Anda di halaman 1dari 28

Majas

Majas atau gaya bahasa yaitu pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup,
keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan
pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.[1] Majas digunakan dalam penulisan
karya sastra, termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Umumnya puisi dapat mempergunakan
lebih banyak majas dibandingkan dengan prosa.

Jenis-jenis majas
Majas perbandingan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas perbandingan

 Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.

Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-
tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala
sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.

 Alusio: Mengungkapkan suatu hal dengan kiasan yang memiliki kesamaan dengan
yang telah terjadi sebelumnya.

Contoh: Megawati berhasil menjadi Kartini modern karena menjadi presiden wanita
pertama di Indonesia.

 Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata


depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dll.

Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang
dimabuk cinta berkorban apa saja.

 Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena
mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.

Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri. Totok itu
seperti ananta.

 Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang


berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
 Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan
lewat ungkapan rasa indra lainnya.

Contoh: Dengan telaten, Ibu mengendus setiap mangga dalam keranjang dan memilih
yang berbau manis. (Bau: indera penciuman, Manis: indera pengecapan)
 Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama
jenis.
 Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
 Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi
merek, ciri khas, atau atribut.

Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok


merek Djarum)

 Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan
hubungan karib.

Contoh: Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang
membuat Otok kian terkesima.

 Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan
diri.

Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.

 Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan


tersebut menjadi tidak masuk akal.

Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit.

 Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan


kepada sesuatu yang bukan manusia.

Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.

 Depersonifikasi: Pengungkapan dengan membuat manusia menjadi memiliki sifat-


sifat sesuatu bukan manusia.

Contoh: Hatinya telah membatu, padahal semua orang sudah berusaha menasihatinya.

 Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan
objek.

Contoh: Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.

 Totem pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya
sebagian.

Contoh: Indonesia bertanding voli melawan Thailand.

 Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan
kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.

Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya?


 Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas
sebagaimana adanya.

Contoh: Apa kabar, Roni? (Padahal, ia sedang bicara kepada bapaknya sendiri)

 Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan
bertutur kata.

Contoh: Kucing itu berpikir keras, bagaimana cara terbaik untuk menyantap tikus di
depannya.

 Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
 Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
 Eponim: Menyebutkan nama seseorang yang memiliki hubungan dengan sifat tertentu
yang ingin diungkapkan.

Contoh: Kami berharap kau belajar yang giat agar menjadi Einstein.

 Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk


menyatakan maksud.
 Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.

Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.

Majas sindiran

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas sindiran

 Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan


kebalikan dari fakta tersebut.

Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut.

 Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.

Contoh : Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang isi
kepalamu!

 Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan
terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).

Contoh: Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ?

 Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam
atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
 Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas penegasan

 Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.


 Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau
menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.

Contoh: Saya naik tangga ke atas.

 Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.

Contoh : Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke sini.

 Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang
berlainan.
 Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.

Contoh: Dengar daku. Dadaku disapu.

 Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang


sejajar.
 Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
 Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.

Contoh: Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)

 Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang
berlainan.
 Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang
penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.

Contoh: Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-
bondong menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.

 Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang


kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
 Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum
subjeknya.

Contoh: Dikejar oleh Anna kupu-kupu itu dengan begitu gembira.

 Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam


pertanyaan tersebut.
 Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal
unsur tersebut seharusnya ada.
 Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang
tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
 Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata
penghubung.
 Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
 Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur
kalimat.
 Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
 Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu
keseluruhan.
 Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang
sebenarnya.
 Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
 Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam
kalimat.
 Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang
berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
 Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk
konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

Contoh: Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.

Majas pertentangan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Majas pertentangan

 Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan,


namun sebenarnya keduanya benar.
 Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.
 Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu
dengan yang lainnya.
 Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan
pada bagian sebelumnya.
 Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa
dengan waktunya.

Macam Macam Majas


Majas Personifikasi
Majas personifikasi adalah majas yang membandingkan benda mati seakan-akan
bersifatseperti makhluk hidup. Majas ini membuat benda mati seakan-akan dapat melakukan
apa yang dilakukan oleh makhluk hidup atau manusia.
Contoh Majas Personifikasi :

1) Angin puting beliung datang mengancam sang Negeri


2) Lukisan itu menatap lembut kepadaku
3) Ombak laut itu melambai-lambai kepada sang pengunjung pantai
4) Bulan sedang bersedih di malam hari
5) Bunga mawar itu sedang merayuku untuk membelinnya
6) Awan itu menari-nari di siang yang cerah ini
7) Mendung seakan berbicara kalau hari ini akan terjadi hujan yang sangat deras
8) Pelangi mengatakan padaku bahwa hidup ini sungguh berwarna
9) Kasur itu selalu melambai-lambai ketika aku masih ngantuk
10) Ombak itu menyeretku sampai kembali ke pantai.

Majas Metafora
Majas metafora adalah majas yang mengungkapkan perbandingan dua hal atau obyek yang
tidak sama menjadi paduan persamaan.

Contoh Majas Metafora

1) Hati seorang wanita memang selembut sutera


2) Rusa itu hilang dimangsa si raja hutan
3) Arman adalah buah hati pak Dias dan bu Sri
4) Membaca merupakan hobi yang menyenangkan bagi si kutu buku
5) Sampah masyarakat itu akhirnya masuk bui juga
6) Hati kecilku mengatakan kau adalah jodohku sampai kapanpun
7) Mata hatiku selalu bersua kalau kau memang baik hati

Majas Repetisi
Majas repetisi adalah majas menggunakan pengulangan bahasa, frasa, klausa dan kata
yangdibuat sama dalam suatu kalimat yang berguna untuk memberi penegasan.

