Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau


kesenjangan yang terjadi selama melakukan asuhan keperawatan langsung
terhadap Ny. M dengan kasus ICH di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkara Raya. Dalam bab ini penulis membandingkan antara teori yang ada
pada literature dengan kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga
membahas mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat, yang penulis
temukan pada saat melakukan asuhan keperawatan pada Ny. M, serta alternatif
pemecahan masalah yang penulis berikan selama melakukan asuhan keperawatan
pada tiap tahap keperawatan.

4.1 Pengkajian Keperawatan


Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa ICH terjadi karena pecahnya pembuluh
darah di otak. Dari hasil ST-Scan klien didapatkan bahwa klien terjadi perdarahan
intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya ICH yaitu hipertensi
dan penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang
lebih sejak satu tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit pada dua tahun
yang lalu dikarenakan adanya pembuluh darah tersumbat di otak. Hipertensi yang
kronis dapat mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal tersebut menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di
sekitar otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat mengakibatkan penurunan
kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika masuk dengan kesadaran
somnolen dengan GCS E1M2V4. Somnolen yaitu mata tetap tertutup walaupun
dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya
gerakan primitive.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
di jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary
assesment dan terdapat tanda adanya sekret di Opa dan mulut, selain itu
terdengar bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan napas harus
menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda
yang lain akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan
jaringan akan kekurangan oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu
somnolen sehingga tidak mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan
sekret yang ada di jalan napas. Sehingga tindakan yang dilakukan antara
lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di Opa dan mulut, kemudian
lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten
dan oksigen bisa sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh
jaringan. Selain itu positioning klien miring kanan dan kiri selain untuk
mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret.
Hal ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer. Kombinasi
obat tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai mukolitik
sehingga secret yang masih tertempel dalam dinding paru dapat hancur
dan keluar sehingga jalan napas dapat paten dan bersih.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai
dengan klien tidak mampu menelan makanan.
Klien menderita ICH dengan berdasarkan hasil ST-Scan menunjukkan
adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi
jaringan ke serebral. Oksigen yang dibawa ke otak menjadi berkurang,
sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini menyebabkan klien terjadi
penurunan kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi oleh
otak yang salah satunya ditandai dengan pasein tidak mampu menelan
makanannya. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain adalah memenuhi
nutrisi pasein melalu diit susu 4 x 200 ml selama 24 jam. Status
neurologis klien juga perlu dimonitor setiap jam untuk mengetahui
kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan serebral karena
nutrisi sangat berpengaruhi tedrhadapa keadaan umum pasein selanjutnya.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai
dengan ADL dibantu, kulit tampak kotor dan kering, terpasang kateter,
menggunakan popok.
Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu somnolen sehingga tidak
mempunyai perawatan perlu untuk memperhatikan kebersihan dan aseptik
untuk mencegah mikroorganisme patogen ke tubuh, yang melalui
prosedur invasif tersebut seperti infus, Opa , kateter dan NGT. Selain
itu oral care, early mobilization dan head of bed juga berguna untuk
mencegah infeksi. Jika infeksi berlanjut akan bisa menimbulkan sepsis
yang sangat berbahaya bagi klien yang bisa menimbulkan kematian
karena infeksi menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien dengan
bedrest total akan mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya
sehingga mengalami penurunan kemampuan mekanisme melawan kuman
yang patogen sehingga perlu dibersihkan dengan oral care yang
menggunakan antiseptic. Selain itu dengan adanya head of bed juga akan
meminimalkan kontaminasi kuman patohen dengan mencegah terjadinya
aspirasi isi lambung. Sedangkan early mobilzation dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi pertahanan tubuh. Klien yang diposisikan supine
dan immobility akan menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek
batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak dapat bekerja dengan baik
sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia.
Selain itu klien yang tidak dilakukan early mobilization akan terjadi
kelemahan otot termasuk otot pernapasan sehingga proses weaning off of
ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi VAP.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien tidak
ada peningkatan masih dengan tingkat kesadaran yang sama yaitu
somnolen. Aliran darah yang lambat secara otomatis akan menyebabkan
suplai oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan akan
melakukan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Asam
laktat yang berlebih dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga
akan memperparah kondisi klien.

4.3 Perencanaan Keperawatan


Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi
dan kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori
Stroke Hemoragik yaitu memprioritaskan masalah yang muncul pada klien,
kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik
untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa dicapai
oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.
Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus
ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan yaitu 1 x 7 jam yakni berfokus pada
kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan perawat serta kelengkapan
alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan perawat ruangan yang
menjadi faktor pendukung.
4.6 Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 1 x 7 jam untuk semua
diagnosa. Dalam melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang
dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien, karena ada kesenjangan antara teori
dan kasus. Penulis bekerjasama dengan perawat ruangan dalam melakukan
Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan keperawatan yang
telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai
perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena
keluarga dan perawat ruangan sangat membantu penulis dalam melakukan proses
keperawatan.

4.7 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan jalan napas klien
dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak
ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan
dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause
intracerebral haemoragie), Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat efektif. Kriteria hasil : Napas
adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta
berkurang, dan Weaning off ventilator.
Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan kegagalan proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat
Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas adekuat spontan (16-24x/menit), dan
BGA dalam batas normal.
Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral klien
dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran membaik, Reflek pupil +/+, Pupil isokor.
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada
klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal (36.5-37.5), Leukosit normal,
dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.
BAB V
PENUTUP

5.1.1 Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat’penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe
dengan hasil dapat diketahui klien mengalami penurunan kesadaran dengan
diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa
diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret dijalan napas, Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral,
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest total.
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif
dengan intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan
auskultasi suara napas pada kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa depresi pusat pernapasan dengan intervensi napasnya
cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa gangguan pertukaran gas, dengan intervensi
menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit. Intervensi
yang dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi jaringan serebral dengan
intervensi adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses
perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, resiko
tinggi infeksi intervensi yang dilakukan prosedur invasif dapat memungkinkan
terjadinya infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme, di ET,
NGT dan Kateter.
5.2 Saran
1. Instansi Rumah Sakit
1) Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan
DC, dressing infuse, perawatan NGT sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
2) Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang
benar-benar terlatih dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka
terhadap perawatan pasien di intensive care unit (ICU).
2. Perawat
1) Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga
perawat perlu lebih memperhatikan pasien dengan tanda-tanda decubitus
dan penatalaksanaan decubitus.
2) Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien serta memakai alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya resiko
infeksi dan infeksi nosokomial pada pasien di intensive care unit (ICU.
3) Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab dan kesadaran masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan
dan keselamatan pasien. Keluarga Pada keluarga sebaiknya senantiasa
mendampingi dan memberikan support kepada pasien meskipun dalam
kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif
dan efisien untuk melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga
diharapkan secara aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan serta
menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan
yang komprehensif.
4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang
pembelajaran dan referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai