BAB 1
PENDAHULUAN
1
37
2
lingkungan dan faktor perilaku. Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat
badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan
meliputi: pencemaran udara dan perilaku merokok, ventilasi rumah dan kepadatan
hunian. Faktor perilaku, dimana apabila faktor perilaku merokok pencegahan dan
penanggulangan ISPA pada bayi dan balita tidak dilakukan dengan benar maka
akan menambah resiko terjadinya ISPA.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mendapatkan pengalaman yang
nyata dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada klien ISPA melalui proses asuhan
keperawatan, sehingga penulis melakukan studi kasus dan menguraikan hasil
karya tulis ilmiah tersebut dengan judul : Asuhan Keperawatan Pada An. T
Dengan Diagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Di Ruang Poli Anak
UPT Pukesmas Kayon Palangka Raya.
37
3
37
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
37
5
37
6
37
7
37
8
37
9
pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
Dalam buku pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) untuk penanggulangan pneumonia pada balita dari Departemen
Kesehatan RI tahun 2004 menyebutkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut
merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari
saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (http://id.scribd.com/doc/44393156).
Secara definisi ISPA berarti timbulnya infeksi di saluran napas yang
bersifat akut (awitan mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme
(virus, bakteri, jamur).
37
10
Fungsi hidung, bulu hidung dan lapisan lendir di dalam rongga hidung yaitu
menyaring debu dan mikroorganisme dari udara yang masuk. Kapiler darah yang
banyak terdapat pada selaput lendir/membran mukus membantu mengatur suhu
udara yang masuk menjadi hampir sama dengan suhu badan di samping
melembabkannya. Selain itu hidung juga berfungsi sebagai organ untuk membau
karena reseptor bau terletak di bagian atas hidung.
a) Sinus Paranasal
Menurut Muttaqin (2012; 5) Sinus paranasal berperan dalam mensekresi
mukus, membantu pengaliran air mata melalui saluran nasolakrimalis, dan
membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembab.
Sinus paranasal juga termasuk dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga
hidung. Wilayah pembau tersebut terdiri atas permukaan inferior palatum
kribriform, bagian superior septum nasal, dan bagian superior konka hidung.
Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus yaitu.
a) Sinus maksilaris (terletak di pipi),
b) Sinus etmoidalis (kedua mata),
c) Sinus frontalis (terletak di dahi) dan
d) Sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).
2. Faring
Menurut Muttaqin (2012; 5) Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula
dari dasar tengkorak dan berakhir sampai persambungannya dengan esofagus dan
batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai
berdasarkan letaknya yakni nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di
belakang mulut), dan laringofaring/hipofaring (di belakang laring).
Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran tenggorokan yang
merupakan saluran pernapasan, dan saluran kerongkongan yang merupakan
saluran pencernaan. Faring dimulai dari akhir lubang hidung hingga daerah awal
laring (pangkal tenggorok). Fungsi faring dalam proses pernapasan hanya sebagai
tempat lewatnya udara, menuju ke laring.
37
11
37
12
berfungsi untuk melindungi jalan udara. Kartilago ini juga berfungsi untuk
mencegah terjadinya kolaps atau ekspansi berlebihan akibat perubahan tekanan
udara yang terjadi dalam sistem pernapasan.
Dinding sebelah dalam tenggorok mempunyai selaput lendir yang sel-selnya
berambut getar. Selaput lendir dan rambut getar berfungsi untuk menahan dan
mengeluarkan udara kotor (debu) agar tidak masuk ke dalam paru-paru. Akibat
pengeluaran secara paksa tersebut kita akan batuk atau bersin. Jadi, fungsi trakea
yaitu mengusir debu-debu halus yang lolos dari penyaringan di rongga hidung.
3. Bronkus
Menurut Muttaqin (2012; 7) Bronkus mempunyai struktur serupa dengan
trakea. Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih
lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea. Sebaliknya bronkus kiri lebih
panjang, lebih sempit, dan sudutnya pun lebih runcing.
Fungsi pokok dari bronkus yaitu menyediakan jalan/saluran udara bagi udara
yang keluar dan masuk ke paru-paru.
a) Bronkus pulmonaris
Bronkus pulmonaris bercabang dan beranting sangat banyak. Dinding
bronkus dan cabang-cabangnya dilapisi epitelium batang, bersilia, dan berlapis
semu. Saluran yang semakin kecil menyebabkan jenis epitelium bronkus
mengalami penyesuaian sesuai dengan fungsinya.
Bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas di paru.
Selain bronkiolus terminalis, terdapat pula asinus yang merupakan unit
fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus
respiratorius dan duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi alveoli dan sakus
alveolus terminalis (merupakan struktur akhir paru).
b) Duktus Alveolaris dan Alveoli
Bronkiolus respiratorius terbagi dan bercabang menjadi beberapa duktus
alveolaris dan berakhir pada kantong udara berdinding tipis yang disebut
alveoli. Beberapa alveoli bergabung membentuk sakus alveolaris. Setiap paru
terdiri atas sekitar 150 juta alveoli (sakus alveolaris). Kepadatan sakus
alveolaris inilah yang memberi bentuk paru tampak seperti spons. Jaringan
37
13
kapiler darah mengelilingi alveoli ditahan oleh serat elastis. Adanya daya
rekoil dari serat ini selama ekspirasi akan mengurangi ukuran alveoli dan
membantu mendorong udara agar keluar dari paru.
