Anda di halaman 1dari 19

 Home

 Syariah
 Agama Islam
 Bisnis
 Nikah
 Cerai
 Waris

Talak dan Gugat Cerai dalam Islam

Perceraian atau talak yang dikenal juga dengan istilah gugat cerai adalah pemutusan
hubungan suami-istri dari hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariah
Islam dan/atau sah menurut syariah dan negara. Perceraian adalah hal yang menyedihkan dan
memiliki implikasi sosial yang tidak kecil terutama bagi pasangan yang sudah memiliki
keturunan. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia dihindari. Namun Islam memberi jalan keluar
apabila ia dapat menjadi jalan atau solusi terbaik bagi keduanya.

DAFTAR ISI

1. Definisi Cerai Talak


2. Dalil Dasar Hukum Perceraian Talak
3. Kategori Hukum Perceraian Talak
1. Talak Wajib
2. Talak Haram
3. Talak Sunnah
4. Cerai Makruh
5. Cerai Mubah
4. Shighat (Ucapan) Talak
1. Talak Sharih (Eksplisit)
2. Talak Kinayah (Tidak Langsung)
5. Rukun Perceraian Talak
1. Rukun Talak Bagi Suami
2. Rukun Cerai Bagi Istri
3. Rukun Ucapan Teks Talak
6. Jenis Cerai Talak
1. Cerai Talak oleh Suami
1. Talak Raj'i
2. Talak Ba'in
3. Talak Sunni
4. Talak Bid'i
5. Talak Taklik
2. Gugat Cerai oleh Istri
1. Fasakh
2. Khuluk
3. Apa itu Talak Ba'in Sughra (Kecil)
7. Taklik Talak
1. Taklik Talak Ada 2 Macam
2. Sighat Taklik Talak KUA
3. Hukum Mengucapkan Taklik Talak
8. Iddah Masa Tunggu
9. Beda Talak Raj'i, Bain Sughra, Talak 3 (Tiga) atau Talak Ba'in
10. Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama
1. Proses Cerai Talak oleh Suami di Pengadilan Agama
2. Proses Cerai Gugat oleh Istri di Pengadilan Agama
11. Cara Suami Rujuk
12. Rujuk< Talak dengan Dua Saksi
13. Talak Tidak Sah atau Tidak Terjadi
1. Diucapkan dalam kalimat yang bermakna masa yang akan datang
2. Talak yang diucapkan dalam kalimat tanya
3. Bercerita tentang talak
4. Talak Orang Marah Tingkat Kemarahan Tertinggi dan Menengah
5. Suami Cerita Bohong Sudah Menceraikan Istri pada Orang lain
6. Suami Awam Tidak Tahu Konsekuensi Hukum Ucapan Talak
14. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM

DEFINISI CERAI TALAK

Dalam syariah cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, ‫)اسم لحل قيد النكاح‬
atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau
selamanya.

DALIL DASAR HUKUM PERCERAIAN TALAK

- QS Al-Baqarah 2:229
‫سا ٍن َوال يَ ِحل لَ ُك ْم أ َ ْن تَأ ْ ُخذُوا ِم َّما‬ ‫اك بِ َم ْع ُروفٍ أ َ ْو ت َ ْس ِري ٌح بِإ ِ ْح َ‬
‫ان فَإ ِ ْمزَ ٌ‬ ‫الق َم َّرت َ ِ‬ ‫َّ‬
‫الط ُ‬
‫َللاِ فَال‬‫َللاِ فَإ ِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَالَّ يُ ِقي َما ُحدُودَ َّ‬
‫شيْئا ً إِالّض أ َ ْن يَخَافَا أَالَّ يُ ِقي َما ُحدُودَ َّ‬ ‫آت َ ْيت ُ ُمو ُه َّن َ‬
‫َللاِ فَأُولَئِ َك‬
‫َللاِ فَال ت َ ْعتَد ُوهَا َو َم ْن يَت َ َعدَّ ُحدُودَ َّ‬ ‫ت ِب ِه تِ ْل َك ُحدُود ُ َّ‬ ‫ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَدَ ْ‬
‫الظا ِل ُمونَ‬ ‫ُه ُم َّ‬
‫‪Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang‬‬
‫‪ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali‬‬
‫‪sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak‬‬
‫‪akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami‬‬
‫‪isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya‬‬
‫‪tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum‬‬
‫‪Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum‬‬
‫‪Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.‬‬

‫‪- QS At-Talaq 65:1-7‬‬


‫صوا ْال ِعدَّة َ َواتَّقُوا َّ‬
‫َللاَ َربَّ ُك ْم الَ‬ ‫ط ِلّقُو ُه َّن ِل ِعدَّتِ ِه َّن َوأ َ ْح ُ‬
‫ساء فَ َ‬ ‫طلَّ ْقت ُ ُم النِّ َ‬
‫أَي َها النَّ ِبي ِإذَا َ‬
‫ش ٍة م َبيِّنَ ٍة َو ِت ْل َك ُحدُودُ َّ‬
‫َللاِ َو َمن‬ ‫اح َ‬‫ت ُ ْخ ِر ُجو ُه َّن ِمن بُيُو ِت ِه َّن َوال َي ْخ ُر ْجنَ ِإالَّ أَن َيأْتِينَ ِبفَ ِ‬
‫ِث بَ ْعدَ ذَ ِل َك أ َ ْم ًرا*‬ ‫سهُ الَ ت َ ْد ِري لَعَ َّل َّ‬
‫َللاَ يُ ْحد ُ‬ ‫ظلَ َم نَ ْف َ‬
‫َللاِ فَقَ ْد َ‬‫يَتَعَدَّ ُحدُودَ َّ‬

