Asuransi
Santri
Sebagai Media Penjamin Tatkala Santri Mengalami Musibah
dan Berlandaskan Prinsip Syari’ah
Pembimbing:
Ainul Masruroh, SHI,MH.
ABSTRACK
Terjadinya kecelakaa bahkan kematian terhadap santri pondok pesantren tidak lepas
dari semakin tumbuh suburnya pembangunan di zaman sekarang, mulai dari gedung-
gedung bertingkat, jalan raya, dan semakin ramainya transportasi. Ditambah lagi dengan
masih minimnya lahan yang dimiliki pesantren dan semakin banyaknya santri yang
bermukim di pesantren memberikan potensi besar akan terjadinya kecelakaan atau bahkan
kematian pada santri yang sebenarnya tidak pernah diinginkan. Semakin kompleksnya
masalah-masalah yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pada santri di zaman
sekarang, masih belum diimbangi dengan adanya sebuah produk asuransi syari’ah yang di
luncurkan oleh lembaga asuransi untuk memberikan jaminan atau perlindungan bagi santri
pondok pesantren.
Adanya produk asuransi syari’ah bagi santri pesantren ini, bertujuan memberi
perlindungan santri tatkala mengalami resiko terburuk dalam hal kesehatan saat menimba
ilmu dan berstatus sebagai santri. Selain sebagai pemberi jaminan kesehatan, asuransi
syari’ah ini juga diharapkan mampu mempersatukan santri-santri antar pondok pesantren,
membangun ukhuwah islamiyah yang kokoh, ukhuwah watoniyah yang dalam hal ini di
implementasikan dengan adanya konsep ta’awun dan tabarru’. Adanya asuransi syari’ah
bagi santri ini pula dipastikan akan memberi sumbangsih dana yang sangat besar bagi
lembaga asuransi syari’ah yang kemudian akan di investasikan kepada pelaku usaha,
sehingga secara langsung akan mendongkrak dan mempercepat laju pertumbuhan
perekonomian daerah lamongan terlebih Negara Indonesia.
Dasar teori paling kuat adanya asuransi syari’ah bagi santri ini yakni Al-Qur’an
Surat Al-Hasyr [59] ayat 18, Surat Al-Maidah [5] ayat 1 dan 2, Surat An-Nisa’ [4] ayat 4, 9
dan 29, dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Didalam ayat tersebut menjelaskan secara
terang bahwa memikirkan dan mengantisipasi terjadinya resiko dihari mendatang itu
sangat penting, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan hal terburuk sekalipun.
Jika pondok pesantren adalah sumber utama pendidikan agama Islam di Indonesia
dan lembaga keuangan syari’ah adalah pusat moneter Islam, keduanya harus dapat bekerja
sama dalam melindungi aset ummat (santri), sehinga akan terbentuk sebuah sistem saling
menanggung resiko diantara santri pondok pesantren, dan ketika kerja sama ini dapat
dilakukan maka akan memberikan dampak yang besar bagi sosial kemaslahatan maupun
pertumbuhan perekonomian, yang tetap memberikan keuntungan bagi kedua bela pihak,
namun tetap berlandaskan syari’ah agama Islam. Asuransi syari’ah bagi santri pondok
pesantren harus diterapkan mengingat manfaat yang ditimbulkan sangatlah besar.
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah
1
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3S, Jakarta, 1983, hlm.18
2
Fatwah Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001
3
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syari’ah Ditinjau dari Perbandingan dengan Asuransi
Konvensional, PT Gramedia, Jakarta, 2011, hlm.36
4
Muhammad Syakir Syula, Aaij, Fiis, Asuransi Syari’ah, 2004, Gema Insani, Jakarta, 28.
5
Nurul Ichsan, Pengantar Asuransi Syari’ah,, Referensi, Jakarta, 2014, hlm.135
6
Nurul Ichsan, Peluang Dan Tantangan Inovasi Produk Asuransi Umum Syari’ah, Jurnal Ekonomi Islam
Volume 7, Nomor 2, September 2016, hlm. 133
7
Jafril Khalil, “Asuransi Syari’ah Dalm Prespektif Ekonomi: Sebuah Tinjauan”, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 22, Nomor 2 Tahun 2003
JURNAL EKONOMI SYARI’AH “UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM”
B. Gambaran Umum Pondok Pesantren
Page | 6
Menurut data yang kami peroleh melalui wawancara langsung dengan Departemen
Agama Kabupaten Lamongan bidang pondok pesantren (kopontren), ada 297 pondok
pesantren yang tersebar diseluruh wilayah kabupaten lamongan. Kemudian kami memilih
tiga pondok pesantren yang ada di lamongan, yakni Pon.Pes. Sunan Drajat Paciran,
Pon.Pes. Matholi’ul Anwar Karanggeneng dan Pon.Pes. Tarbiyatut Tholabah Paciran
sebagai sampel dari penelitihan yang kami lakukan.
1. Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran
Nama Jumlah Santri Jumlah Jumlah Jumlah
No
Instansi/Lembaga Putra Putri Kecelakaan Sakit Meninggal
Dari data diatas total santri/wati pondok pesantren sunan drajat berjumlah 6216.
Mayoritas bangunan pesantren permanen berlantai 2 (dua) 3 (tiga) dan 4 (empat) terdiri
dari asrama, lembaga pendidikan formal, dan masjid, tempat bermukim para santri
(asrama) rata-rata berlantai 2, 3 dan 4. Bangunan sudah dilengkapi dengan pagar sebagai
sarana pelindung, dan 2 klinik pondok dilengkapi dengan tenaga medis sebagai usaha
penanganan pertama ketika santri mengalami sakit atau musibah.
Usaha pondok dalam meminimalisir terjadinya musibah pada santri sebenarnya
sudah dilakukan, namun tak bisa dipungkiri dari data diatas terjadi kecelakaan pada 6
santri selama satu tahun terakhir, jumlah santri yang sakit sehingga harus dirawat inap
mencapai 148 santri, dalam kurun waktu satu tahun terakhir, dan jumlah santri yang
meninggal dunia sebanyak 4 santri dalam waktu 3 tahun terakhir.
2. Pondok Pesantren Matholi’ul Anwar Simo
Nama Jumlah Santri Jumlah Jumlah Jumlah
No
Instansi/Lembaga Putra Putri Kecelakaan Sakit Meninggal
P.P Tarbiyatut
1 Tholabah Kranji 472 720 3 87 4
Paciran
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-
Hasyr [59]: 18).8
Ayat ini menunjukan bahwa ummat muslim harus juga memperhatikan apa yang
telah dibuat untuk masa depan. Ini sejalan dengan adanya asuransi syari’ah, sebagai sarana
untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk tentang kesehatan dihari mendatang. Hal ini
juga diperkuat dengan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang
lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majahdari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
‘Abbas, dan Malik dari Yahya).
Dalam kaidah fiqih juga disebutkan,
8
FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL No: 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah, Hal. 01
9
Hidayat Gunadi, “Payung Hukum Sebatas SK”, dalam Gatra, 24 Oktober 2007, hlm. 30
10
Muhammad Syakir Syula, Aaij, Fiis, Asuransi Syari’ah, 2004, Gema Insani, Jakarta, 322.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah[5]: 2).11
Konsep ta’awun ini diperkuat pula dengan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai
berikut:
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah senantiasa menolong hamba-
Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”(HR. Muslim dari AbuHurairah).12
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuahbangunan, satu bagian
menguatkan bagian yang lain” (HRMuslim dari Abu Musa al-Asy’ari)
3. Konsep Tabarru’
Akad tabarru’ yaitu akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu peserta
kepada dana tabarru’ yang merupakan milik peserta secara kolektif untuk tujuan tolong
menolong di antara para peserta berupa santunan.13
Akad tabarru’ adalah derma kebajikan atau iuran kebajikan yang telah diniatkan
oleh peserta untuk dana tolong menolong apabila ada peserta yang terkena musibah.
Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.
Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan
(tabarru’ berasal dari kata birr dalam Bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad
tabarru’ ini juga tidak diperbolehkan mengambil laba atau keuntungan sedikitpun. Jika
ingin mengambil laba maka yang digubnakan adalah akad tijaroh, bukan akad tabarru’14
Hal ini didasari pada Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 380.
12
FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ Pada
Asuransi Syari’ah, Hal. 03
13
Evelyn Dellarosa, “Kajian Komparatif Produk Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional Serta
Kesesuaian Antara Ketentuan Asuransi Syariah Dengan Penerapanya” Jurnal Ekonomi Islam, Brawijaya,
hlm.11
14
Khoiril Anwar, “Asuransi Syari’ah Halal dan Maslahat” Solo, Tiga Serangkai, 2007
JURNAL EKONOMI SYARI’AH “UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM”
Page | 10
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain
secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara
kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS.Al-Nisa’ [4]: 29).
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu
menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar”. (QS. al-Nisa’[4]: 2).
Pendapat tentang diperbolehkan adanya dana tabarru’ ini juga dikemukakan oleh
para ulama’
“Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal
kebajikan) dari pesertakepada (melalui) perusahaan yang digunakan untukmembantu
peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuanyang telah disepakati; dan perusahaan
memberikannya(kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan”. 15
Konsep yang sesuai dengan syari’ah ini pula yang menjadikan asuransi syari’ah
tidak hanya hadir di Negarayang berpenduduk mayoritas muslim melainkan juga di
Negara-Negara yang berpenduduk non muslim. Hingga kini diseluruh dunia sudah ada
sekitar 45 (empat puluh lima) asuransi syari’ah, misalnya di Singapura, Swiss, Amerika
Serikat, Jeneva, Bahamas dan lain-lain.16
D. Sistem Asuransi Syari’ah Bagi Santri
Selama terakhir beberapa tahun asuransi semakin diakui sebagai komponen penting
dalam strategi pengentasan kemiskinan. Rumah tangga miskin menghadapi kesulitan
dalam menghasilkan pendapatan rutin dan substansial menabung untuk masa depan dan
sangat rentan terhadap kemerosotan ekonomi, politik, dan fisik.17 Untuk bagaimana sistem
15
Wahbah Al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al- Mu’ashirah, Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002 hlm. 287.
16
Hidayat Gunadi, dkk, “Gairah Takafful Bebas Ideologi”, dalam Gatra, 24 Oktober 2007, hlm. 28
17
Waheed Akhter, Tajammal Hussain, (2012) “Takāful Standards and Customer Perceptions Affecting
Takāful Practices In Pakistan: A Survey", International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and
Management, Vol. 5 Issue: 3 pp.229-240.
JURNAL EKONOMI SYARI’AH “UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM”
asuransi syari’ah bagi santri ini dapat diterapkan, akan kami berikan penjelasan sebagai
berikut: Page | 11
1. Lembaga asuransi syari’ah berperan sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam
mengelolah dana yang terkumpul dari peserta. Sedangkan pesantren berperan
sebagai penampung dana dari peserta (santri) dalam bentuk iuran atau kontribusi
yang kemudian diamanahkan oleh pihak pesantren kepada pihak lembaga asuransi
syariah. Dana yang terkumpul tadi merupakan milik peserta (shohibul mal).
2. Akad yang akan ditawarkan adalah akad tabarru’ dan akad ijarah (mudharabah,
wakalah, wadiah, syirkah dan sebagainya).
3. Dalam pengelolaan saving akan terjadi pemisahan dana, yaitu antara dana tabarru’
(derma) dan dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk
term insurance dan general Insurance semuanya bersifat tabarru`.
4. Asuransi syari’ah menerapkan prinsip Sharing of risk, dimana terjadi saling
menanggung antara satu peserta dengan peserta lain (ta’awun).