2. Alveoli dan Membran Respirasi
Menurut Muttaqin (2012; 10) Membran respiratorius pada alveoli umumnya
dilapisi oleh sel epitel pipih sederhana. Sel-sel pipih tersebut disebut dengan sel
tipe 1. Makrofag alveolar bertugas berkeliling di sekitar epitelium untuk
memfagositosis partikel atau bakteri yang masih dapat masuk ke permukaan
alveoli, makrofag ini merupakan pertahanan terakhir pada sistem pernapasan. Sel
lain yang ada dalam membran respiratorius adalah sel septal atau disebut juga
dengan sel surfaktan dan sel tipe II.
Surfaktan terdiri atas fosfolipid dan lipoprotein. Surfaktan berperan untuk
melapisi epitelium alveolar dan mengurangi tekanan permukaan yang dapat
membuat alveoli kolaps. Tanpa adanya surfaktan, tekanan pada permukaan
cenderung tinggi dan akhirnya alveoli akan menjadi kolaps. Apabila produksi
surfaktan tidak mencukupi karena adanya injuri atau kelainan genetik (kelahiran
prematur), maka alveoli dapat mengalami kolaps sehingga pola pernapasan
menjadi tidak efektif.
2.2.3 Klasifikasi
2.2.3.1 Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Infeksi saluran pernafasan bagian atas. Merupakan infeksi akut yang
menyerang hidung hingga faring.
2) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Merupakan infeksi akut yang
menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.
2.2.3.2 Berdasarkan Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat
dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2005) :
1) ISPA Ringan, Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan gejala sebagai berikut:
(1) Batuk.
(2) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis).
37
14
37
15
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
2.2.4 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari (Widoyono, 2008;156).
1. Bakteri: Diplococcus Pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus Pyogenes,
Staphylococcus Aureus, Haemophilus Influenzae, dan lain-lain.
2. Virus: Influenza, Adenovirus, Sitomegalovirus.
3. Jamur: Aspergilus sp., Candida Albicans, Histoplasma, dan lain-lain.
4. Aspirasi: makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian,
mainan plastik kecil, dan lain-lain).
Secara umum faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi 3 bagian
yaitu.
1. Bibit Penyakit (Agent)
ISPA disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari 300
lebih jenis virus, bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus
Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Haemofilus, Bordetella, dan
Corynebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain, golongan
Paramyksovirus termasuk didalamnya virus Influenza, Parainfluenza, dan
Virus Campak, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus, dan lain-
lain.
2. Pejamu (Host)
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang terserang bibit penyakit,
terutama faktor yang ada pada dirinya sendiri seperti.
a) Umur
Insidens ISPA paling tinggi terdapat pada bayi di bawah satu tahun dan
insidens menurun dengan bertambahnya umur (Kartasamita, 2000).
b) Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian
37
16
37
17
37
18
37
19
2.2.5 Patofisiologi
Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui
udara pernapasan atau percikan ludah penderita (droplet). Pada prinsipnya kuman
ISPA yang ada di udara terisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran
pernafasan. Dari saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila
orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena ISPA (Depkes RI, 1996:6).
Virus atau bakteri yang terhirup, kemudian menempel pada mukosa trakea,
kemudian terjadi peradangan, edema dan eritema pada daerah tersebut. Bakteri
dan virus masuk ke bronkus dan terjadi reaksi peradangan yang mengakibatkan
produksi sekret meningkat dan merusak epitel serta terjadi akumulasi sekret,
peningkatan suhu tubuh, kemudian terjadi edema pada bronkus sehingga menjadi
sempit, suplai O2 menurun, maka terjadi sesak.
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernapasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktivitas kelenjar mukus yang banyak terdapat
pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah
batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
37
20
37
21
37
22
37
23
37
24
2.2.7 Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah:
1. Meningitis (radang selaput pelindung sistem).
2. OMA (Otitis Media Akut).
3. Mastoiditis.
4. Kematian.
2.2.9 Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi
pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA
adalah.
1. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
a) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
b) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
d) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya
dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung,
lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari
sayuran,dan buah-buahan
37
25
2.2.10 Penatalaksanaan
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA pada perawatan di rumah yaitu (Depkes, 2004).
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan-5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi di bawah 2 bulan dengan demam
harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2
hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
37
26
37
27
pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat
mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Agung,
2010).
