Anda di halaman 1dari 78

PEDOMAN TEKNIS PEMERIKSAAN

PARASIT MALARIA

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2017
KATA PENGANTAR

Di Indonesia, malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat


yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak umur dibawah lima tahun dan ibu
melahirkan serta menurunkan produktifitas kerja. Angka kesakitan penyakit ini relatif
masih cukup tinggi terutama dikawasan timur Indonesia. Malaria masih mengancam
status kesehatan masyarakat terutama bagi masyarakat miskin yang hidup di daerah
terpencil sehingga pemerintah menganggap penyakit malaria merupakan hal yang
serius untuk ditangani. Upaya pengendalian penyakit malaria perlu kita tingkatkan
terus antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para
pelaksananya/tenaga mikroskopis terutama di Kabupaten/Kota dan tenaga lapangan
(Puskesmas/Rumah Sakit/Unit Pelayanan Kesehatan).

Buku pedoman Petunjuk Teknis Pemeriksaan Parasit Malaria ini disusun


oleh Subdit Malaria dengan melibatkan para ahli dari berbagai instansi seperti
Badan Litbangkes, Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan
laboratorium terkait lainnya dengan maksud agar dapat dijadikan panduan untuk
pemeriksaan parasit malaria di berbagai tingkat pelayanan kesehatan di Indonesia
dalam upaya menuju eliminasi malaria.

Semoga buku pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat pada
pelayanan kesehatan masyarakat khususnya program pengendalian malaria di
Indonesia. Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih
menyempurnakan edisi selanjutnya.

Direktur Jenderal P2P

dr. H.M. Subuh, MPPM


NIP 196201191989021001
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

I. PENDAHULUAN..............................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Pengertian....................................................................................................................................1
C. Tujuan umum, khusus..............................................................................................................2
D. Sasaran...........................................................................................................................................2
E. Kebijakan......................................................................................................................................2

II. PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA..................................................................................3


A. Siklus hidup parasit malaria................................................................................................3
B. Gejala klinis malaria................................................................................................................5
C. Diagnosa malaria.......................................................................................................................5
D. Kegiatan :.......................................................................................................................................6
- Alat...............................................................................................................................................6
- Penggunaan Mikroskop untuk pemeriksaan parasit malaria..........................7
- Bahan..........................................................................................................................................9
- Cara Kerja..............................................................................................................................11
1. Pengambilan SD malaria 11
2. Pembuatan SD malaria. 11
E. Pemeriksaan rutin untuk SD malaria............................................................................34
F. Pelaporan hasil pemeriksaan SD malaria.................................................................35

III. ADMINISTRASI LABORATORIUM MALARIA...............................................................37


A. Tugas dan Fungsi Laboratorium malaria....................................................................37
B. Tingkatan-tingkatan Laboratorium malaria................................................................37
C. Asal sediaan darah.................................................................................................................39
D. Prioritas Pemeriksaan SD Malaria.................................................................................39
E. Kualitas Laboratorium malaria.........................................................................................39
F. Syarat-syarat Laboratorium malaria.............................................................................39
G. Administrasi/Manajemen Laboratorium malaria.......................................................40

IV. RAPID DIAGNOTIC TEST (RDT)..........................................................................................41


- Deteksi antigen dari parasit malaria..........................................................................41
- Cara kerja...............................................................................................................................41
- Sensitifitas dan spesifisitas...........................................................................................42
- Kelebihan RDT dibanding pemeriksaan Mikroskopis.......................................42
- Kekurangan RDT dibanding pemeriksaan Mikroskopis..................................42
- Kebijakan penggunaan RDT di Indonesia..............................................................43

V. LAMPIRAN.......................................................................................................................................51

Tim Penyusun...........................................................................................................................................57
Daftar Singkatan.....................................................................................................................................58
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena dapat


menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita,
dan ibu hamil.

Angka kesakitan penyakit ini relatif masih cukup tinggi terutama di kawasan
Indonesia bagian timur. Oleh karena itu upaya pengendalian malaria perlu kita
tingkatkan terus antara lain dengan meningkatkan kemampuan, keterampilan
para pelaksananya disemua lini pelayanan kesehatan yang ada fasilitas
laboratoriumnya. Peran tersebut terutama sangat ditentukan oleh tenaga
laboratorium/mikroskopis, karena mikroskopis berada digaris depan pelayanan
kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit).