‫ع ْد ٍل‬ ‫ي َ‬‫ارقُو ُه َّن ِب َم ْع ُروفٍ َوأ َ ْش ِهدُوا ذَ َو ْ‬


‫فَإِذَا بَلَ ْغنَ أ َ َجلَ ُه َّن فَأ َ ْم ِس ُكو ُه َّن ِب َم ْع ُروفٍ أ َ ْو فَ ِ‬
‫اّلِلِ َو ْال َي ْو ِم ِ‬
‫اآلخ ِر َو َمن َيت َّ ِ‬
‫ق‬ ‫ظ ِب ِه َمن َكانَ يُؤْ ِم ُن ِب َّ‬ ‫ِ ّمن ُك ْم َوأَقِي ُموا ال َّ‬
‫ش َهادَة َ ِ َّّلِلِ ذَ ِل ُك ْم يُو َع ُ‬
‫َللاَ َي ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا*‬
‫َّ‬

‫َللاَ بَا ِل ُغ أ َ ْم ِر ِه قَ ْد‬ ‫ِب َو َمن يَت َ َو َّك ْل َعلَى َّ‬


‫َللاِ فَ ُه َو َح ْسبُهُ إِ َّن َّ‬ ‫ْث الَ يَ ْحتَس ُ‬‫َويَ ْر ُز ْقهُ ِم ْن َحي ُ‬
‫َللاُ ِل ُك ِّل ش ْ‬
‫َيءٍ قَ ْد ًرا*‬ ‫َج َع َل َّ‬

‫ارت َ ْبت ُ ْم فَ ِعدَّت ُ ُه َّن ثَالثَةُ أ َ ْش ُه ٍر َوالالَّئِي لَ ْم‬


‫سائِ ُك ْم ِإ ِن ْ‬
‫يض ِمن ِنّ َ‬ ‫َوالالَّئِي َيئِسْنَ ِمنَ ْال َم ِح ِ‬
‫َللاَ يَ ْج َعل لَّهُ ِم ْن أ َ ْم ِر ِه‬
‫ق َّ‬ ‫ض ْعنَ َح ْملَ ُه َّن َو َمن َيت َّ ِ‬ ‫َي ِحضْنَ َوأ ُ ْوالتُ األ َ ْح َما ِل أ َ َجلُ ُه َّن أَن َي َ‬
‫يُ ْس ًرا*‬

‫سيِّئَاتِ ِه َويُ ْع ِظ ْم لَهُ أ َ ْج ًرا*‬ ‫َللاَ يُ َك ِفّ ْر َ‬


‫ع ْنهُ َ‬ ‫ق َّ‬‫َللاِ أَنزَ لَهُ ِإلَ ْي ُك ْم َو َمن يَت َّ ِ‬
‫ذَ ِل َك أ َ ْم ُر َّ‬

‫ض ِيّقُوا َعلَ ْي ِه َّن َو ِإن ُك َّن‬


‫ضارو ُه َّن ِلت ُ َ‬ ‫س َكنتُم ِ ّمن ُو ْج ِد ُك ْم َوالَ ت ُ َ‬ ‫أ َ ْس ِكنُو ُه َّن ِم ْن َحي ُ‬
‫ْث َ‬
‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَآتُو ُه َّن أ ُ ُج َ‬
‫ور ُه َّن‬ ‫ض ْعنَ َح ْملَ ُه َّن فَإ ِ ْن أ َ ْر َ‬ ‫أُوالَ ِ‬
‫ت َح ْم ٍل فَأَن ِفقُوا َعلَ ْي ِه َّن َحتَّى َي َ‬
‫ض ُع لَهُ أ ُ ْخ َرى*‬ ‫ست ُ ْر ِ‬ ‫َوأْت َ ِم ُروا بَ ْينَ ُكم بِ َم ْع ُروفٍ َوإِن تَعَا َ‬
‫س ْرت ُ ْم فَ َ‬
ً ‫َللاُ نَ ْف‬
‫سا‬ َّ ‫ف‬ َّ ُ‫سعَتِ ِه َو َمن قُد َِر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُهُ فَ ْليُن ِف ْق ِم َّما آتَاه‬
ُ ّ‫َللاُ ال يُ َك ِل‬ َ ‫ِليُن ِف ْق ذُو‬
َ ‫سعَ ٍة ِ ّمن‬
‫ع ْس ٍر يُ ْس ًرا‬ُ َ‫َللاُ بَ ْعد‬ َ ‫إِالَّ َما آتَاهَا‬
َّ ‫سيَ ْجعَ ُل‬
Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu
iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari
rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang
baru.(ayat 1)

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(ayat 2)

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(ayat 3)

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-


perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka
adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya. (ayat 4)

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat
gandakan pahala baginya. (ayat 5)

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu
dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.(ayat 6)

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.(ayat 7)
SHIGHAT (UCAPAN) CERAI TALAK ADA DUA

Ditinjau dari segi shighat, lafadz, ucapan cerai talak dari seorang suami pada istri, talak ada
dua macam yaitu talak sharih (langsung, jelas, eksplisit) dan talak kinayah (tidak langsung,
sindiran, implisit). Kedua shighat talak ini memiliki hukum tersendiri dalam soal terjadinya
talak atau tidak.