Contoh Majas Repetisi

1) Aku menyukaimu, aku merindukanmu, aku memujamu


2) Perjuangan itu sulit, perjuangan itu proses, perjuangan itu indah
3) Cinta itu indah, cinta itu gila, cinta itu buta

Majas Sinekdode
Majas sinekdode adalah majas dengan penulisan bahasa yang yang mengungkapkan bagian
dari keseluruhan atau mengungkapkan keseluruhan untuk suatu bagian. Majas ini terbagi
menjadi 2 yaitu sinekdode pars pro toto dan sinekdode totem pro parte.
1) Majas sinekdode pars pro toto adalah majas yang menjelaskan suatu bagian yang mewakili
dari keseluruhan.

Contoh

a) Tiket nonton konser itu setiap orang dikenai Rp. 50.000


b) Sejak kemaren aku belum melihat batang hidung temanmu yang berkaca mata itu.

2) Majas sinokdade totem pro parte adalah majas yang menjelaskan keseluruhan yang
mewakili suatu bagian.

Contoh

a) Inggris selalu mendominasi pada pertandingan piada dunia


b) Bandung kemaren menjadi juara cabang olahraga voli di PON sepanjang tahun 2017 ini.

Majas Sarkasme
Majas sarkasme adalah majas sindiran dengan kalimat yang kasar. Biasannya majas ini
disampaikan dalam keadaan sangat marah.

Contoh Majas Sarkasme

1) Melihat mukamu saja aku sudah jijik


2) Dasar babu gak berguna sama sekali
3) Pergi sana jadi gembel jalanan
4) Jangan bertingkah seperti orang kere
5) Mengerakan soal seperti ini saja tidak bisa, dasar bahlul
6) Biasakan hemat dasar tikus
7) Sepertinnya kau perlu berkaca
8) Kau memang karyawan yang tidak berguna, tidak becus mengerjaan proyek sekecil ini
9) Melihatmu seperti kotoran anjing
10) Kau memang pantas jadi sampah jalanan

Majas Eufemisme
Majas eufemisme adalah majas yang digunakan untuk menggantikan suatu ungkapan kasar
menjadi ungkapan yang lebig halus. Dengan ungkapan halus ini diharapkan yang
menengarkannya menjadi tidak tersinggung.

Contoh Majas Eufemisme

1) Seorang tuna netra menyebrang jalan ditemani oleh anaknya ( tuna netra = buta)
2) Saya baru tahu kalau Andi adalah tuna rungu ( tuna tungu : tuli )
3) Saya tidak mengerti dengan bahasa isyarat tuna wicara itu. ( tuna wicara : bisu)
4) Di kota itu banyak sekali tuna wisma berkeliaran ( tuna wisma = gelandangan)
5) Banyak orang antri ke beakang gara-gara kebanyakan makan pedas ( belakang = WC)
Majas Epifora
Majas epifora yaitu majas pengulangan kata pada baris terakhir atau kalimat secara urut.

Contoh Majas Epifora

1) Orang hamil akhirnya melahirkan juga, bayi akhirnya tumbuh besar juga, orang dewasa
akhirnya tua juga.
2) Aku mencintai kamu, aku merindukan kamu, aku memuja kamu.

Majas Pleonasme
Majas pleonasme adalah majas yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang sudah jelas
tapi diberikan tambahan kata dengan tujuan untuk mempertegas maksud kalimat tersebut.

Contoh Majas Pleonasme :

1) Naiklah ke atas untuk mendapat jatah uang saku untuk wisata besok
2) Turunlah ke bawah untuk mendapat jatah makan pagi agar hari-harimu selalu kuat
3) Mundurlah ke belakang sebelum dia menendangmu keluar dari rumah ini.
4) Ketika guru itu datang, mendadak kelas kami menjadi sunyi senyap
5) Aku melihat insiden kecelakaan maut itu dengan mata kepalaku sendiri
6) Aku senang sekali pergi ke pasar bunga melihat keanekaragaman jenis tanaman.
7) Hatiku begitu riang gembira mendapat hadiah darimu
8) Suaramu sungguh cetar membahana terdengar dari kamarku
9) Aku sudah ikhlas lahir batin dengan segala ujian ini
10) Senyummu begitu manis mempesona sehinngga membuat jantunggu berdegup kencang.

Majas Paralelism
Majas paralelisme yaitu majas dengan perulangan yang digunakan untuk menegaskan sebuah
makna frasa dalam bahasa puisi.

