما اك بِ َم ْع ُروفٍ أ َ ْو ت َ ْس ِري ٌح بِإ ِ ْح َ
ان فَإ ِ ْمزَ ٌ الق َم َّرت َ ِ َّ
الط ُ
َللاِ فَالَللاِ فَإ ِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَالَّ يُ ِقي َما ُحدُودَ َّ
شيْئا ً إِالّض أ َ ْن يَخَافَا أَالَّ يُ ِقي َما ُحدُودَ َّ آت َ ْيت ُ ُمو ُه َّن َ
َللاِ فَأُولَئِ َك
َللاِ فَال ت َ ْعتَد ُوهَا َو َم ْن يَت َ َعدَّ ُحدُودَ َّ ت ِب ِه تِ ْل َك ُحدُود ُ َّ ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَدَ ْ
الظا ِل ُمونَ ُه ُم َّ
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(ayat 2)
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(ayat 3)
Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat
gandakan pahala baginya. (ayat 5)
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu
dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.(ayat 6)
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.(ayat 7)
SHIGHAT (UCAPAN) CERAI TALAK ADA DUA
Ditinjau dari segi shighat, lafadz, ucapan cerai talak dari seorang suami pada istri, talak ada
dua macam yaitu talak sharih (langsung, jelas, eksplisit) dan talak kinayah (tidak langsung,
sindiran, implisit). Kedua shighat talak ini memiliki hukum tersendiri dalam soal terjadinya
talak atau tidak.
Talak sharih adalah ucapan talak secara jelas dan eksplist yang apabila diucapan pada istri
maka jatuhlah talak/perceraian walaupun suami tidak berniat untuk cerai. Lafadz talak sharih
ada 3 (tiga) yaitu:
(a) Talak atau cerai. Seperti kata suami pada istri: "Aku menceraikanmu." atau "Kamu
dicerai", dsb.
(b) Pisah (mufaraqah)
(c) Sarah (pisah)
Yaitu kata yang mengandung nuansa atau makna percraian tapi tidak secara langsung. Seperti
kata suami pada istri "Pulanglah pada orang tuamu!"
Termasuk talak kinayah adalah talak sharih tapi dibuat secara tertulis atau melalui SMS
(short text message).
HUKUM CERAI/TALAK
Hukum talak/perceraian itu beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah. Rinciannya
sbb:
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
pengetahuan agama
Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya
- Berakal sehat
- Baligh
- Dengan kemauan sendiri
Lafadz/teks talak:
Ditinjau dari pelaku perceraian, maka perceraian itu ada dua macam yaitu (a) cerai talak oleh
suami kepada istri dan (b) gugat cerai oleh istri kepada suami.
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri. Ini adalah perceraian/talak yang
paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan.
Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan
terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.
Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb:
Talak raj’i
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua kepada
isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika waktu iddah
telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
Talak bain
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga
kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan
suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.
Talak sunni
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci
dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci
Talak bid’i
Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci tapi
sudah disetubuhi (berhubungan intim).
Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab atau
syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau
talak.
TAKLIK TALAK
Taklik talak atau talak taklik dibagi ke dalam dua macam, yaitu taklik qasami dan taklik
syarthi.
Taklik qasami
Taklik qasami adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung pengertian
melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.
Taklik Syarthi
Taklik Syarthi yaitu taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah terpenuhi
syaratnya. Syarat sah taklik yang dimaksud tersebut ialah perkaranya belum ada, tetapi
mungkin terjadi di kemudian hari, hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi
talak dan ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.
ISI SIGHAT TAKLIK TALAK
Bunyi redaksi atau sighat taklik taklak yang diucapkan pengantin pria setelah ijab kabul di
KUA dan termuat dalam buku Akta Nikah adalah sbb:
Selanjutnya saya membaca sighat taklik atas istri saya sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya :
Kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada pengadilan agama dan
pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, sebagai iwadh (pengganti)
kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh itu dan kemudian
menyerahkan kepada Direktorat Jendral Bimas Islam dan Penyelengara Haji Cq. Direktorat
Urusan Agama Islam untuk keperluan ibadah sosial.
Suami
Mengucapkan talklik talak oleh pengantin pria sesaat setelah ijab kabul hukumnya tidak
wajib. Boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Berdasarkan pada
(a) Fatwa MUI pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996 yang menyatakan bahwa:
Pengucapan sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita (
isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut,
sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah
pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 dari
tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan
cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak
dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.
Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:
1. Fasakh
Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada
suami, dalam kondisi di mana:
- Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
- Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita
(meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
- uami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik
sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
- adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-
tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka
Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.
2. Khulu’
Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan
sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah
2:229
Efek Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak ba'in
shughra (talak ba'in kecil).
Efek hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu’ adalah talak ba'in sughra, yaitu
hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin
kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan
perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir
apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.
Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai
oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan
dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai. Bagi istri yang ditalak raj'i (talak
satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus
ada akad nikah baru. Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka
harus ada akad nikah yang baru.
1. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh
hari, baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).
2. Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq
65:4).
3. Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa
iddahnya tiga kali masa suci atau quru'(QS Al-Baqarah 2:228) dengan rincian sebagai
berikut:
a. Apabila talak terjadi saat haid, maka awal iddah dihitung dari masa suci yang terjadi
setelah haid.
c. Istri yang tidak haid yang biasa seperti anak kecil atau wanita menopause, maka iddahnya
tiga bulan berdasarkan QS At-Talaq :4
d. Istri yang tidak haid karena sebab yang tidak biasa seperti wanita tidak haid pada usia yang
umumnya haid, maka iddahnya juga tiga bulan berdasarkan QS At-Talaq :4
e. Masa iddah dengan quru' palig sedikitnya adalah 32 hari dan sesaat. Ini terjadi apabila istri
dicerai di masa suci sesaat kemudian dia haid, maka masa suci sesaat itu dihitung satu quru'.
Lalu dia haid sehari lalu suci 15 hari ini dihitung quru' kedua. Lalu haid sehari dan haid 15
hari ini dihitung quru' ketiga yang berakhir saat haid yang ketiga. (Lihat Al-Sairozi, "Kitab
Al-Talaq", Al-Muhadzab hlm. 3/118)
4. Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah
lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan
(At-Thalaq 65:4).
5. Wanita yang pernikahannya fasakh/dibatalkan , maka iddahnya sama dengan iddah talak.
(Lihat, Ibnu Muflih dalam Al-Mughni hlm. 9/77 mengutip pendapat Imam Syafi'i)
6. Iddahnya perempuan yang di-khuluk sama dengan wanita yang ditalak biasa (Lihat, Ibnu
Muflih dalam Al-Mughni hlm. 9/77 mengutip pendapat Imam Syafi'i)
6. Wanita yang dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.
BEDA TALAK RAJ'I, TALAK BA'IN SUGHRA, TALAK 3 (TIGA) BA'IN KUBRO
Dari seluruh uraian seputar talak/perceraian di atas dapat disimpulkan bahwa talak ada 3
macam yaitu talak raj'i, talak ba'in sughra (kecil) dan talak ba'in kubra atau talak 3 (tiga).
Perbedaan ketiganya adalah sbb:
Adalah cerai talak oleh suami dengan level talak 1 (satu) dan talak 2 (dua). Dengan status
talak raj'i, maka suami boleh rujuk atau kembali pada istri yang dicerainya selama masa iddah
tanpa harus akad nikah baru. Namun apabila keinginan rujuk tersebut setelah masa iddah
habis, maka harus diadakan akad nikah baru.
Talak Ba'in Sughra adalah perceraian yang disebabkan oleh gugat cerai oleh istri baik dengan
cara fasakh atau khuluk. Dalam kondisi ini, maka (a) suami tidak boleh rujuk pada istri
selama masa iddah; dan (b) suami boleh kembali ke istri setelah masa iddah habis dengan
akad nikah yang baru.
Talak 3 (Tiga) atau Talak Ba'in saja adalah perceraian di mana suami sama sekali tidak boleh
rujuk atau kembali pada istrinya walaupun masa iddah sudah habis kecuali setelah istri
menikah dengan laki-laki lain dan beberapa saat (bulan/tahun) kemudian pria kedua tersebut
menceraikannya.
Ada beberapa tahapan dalam melakukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama baik
menyangkut cerai talak oleh suami atau cerai gugat oleh istri sbb:
Selama masa iddah belum habis, suami boleh rujuk pada istri yang ditalak raj'i (selain talak
3) kapan saja. Cara rujuk sbb:
a. Rujuk dapat dilakukan dengan mengatakan pada istri "Aku rujuk". Atau berkata pada
orang lain "Aku rujuk pada istriku" atau "Aku kembali ke istriku.
b. Rujuknya juga dianggap sah dengan perbuatan. Seperti melakukan hubungan intim dengan
diniati rujuk.
a. Sunnah hukumnya menghadirkan dua saksi saat melakukan talak atau rujuk.
b. Tapi sah hukum talak dan rujuk tanpa ada saksi
c. Rujuknya suami tidak memerlukan adanya wali, atau mahar, atau kerelaan istri atau atas
sepengetahuan istri. Rujuk tetap sah walaupun istri tidak tahu atas hal itu.
Perkataan 'talak', 'pisah', atau 'cerai' tidak terjadi atau tidak sah apabla diucapkan dalam
kondisi dan situasi berikut:
1. Diucapkan dalam kalimat yang bermakna masa yang akan datagn (future tense,
zaman mustaqbal)
Kalimat talak atau cerai yang menunjukkan waktu masa depan (Inggris: future tense; Arab:
mustaqbal) itu tidak dianggap talak sharih (eksplisit) tapi dianggap talak kinayah (implisit)
karena dalam konteks ini ia seperti janji talak. Karena itu ia membutuhkan niat agar talak
terjadi dan sah. Syarwani dalam Hasyiyah Syarwani atas kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil
Minhaj menyatakan:
،لو قال لزوجته تكون طالقا ً هل تطلق أو ال؟ الحتمال هذا اللفظ الحال واالستقبال
فإن أراد به وقوع الطالق في، أو كناية؟ والظاهر أنه كناية،وهل هو صريح
وإال فهو وعد ال يقع به، أو التعليق احتاج إلى ذكر المعلق عليه،الحال طلقت
شيء
Artinya: Apabila suami berkata pada istrinya "Kamu akan menjadi istri yang tertalak" apakah
jatuh talak atau tidak? Karena kata ini mengandung kemungkinan zaman hal (masa sekarang)
atau istiqbal (masa akan datang). Secara zahir, ini talak kinayah. Apabila suami ingin
menjatuhkan talak saat ini juga dengan kalimat itu maka terjadi talak; apabila bermaksud
taklik (talak kondisional), maka suami harus menyebut muallaq alaih (yang dijadikan kondisi
/ syarat). Apabila tidak, maka kalimat ini adalah janji yang tidak terjadi apa-apa.
2. Talak yang diucapkan dalam kalimat tanya hukumnya tidak sah alias tidak terjadi
Al-Khatib As-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj ila Makrifati Alfadz al-Minhaj 3/302
menyatakan
ولو قال أنت طالق أو ال أو أنت طالق واحدة أو ال بإسكان الواو فيهما لم يقع به
شيء ألنه استفهام ال إيقاع فكان كقوله هل أنت طالق إال أن يريد بقوله أنت طالق
إنشاء الطالق فتطلق وال يؤثر قوله بعده أو ال
Artinya: Apabila suami berkata pada istrinya: "Kamu tertalak atau tidak?" atau "Kamu
tertalak satu atau tidak?" maka talak tidak terjadi karena itu kalimat tanya bukan penjatuhan
talak. Kalimat tersebut sama dengan kalimat (suami pada istri): "Apakah kamu perempuan
yang tertalak?" Namun demikian, apabila dengan kata-kata tersebut suami (yakni kalimat
"Kamu tertalak atau tidak?") ada niat untuk mentalak istrinya, maka talak terjadi.
3. Bercerita tentang talak tidak berakibat jatuh talak. Misalnya, suami bercerita pada
istrinya bahwa tetangga sebelah ditalak oleh suaminya.
3. Apabila suami menceraikan istrinya dengan talak 1, lalu setelah habis masa iddahnya,
suami mentalak yang kedua kalinya (tanpa adanya rujuk atau akad baru), maka itu tidak
terjadi talak. Hal ini disebabkan tidak adanya hubungan suami-istri sama sekali.
4. Kalimat talak dengan memakai kalimat perintah tidak terjadi talak. Ibnu Abil Fath dalam
Al-Matlak ala Abwab al-Fiqh (mazhab Hanbali) menyatakan:
أنا أعتق: ألن المضارع وعد كقولك،وال يحصل الحكم بالمضارع وال باألمر
واألمر ال يصلح لإلنشاء وال هو خبر فيؤاخذ المتكلم به،وأدبر وأطلق
Artinya: ... cerai talak tidak terjadi dengan kalimat kata perintah (fi'il amar) karena ia bukan
kalimat berita dan tidak pantas dijadikan pernyataan.
