Anda di halaman 1dari 8

Status Hilang

Tidak ada aturan khusus termasuk peraturan di tingkat kepolisian yang mengatur tentang kapan
status seseorang (anggota masyarakat) dinyatakan hilang.
Meski demikian, sebagai informasi tambahan untuk Anda, khusus anggota kepolisian yang
dinyatakan hilang, ada aturannya yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penentuan Status Gugur, Tewas, Hilang
dan Meninggal Dunia Biasa Dalam Tugas Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia (“Perkapolri 22/2007”).

Hilang dalam tugas adalah keadaan anggota Polri pada saat melaksanakan tugas Kepolisian, tidak
diketahui keberadaannya dan tidak diketahui apakah masih hidup atau telah meninggal dunia.

Status hilang diberikan kepada anggota Polri dengan ketentuan sedang melaksanakan tugas namun
tidak diketahui keberadaannya. Status hilang diberikan setelah dilakukan upaya pencarian selama
satu tahun, namun tidak diketemukan.

Tidak Ada Lagi Syarat Hilang 1x24 Jam

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya (yang saat itu dijabat oleh) Komisaris
Besar (Pol) Rikwanto menuturkan bahwa pihak kepolisian menjamin akan langsung
menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait kasus orang hilang. Menurutnya, polisi tidak lagi
mengenal istilah 1x24 jam baru akan menyelidiki kasus tersebut. Petugas langsung wajib pada saat
itu juga memberikan pelayanan kepada masyarakat. Demikian informasi yang didapatkan dalam
artikel Polisi: Laporan Orang Hilang Tak Kenal 1x24 Jam Lagi yang kami akses dari laman media
Kompas.com.

Pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan satu
kondisi yang relevan, yaitu frasa ‘ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang’.
Selengkapnya dinyatakan begini: “Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena
hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil
baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan”.

Pelaporan Orang Hilang

1. Klarifikasi

Bagi pemohon yang akan melaporkan keluarganya yang hilang, bisa langsung ke kantor polisi
setempat, sesuai tempat kejadian perkara.

Nantinya, pemohon diminta untuk mengklarifikasi hubungannya dengan orang atau keluarga
yang hilang.

Misalnya, orang tua yang kehilangan anaknya dengan menunjukkan kartu keluarga dan akta
kelahiran asli.
2. Tak Perlu Menunggu 24 Jam

Kepolisian akan memberikan pelayanan pengaduan masyarakat terkait sebuah kasus, termasuk
kasus kehilangan.

Pemohon laporan kehilangan keluarga tidak harus menunggu batas waktu 1x24 jam, juga tak ada
batasan umur untuk orang hilang.

3. Advice untuk Pencarian di Sekitar Lingkungan Pelapor

Aturan menunggu 1x24 jam digunakan polisi untuk memberikan nasehat kepada orang tua atau
keluarga yang kehilangan anggota keluarganya.

Nasehat itu diberikan untuk memastikan keluarga mencari dahulu di sekitar lingkungannya,
seperti teman terlapor maupun saudara lainnya.

Jika memang belum ditemukan, polisi akan menindaklanjuti dengan memberikan surat laporan
kehilangan dan ditindaklanjuti sesuai ranah pidana kepolisian di Unit Reserse Kriminal.

4. Polisi Datangi TKP dan Saksi

Setelah pelapor melengkapi berkas kehilangan, polisi akan menindaklanjuti dengan mendatangi
TKP, tempat terakhir terlapor diketahui keluarga maupun saksi, kemudian mengklarifikasi saksi
maupun bukti-bukti kuat pendukung pencarian keluarga yang hilang.

Penetapan Pengadilan (KUHPer)

Pasal 467

Bila orang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan
dan kepentingan-kepentingannya atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah lampau
lima tahun sejak kepergiannya. atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang
membuktikan bahwa ia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun itu tak pernah
ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya. maka tak peduli apakah pengaturan-pengaturan
sementara telah diperintahkan atau belum, orang yang dalam keadaan tak hadir itu, atas
permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin Pengadilan Negeri di tempat
tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan panggilan
umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama lagi sebagaimana
diperintahkan oleh Pengadilan.

Bila atas panggilan itu tidak menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun
orang lain untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa ia masih hidup, maka harus diberikan izin
untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan demikian yang ketiga harus
diberikan.
Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan tegas akan
ditunjuk oleh Pengadilan Negeri pada waktu memberikan izin yang pertama. dan tiap-tiap kali
juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang sidang Pengadilan Negeri dan pada pintu masuk
kantor keresidenan tempat tinggal terakhir orang yang tidak hadir itu.