TALAK SHARIH (LANGSUNG)

Talak sharih adalah ucapan talak secara jelas dan eksplist yang apabila diucapan pada istri
maka jatuhlah talak/perceraian walaupun suami tidak berniat untuk cerai. Lafadz talak sharih
ada 3 (tiga) yaitu:
(a) Talak atau cerai. Seperti kata suami pada istri: "Aku menceraikanmu." atau "Kamu
dicerai", dsb.
(b) Pisah (mufaraqah)
(c) Sarah (pisah)

TALAK KINAYAH(TIDAK LANGSUNG, IMPLISIT)

Yaitu kata yang mengandung nuansa atau makna percraian tapi tidak secara langsung. Seperti
kata suami pada istri "Pulanglah pada orang tuamu!"

Termasuk talak kinayah adalah talak sharih tapi dibuat secara tertulis atau melalui SMS
(short text message).

HUKUM CERAI/TALAK
Hukum talak/perceraian itu beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah. Rinciannya
sbb:

TALAK ITU WAJIB APABILA:

a) Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi


b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk
perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik

Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

PERCERAIAN ITU HARAM APABILA:

a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas


b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta
pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang
kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
PERCERAIAN ITU HUKUMNYA SUNNAH APABILA:

a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya


b) Isterinya tidak menjaga martabat dirinya

CERAI HUKUMNYA MAKRUH APABILA:

Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
pengetahuan agama

CERAI HUKUMNYA MUBAH APABILA

Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

RUKUN PERCERAIAN/ TALAK


Ada 2 faktor dalam perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat sahnya
perceraian.

Rukun Talak bagi Suami

- Berakal sehat
- Baligh
- Dengan kemauan sendiri

Rukun Talak bagi Isteri

- Akad nikah sah


- Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

Lafadz/teks talak:

- Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya


- Dengan sengaja dan bukan paksaaan

JENIS PERCERAIAN ADA 2 (DUA)

Ditinjau dari pelaku perceraian, maka perceraian itu ada dua macam yaitu (a) cerai talak oleh
suami kepada istri dan (b) gugat cerai oleh istri kepada suami.

A. CERAI TALAK OLEH SUAMI

Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri. Ini adalah perceraian/talak yang
paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan.
Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan
terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.

Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb:

Talak raj’i
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua kepada
isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika waktu iddah
telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

Talak bain

Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga
kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan
suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.

Talak sunni

Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci
dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci

Talak bid’i

Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci tapi
sudah disetubuhi (berhubungan intim).

Talak taklik

Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab atau
syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau
talak.

TAKLIK TALAK

Taklik talak atau talak taklik dibagi ke dalam dua macam, yaitu taklik qasami dan taklik
syarthi.

TAKLIK TALAK ADA 2 MACAM

Taklik qasami

Taklik qasami adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung pengertian
melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.

Taklik Syarthi

Taklik Syarthi yaitu taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah terpenuhi
syaratnya. Syarat sah taklik yang dimaksud tersebut ialah perkaranya belum ada, tetapi
mungkin terjadi di kemudian hari, hendaknya istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi
talak dan ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.
ISI SIGHAT TAKLIK TALAK

Bunyi redaksi atau sighat taklik taklak yang diucapkan pengantin pria setelah ijab kabul di
KUA dan termuat dalam buku Akta Nikah adalah sbb:

SIGHAT TAKLIK TALAK

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Sesudah akad nikah saya (nama_mempelai_pria) bin (nama_ayah_mempelai_pria) berjanji


dengan sepenuh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan
akan saya pergauli istri saya bernama (nama_mempelai_wanita) binti (nama_ayah_mempelai
wanita) dengan baik (mu'asyarah bilma'ruf) manurut ajaran syari'at islam.

Selanjutnya saya membaca sighat taklik atas istri saya sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya :

1. Meninggalkan istri saya dua tahun berturut-turut,


2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,
3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya,
4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya,

Kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada pengadilan agama dan
pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, sebagai iwadh (pengganti)
kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada Pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh itu dan kemudian
menyerahkan kepada Direktorat Jendral Bimas Islam dan Penyelengara Haji Cq. Direktorat
Urusan Agama Islam untuk keperluan ibadah sosial.

Suami

HUKUM UCAPAN TAKLIK TALAK

Mengucapkan talklik talak oleh pengantin pria sesaat setelah ijab kabul hukumnya tidak
wajib. Boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Berdasarkan pada

(a) Fatwa MUI pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996 yang menyatakan bahwa:

Pengucapan sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita (
isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut,
sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah
pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 dari
tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.

(b) KHI Kompilasi Hukum Islam pasal 46 ayat (3)


Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat dicabut kembali.

B. GUGAT CERAI OLEH ISTRI

Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan
cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak
dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.

Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:

1. Fasakh

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada
suami, dalam kondisi di mana:

- Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
- Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita
(meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
- uami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik
sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
- adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-
tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.

Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka
Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

2. Khulu’

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan
sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah
2:229

APA ITU TALAK BA'IN SHUGHRA

Efek Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak ba'in
shughra (talak ba'in kecil).