Hal-hal yang penting diperhatikan adalah SPO (Standar Prosedur


Operasional), tahap-tahapnya dimulai dari persiapan, pembuatan, pewarnaan
sampai dengan pemeriksaan sediaan darah (SD). Dengan memperhatikan hal-
hal tersebut, maka akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari pemeriksaan
SD. Dengan tujuan agar mampu menegakkan diagnosa malaria secara
mikroskopis sebagai tolok ukur, dan dapat menentukan dengan pasti spesies
Plasmodium nya sehingga pengobatan bisa diberikan dengan cepat dan tepat.
Karena penderita dengan gejala klinis malaria tanpa pemeriksaan/konfirmasi
laboratorium, hasilnya akan bias serta ketepatan diagnosisnya kurang akurat.
Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat membantu/menjadi
panduan bagi mikroskopis dalam bekerja dibidangnya.

Buku pedoman ini merupakan perbaikan dari edisi sebelumnya, berdasarkan


masukan-masukan dan pengalaman dalam penggunaan selama ini. Walaupun
demikian, saran-saran masih tetap sangat diharapkan guna lebih
menyempurnakan edisi selanjutnya.

Semoga buku pedoman ini berguna bagi petugas kesehatan, khususnya


petugas laboratorium/mikroskopis disemua unit pelayanan kesehatan termasuk
kegiatan di lapangan dan bermanfaat pula bagi upaya pengendalian malaria
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

B. Pengertian

Pemeriksaan Parasit Malaria adalah : Pemeriksaan darah penderita yang


diduga malaria, baik secara pemeriksaan mikroskopis maupun pemeriksaan
cepat dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Penderita dinyatakan positif
malaria apabila pada pemeriksaan secara mikroskopis ditemukan Plasmodium
sp. dalam darahnya atau apabila pemeriksaan RDT positif.

1
C. Tujuan

Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu diagnosis pemeriksaan darah malaria di semua fasilitas
pelayanan kesehatan.

Tujuan Khusus :
- Membuat standar baku pemeriksaan darah malaria secara mikroskopis.
- Membuat petunjuk teknis penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT).

D. Sasaran

- Petugas labarotorium/mikroskopis malaria.


- Laboratorium di tempat pelayanan kesehatan.

E. Kebijakan

- Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada semua penderita diduga malaria


(suspek malaria) disemua tingkat pelayanan kesehatan.
- Meningkatkan kualitas petugas laboratorium dan fasilitas pemeriksaan
laboratorium.
- Penatalaksanaan kasus malaria berdasarkan diagnosa yang cepat dan
pengobatan yang tepat.

2
BAB II
PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA

A. SIKLUS HIDUP PARASIT MALARIA

1. Pada Nyamuk

Fase Seksual terjadi pada lambung nyamuk. Segera setelah nyamuk


Anopheles betina menghisap darah penderita malaria, gametosit jantan
akan mengeluarkan 4-8 flagel. Dengan flagel, gametosit jantan bergerak
menuju ke gametosit betina dan membuahinya. Hasil fertilisasi bergerak
menembus dinding lambung dan membentuk kista sepanjang dinding
lambung nyamuk. Bila kista pecah akan keluar sporozoit yang akan masuk
ke kelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi manusia.

Rentang waktu antara masuknya gametosit sampai terbentuknya sporozoit


adalah 1-2 minggu, tergantung spesies dan suhu sekitarnya.