5. Lembaga asuransi syari’ah dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-
undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
6. Unsur premi dalam asuransi syari’ah, iuran atau kontribusi terdiri dari unsur
tabarru` dan tabungan (yang tidak mengandung unsur riba).
7. Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru`, dimana peserta saling
menanggung satu sama lainnya. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka
peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
Model sekema Sistem asuransi syariah bagi santri akan kami jabarkan sebagai berikut:
Keuntungan dibagi antara
investor dan lembaga
Dana Keseluruhan asuransi sesuai perjanjian
(Saving, Tabarru’, bisa 60%-40% dengan akad
Dana Sosial mudhorobah atau
Perusahaan musyarokah atau
Asuransi) menggunakan akad
murobahah.
PONDOK PESANTREN
DANA
TABARRU’
25%
DANA
SAVING
PERUSAHAAN
DANA ASURANSI SYARI’AH
TERKUMPUL 75%
Investasi
Unsur-unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan
(untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening
tabarru’, yaitu rekening dana tolong-menolong bagi seluruh peserta, yang sejak awal
sudah diakadkan dengan ikhlas oleh setiap peserta untuk keperluan saudara-saudaranya
yang meninggal dunia atau tertimpa musibah materi seperti, kebakaran, gempa, banjir dan
lain-lain. Pengajuan klaim asuransi jika terjadi musibah berat dapat dilakukan satu kali
Contoh mekanisme asuransi syariah bagi santri pondok pesantren dalam praktik sebagai
berikut:
Santri membayar premi satu tahun sekali sebesar Rp. 200.000 selama tiga tahun,
dikumpulkan melalui pondok pesantren, kemudian pondok pesantren berakad dengan
lembaga asuransi syariah, dengan disepakati dana tabarru’ yang di ikhlaskan untuk saling
memikul antara santri sebesar 25% dari dana pokok dan dana saving dititipkan kepada
lembaga asuransi syariah menggunakan akad wadi’ah yadu dhomanah, sehingga lembaga
asuransi syariah diperbolehkan menggunakan atau memanfaatkan dana tersebut untuk
kegiatan investasi. Dana Rp. 50.000 menjadi dana tabarru’ dan Rp. 150.000 menjadi
saving. Kemudian lembaga asuransi syariah menginvestasikan dana saving yang terkumpul
menggunakan akad mudhorobah, musyarokah atau murobahah, dan ketika mendapat
keuntungan dari investasi tersebut dibagi dengan investor sesuai kesepakatan awal.
Keuntungan yang didapatkan oleh lembaga asuransi dari hasil kerjasama tadi 20% harus
disisihkan sebagai dana sosial (derma), dan sisanya 80% sebagai keuntungan lembaga
asuransi.
Ketika seorang santri mengalami musibah maka pondok pesantren berhak
mengkonfirmasikan kepada lembaga asuransi syariah untuk dapat mencairkan dana
asuransi sesuai dengan kriteria musibah diatas. Dana 2 juta atau 1 juta didapatkan dari
dana saving pemegang premi ditambah dana tabarru’ dan dana sosial lembaga asuransi
syari’ah.
Dari data jumlah santri/wati pondok pesantren diatas, total keseluruhan santri/wati
ketiga pesantren sebanyak 8158 santri, jika dilihat dari segi dampak ekonomi yang dapat
ditimbulkan, contoh jika ketiga pondok pesantren diatas mengasuransikan santrinya kepada
pihak lembaga asuransi syari’ah sebesar Rp. 200.000 per santri selama tiga tahun, maka
uang yang akan dapat dikelolah pihak asuransi syariah sebesar Rp. 1.631.600.000, ini
menunjukan sangat besarnya potensi pemberdayaan perekonomian yang bisa diciptakan
jika asuransi santri pesantren ini dapat diterapkan. Dengan besar dana yang dapat dikelolah
lembaga keuangan syari’ah, maka akan semakin besar pula investasi yang dapat dilakukan
untuk ikut serta membangun perekonomian negara.