Efek hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu’ adalah talak ba'in sughra, yaitu
hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin
kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan
perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir
apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

IDDAH MASA TUNGGU

Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai
oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan
dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai. Bagi istri yang ditalak raj'i (talak
satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus
ada akad nikah baru. Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka
harus ada akad nikah yang baru.

Rincian masa iddah sbb:

1. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh
hari, baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).
2. Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq
65:4).
3. Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa
iddahnya tiga kali masa suci atau quru'(QS Al-Baqarah 2:228) dengan rincian sebagai
berikut:

a. Apabila talak terjadi saat haid, maka awal iddah dihitung dari masa suci yang terjadi
setelah haid.

b. Apabila talak terjadi saat suci, maka dirinci:


b.a.-- Apabila masih ada sedikit masa suci lalu haid, maka masa sedikit itu dianggap qur'
b.a.a -- Apabila setelah talak tidak ada sedikitpun masa suci dalam arti akhir kalimat talak
bersamaan dengan akhir masa suci,
b.a.b -- Atau apabila suami berkata pada istrinya, "Kamu ditalak di akhir masa sucimu" ->
maka dalam kasus terakhir awal quru'-nya adalah masa suci yang jatuh setelah haid.

c. Istri yang tidak haid yang biasa seperti anak kecil atau wanita menopause, maka iddahnya
tiga bulan berdasarkan QS At-Talaq :4

d. Istri yang tidak haid karena sebab yang tidak biasa seperti wanita tidak haid pada usia yang
umumnya haid, maka iddahnya juga tiga bulan berdasarkan QS At-Talaq :4

e. Masa iddah dengan quru' palig sedikitnya adalah 32 hari dan sesaat. Ini terjadi apabila istri
dicerai di masa suci sesaat kemudian dia haid, maka masa suci sesaat itu dihitung satu quru'.
Lalu dia haid sehari lalu suci 15 hari ini dihitung quru' kedua. Lalu haid sehari dan haid 15
hari ini dihitung quru' ketiga yang berakhir saat haid yang ketiga. (Lihat Al-Sairozi, "Kitab
Al-Talaq", Al-Muhadzab hlm. 3/118)

4. Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah
lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan
(At-Thalaq 65:4).

5. Wanita yang pernikahannya fasakh/dibatalkan , maka iddahnya sama dengan iddah talak.
(Lihat, Ibnu Muflih dalam Al-Mughni hlm. 9/77 mengutip pendapat Imam Syafi'i)

6. Iddahnya perempuan yang di-khuluk sama dengan wanita yang ditalak biasa (Lihat, Ibnu
Muflih dalam Al-Mughni hlm. 9/77 mengutip pendapat Imam Syafi'i)

6. Wanita yang dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.
BEDA TALAK RAJ'I, TALAK BA'IN SUGHRA, TALAK 3 (TIGA) BA'IN KUBRO

Dari seluruh uraian seputar talak/perceraian di atas dapat disimpulkan bahwa talak ada 3
macam yaitu talak raj'i, talak ba'in sughra (kecil) dan talak ba'in kubra atau talak 3 (tiga).
Perbedaan ketiganya adalah sbb:

Talak Raj'i (Rujuk)

Adalah cerai talak oleh suami dengan level talak 1 (satu) dan talak 2 (dua). Dengan status
talak raj'i, maka suami boleh rujuk atau kembali pada istri yang dicerainya selama masa iddah
tanpa harus akad nikah baru. Namun apabila keinginan rujuk tersebut setelah masa iddah
habis, maka harus diadakan akad nikah baru.

Talak Ba'in Sughra (Kecil)

Talak Ba'in Sughra adalah perceraian yang disebabkan oleh gugat cerai oleh istri baik dengan
cara fasakh atau khuluk. Dalam kondisi ini, maka (a) suami tidak boleh rujuk pada istri
selama masa iddah; dan (b) suami boleh kembali ke istri setelah masa iddah habis dengan
akad nikah yang baru.

Talak 3 (Tiga) atau Talak Ba'in Kubro

Talak 3 (Tiga) atau Talak Ba'in saja adalah perceraian di mana suami sama sekali tidak boleh
rujuk atau kembali pada istrinya walaupun masa iddah sudah habis kecuali setelah istri
menikah dengan laki-laki lain dan beberapa saat (bulan/tahun) kemudian pria kedua tersebut
menceraikannya.

PROSEDUR PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

Ada beberapa tahapan dalam melakukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama baik
menyangkut cerai talak oleh suami atau cerai gugat oleh istri sbb:

PROSES CERAI TALAK OLEH SUAMI DI PENGADILAN AGAMA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:


1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);
b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58
UU No. 7 Tahun 1989);
c. Surat permohonan dapat dirub`h sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika
Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan
tersebut harus atas persetujuan Termohon.
2. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :
a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7
Tahun 1989);
b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin
Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7
Tahun 1989);
c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon
(Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);
d. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan
diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi
tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66
ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
3. Permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat
diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan
(Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7
Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal
237 HIR, 273 R.Bg).
6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara


1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk
menghadiri persidangan.
3. Tahapan persidangan :
a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan
suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih
dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan.
Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan
rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
a. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui
Pengadilan Agama/Mahkamah Syarhah tersebut;
b. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah tersebut;
c. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
4. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
maka :
a. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
b. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah memanggil Pemohon dan Termohon untuk
melaksanakan ikrar talak;
c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak,
suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan
hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum
yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat
bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar
talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989);