Pasal 468
Bila atas panggilan tidak datang menghadap, baik orang yang dalam keadaan tak hadir maupun
orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu, maka Pengadilan Negeri atas
tuntutan jawatan Kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya dugaan
hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya.
atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan
dalam keputusan itu.
Pasal 469
Sebelum mengambil keputusan atas tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan pemeriksaan
saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan Kejaksaan, Pengadilan Negeri
harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin
telah menghalangi penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian. Pengadilan Negeri, berkenaan dengan ini
semua, boleh menunda pengambilan putusan sampai lima tahun lebih lama daripada jangka waktu
tersebut dalam Pasal 467, dan boleh memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan
penempatannya dalam surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk
kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu.
Pasal 470
Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan kuasa untuk
mewakilinya dalam urusan-urusannya, atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah lampau
sepuluh tahun sesudah keberangkatannya atau setelah berita terakhir bahwa ia masih hidup,
sedangkan dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah mati,
maka atas permohonan orang-orang yang kepentingan, orang yang dalam keadaan tidak hadir itu
boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang kematiannya, dengan
cara dan menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu. Berlalunya
waktu sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan atau pengaturan yang
diadakan oleh orang dalam keadaan tidak hadir itu telah berakhir lebih dahulu.
Pasal 471
Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan surat
kabar yang telah digunakan dalam pemanggilan-pemanggilan
Keadaan ‘mungkin sudah meninggal’ bisa berakhir jika orang yang dianggap mati itu ternyata
masih hidup atau ada kabar dari dirinya; keadaan ‘mungkin’ itu juga berakhir jika sudah dipastikan
seseorang meninggal dunia, misalnya lewat keterangan dokter.
Perkawinan
Dalam kasus hubungan keluarga, hilangnya salah satu pasangan bisa berakibat hukum terjadinya
perceraian.

Dalam suatu sidang cerai, apabila salah satu pihak (biasanya pihak tergugat), tidak menghadiri
sidang pemeriksaan yang dilakukan. Apabila hakim berpendapat bahwa tergugat tersebut telah
dipanggil secara sah dan patut namun tetap tidak hadir di persidangan, maka Hakim berwenang
untuk tetap meneruskan pemeriksaan sidang cerai yang dilaksanakan serta mengambil keputusan.
Putusan cerai yang diambil tanpa kehadiran tergugat tersebut dalam hukum acara perdata
dinamakan sebagai putusan verstek.

Pasal 125 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) (S. 1941-44) yang menyatakan :

“Jika tergugat, meskipun dipanggil dengan sah, tidak datang pada hari yang ditentukan,
dan tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka tuntutan itu diterima
dengan keputusan tanpa kehadiran (verstek), kecuali kalau nyata bagi pengadilan negeri
bahwa tuntutan itu melawan hak atau tiada beralasan.”

Apabila Anda tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan terhadap putusan verstek)
terhadap putusan cerai yang telah diambil tanpa kehadiran Anda tersebut, maka putusan tersebut
akan dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap dan dengan demikian, status hukum
janda kepada istri Anda beserta putusan cerai yang dikeluarkan tersebut akan menjadi sah dan
berlaku.

Upaya hukum verzet tercantum di dalam Pasal 129 ayat (1) H.I.R yang menyatakan sebagai
berikut:

“Tergugat yang dihukum dengan keputusan tanpa kehadiran dan tidak menerima keputusan
itu, boleh mengajukan perlawanan.”

Verzet dapat dilakukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan verstek diberitahukan atau
disampaikan kepada Anda selaku tergugat karena Anda tidak pernah menghadiri persidangan.
(Pasal 129 ayat (2) H.I.R)
Pidana
Laporan
Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(“KUHAP”), yaitu:

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Setiap orang (yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban) memiliki hak
untuk melaporkan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 108 ayat (1) KUHAP,
yakni:

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang
merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik
dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Prosedur membuat laporan

A. Dapat langsung datang ke kantor Kepolisian yang terdekat pada lokasi peristiwa pidana
tersebut terjadi.
= Pelaporan dilakukan pada bagian SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) yang
merupakan unsur pelaksana tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian.

SPKT memiliki tugas memberikan pelayanan terhadap laporan/pengaduan masyarakat. Hal ini
sebagaimana ketentuan Pasal 106 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor. 23
Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor
dan Kepolisian Sektor (“Perkap 23/2010”), yang berbunyi:

SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap laporan/pengaduan


masyarakat, memberikan bantuan dan pertolongan, serta memberikan pelayanan informasi.

Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda
penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan. (Pasal 108 ayat (6) KUHAP)

Kemudian, tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat perintah penyidikan.

Mekanismenya berdasarkan Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia


Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap 14/2012”)
adalah sebagai berikut:

1. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat
perintah penyidikan
2. Setelah Laporan Polisi dibuat, maka terhadap Pelapor akan dilakukan pemeriksaan yang
dituangkan dalam “Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Pelapor”.
B. Layanan Call Centre Polri

Pengaduan melalui telepon melalui 110, di dalam Pasal 11 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 3
Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat (“Perkap 3/2015”) diatur bahwa Kepolisian
membuka dan menyediakan akses komunikasi informasi tentang keluhan masyarakat yang ingin
melapor melalui call centre Polri 110, NTMC (National Traffic Manajement Centre), dan TMC
(Traffic Manajement Centre).