Contoh Majas Paralelisme :

1) Sungguh aku membutuhkanmu


2) Sungguh aku memujamu
3) Sungguh aku membencimu
4) Jujur aku menyukaimu
5) Sungguh aku memikirkanmu selalu

Majas Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang menjelaskan sesuatu secara berlebihan dibanding
aslinnya. Pembuatan kata yang dilebih-lebihkan ini digunakan untuk menarik perhatian
pembaca.
Contoh Majas Pertentangan

1) Suaramu yang merdu itu dapat menggemparkan dunia


2) Perjalanmu dari Surabaya sampai disini secepat kilat
3) Dalamnya cintaku akan menenggelamkanmu ke samudra terdalam
4) Otak Marsha secemerlang berlian
5) Kecantikan miss world itu dapat mengalihkan hidupmu

Majas Paradoks
Majas paradioks adalah majas pertentangan yang menjelaskan pertentangan antara
pernyataan dengan realita sesungguhnya. Majas ni sering dinyatakan pada tulisan novel.

Contoh Majas Paradoks

1) Di tengah keramaian kota metropolitan, kau tetap merasa kesepian.


2) Aku merasakan hangatnya suasana minum kopi ditengah malam yang dingin menggigit
3) Walaupun banyak yang bilang masakanku sudah pas tetap saja ini kurang asin menurutku.
4) Ditengah-tengan gaduhnya suasana konser pria itu tetap terlihat tenang.
5) Walaupun sudah tua, nenek itu tetap terlihat semangat bak kaum muda.

Majas Taotologi
Majas tautologi yaitu majas dengan bahasa yang berulang-ulang pada suatu kalimat dengan
tujuan untuk menegaskan makna dari kalimat tersebut.

Contoh Majas Tautologi

1) Kau memutuskan segala sesuatu dengan luluh lantah tanpa merundingkanya terlebih
dahulu
2) Di malam yang dingin menggigit ini teasa sepi sunyi tanpamu disisiku
3) Aku akan tetap bersamamu dalam suka duka sepanjang hidupku mampai maut menjemput
4) Melihat dirimu bersamannya membuat hatiku hancur lebur
5) Sedih tawamu adalah bagian dari kehidupanku

Majas Metonimia
Majas metonimia adalah majas yang digunakan untuk menjelaskan suatu kalimat atau kata
yang masih mempunyai hubungan dekat. Biasannya kata yang dipakai adalah merk barang
untuk menggantikan kata yang sudah umum.
Contoh Majas Metonimia

1) Jalan –jalan ke luar negri dengan pesawat Garuda terasa seperti melayang ke awan
2) Kalau kamu belum sepenuhnya sadar, sini aku kasih air aqua
3) Sekarang para remaja bahkan sampai orang tua setelah asyik berfoto selfie atau wifie tak
lupa untuk diupdate ke instagram
4) Dengan memakai kispray setrikaanku jadi lebih wangi dan rapi
5) Menggosok gigi dengan pepsodent membuat gigi lebih putih dan nafas lebih segar
6) Cucilah bajumu dengan bayclean agar lebih putih dan bersih
7) Minumlah baygon kalau kau ingin tamat segera
8) Makan Taro membuatku terasa lebih ringan dari sebelumnya
9) Dengan Natur E kulit wajah dan tubuhku menjadi lebih halus, lembut dan terasa kencang
seperti dulu
10) Sekarang adalah jamannya apapun bisa dicari dari smartphone kecil ini

Majas Ironi
Majas ironi adalah majas yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang bertolak belakang
dengan aslinnya.

Contoh Majas Ironi

1) Senyummu manis sekali sampai ada cabe merah yang tertinggal


2) Pintar sekali kau ini mengerjakan soal kaya gini saja tidak bisa
3) Rapi sekali kamarmu sampai terlihat seperti kapal pecah
4) Beruntung sekali kau dikejar anjing melulu dari kemaren
5) Bajumu mewah sekali belinnya dipasar loak ya.
6) Rambutmu indah sekali sampai terlihat seperti ekor kuda belum disisir
7) Bedakmu lembut sekali seperti tepung beras yang biasa untuk membuat peyek.
8) Rajin sekali dirimu, tugas saja sampai setumpuk gunung begini
9) Aku terkesan dengan bajumu yang terlihat seperti baju nenekku dulu
10) Kulitmu mulus sekali sampai terasa seperti jalan belum diaspal

Majas Asosiasi
Macam Macam Majas | Sumber : 500px.com

Majas asosiasi adalah majas yang membandingkan dua obyek yang berbeda tetapi
mempunyai kemiripan sifat. Ciri majas ini biasannya menggunakan kata penghubung seperti
laksana, bak, bagai, ibarat, juga.
Contoh Majas Asosiasi :

1) Hati orang itu memang keras ibarat batu


2) Senyumnya sangan menawan laksana bunga yang masih ranum
3) Binar matamu bagai bintang yang menerangi malam
4) Pikirannya encer bak santan kelapa
5) Semangatnya membara bagai api yang menyala-nyala
6) Kulitmu halus dan lembut sekali seperti kapas putih
7) Bibirmu merah merona bagai kelopak mawar yang baru mekar di pagi hari yag cerah ini
8) Tubuhmu seksi sekali seperti gitar spanyol sehingga membuat para pria terpikat.
9) Kau pandai sekali seperti Albert Enstein
10) Tubuhmu tinggi sekali seperti pohon pinus yang tak pernah ditebang.

Majas Antitesis
Majas antitesis adalah majas yang menyatakan dua kata yang memiliki arti berlawanan.
Kedua kata ditampilkan secara urut.