PROSES GUGAT CERAI OLEH ISTRI DI PENGADILAN AGAMA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :


1. a. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);
b. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar’iah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU
No. 7 Tahun 1989);
c. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat
telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas
persetujuan Tergugat.
2. a. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
b. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin
Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun
1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);
c. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada
pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);
d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan
kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’aah yang daerah hukumnya meliputi tempat
perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3)
UU No.7 Tahun 1989).
3. Permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7
Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal
237 HIR, 273 R.Bg).
6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara


1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk
menghadiri persidangan
3. Tahapan persidangan :
a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan
suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih
dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan.
Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan
rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah atas permohonan cerai gugat sebagai
berikut :
a. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tersebut;
b. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iah tersebut;
c. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera Pengadilan
agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua
belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada
para pihak.

CARA SUAMI RUJUK

Selama masa iddah belum habis, suami boleh rujuk pada istri yang ditalak raj'i (selain talak
3) kapan saja. Cara rujuk sbb:

a. Rujuk dapat dilakukan dengan mengatakan pada istri "Aku rujuk". Atau berkata pada
orang lain "Aku rujuk pada istriku" atau "Aku kembali ke istriku.

b. Rujuknya juga dianggap sah dengan perbuatan. Seperti melakukan hubungan intim dengan
diniati rujuk.

RUJUK DAN TALAK DENGAN DUA SAKSI

a. Sunnah hukumnya menghadirkan dua saksi saat melakukan talak atau rujuk.
b. Tapi sah hukum talak dan rujuk tanpa ada saksi
c. Rujuknya suami tidak memerlukan adanya wali, atau mahar, atau kerelaan istri atau atas
sepengetahuan istri. Rujuk tetap sah walaupun istri tidak tahu atas hal itu.

TALAK YANG TIDAK TERJADI ATAU TIDAK SAH

Perkataan 'talak', 'pisah', atau 'cerai' tidak terjadi atau tidak sah apabla diucapkan dalam
kondisi dan situasi berikut:

1. Diucapkan dalam kalimat yang bermakna masa yang akan datagn (future tense,
zaman mustaqbal)

Talak dalam Future Tense (Masa akan datang) Tidak Terjadi

Kalimat talak atau cerai yang menunjukkan waktu masa depan (Inggris: future tense; Arab:
mustaqbal) itu tidak dianggap talak sharih (eksplisit) tapi dianggap talak kinayah (implisit)
karena dalam konteks ini ia seperti janji talak. Karena itu ia membutuhkan niat agar talak
terjadi dan sah. Syarwani dalam Hasyiyah Syarwani atas kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil
Minhaj menyatakan:
،‫لو قال لزوجته تكون طالقا ً هل تطلق أو ال؟ الحتمال هذا اللفظ الحال واالستقبال‬
‫ فإن أراد به وقوع الطالق في‬،‫ أو كناية؟ والظاهر أنه كناية‬،‫وهل هو صريح‬
‫ وإال فهو وعد ال يقع به‬،‫ أو التعليق احتاج إلى ذكر المعلق عليه‬،‫الحال طلقت‬
‫شيء‬
Artinya: Apabila suami berkata pada istrinya "Kamu akan menjadi istri yang tertalak" apakah
jatuh talak atau tidak? Karena kata ini mengandung kemungkinan zaman hal (masa sekarang)
atau istiqbal (masa akan datang). Secara zahir, ini talak kinayah. Apabila suami ingin
menjatuhkan talak saat ini juga dengan kalimat itu maka terjadi talak; apabila bermaksud
taklik (talak kondisional), maka suami harus menyebut muallaq alaih (yang dijadikan kondisi
/ syarat). Apabila tidak, maka kalimat ini adalah janji yang tidak terjadi apa-apa.

2. Talak yang diucapkan dalam kalimat tanya hukumnya tidak sah alias tidak terjadi

Al-Khatib As-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj ila Makrifati Alfadz al-Minhaj 3/302
menyatakan
‫ولو قال أنت طالق أو ال أو أنت طالق واحدة أو ال بإسكان الواو فيهما لم يقع به‬
‫شيء ألنه استفهام ال إيقاع فكان كقوله هل أنت طالق إال أن يريد بقوله أنت طالق‬
‫إنشاء الطالق فتطلق وال يؤثر قوله بعده أو ال‬
Artinya: Apabila suami berkata pada istrinya: "Kamu tertalak atau tidak?" atau "Kamu
tertalak satu atau tidak?" maka talak tidak terjadi karena itu kalimat tanya bukan penjatuhan
talak. Kalimat tersebut sama dengan kalimat (suami pada istri): "Apakah kamu perempuan
yang tertalak?" Namun demikian, apabila dengan kata-kata tersebut suami (yakni kalimat
"Kamu tertalak atau tidak?") ada niat untuk mentalak istrinya, maka talak terjadi.

3. Bercerita tentang talak tidak berakibat jatuh talak. Misalnya, suami bercerita pada
istrinya bahwa tetangga sebelah ditalak oleh suaminya.

