KOMUNIKASI EFEKTIF
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmatNya panduan
komunikasi efektif di RSKD Duren Sawit dapat diselesaikan.
Panduan komunikasi efektif disusun sebagai upaya untuk membantu profesional
kesehatan dalam berpartisipasi lebih baik dalam asuhan pelayanan yang diberikan.
Komunikasi dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dan keluarganya yang efektif,
tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami akan mengurangi kesalahan dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dilakukan ketika pasien berinteraksi dengan dokter atau perawatnya,
dokter kepada pasien maupun petugas kesehatan lainnya ketika memberikan pelayanan yang
spesifik.
Komunikasi efektif termasuk informasi yang diperlukan selama proses asuhan,
maupun pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan ke pelayanan lain atau ke
rumah.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit maka salah satunya
diperlukan suatu panduan yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh pengguna pelayanan.
Panduan ini akan dievaluasi kembali dan akan dilakukan perbaikan bila ditemukan hal-
hal yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Tim
Penyusun, yang dengan segala upaya telah berhasil menyusun panduan ini yang merupakan
kerjasama dengan berbagai pihak di lingkungan RSKD Duren Sawit.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
1. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul
apa yang dimaksud oleh penyampai pikirian-pikiran atau informasi.
2. Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud
oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan
dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar 1.
Gambar 2.
3. Komponen komunikasi pokok adalah :
a. Pengirim (komunikator), yaitu orang yang mengkomunikasikan atau menghubungkan
suatu pesan kepada orang lain (dokter, perawat, petugas admission, dan lainnya).
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya
luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan
menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
b. Penerima (komunikan), yaitu orang yang menerima pesan (pasien, keluarga pasien,
perawat, dokter, petugas admisi, dan lainnya).
c. Media, yaitu sarana komunikasi yang berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui
isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu
saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi
berupa perubahan sikap. Media yang dapat digunakan melalui telepon, lembar lipat,
buklet, video, peraga.
d. Berita dapat berupa lisan, tertulis atau keduanya sekaligus.
e. Pesan, berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah dituangkan dalam suatu
bentuk,melalui lembaga komunikasi diteruskan kepada orang lain atau komunikan.
f. Feed back (umpan balik), yaitu respon dari penerima terhadap pesan yang diterimanya.
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal :
1) Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan klarifikasi,
parapharase, intonasi.
2) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata / kalimatnya, gerak tubuh).
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak
tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
g. Di samping komponen-komponon pokok tersebut dapat ditambahkan komponen
lainnya seperti :
1) Sumber, asal suatu gagasan atau pendapat yang menjadi suatu pesan. Sumber bisa
berupa lembaga, kejadian, atau diri kita sendiri.
2) Media komunikasi, yang merupakan sarana atau alat-alat atau saluran-saluran yang
dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang akan dikomunikasikan.
3) Kegiatan encoding, artinya menuangkan gagasan atau pendapat dalam suatu bentuk
pesan yang dinyatakan oleh komunikator kepada komunikan.
4) Kegiatan decoding, artinya kegiatan untuk memahami suatu pesan yang diterima
oleh komunikan dari komunikator.
5) Tujuan yang berupa komunikan, bisa merupakan hadirin, massa, atau kelompok,
atau pula perseorangan.
4. Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
BAB II
RUANG LINGKUP
Komunikasi dapat bersifat Informasi (Asuhan) dan bersifat Edukasi (pelayanan promosi)
A. Komunikasi yang bersifat Informasi (asuhan)
Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit adalah :
1. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public area, leaflet,
lisan oleh frontliner.
2. Pelayanan yang tersedia.
3. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front office, IGD,
semua titik-titik unit frontliner.
4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui custumer service, admission, website.
B. Komunikasi yang bersifat Edukasi (pelayanan promosi)
Komunikasi yang bersifat Edukasi di dalam rumah sakit adalah :
1. Edukasi tentang obat.
2. Edukasi tentang penyakit.
3. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari.
4. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit.
5. Edukasi tentang gizi.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), keterampilan berkomunikasi berlandaskan
empat unsur yang merupakan inti komunikasi:
1. Sumber (yang menyampaikan informasi). Siapa dia? Seberapa luas/dalampengetahuannya
tentang informasi yang disampaikannya?