Contoh Majas Antitesis

1) Kaya miskin semuannya dapat masuk ke acara ulang tahunku


2) Banyak sedikit rezeki yang penting tidak melupakan untuk tetap bersedekah
3) Cantik atau jelek kita tetap harus bersyukur dengan segala pemberianNya
4) Kaya miskin bukanlah alasan untuk bermalas-malasan
5) Tinggi pendek mu sangat menentukan jika ingin masuk akademi militer.
6) Besar kecil pemberianku harus kamu terima dengan senang hari
7) Luas sempitnya tanah akan sangat menentukan harga jualnya di pasaran properti
8) Manis pahit cerita hidupku akan membuatku lebih memahami arti kehidupan
9) Asam manis kehidupan ini tergantung pada jalan pikiranmu sendiri
10) Kental atau encer santan itu tergantung banyak sedikitnya kelapa.

Majas Antonomasia
Majas antonomasia adalah majas yang digunakan untuk menyebut suatu benda atau objek
bukan dengan nama aslinnya tetapi menggunakan sifat dari obyek tersebut. Majas ini sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari guna memvariasikan kalimat agar tidak terkesan
monoton.

Contoh Antonomasia

1) Annisa membeli ‘’ si ratu bunga ‘’ untuk memperindah kebunnya. ( ratu bunga = mawar)
2) Adikku senang sekali ketika melihat ‘’ merpati terbang ‘’ di angkasa. ( merpati terbang =
pesawat)
3) Siapa sangka karena ‘’ si manis diemut’’ itu gigi adikku bisa ompong. ( si manis diemut =
permen)
4) Gak disangka ‘’ si bau menyengat’’ itu enak dibuat lalapan makan bebek goreng. ( si bau
menyengat = pete )
5) Si suara emas itu memang cantik dan baik hati, pantas banyak yang suka. ( si suara emas =
penyanyi )

Majas Simile
Majas simile adalah majas yang membandingkan dua kata atau objek yang jelas secara
eksplisit mempunyai kesamaan sifat. Ciri majas ini memakai kata penghubung layaknya,
ibarat, bagai, bak, umpamannya. Majas ini sedikit mirip dengan asosiasi tetapi tetap terdapat
perbedaan antara keduannya.

Contoh Majas Simile

1) Lelaki itu sangat baik dan dermawan ibarat malaikat yang turun dari langit
2) Kata-katamu sangat kasar ibarat pisau yang menusuk jantungku
3) Rio dan Vina ibarat air dan minyak yang tidak dapat dipersatukan
4) Penciuman Rudi sangat tajam ibarat anjing pelacak mayat
5) Es buah ini sangat segar menyembuhkan dahaga ibarat hujan yang membasahi ladang pasir

Majas Litotes
Majas litotes adalah majas yang menjelaskan suatu ungkapan yang direndahkan jika
dibandingkan dengan realita aslinnya. Majas ini mengungkapkan kepada pembacannya
tentang kerendah hatian penulis.

Contoh Majas Litotes

1) Saya hanyalah orang biasa tidak sepantasnya dilebih-lebihkan seperti itu.


2) Janganlah bertanya kepada orang bodoh seperti saya ini.
3) Makan nasi sambel teri saja sudah terasa lezat sekali bagi saya
4) Kakak akan membuat pesta kecil-kecilan untuk merayakan kelulusanmu
5) Saya hanyalah orang yang sudah lanjut usia, tidak pantas rasannya memberikan sambutan
di acara itu.
6) Saya hanyalah seorang pedagang kue pinggir jalan
7) Kami bisa bertahan dengan usaha cendol yang sudah turun temurun dari nenek moyang.
8) Ayahku hanyalah seorang nelayan penangkap ikan di laut
9) Ibuku hanyalah seorang tukang jahit seragam sekolah
10) Kami merasa cukup dengan uang saku seadannya.

Majas Alusio
Majas alusio yaitu majas yang mempunyai gaya bahasa yang memakai kata-kata dimasa lalu
untuk menjelaskan suatu kejadian. Kata-kata masa lalu yang biasa dipakai pada majas ini
seperti berupa tokoh, legenda, kejadian, cerita.
Contoh Majas Alusio

1) Ceritamu dengan Santi mengingatkanku pada cerita bawang merah dan bawang putih
2) Walaupun miskin jangan sampai kau seperti malin kundang pada ibunnya
3) Jika kau jatuh cinta ada orang salah nasibmu akan seperti cerita gunung tangkuban perahu
4) Walaupun nilai rupiah semakin menurun, jangan sampai seperti kejadian tahun 90 an.
5) Semoga saja ini hanya getaran biasa tidak seperti tsunami di Aceh dulu.
Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa
Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti
"petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda
dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa).
Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri
dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b[1] dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b,
atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga
pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis.
Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris
pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan
maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang
merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian
sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan
talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

Struktur pantun
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama
untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun
merupakan sastra lisan. Pola rima dan irama pada pantun secara eksplisit menegaskan sifat
kelisanan pantun pada budaya Melayu dulu.

Pantun memiliki dua pokok struktur utama, yaitu sampiran dan isi. Sampiran biasanya adalah
2 larik (baris ketika dituliskan) yang umumnya berisi hal-hal yang bersifat umum. Jantung
pantun berada pada dua larik terakhir yang dikenal sebagai isi pantun. Pesan-pesan pada
pantun melekat pada kedua larik terakhir.