Zakariya Al-Anshari dalam kitab Al-Ghurar Al-Bahiyyah fi Al-Bahjah Al-Wardiyyah IV/246


menyatakan:
‫ أي قصد لفظه لمعناه أي قصد لفظه ومعناه؛ إذ المعتبر قصدهما‬.‫ وقصد‬:‫قوله‬
‫ والنداء بطالق لمن اسمها طالق‬،‫ وتصوير الفقيه‬،‫ليخرج حكاية طالق الغير‬
Artinya: ... yang dianggap (dalam talak) adalah kesengajaan dalam kata dan makna. Tidak
termasuk dari talak adalah bercerita tentang talak orang lain, dan penjelasan talak seorang
ahli fiqih, dan panggilan dengan kata "Taliq" (orang yang dicerai) bagi wanita yang kebetulan
bernama Taliq.

3. Apabila suami menceraikan istrinya dengan talak 1, lalu setelah habis masa iddahnya,
suami mentalak yang kedua kalinya (tanpa adanya rujuk atau akad baru), maka itu tidak
terjadi talak. Hal ini disebabkan tidak adanya hubungan suami-istri sama sekali.
4. Kalimat talak dengan memakai kalimat perintah tidak terjadi talak. Ibnu Abil Fath dalam
Al-Matlak ala Abwab al-Fiqh (mazhab Hanbali) menyatakan:

‫ أنا أعتق‬:‫ ألن المضارع وعد كقولك‬،‫وال يحصل الحكم بالمضارع وال باألمر‬
‫ واألمر ال يصلح لإلنشاء وال هو خبر فيؤاخذ المتكلم به‬،‫وأدبر وأطلق‬
Artinya: ... cerai talak tidak terjadi dengan kalimat kata perintah (fi'il amar) karena ia bukan
kalimat berita dan tidak pantas dijadikan pernyataan.

4. Talaknya Orang Marah dengan Kemarahan Tingkat Tertinggi atau Menengah

Abdurrohman Al-Jaziri yaitu Al-Fiqh alal Mazahib al-Arbaah, hlm. 4/142 membagi
kemarahan suami yang marah menjadi 3 (tiga) tingkatan sebagai berikut:

: ‫أما طالق الغضبان فاعلم أن بعض العلماء قد قسم الغضب إلى ثالثة أقسام‬
‫ أن يكون الغضب في أول أمره فال يغير عقل الغضبان بحيث يقصد ما‬: ‫األول‬
‫يقوله ويعلمه وال ريب في أن الغضبان بهذا المعنى يقع طالقه وتنفذ عباراته‬
‫ أن يكون الغضب في نهايته بحيث يغير عقل صاحبه ويجعله‬: ‫باتفاق الثاني‬
‫كالمجنون الذي ال يقصد ما يقول وال يعلمه وال ريب في أن الغضبان بهذا المعنى‬
‫ أن يكون الغضب وسطا بين‬: ‫ال يقع طالقه ألنه هو والمجنون سواء الثالث‬
‫الحالتين بأن يشتد ويخرج عن عادته ولكنه ال يكون كالمجنون الذي ال يقصد ما‬
‫يقول وال يعلمه والجمهور على أن القسم الثالث يقع به الطالق‬
Artinya: Adapun talaknya orang yang marah maka sebagian ulama membaga kemarahan itu
menjadi 3 (tiga) bagian:

Pertama, kemarahan tingkat pertama. Ia tidak merubah akal orang yang marah dalam arti ia
sengaja mengucapkan apa yang dikatakan dan menyadarinya. Tidak diragukan bahwa marah
dalam tingkat ini sah dan terjadi talaknya menurut kesepakatan ulama.

Kedua, kemarahan tingkat tertinggi yang dapat merubah akal sehingga seperti orang gila
yang tidak bersengaja atas apa yang dikatakan dan tidak menyadarinya. Tidak diragukan
bahwa kemarahan dalam tingkat ini tidak terjadi talaknya karena ia sama dengan orang gila.

Ketiga, kemarahan tingkat menengah antara tingkat pertama kedua yakni orang yang
emosinya meningkat dan keluar dari kebiasaan akan tetapi tidak sampai pada tingkat orang
gila yang tidak menyadari apa yang dikatakan. Menurut jumhur (mayoritas ulama antar
mazhab) kemarahan tipe ketiga ini sah dan terjadi talaknya.

Pada halaman 4/144 Al-Jaziri dalam kitab yang sama (Al-Fiqh alal Mazahib Al-Arba'ah)
mengutip pendapat beberapa mazhab secara detail dan juga pendapat Ibnul Qayyim sbb:
"Mazhab Hanafi menyatakan yang melakukan pembagian marahnya suami menjadi tiga
bagian itu adalah Ibnul Qayyim, seorang ulama mazhab Hambali. Ibnu Qayyim memilih
pendapat bahwa talaknya orang yang marah dalam kategori ketiga tidak sah dan tidak terjadi
talaknya. Pendapat yang tahqiq menurut mazhab Hanafi adalah bahwa orang yang marah
yang kemarahannya keluar dari karakter dan kebiasaan aslinya sehingga merubah
rasionalitasnya dalam perkataan dan perbuatannya maka talaknya tidak terjadi (tidak sah)
walaupun ia sadar dan sengaja dengan apa yang dia katakan. Ia sedang dalam keadaan
berubah pemahamannya karena itu maka kesengajaannya itu tidak didasarkan pada
pemahaman yang benar, maka ia seperti orang gila. Orang gila tidaklah harus selalu dalam
keadaan tidak menyadari apa yang dikatakannya.

Orang yang marah dengan kemarahan tingkat menengah ini sering berbicara rasional tapi
tidak bisa terus menerus konsisten bicara logis. Jelas ini menguatkan pendapat Ibnul Qayyim
yang menjelaskan bahwa tingkat kemarahan si suami tidak seperti orang gila.. Walaupun
Ibnul Qayyim bermazhab Hanbali, akan tetapi ulama mazhab Hanbali tidak mengakui
pendapat ini.

Yang dapat difaham dari kaidah keempat mazhab adalah bahwa kemarahan yang tidak
sampai merubah kesadaran seseorang dan tidak menjadikannya seperti orang gila maka
talaknya sah dan terjadi tanpa keraguan. Begitu juga kemarahan pada tingkat menengah yaitu
kemarahan yang sangat sampai ia keluar dari tabiat asal tapi tidak sampai pada tingkat seperti
orang gila yang tidak menyadari apa yang dikatakan. Talaknya orang ini juga sah dan terjadi.
Adapun talak yang dapat merubah kesadaran sehingga ia menjadi seperti orang gila maka
talaknya tidak dianggap dan tidak sah.

Ini adalah pendapat eksplisit dari ulama mazhab Hanafi. Akan tetapi berdasarkan pendapat
dari sebagian mazhab Hanafi bahwa kemarahan apabila keluar dari kebiasaan dan membuat si
suami tidak rasional dalam perilaku dan perkataan maka talaknya tidak sah dan tidak terjadi.
Pendapat ini adalah pendapat yang baik karena dalam keadaan ini ia seperti orang mabuk
yang hilang akal dan kesadarannya disebabkan oleh minum miniman non-alkohol maka
mereka dihukumi talaknya tidak terjadi. Dengan demikian, maka orang yang marah
sebaiknya dihukumi demikian juga.

Ada yang bertanya dengan argumen bahwa menganalogikan orang marah dengan orang
mabuk karena minuman non-alkohol telah menjadikan hukum hanya terbatas pada orang
yang dimurkai Allah seperti marah karena mempertahankan diri atau harta atau agama.
Sedangkan orang yang marahnya karena sebab yang haram seperti marah karena dengki pada
orang yang tidak setuju padanya atas perkara batil atau marah pada istrinya secara zalim dan
permusuhan dan kemarahannya sampai pada batas ini maka talaknya sah dan terjadi karena
kemarahannya membuat dia tidak rasional. Maka jawabannya adalah: bahwa marah adalah
sifat personal yang ada pada setiap manusia yang disebabkan oleh pengaruh eksternal. Pada
dasarnya marah tidak haram karena ia bersifat inheren pada diri manusia untuk
mempertahankan diri dalam membela agama, harga diri, harta dan nyawa. Yang haram
adalah menggunakan kemarahan di luar tujuan yang dibolehkan. Beda halnya dengan alkohol
yang tidak dibolehkan bagi manusia untuk menggunakannya dalam keadaan apapun. Oleh
karena itu, terjadinya talak bagi orang yang mabuk itu sebagai pencegahan agar tidak
melakukannya. Sedangkan marah itu tidak mungkin dilarang karena itu merupakan watak
bawaan manusia. Karena itu maka tidak sah membandingkan kemarahan manusiawi dengan
mabuk karena minuman keras atau hal lain yang haram yang wajib dijauhi."(Lihat, Al-Jaziri,
Al-Fiqh alal Mazahib al-Arbaah, 4/144). Untuk teks Arabnya lihat di sini.
Pendapat ini didukung oleh sejumlah ulama Mesir kontemporer seperti Ali Jum'ah (mantan
mufti Mesir), Sayyid Sabiq, Jad al-Haq,

5. Suami Cerita Bohong Sudah Menceraikan Istri pada Orang lain

Zakaria Al-Anshari dalam Asnal Matolib 16/147 berkata:

.ً‫وإن أقر بالطالق كاذبا ً لم تطلق زوجته باطنا ً وإنما تطلق ظاهرا‬
Artinya: Apabila suami berbohong mengaku telah mentalak istrinya, maka istrinya tidak
tertalak secara batin, tapi tertalak secara lahir.

Maksud tertalak secara lahir adalah pernyataan itu perlu diverifikasi dan dikonfirmasi pada
suami dengan dua saksi apakah ucapan itu bohong atau jujur. Kalau suami menyatakan
bohong, maka talak tidak sah dan tidak terjadi.

dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj berkata:

‫ فإقرار به‬....‫ أو مرادفها‬..‫ نعم‬:‫ فقال‬-‫أي زوجتك‬- ‫ أطلقتها؟‬،ً‫ولو قيل له استخبارا‬


.ً‫ فإن كذب فهي زوجته باطنا‬،‫(الطالق) ألنه صريح إقرار‬
Artinya: Kalau ditanya pada suami, "Apakah kamu menceraikan istrimu?" Lalu suami
menjawab, "Iya" ... maka itu termasuk ikrar talak yang sah. (Namun) apabila dia bohong,
maka istrinya tetap menjadi istri secara batin.

Maksud "istri secara batin" adalah tetap sah menjadi istrinya dan ikrar talaknya tidak sah.