Abdurrohman Al-Jaziri yaitu Al-Fiqh alal Mazahib al-Arbaah, hlm. 4/142 membagi
kemarahan suami yang marah menjadi 3 (tiga) tingkatan sebagai berikut:
: أما طالق الغضبان فاعلم أن بعض العلماء قد قسم الغضب إلى ثالثة أقسام
أن يكون الغضب في أول أمره فال يغير عقل الغضبان بحيث يقصد ما: األول
يقوله ويعلمه وال ريب في أن الغضبان بهذا المعنى يقع طالقه وتنفذ عباراته
أن يكون الغضب في نهايته بحيث يغير عقل صاحبه ويجعله: باتفاق الثاني
كالمجنون الذي ال يقصد ما يقول وال يعلمه وال ريب في أن الغضبان بهذا المعنى
أن يكون الغضب وسطا بين: ال يقع طالقه ألنه هو والمجنون سواء الثالث
الحالتين بأن يشتد ويخرج عن عادته ولكنه ال يكون كالمجنون الذي ال يقصد ما
يقول وال يعلمه والجمهور على أن القسم الثالث يقع به الطالق
Artinya: Adapun talaknya orang yang marah maka sebagian ulama membaga kemarahan itu
menjadi 3 (tiga) bagian:
Pertama, kemarahan tingkat pertama. Ia tidak merubah akal orang yang marah dalam arti ia
sengaja mengucapkan apa yang dikatakan dan menyadarinya. Tidak diragukan bahwa marah
dalam tingkat ini sah dan terjadi talaknya menurut kesepakatan ulama.
Kedua, kemarahan tingkat tertinggi yang dapat merubah akal sehingga seperti orang gila
yang tidak bersengaja atas apa yang dikatakan dan tidak menyadarinya. Tidak diragukan
bahwa kemarahan dalam tingkat ini tidak terjadi talaknya karena ia sama dengan orang gila.
Ketiga, kemarahan tingkat menengah antara tingkat pertama kedua yakni orang yang
emosinya meningkat dan keluar dari kebiasaan akan tetapi tidak sampai pada tingkat orang
gila yang tidak menyadari apa yang dikatakan. Menurut jumhur (mayoritas ulama antar
mazhab) kemarahan tipe ketiga ini sah dan terjadi talaknya.
Pada halaman 4/144 Al-Jaziri dalam kitab yang sama (Al-Fiqh alal Mazahib Al-Arba'ah)
mengutip pendapat beberapa mazhab secara detail dan juga pendapat Ibnul Qayyim sbb:
"Mazhab Hanafi menyatakan yang melakukan pembagian marahnya suami menjadi tiga
bagian itu adalah Ibnul Qayyim, seorang ulama mazhab Hambali. Ibnu Qayyim memilih
pendapat bahwa talaknya orang yang marah dalam kategori ketiga tidak sah dan tidak terjadi
talaknya. Pendapat yang tahqiq menurut mazhab Hanafi adalah bahwa orang yang marah
yang kemarahannya keluar dari karakter dan kebiasaan aslinya sehingga merubah
rasionalitasnya dalam perkataan dan perbuatannya maka talaknya tidak terjadi (tidak sah)
walaupun ia sadar dan sengaja dengan apa yang dia katakan. Ia sedang dalam keadaan
berubah pemahamannya karena itu maka kesengajaannya itu tidak didasarkan pada
pemahaman yang benar, maka ia seperti orang gila. Orang gila tidaklah harus selalu dalam
keadaan tidak menyadari apa yang dikatakannya.
Orang yang marah dengan kemarahan tingkat menengah ini sering berbicara rasional tapi
tidak bisa terus menerus konsisten bicara logis. Jelas ini menguatkan pendapat Ibnul Qayyim
yang menjelaskan bahwa tingkat kemarahan si suami tidak seperti orang gila.. Walaupun
Ibnul Qayyim bermazhab Hanbali, akan tetapi ulama mazhab Hanbali tidak mengakui
pendapat ini.
Yang dapat difaham dari kaidah keempat mazhab adalah bahwa kemarahan yang tidak
sampai merubah kesadaran seseorang dan tidak menjadikannya seperti orang gila maka
talaknya sah dan terjadi tanpa keraguan. Begitu juga kemarahan pada tingkat menengah yaitu
kemarahan yang sangat sampai ia keluar dari tabiat asal tapi tidak sampai pada tingkat seperti
orang gila yang tidak menyadari apa yang dikatakan. Talaknya orang ini juga sah dan terjadi.