Air dalam bertambah dalam


Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Aturan umum berlaku pada pantun, seperti halnya puisi lama. Misalnya, satu larik pantun
biasanya terdiri atas 6-12 kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku dan bersifat kaku. Pola
rima umum yang berlaku pada pantun adalah a-b-a-b dan a-a-a-a. Meski demikian, kerap
diketemukan pula pola pantun yang berpola a-a-b-b.
JENIS-JENIS PANTUN
 Pantun Adat

Menanam kelapa di pulau Bukum,


Tinggi sedepa sudah berbuah,
Adat bermula dengan hukum,
Hukum bersandar di Kitabullah.

Ikan berenang lubuk,


Ikan belida dadanya panjang,
Adat pinang pulang ke tampuk,
Adat sirih pulang ke gagang.

Lebat daun bunga tanjung,


Berbau harum bunga cempaka,
Adat dijaga pusaka dijunjung,
Baru terpelihara adat pusaka.

Bukan lebah sembarang lebah,


Lebah bersarang di buku buluh,
Bukan sembah sembarang sembah,
Sembah bersarang jari sepuluh.

Pohon nangka berbuah lebat,


Bilalah masak harum juga,
Berumpun pusaka berupa adat,
Daerah berluhak alam beraja.

 Pantun Agama

Banyak bulan perkara bulan,


Tidak semulia bulan puasa,
Banyak tuhan perkara tuhan,
Tidak semulia Tuhan Yang Esa.

Daun terap di atas dulang,


Anak udang mati di tuba,
Dalam kitab ada terlarang,
Yang haram jangan dicoba.

Bunga kenanga di atas kubur,


Pucuk sari pandan Jawa,
Apa guna sombong dan takabur,
Rusak hati badan binasa.

Asam kandis asam gelugur,


Ketiga asam si riang-riang,
Menangis mayat di pintu kubur,
Teringat badan tidak sembahyang.

 Pantun Budi

Bunga cina di atas batu,


Daunnya lepas ke dalam ruang,
Adat budaya tidak berlaku,
Sebabnya emas budi terbuang.

Di antara padi dengan selasih,


Yang mana satu tuan luruhkan,
Di antarabudi dengan kasih,
Yang mana satu tuan turutkan.

Apa guna berkain batik,


Kalau tidak dengan sujinya,
Apa guna beristeri cantik,
Kalau tidak dengan budinya.

Sarat perahu muat pinang,


Singgah berlabuh di Kuala Daik,
Jahat berlaku lagi dikenang,
Inikan pula budi yang baik.

Anak angsa mati lemas,


Mati lemas di air masin,
Hilang bahasa karena emas,
Hilang budi karena miskin.

Biarlah orang bertanam buluh,


Mari kita bertanam padi,
Biarlah orang bertanam musuh,
Mari kita menanam budi.

Ayam jantan si ayam jalak,


Jaguh siantan nama diberi,
Rezeki tidak saya tolak,
Musuh tidak saya cari.

Jikalau kita bertanam padi,


Senanglah makan adik-beradik,
Jikalau kita bertanam budi,
Orang yang jahat menjadi baik.
Kalau keladi sudah ditanam,
Jangan lagi meminta balas,
Kalau budi sudah ditanam,
Jangan lagi meminta balas.

 Pantun Jenaka

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar,
terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh
keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka
diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:

Di mana kuang hendak bertelur,


Di atas lata di rongga batu,
Di mana tuan hendak tidur,
Di atas dada di rongga susu.

Elok berjalan kota tua,


Kiri kanan berbatang sepat,
Elok berbini orang tua,
Perut kenyang ajaran dapat.

Sakit kaki ditikam jeruju,


Jeruju ada di dalam paya,
Sakit hati memandang susu,
Susu ada dalam kebaya.

Naik ke bukit membeli lada,


Lada sebiji dibelah tujuh,
Apanya sakit berbini janda,
Anak tiri boleh disuruh.

Orang Sasak pergi ke Bali,


Membawa pelita semuanya,
Berbisik pekak dengan tuli,
Tertawa si buta melihatnya.

Jalan-jalan ke rawa-rawa,
Jika capai duduk di pohon palem,
Geli hati menahan tawa,
Melihat katak memakai helm.

Limau purut di tepi rawa,


buah dilanting belum masak,
Sakit perut sebab tertawa,
melihat kucing duduk berbedak.
Jangan suka makan mentimun,
karna banyak getahnya,
hai kawan jangan melamun,
melamun itu tak ada gunanya.

 Pantun Kepahlawanan

Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat


kepahlawanan

Adakah perisai bertali rambut,


Rambut dipintal akan cemara,
Adakah misai tahu takut,
Kamipun muda lagi perkasa.

Hang Jebat Hang Kesturi,


Budak-budak raja Melaka,
Jika hendak jangan dicuri,
Mari kita bertentang mata.

Kalau orang menjaring ungka,


Rebung seiris akan pengukusnya,
Kalau arang tercorong kemuka,
Ujung keris akan penghapusnya.

Redup bintang haripun subuh,


Subuh tiba bintang tak tampak,
Hidup pantang mencari musuh,
Musuh tiba pantang ditolak.