Melalui laman Call Center Polri 110 POLRI, dimana masyarakat yang nantinya melakukan
panggilan ke nomor akses 110 akan langsung terhubung ke agen yang akan memberikan layanan
berupa informasi, pelaporan (kecelakaan, bencana, kerusuhan, dll.) dan pengaduan (penghinaan,
ancaman, tindak kekerasan dll) Masyarakat bisa menggunakan layanan call center 110 secara
gratis.

Tersangka

Pasal 1 butir 14 KUHAP yang berbunyi:

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Penangkapan
Mengenai penangkapan, dijelaskan dalam Pasal 17 KUHAP sebagai berikut:

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

KUHAP dengan tegas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup
(2 alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP)"
DPO
Seseorang dikatakan masuk dalam DPO apabila ia sebagai tersangka telah dipanggil untuk
pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak
jelas keberadaannya, oleh sebab itu maka ia dapat dicatat di dalam DPO dan dibuatkan Surat
Pencarian Orang (Pasal 31 ayat (1) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 14
tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana).

Prosedur DPO Dalam Perkap 14 Tahun 2012 dan Perkaba No 3 Tahun 2014

Langkah-langkah Penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO): (Perkaba No 3 Tahun 2014)

1) Bahwa Orang yang dicari benar-benar diyakini terlibat sebagai Tersangka Tindak Pidana
berdasarkan alat bukti yang cukup (minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP), dan diancam
dengan pasal-pasal pidana yang dipersangkakan kepadanya, setelah diputuskan melalui proses
gelar perkara terhadap perkara yang sedang dilakukan penyidikannya;
2) Terhadap Tersangka yang diduga telah melakukan Tindak pidana, telah dilakukan pemanggilan
dan telah dilakukan upaya paksa berupa tindakan penangkapan dan penggeledahan sesuai
perundang-undangan yang berlaku, namun Tersangka tidak berhasil ditemukan;

3) Yang membuat dan menandatangani DPO adalah penyidik atau penyidik pembantu, diketahui
oleh atasan penyidik/penyidik pembantu dan atau Kasatker selaku penyidik;

4) Setelah DPO diterbitkan tindak lanjut yang dilakukan penyidik adalah:

a) mempublikasikan kepada masyarakat melalui fungsi Humas diwilayahnya;

b) mengirimkan ke Satuan Polri lainnya dan wajib meneruskan informasi tersebut kejajaran untuk
dipublikasikan.

5) DPO harus memuat dan menjelaskan secara detail:

a) identitas lengkap Kesatuan Polri yang menerbitkan DPO;

b) nomor Telpon Penyidik yang dapat dihubungi;

c) nomor dan tanggal laporan polisi;

d) nama pelapor;

e) Uraian singkat kejadian;

f) Pasal Tindak Pidana yang dilanggar;

g) Ciri-ciri/identitas Tersangka yang dicari (dicantumkan Foto dengan ciri-ciri khusus secara
lengkap orang yang dicari antara lain : nama, umur, alamat, pekerjaan, tinggi badan, warna kulit,
jenis kelamin, kerwarganegaraan, rambut, hidung, sidik jari dan lain-lain).

DPO di tingkat Penuntutan dan Tahap banding, Kasasi dan PK

Dalam tahap ini seseorang telah menjadi tersangka atau terpidana, dan ketika akan panggil dalam
persidangan atau akan di eksekusi kemudian melarikan diri, dan saat menghilang mereka ini
kemudian mengajukan upaya hukum ketika berstatus DPO.

Prosedur di kejaksaan soal penetapan DPO, di tingkat jaksa DPO terjadi dalam hal;

 Pertama, Terdakwa tidak hadir di persidangan, bahkan tidak juga memberi kabar atau alasan
ketidakhadirannya. Surat panggilan juga telah dilayangkan sebanyak tiga kali.
 Kedua, Terpidana telah diputus bersalah oleh Pengadilan, namun jaksa tidak bisa
mengeksekusi karena terpidana melarikan diri.
Syarat DPO (Perkaba No 3 Tahun 2014)

a. Syarat formal:

1) Laporan polisi;

2) Surat perintah penyidikan;

3) Surat perintah penyitaan;

4) Surat perintah penggeledahan;

5) Surat izin/persetujuan Penyitaan Ketua Pengadilan;

b. Syarat materil:

1) Laporan kemajuan penanganan perkara;

2) Laporan hasil penyelidikan;

Kelengkapan dan Peralatan

a. Data lengkap tentang barang bukti yang diperlukan dalam mendukung penyidikan;

b. Format-format administrasi penyidikan khususnya untuk penerbitan DPB (Daftar Pencarian


Barang) berikut buku-buku registernya;

c. Alut dan alsus terkait dengan barang bukti yang dicari.

Anda mungkin juga menyukai