Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Penyakit

Plasenta Restan adalah tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus


yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau
perdarahan post partum sekunder.Tertinggalnya sebagian plasenta yang
sudah lepas tapi belum keluar dan uterus tidak dapat berkontraksi
sehingga menyebabkan perdarahan banyak disebabkan karena atonia
uteri, lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan
penanganan kala III yang menghalangi plasenta keluar dan
menimbulkan perdarahan post partum primer dan sekunder.

2. Manifestasi Klinik

Pada perdarahan post partum dan akibat sisa plasenta ditandai


dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama
dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau
berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa
plasenta jarang menimbulkan syok.

Gejala yang lain adalah uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
Gejala dan tanda yang selalu ada :

a. Plasenta atau selaput yang mengandung pembuluh darah tidak


lengkap
b. Perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari proses telah
banyak kehilangan darah.
3. Etiologi

Sebab-sebab plasenta belum lahir adalah kontraksi uterus kurang


kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat pada dinding
uterus, karena atonia uteri atau salah penanganan pada kala III sehingga
menyebabkan lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta.

4. Patofisiologi

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.


Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada
akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,
melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi
yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan
kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian
mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang


tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan
yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu.
Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan berhenti.

5. Klasifikasi

Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas


beberapa tingkatanyaitu sebagai berikut :
a. Placenta Adhesiva : placenta melekat pada desidua endometrium
lebih dalam
b. Placenta Inkreta : placenta melekat sampai pada villi khorialis dan
tumbuh lebihdalam menembus desidua sampai miometrium.
c. Placenta Akreta : placenta menembus lebih dalam kedalam
miometrium tetapi belum mencapai lapisan serosa.
d. Placenta Perkreta : placenta telah menembus mencapai serosa
atau peritoniumdinding rahim.
e. Placenta Inkarserata : adalah tertahannya di dalam kavum uteri
karena kontraksiostium uteri.

6. Pemeriksaan diagnostic
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb)
dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta
jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung
protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan
yang disebabkan oleh faktor lain

7. Penatalaksanaan Medik dan implikasi Keperawatan

Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan


pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.

a. Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala


metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV
dilanjutkan dengan 3x1 g oral dikombinasikan dengan metronidazol
1 g supositoria dilanjutkan dengan 3x500 mg oral.
b. Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lkukan ekplorasi digital (bila
servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila
servik hanya dapat dilalui alat kuretase, lakukan evakuasi sisa
plasenta denganAVM atau dilatasi dan kuretase.
c. Bila kadar Hb < 8 gr% beri tranfusi darah, bila kadar Hb > 8 gr%
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (Saifuddin, 2009).

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan
masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi
rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau
kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya
(Prawirohardjo, 2010: 527)

Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan


utama, sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi
komplikasi upaya preventif dapat dilakukan dengan :

a. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam


kehamilan.
b. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
c. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
d. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang
mengalami perdarahan post partum.
e. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran
plasenta dipercepat.

Anda mungkin juga menyukai