6. Suami Awam Tidak Tahu Konsekuensi Hukum Ucapan Talak

Ada pendapat yang menyatakan bahwa apabila talak yang dikeluarkan oleh suami yang
bodoh alias tidak tahu pada konsekuensi hukum ucapan talak-nya, maka talak tidak terjadi.
Ibnu Hazm dalam Maratibul Ijmak hlm. 1/72 menyatakan:

‫ القول‬:‫ والمسألة فيها ثالثة أقوال‬."‫ فكرهه ْالحسن‬،‫اختلفُوا فِي طالق ْال َجا ِهل‬
ْ ‫َو‬
‫ إال‬،‫ يقع طالقه قضا ًء‬:‫ القول الثالث‬.‫ ال يقع طالقه‬:‫ القول الثاني‬.‫ يقع طالقه‬:‫األول‬
.‫ فيقضي بها‬،‫أن تظهر قرينة على عدم إرادته الطالق‬
Artinya: Ulama berbeda pendapat dalam soal talaknya orang bodoh. Pendapat pertama: talak
terjadi. Pendapat kedua, talak tidak terjadi. Pendapat ketiga, talak terjadi secara hukum
kecuali ada bukti atas tidak adanya maksud suami untuk bercerai maka dihukumi tidak terjadi
talak.

===============
RUJUKAN

- Al-Quran dan Al-Hadits


- Kitab Al-Umm oleh Imam Syafi'i
- Kitab Mukhtashar al-Fiqh al-Islami fi Dhau al-Quran was Sunnah
- Kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab oleh Imam Nawawi khususnya Kitab al Khuluk dan
Kitab at Talaq.
- ‫ فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب‬oleh Abu Zakariya Al Anshari.
- www.pa-negara.go.id

Cari artikel lain:

- See more at: http://www.alkhoirot.net/2012/10/perceraian-dan-


talak.html#sthash.XAUVZLAI.dpuf

Anda mungkin juga menyukai

  • CAPA
    CAPA
    Dokumen5 halaman
    CAPA
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5 - Manajemen Farmasi
    Kelompok 5 - Manajemen Farmasi
    Dokumen10 halaman
    Kelompok 5 - Manajemen Farmasi
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Compounding and Dispensing
    Compounding and Dispensing
    Dokumen18 halaman
    Compounding and Dispensing
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tugas Apoteker Muslim
    Tugas Apoteker Muslim
    Dokumen10 halaman
    Tugas Apoteker Muslim
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen3 halaman
    Tugas
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Materi
    Kumpulan Materi
    Dokumen26 halaman
    Kumpulan Materi
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Inspeksi Diri
    Inspeksi Diri
    Dokumen1 halaman
    Inspeksi Diri
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tugas Apoteker Muslim
    Tugas Apoteker Muslim
    Dokumen10 halaman
    Tugas Apoteker Muslim
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tata Cara
    Tata Cara
    Dokumen8 halaman
    Tata Cara
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Makalah Imun
    Makalah Imun
    Dokumen16 halaman
    Makalah Imun
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Materi
    Kumpulan Materi
    Dokumen26 halaman
    Kumpulan Materi
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Makalah Imun
    Makalah Imun
    Dokumen16 halaman
    Makalah Imun
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • PERNIKAHAN ISLAM
    PERNIKAHAN ISLAM
    Dokumen11 halaman
    PERNIKAHAN ISLAM
    Yulia Elf
    Belum ada peringkat
  • Tugas Dosen
    Tugas Dosen
    Dokumen7 halaman
    Tugas Dosen
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Soal Ukai
    Kumpulan Soal Ukai
    Dokumen23 halaman
    Kumpulan Soal Ukai
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Home 1
    Home 1
    Dokumen5 halaman
    Home 1
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Naskah Drama Musical Siti Nurbaya Season 2: December 11, 2012
    Naskah Drama Musical Siti Nurbaya Season 2: December 11, 2012
    Dokumen16 halaman
    Naskah Drama Musical Siti Nurbaya Season 2: December 11, 2012
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Etiket
    Etiket
    Dokumen1 halaman
    Etiket
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tata Cara
    Tata Cara
    Dokumen8 halaman
    Tata Cara
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tata Cara
    Tata Cara
    Dokumen8 halaman
    Tata Cara
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Etiket
    Etiket
    Dokumen1 halaman
    Etiket
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen1 halaman
    Tugas
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Seputar Khitbah Dalam Pandangan
    Seputar Khitbah Dalam Pandangan
    Dokumen8 halaman
    Seputar Khitbah Dalam Pandangan
    Yulia Elf
    Belum ada peringkat
  • Home 1
    Home 1
    Dokumen19 halaman
    Home 1
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • PERNIKAHAN ISLAM
    PERNIKAHAN ISLAM
    Dokumen11 halaman
    PERNIKAHAN ISLAM
    Yulia Elf
    Belum ada peringkat
  • RANCANGAN FORMULA Kapsul
    RANCANGAN FORMULA Kapsul
    Dokumen9 halaman
    RANCANGAN FORMULA Kapsul
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Copy Resep
    Copy Resep
    Dokumen1 halaman
    Copy Resep
    Nisrina Muslihin
    0% (1)
  • Etiket Putih Febri
    Etiket Putih Febri
    Dokumen1 halaman
    Etiket Putih Febri
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat
  • Etiket
    Etiket
    Dokumen1 halaman
    Etiket
    Nisrina Muslihin
    Belum ada peringkat