Adapun talak yang dapat merubah kesadaran sehingga ia menjadi seperti orang gila maka
talaknya tidak dianggap dan tidak sah.
Ini adalah pendapat eksplisit dari ulama mazhab Hanafi. Akan tetapi berdasarkan pendapat
dari sebagian mazhab Hanafi bahwa kemarahan apabila keluar dari kebiasaan dan membuat si
suami tidak rasional dalam perilaku dan perkataan maka talaknya tidak sah dan tidak terjadi.
Pendapat ini adalah pendapat yang baik karena dalam keadaan ini ia seperti orang mabuk
yang hilang akal dan kesadarannya disebabkan oleh minum miniman non-alkohol maka
mereka dihukumi talaknya tidak terjadi. Dengan demikian, maka orang yang marah
sebaiknya dihukumi demikian juga.
Ada yang bertanya dengan argumen bahwa menganalogikan orang marah dengan orang
mabuk karena minuman non-alkohol telah menjadikan hukum hanya terbatas pada orang
yang dimurkai Allah seperti marah karena mempertahankan diri atau harta atau agama.
Sedangkan orang yang marahnya karena sebab yang haram seperti marah karena dengki pada
orang yang tidak setuju padanya atas perkara batil atau marah pada istrinya secara zalim dan
permusuhan dan kemarahannya sampai pada batas ini maka talaknya sah dan terjadi karena
kemarahannya membuat dia tidak rasional. Maka jawabannya adalah: bahwa marah adalah
sifat personal yang ada pada setiap manusia yang disebabkan oleh pengaruh eksternal. Pada
dasarnya marah tidak haram karena ia bersifat inheren pada diri manusia untuk
mempertahankan diri dalam membela agama, harga diri, harta dan nyawa. Yang haram
adalah menggunakan kemarahan di luar tujuan yang dibolehkan. Beda halnya dengan alkohol
yang tidak dibolehkan bagi manusia untuk menggunakannya dalam keadaan apapun. Oleh
karena itu, terjadinya talak bagi orang yang mabuk itu sebagai pencegahan agar tidak
melakukannya. Sedangkan marah itu tidak mungkin dilarang karena itu merupakan watak
bawaan manusia. Karena itu maka tidak sah membandingkan kemarahan manusiawi dengan
mabuk karena minuman keras atau hal lain yang haram yang wajib dijauhi."(Lihat, Al-Jaziri,
Al-Fiqh alal Mazahib al-Arbaah, 4/144). Untuk teks Arabnya lihat di sini.
Pendapat ini didukung oleh sejumlah ulama Mesir kontemporer seperti Ali Jum'ah (mantan
mufti Mesir), Sayyid Sabiq, Jad al-Haq,
.ًوإن أقر بالطالق كاذبا ً لم تطلق زوجته باطنا ً وإنما تطلق ظاهرا
Artinya: Apabila suami berbohong mengaku telah mentalak istrinya, maka istrinya tidak
tertalak secara batin, tapi tertalak secara lahir.
Maksud tertalak secara lahir adalah pernyataan itu perlu diverifikasi dan dikonfirmasi pada
suami dengan dua saksi apakah ucapan itu bohong atau jujur. Kalau suami menyatakan
bohong, maka talak tidak sah dan tidak terjadi.
Maksud "istri secara batin" adalah tetap sah menjadi istrinya dan ikrar talaknya tidak sah.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa apabila talak yang dikeluarkan oleh suami yang
bodoh alias tidak tahu pada konsekuensi hukum ucapan talak-nya, maka talak tidak terjadi.
Ibnu Hazm dalam Maratibul Ijmak hlm. 1/72 menyatakan:
القول: والمسألة فيها ثالثة أقوال." فكرهه ْالحسن،اختلفُوا فِي طالق ْال َجا ِهل
ْ َو
إال، يقع طالقه قضا ًء: القول الثالث. ال يقع طالقه: القول الثاني. يقع طالقه:األول
. فيقضي بها،أن تظهر قرينة على عدم إرادته الطالق
Artinya: Ulama berbeda pendapat dalam soal talaknya orang bodoh. Pendapat pertama: talak
terjadi. Pendapat kedua, talak tidak terjadi. Pendapat ketiga, talak terjadi secara hukum
kecuali ada bukti atas tidak adanya maksud suami untuk bercerai maka dihukumi tidak terjadi
talak.
===============
RUJUKAN