37
28
37
29
37
30
37
31
37
32
37
33
terjadinya dehidrasi
3. Anjurkan orang tua untuk tetap Untuk mengganti cairan tubuh yang
memberikan cairan peroral hilang
4. Jelaskan kepada orang tua Peningkatan pengetahuan
pentingnya cairan yang adekuat mengembangkan kooperatif orang tua
bagi tubuh dalam tindakan keperawatan
5. Kolaborasi pemberian cairan Untuk memenuhi kebutuhan cairan
parenteral klien
37
34
Tabel Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi klien Sebagai indikator dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2. Timbang berat badan setiap hari Mengetahui perkembangan terapi
3. Berikan diet dalam porsi kecil untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
tapi sering klien
37
35
37
36
klien untuk bertanya tentang hal tidak dijelaskan dan belum dimengerti
yang belum dimengertinya oleh keluarga
37
37
37
38
37
39
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian Tanggal: senin 24 Juni 2019 Pukul :10.15 WIB
1. Identitas pasien
Nama Klien : An. F
TTL : Palangka Raya, 05-06-2012 (7 Tahun 18 hari)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Suku : Dayak/ Indonesia
Pendidikan : 2 SD
Alamat : Jln. Kenari II No.021
Diagnosa medis :ISPA (Inpeksi Saluran Pernapasan Akut)
2. Identitas penanggung jawab :
Nama Klien : Tn. I, TTL : Palangka Raya, 40 Tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Agama : Kristen
Suku : Dayak/Indonesia
Pendidikan : S1 Pendeta
Pekerjaan : Kepala Keluarga
Alamat : Jln. Kenari II No.021
Hubungan keluarga : Ayah Kandung
37
39
40
An.F memiliki riwayat kejang dan saat ini menjalani kontrol tiap bulan
ke RSUD dr. Doris Sylvanus dan menkonsumsi obat rutin valproit acid
dari bulan maret tahun 2019 sampai sekarang.
1) Riwayat kesehatan lalu
Riwayat prenatal : - Ibu selalu memeriksa kehamilannya ke Bidan dan
Dokter
- G P2 A0
Riwayat natal : Melahirkan Spontan, BB : 3 kg, melahirkan
dirumah dibantu Bidan
Riwayat postnatal : Kondisi bayi normal, tidak ada asfiksia
Penyakit sebelumnya : Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya
jarang sakit paling hanya batuk pilek biasa,dan
demam dan pernah kejang saat masih bayi.
Imunisasi : Lengkap
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT
Usia 1 bulan 2 dan 3 2 dan 6 9 bulan 12 jam
bulan bulan Setelah
lahir
37
41
5. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Klien tampak batuk, muntah (-), kesadaran comphos
mentis.
2) Tanda vital
Nadi : 90 x/mnt, Suhu : 38,8oC, Respirasi : 24 x/mnt
3) Kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup ( √ ) Ya ( ) Tidak
Keadaan (√ ) cembung ( ) cekung ( ) lain,lain…
Kelainan ( - ) Hidrocefalus ( - ) Microcephalus
b. Rambut
Warna : hitam
Keadaan : Rontok ( ) Ya ( √ ) Tidak
Mudah dicabut ( ) Ya ( √ ) Tidak
Kusam ( ) Ya ( √ ) Tidak
c. Kepala
Keadaan kulit kepala : tampak bersih, tidak ada lesi atau
perdarahan
Peradangan/benjolan : ( ) Ada, sebutkan
(√) Tidak ada benjolan/peradangan
37
42
d. Mata
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Conjungtiva : Merah muda
Skelera : Tampak jernih
Reflek pupil : Mengecil saat di dekatkan cahaya (Isokor)
Oedem Palpebra : ( ) Ya (√ ) tidak
Ketajaman penglihatan: Dapat mengikuti arah benda yang digerakan
didekat mata
e. Telinga
Bentuk : ( √ ) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( ) Ada ( √ ) tidak
Peradangan : ( ) Ada ( √ ) tidak
Ketajaman pendengaran : Pendengaran baik dan tidak ada
gangguan
f. Hidung
Bentuk : ( √ ) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( √ ) Ada ( ) tidak
Pasase udara : ( ) terpasang O2….. liter (√ ) tidak
Fungsi penciuman : Kurang Dapat mencium bau minyak kayu
putih
Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
g. Mulut
Bibir : Keadaan ( √ ) kering ( × ) lembab
h. Gigi
Carries ( ) ya, sebutkan (√) tidak
Jumlah gigi : 20
4) Leher dan tengorokan
Bentuk : Simetris
Reflek menelan : Baik dan tidak ada kelainan
Pembesaran tonsil : Tidak ada pembesaran tonsil
Pembesaran vena jugularis :.Tidak ada pembesaran vena jugularis
Benjolan : Tidak ada teraba benjolan
37
43
37
44
9) Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan :
Keadaan testis : ( ) lengkap ( ) tidak
Hipospadia : ( ) ada ( ) tidak
Epispadia : ( ) ada ( ) tidak
Lain-lain :
b. Perempuan Tidak dikaji
Kebersihan :
Keadaan labia : ( ) lengkap ( ) tidak
Peradangan/ benjolan :
Menorhage : Usia
Siklus
Lain-lain :
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam 1 kali/ ± 1 jam 1 kali/ ± 1 jam
b. Malam/ jam 1 kali/ ± 8 jam 1 kali/ ± 8 jam
4 Personal hygiene
a. Mandi 2 kali/hari 2 kali/hari
b. Oral hygiene 2 kali/hari 2 kali/hari
37
46
ANALISIS DATA
Penumpukan sekret
37
47
PRIORITAS MASALAH
37