2. Isi pesan(apa yang disampaikan). Panjang pendeknya, kelengkapannya perludisesuaikan
dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3. Mediayang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan dilakukansecara
tatap muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, vcd, peraga.
4. Penerima (yang diberi informasi). Bagaimana karakternya? Apa kepentingannya?
(langsung, tidak langsung).
Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter sebagai sumber atau
pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa yang dimengerti pasien?).
Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur ditambah umpan balik tersebut,
diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan
memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, parafrase, intonasi.
2. Mendengar, termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik yang tersurat
(bahasa non verbal di balik ungkapan kata / kalimatnya, gerak tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu
komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak tubuh, raut muka dan sikap
dokter.
Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan kesehatan di RSKD Duren Sawit meliputi :
1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien
3. Komunikasi antar pemberi layanan
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi
Prinsip komunikasi efektif adalah Tulis, Baca dan Klarifikasi ( TBaK):
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan.
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut.
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.
d. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi.
2. Penggunaan code alfabetis international digunakan saat melakukan klarifikasi hal hal penting,
misal nama obat, nama pasien, dosis obat, hasil laboratorium dengan mengeja huruf huruf
tersebut saat membaca ulang (read back) dan verifikasi sesuai dengan pesan yang disampaikan
oleh pemberi pesan
3. Tujuan utama Panduan Komunikasi Efektif ini adalah untuk memperkecil terjadinya kesalahan
penerima pesan yang diberikan secara lisan maupun via telepon
BAB III
TATA LAKSANA
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima
dan memahami informasi yang diterimanya, antara lain:
Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan
penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai
Ketajaman panca indera
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi dengan baik.
Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan kemampuan
pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu
menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
Kelemahan fungsi kognitif
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat mempengaruhi
kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam mengkaji
pasien ini perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal maupun non verbal
yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komnikasi.
2) Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam
berinteraksi dengan pasien.
Pada saat menghadapi pasien perawat perlu:
a) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi
b) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat
c) Fokus pada pasien
d) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan
e) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyakmendengarkan daripada berbicara.
Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat.
f) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
g) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
h) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien
i) Bersikap tenang selama berada didepan pasien.
Dikonfirmasikan
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit,
komunikasi efektif antar pemberi layanan menggunakan tekhnik SBAR.
SBAR ( Situation Background Assessment Recommendation ) merupakan suatu
tekhnik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien
sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dan dokter.
Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai
kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur.
SBAR merupakan acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian
dan tindakan segera. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin
menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari
dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.
Empat (4) Unsur SBAR
1. Situation : Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien
2. Background : Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi
pasien saat ini
3. Assessment : Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
4. Recommendation : Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat
ini
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M, dkk 2006)
Situation (S) Sebutkan nama anda dan unit
Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien
Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas,
nyeri dada, dll)
Background (B) Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai kebutuhan
Status kardiovaskuler (Nyeri dada, tekanan darah,EKG,
dsb)
Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2, analisa gas
darah, dsb)
Status gastrointestinal (Nyeri perut, perdarahan,dsb)
Neurologis (GCS, Pupil)
Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya
Assessment Sebutkan problem pasien tersebut
Problem kardiologi
Problem gastro-intestinal
Recommendation Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)
Saya meminta dokter untuk :
Memindahkan pasien ke HCU
Segera datang melihat pasien
Mewakilkan dokter lain untuk datang
Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :
Foto rontgen
Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan EKG
Pemberian oksigenasi
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi
Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan
b. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
pasien
1) Komunikasi Informasi Asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasanya
dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang
meliputi:
a) Jam pelayanan
b) Pelayanan yang tersedia
c) Cara mendapatkan pelayanan
d) Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika
menerima pasien:
a) Berdiri ketika pasien datang
b) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“Assalamualaikum /
selamat pagi/siang/sore/malam, saya…(nama))
c) Mempersilahkan pasien duduk
d) Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?)
e) Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu
Bpk/Ibu….(nama))
f) Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak
lelah)
g) Menilai suasana lawan bicara
h) Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik, gerak/bahasa tubuh
dari pasien)
i) Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
j) Memberikan informasi yang diperlukan pasien
k) Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah
mau dibantu untuk dibuatkan perjanjian
l) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang
tidak perlu
m) Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang
disampaikan
n) Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
o) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa kami
bantu bpk/ibu?)
p) Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu. Apa
bila adalagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh cinta kasih)
q) Berdiri ketika pasien pulang
r) Mengucapkan salam kembali (“Waalaikumsalam / selamat
pagi/siang/sore/malam)
b. Konseling Berkelompok
Pada pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, konseling dapat
dilakukan secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan
suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul. Konseling berkelompok ini selain
untuk meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap dan perilaku pasien, juga
sebagai sarana komunikasi yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien.
Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media
komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk
menayangkan gambar atau film.
Di Rumah Sakit Khusus Duren Sawit, dimana pasien rawat inap adalah pasien
dengan gangguan kesehatan jiwa, konseling berkelompok tidak dapat dilakukan.
Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para
penjenguk (pembesuk). Agar para penjenguk tertib, dapat disediakan ruang tunggu
yang dilengkapi dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara
gratis atau televisi yang menayangakan berbagai pesan kesehatan dari VCD / DVD
player, sehingga diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya
dapat disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.
C. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien
Prosesnya :
1. Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
2. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
3. Tahap verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang
diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali
eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan
kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan
dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar
pasien setelah pasien tenang.
Hasil kegiatan yang terkait dengan komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan
dengan kegiatan pendidikan pasien dan keluarga serta asesmen pasien melalui rapat triwulanan
untuk dilakukan pembinaan dan evaluasi dilaporkan ke direktur Rumah Sakit serta
didokumentasikan.
BAB V
PENUTUP
Penjelasan dalam buku ini terbatas pada pengertian umum tentang komunikasi efektif.
Tentunya masih diperlukan cara lain agar dokter dan staf di rumah sakit benar-benar
dapatmelakukan komunikasi efektif dalam menjalankan profesinya. Keterampilan
berkomunikasi hanya bisa diperoleh dari praktik. Makin banyak pengalaman
seseorang melakukan komunikasi efektif ketika berhadapan dengan pasien maupun
pengunjung, maka keterampilannya akan semakin terasah. Tentunya akan sangat membantu
kalau seseorang juga menambah pengetahuan dan wawasannya. Mengikuti pelatihan khusus,
selain sebagai penyegaran tapi juga bisa menambah kemampuan, adalah cara lain yang
dianjurkan agar mampu melakukan komunikasi efektif dengan pasien maupun pengunjung di
rumah sakit.
Menurut Konsil Kedokterean Indonesia (2006), memahami perspektif seseorang adalah sikap
yang dianjurkan dalam komunikasi. Sikap tersebut akan mengantar pada pengembangan
perilaku seseorang yang menunjukkan adanya penghargaan terhadap kepercayaan pasien yang
berkaitan dengan penyakitnya (tidak menyemooh atau melecehkan), melakukan penggalian
(eksplorasi) terhadap keadaan pasien, memahami kekhawatiran dan harapannya, berusaha
memahami ungkapan emosi pasien, mampu merespon secara verbal dan non-verbal dalam
cara yang mudah dipahami pasien. Perhatian terhadap bio, psiko sosio, budaya dan norma-
norma setempat untuk menetapkan dan mempertahankan terapi paripurna dan hubungan
dokter-pasien yang profesional, sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan pasien.
Perhatian dalam pengembangan komunikasi efektif dengan pasien tidaklah terbatas hanya
pada diri seorang dokter semata melainkan juga melibatkan semua jenjang yang dilalui pasien.
Dokter perlu memasukkan semua pihak yang ikut berperan dalam upaya penyembuhan atau
perawatannya agar komunikasinya bisa efektif. Tidak semua informasi yang diperlukan pasien
bisa dituntaskan oleh dokter di ruang praktiknya. Penyediaan media pendukung komunikasi,
yaitu media cetak seperti lembar balik (flipchart), lembar lipat (leaflet), poster, selebaran
(flyer), buklet dan media elektronik (vcd) akan sangat membantu efektivitas komunikasi.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan
dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan
untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan
dalam hal ini adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya
sehingga keluhan negatif terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Selain itu, apabila setiap profesi kesehatan memegang teguh kode etik profesi yang telah
dirumuskan oleh masing-masing profesi dan menerapkannya di dalam pemberian pelayanan
kepada pasien maka komplain tidak akan terjadi. Disamping itu, setiap profesi kesehatan harus
meningkatkan motivasi internalnya untuk menolong sesama manusia. Tidak sekedar motivasi
material tapi juga keikhlasan berbuat menolong sesama manusia dalam rangka beribadah
kepada-Nya.