Esa elang kedua belalang,


Takkan kayu berbatang jerami,
Esa hilang dua terbilang,
Takkan Melayu hilang di bumi.

 Pantun Kias

Ayam sabung jangan dipaut,


Jika ditambat kalah laganya,
Asam di gunung ikan di laut,
Dalam belanga bertemu juga.

Berburu ke padang datar,


Dapatkan rusa belang kaki,
Berguru kepalang ajar,
Bagaikan bunga kembang tak jadi.
Anak Madras menggetah punai,
Punai terbang mengirap bulu,
Berapa deras arus sungai,
Ditolak pasang balik ke hulu.

Kayu tempinis dari kuala,


Dibawa orang pergi Melaka,
Berapa manis bernama nira,
Simpan lama menjadi cuka.

Disangka nenas di tengah padang,


Rupanya urat jawi-jawi,
Disangka panas hingga petang,
Kiranya hujan tengah hari.

 Pantun Nasihat

Kayu cendana di atas batu,


Sudah diikat dibawa pulang,
Adat dunia memang begitu,
Benda yang buruk memang terbuang.

Kemuning di tengah balai,


Bertumbuh terus semakin tinggi,
Berunding dengan orang tak pandai,
Bagaikan alu pencungkil duri.

Parang ditetak ke batang sena,


Belah buluh taruhlah temu,
Barang dikerja takkan sempurna,
Bila tak penuh menaruh ilmu.

Padang temu padang baiduri,


Tempat raja membangun kota,
Bijak bertemu dengan jauhari,
Bagaikan cincin dengan permata.

Ngun Syah Betara Sakti,


Panahnya bernama Nila Gandi,
Bilanya emas banyak di peti,
Sembarang kerja boleh menjadi.

Jalan-jalan ke Kota Blitar,


jangan lupa beli sukun,
Jika kamu ingin pintar,
belajarlah dengan tekun.
 Pantun Percintaan

Coba-coba menanam mumbang,


Moga-moga tumbuh kelapa,
Coba-coba bertanam sayang,
Moga-moga menjadi cinta.

Jangan suka bermain tali,


Kalau tak ingin terikat olehnya,
Putus cinta jangan disesali,
Pasti kan datang cinta yang lainnya.

Limau purut lebat di pangkal,


Sayang selasih condong uratnya,
Angin ribut dapat ditangkal,
Hati yang kasih apa obatnya.

Ikan belanak hilir berenang,


Burung dara membuat sarang,
Makan tak enak tidur tak tenang,
Hanya teringat dinda seorang.

Anak kera di atas bukit,


Dipanah oleh Indera Sakti,
Dipandang muka senyum sedikit,
Karena sama menaruh hati.

Ikan sepat dimasak berlada,


Kutunggu digulai anak seberang,
Jika tak dapat pada masa muda,
Kutunggu sampai beranak seorang.

Kalau tuan pergi ke Tanjung,


Kirim saya sehelai baju,
Kalau tuan menjadi burung,
Sahaya menjadi ranting kayu.

Kalau tuan pergi ke Tanjung,


Belikan sahaya pisau lipat,
Kalau tuan menjadi burung,
Sahaya menjadi benang pengikat.

Kalau tuan mencari buah,


Sahaya pun mencari pandan,
Jikalau tuan menjadi nyawa,
Sahaya pun menjadi badan.
 Pantun Peribahasa

Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian,
Bersakit-sakit dahulu,
Bersenang-senang kemudian.

Ke hulu memotong pagar,


Jangan terpotong batang durian,
Cari guru tempat belajar,
Jangan jadi sesal kemudian.

Kerat kerat kayu di ladang,


Hendak dibuat hulu cangkul,
Berapa berat mata memandang,
Barat lagi bahu memikul.

Harapkan untung menggamit,


Kain di badan didedahkan,
Harapkan guruh di langit,
Air tempayan dicurahkan.

Pohon pepaya di dalam semak,


Pohon manggis sebasar lengan,
Kawan tertawa memang banyak,
Kawan menangis diharap jangan.

 Pantun Perpisahan

Pucuk pauh delima batu,


Anak sembilang di tapak tangan,
Biar jauh di negeri satu,
Hilang di mata di hati jangan.

Bagaimana tidak dikenang,


Pucuknya pauh selasih Jambi,
Bagaimana tidak terkenang,
Dagang yang jauh kekasih hati.

Duhai selasih janganlah tinggi,


Kalaupun tinggi berdaun jangan,
Duhai kekasih janganlah pergi,
Kalaupun pergi bertahun jangan.

Batang selasih mainan budak,


Berdaun sehelai dimakan kuda,
Bercerai kasih bertalak tidak,
Seribu tahun kembali juga.
Bunga Cina bunga karangan,
Tanamlah rapat tepi perigi,
Adik di mana abang gerangan,
Bilalah dapat bertemu lagi.

Kalau ada sumur di ladang,


Bolehlah kita menumpang mandi,
Kalau ada umurku panjang,
Bolehlah kita bertemu lagi.

 Pantun Teka-teki

Kalau tuan bawa keladi


Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung?

Beras ladang sulung tahun


Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi

Terendak bentan lalu dibeli


Untuk pakaian saya turun ke sawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala di bawah ?

Kalau tuan muda teruna


Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji di luar apa buahnya

Tugal padi jangan bertangguh


Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya?

 Pantun Lucu

Kue rangin rasanya manis


Kue tar bukanlah lapis
Malam dingin hujan gerimis
Sebentar bentar kebelet pipis

Stasiun tugu stasiun kereta api


Tempat jualan si tukang lapis
Hari minggu cuma nonton tipi
Mau jalan dompet dah menipis
Ini musim masih penghujan
Kata simbok jangan nakal
yang muslim silahkan Jumatan
Bawa gembok amankan sendal

Hujan gerimis deraslah amat


Ada kilat bertabrakan
Hari kamis malam jumat
Yang mau kumat dipersilahkan

Beli berlian dikota belawan


Hujan gerimis dikota mekah
Cantik nan itu perawan
Wajahnya manis senyum merekah
HOMONIM, HOMOFON, HOMOGRAF, ANTONIM,
dan SINONIM
Homonim adalah kata-kata yang lafal dan ejaannya sama, tetapi maknanya berbeda.
Perbedaan makna itu terjadi karena kata-kata itu berasal dari sumber yang berlainan.
Misalnya, kata genting pada suasana genting dan kata genting pada genting rumah.
Kata genting yang pertama, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima,
mempunyai makna ‘tegang; berbahaya (tt keadaan yang mungkin segera menimbulkan
bencana perang dsb)’, sementara kata genting yang kedua bermakna ‘tutup atap rumah yang
terbuat dari tanah liat yg dicetak dan dibakar, bermacam-macam bentuknya’. Berikut adalah
contoh lain kata-kata yang berhomonim.
 hak ‘milik; kepunyaan’
 hak ‘telapak sepatu pada bagian tumit yang relatif tinggi’
 rapat ‘hampir tidak berantara; dekat sekali (tidak renggang)’
 rapat ‘pertemuan (kumpulan) untuk membicarakan sesuatu’
 buku ‘lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong’
 buku ‘tempat pertemuan dua ruas (jari, buluh, tebu)’
 tanggal ‘terlepas (kelupas, lulus, lucut) lalu jatuh; luruh (tt daun, kulit, ular, dsb)’
 tanggal ‘bilangan yg menyatakan hari yang ke berapa dalam bulan’
 tawar ‘tidak ada rasanya, kurang asin, kurang sedap (tt makanan); hambar’
 tawar ‘negosiasi yang terjadi dl transaksi jual beli
 pasang ‘dua orang, laki-laki perempuan atau dua binatang, jantan betina’
 pasang ‘naik (tt air laut atau sungai)’

Homograf adalah adalah kata-kata yang ejaannya sama, tetapi lafal dan maknanya berbeda.
Misalnya, kata apel pada apel siaga dan kata apel pada apel merah. Kata apel yang pertama
bermakna ‘wajib hadir dalam suatu upacara resmi (bersifat kemiliteran) untuk diketahui hadir
tidaknya atau untuk mendengar amanat’ dan kata apel yang kedua bermakna ‘buah pohon
apel’. Dalam bahasa Indonesia, lafal huruf e pada umumnya menjadi pembeda pada kata-kata
yang berhomograf, seperti yang terlihat dalam contoh berikut.
 teras /tèras/ ‘tanah atau lantai yang agak ketinggian di depan rumah’
 teras /têras/ ‘intisari; isi yang terutama; sesuatu yang terbaik; sesuatu yang terpenting’
 seret /sèrèt/ ‘hela, tarik maju (barang yang dihela bergeser di tanah atau di air)’
 seret /sêrêt/ ‘tidak lancar; tersendat-sendat’
 per /pè/ ‘pegas’
 per /pêr/ ‘tiap-tiap’
 belok /bèlok/ ‘berkelok; berlekuk; bengkok’
 belok /bêlok/ ‘besar dan lebar (tt mata)’
 mental /mèntal/ ‘berhubungan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan
atau tenaga’
 mental /mêntal/ ‘terlempar kembali; berbalik arah’
 tahu /tau/ ‘mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb)’
 tahu /tahu/ ‘makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus, dan dicetak’

Sementara itu, homofon adalah kata-kata yang sama lafalnya sama, tetapi ejaan dan
maknanya berbeda. Misalnya, kata bank dan bang atau tank dan tang. Lafal untuk
unsur nkpada bank dan tank setara dengan unsur ng pada bang dan tang. Kedua pasang kata
itu pun maknanya berbeda. Kata bank bermakna ‘badan usaha di bidang keuangan yang
menarik dan mengeluarkan uang dalam masyakarat, terutama memberikan kredit dan jasa
dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang’, sedangkan bang bermakna ‘abang; kakak
(laki-laki)’. Sementara itu, kata tank bermakna ‘mobil berlapis baja yang beroda-gigi yang
bergerak (berputar) di atas roda rantai yang melingkari roda-roda giginya, dilengkapi dengan
senjata berat dan dapat digerakkan berputar ke arah sasaran’, sedangkan tangbermakna ‘alat
untuk menjepit (mencabut, memotong) paku dsb’. Berikut adalah beberapa contoh kata yang
berhomofon.
 sanksi ‘tanggungan (tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau
menaati ketentuan’
 sangsi ‘bimbang; ragu-ragu’
 massa ‘sejumlah besar benda (zat dsb) yang dikumpulkan (disatukan) menjadi satu (atau
kesatuan)’
 masa ‘waktu; ketika; saat’
 blog ‘catatan harian atau jurnal pribadi di internet yang dapat diakses oleh siapa saja’
 blok ‘deretan beberapa buah rumah yang tidak terpisah-pisah’
 syarat ‘janji sebagai tuntutan atau permintaan yang harus dipenuhi’
 sarat ‘penuh dan berat (karena berisi muatan atau karena banyak buahnya dsb)’
 balig ‘cukup umur; akil balig’
 balik ‘sisi sebelah belakang dari yang kita lihat’
Sinonim
Sinonim adalah kata – kata yang memiliki bentuk yang berbeda, seperti tulisan maupun
pelafalan, tetapi kata – kata tersebut memiliki makna yang mirip atau sama. Sinonim sering
sekali disebut dengan persamaan kata atau padanan kata. Nah, berikut ini adalah contoh –
contoh kalimat yang bersinonim dan daftar kata – kata umum beserta dengan sinonimnya.

Perhatikan contoh – contoh berikut ini:


Cerdas = Pintar = Pandai
Dani adalah anak yang cerdas.
Riki adalah anak yang pintar.
Shinta adalah anak yang pandai.

Hadir = Datang = Mampir


Pak guru hadir ke kelas kami tepat waktu.
Pak guru datang ke kelas kami tepat waktu.
Pak guru mampir ke kelas kami tepat waktu.

Melihat = Menonton
Aku melihat pertunjukan wayang bersama ibu kemarin malam.
Aku menonton pertunjukan wayang bersama ibu kemarin malam.

Gembira = Senang
Hari ini Shinta terlihat gembira.
Hari ini Shinta terlihat senang.

Dahaga = Haus
Setelah bekerja keras, aku sangat haus hingga menghabiskan air putih sebanyak delapan gelas.
Setelah bekerja keras, aku sangat dahaga hingga menghabiskan air putih sebanyak delapan
gelas.

Berjumpa = bertemu
Kemarin malam aku berjumpa dengan Shinta di pasar malam.
Kemarin malam aku bertemu dengan Shinta di pasar malam.

Berikut ini adalah daftar kata – kata umum dan sinonimnya :


Tumbuhan = Flora
Binatang = hewan = fauna
Bohong = dusta
Baju = pakaian
Indah = Bagus
Pelit = kikir
Memohon = meminta
Kesal = marah
Memasak = menggoreng
Alami = tradisional
Mudah = gampang
Sulit = sukar
Menyukai = menyenangi
Mendengarkan = menyimak
Meminta = memohon
Lemah = Tidak berdaya
Mudah = gampang
Sulit = sukar
Pendek = rendah
Kosong = tidak berisi
Lunak = lembek
Kebut = Kencang

Antonim
Antonim adalah kata – kata yang maknanya saling berlawanan satu sama lain. Antonim sering
sekali disebut dengan lawan kata. Nah, berikut ini adalah contoh – contoh kalimat yang
berantonim dan daftar kata – kata umum beserta dengan lawan katanya.

Perhatikan contoh – contoh berikut ini!


Tinggi = pendek
Bangunan yang baru didirikan itu sangat tinggi.
Bangunan yang beru didirikan itu cukup pendek.

Gelap = Terang
Ruangan ini sangat gelap.
Ruangan ini sangat terang.

Jauh = dekat
Jarak dari rumahku ke rumah Shinta sangat jauh.
Jarak dari rumahku ke rumah Shinta sangat dekat.

Lapar = kenyang
Aku sangat lapar hingga mampu menghabiskan nasi sebanyak 3 piring.
Aku sangat kenyang setelah menghabiskan nasi sebanyak 3 piring.

Datang = Pergi
Setelah menemui diriku, Adi datang ke tempat Danang.
Setelah pergi ke tempat diriku, Andi datang ke tempat Danang.

Mengembalikan = Meminjam
Aku mengembalikan barang yang telah aku pinjam dari Budi.
Aku meminjam barang yang dimiliki oleh Budi.

Menjual = Membeli
Ayah menjual sepeda motornya yang sudah lama dia pakai.
Ayah membeli sepeda motor baru setelah mendapatkan rejeki.
Berikut ini adalah daftar kata – kata umum beserta dengan lawan katanya:
Berlari = Jalan
Kosong = Penuh
Indah Jelek
Bodoh = pandai
Kurus = gemuk
Mateng = Mentah
Panas = dingin
banjir = kemarau
Baik = jahat
Dermawan = kikir
Dorong = tarik
Angkat = jatuhkan
Kotor = bersih
Sepi = ramai
Meminta = memberi
Mendatangi = menghindari
Menjauhi = mendekati
Menambahkan = mengurangi
Menggali = mengubur
Menang = kalah
Maju = mundur
Datang = pergi
Sedih = senang
Banyak = sedikit
Tarik = ulur
Gelar = Gulung
Menangis = tertawa
Diam = Berisik
Baru = lama
Tua = muda
Wanita = pria
Rapih = berantakan
Alami = buatan

Anda mungkin juga menyukai