Siklus Sporogoni

Nyamuk Anopheles betina


dewasa menghisap darah
manusia dan mengeluarkan
sporozoit infektif

NYAMUK

MANUSIA
Siklus di dalam sel hati
Setelah periode skizogoni,
parasit masuk ke dalam
aliran darah
GAMETOSIT

PELEPASAN
MEROZOIT TROPOZOIT MUDA
(BENTUK CINCIN)

SKIZON
Siklus Eritrositer
DEWASA

TROPOZOIT
LANJUT
SKIZON
MUDA

TROPOZOIT
MATANG

3
2. Pada Manusia

a. Fase Hati
Bila nyamuk Anopheles betina yang infektif menggigit manusia, maka
parasit malaria akan ditularkan ke orang tersebut. Parasit mengikuti
sirkulasi darah dan masuk ke dalam sel hati. Jarak waktu dari mulai
masuknya sporozoit sampai ke sel hati adalah 30 menit. Dalam waktu 7-21
hari parasit akan tumbuh dan berkembang biak, sehingga memenuhi
seluruh sel hati. Selanjutnya sel hati pecah dan parasit masuk ke aliran
darah, menginfeksi sel darah merah. Hal ini berlaku untuk infeksi P.
Falciparum dan P. Malariae. Pada infeksi P. Vivax dan P. Ovale, sejumlah
parasit tetap berada dalam hati dan tidak berkembang biak (dorman).
Parasit yang dorman ini dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien
dengan infeksi P. Vivax dan P. Ovale.

b. Fase Sel Darah Merah


Fase ini merupakan fase aseksual. Pada saat merozoit dalam sel hati
pecah, maka akan membebaskan tropozoit yang selanjutnya
menginfeksi sel darah merah. Tropozoit akan terus mengalami
perkembangan menjadi skizon. Skizon akan berkembang menjadi
merozoit dan pecah membebaskan tropozoit. Siklus ini akan berlanjut
sampai 3 kali. Kemudian sebagian Merozoit akan berkembang menjadi
bentuk gametosit dan bila terhisap oleh nyamuk Anopheles sp betina
siap melakukan perkembangbiakan seksual di dalam tubuh nyamuk.

4
B. GEJALA KLINIS MALARIA

Pada penderita malaria dapat ditemukan satu atau lebih gejala-gejala klinis
sebagai berikut :

a. Demam tinggi.
b. Sakit kepala.
c. Menggigil.
d. Nyeri di seluruh tubuh.

Pada beberapa kasus dapat disertai gejala lainnya berupa mual, muntah dan
diare.

Gejala tersebut diatas hampir menyerupai dengan gejala-gejala penyakit


lainnya, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan
diagnosa yang pasti.

Tidak mudah dalam menentukan diagnosa malaria pada orang yang pernah
terkena serangan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena tubuh penderita
sudah menyesuaikan dengan penyakit sehingga gejala klinisnya tidak selalu
dapat terlihat. Kondisi demikian dapat juga terjadi pada penderita yang
sebelumnya sudah mengobati dirinya sendiri. Keluhan yang dirasakan mungkin
hanya berupa sedikit demam dan sakit kepala ringan.

C. DIAGNOSA MALARIA

Banyak orang tidak mengetahui bahwa penyebab malaria adalah adanya


parasit malaria yang masuk ke dalam darah. Ukuran parasit tersebut sangat
kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan bantuan mikroskop.

Untuk dapat melihat adanya parasit di dalam darah penderita, perlu dibuat
sediaan darah malaria (SD). Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan giemsa.
SD ditetesi minyak imersi dan diperiksa di bawah mikroskop menggunakan
lensa objektif 100x. Jika ditemukan parasit pada pemeriksaan, penderita
dinyatakan positif malaria.

Bagaimanapun juga perlu diketahui bahwa untuk mendapatkan diagnosa pasti


malaria adalah dengan melakukan pemeriksaan SD dengan menggunakan
mikroskop.

Diperlukan keterampilan yang baik dari petugas dalam memeriksa SD malaria.


Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat membantu memperoleh
keterampilan tersebut.

5
D. KEGIATAN

1. Pemeriksaan Mikroskopik

ALAT

Mikroskop Binokuler
Mikroskop terdiri dari :
1. Tabung okuler
2. Prisma
3. Pemutar lensa objektif
4. Lensa objektif
5. Meja sediaan
6. Kondensor dan diafragma
7. Cermin
8. Kaki mikroskop atau landasan
9. Lensa okuler
10. Pegangan mikroskop
11. Makrometer
12. Mikrometer

Keterangan Gambar :
1 & 2 : Merupakan tempat prisma dan lensa okuler
3 : Berfungsi untuk
mengatur pembesaran SD yang diinginkan

6
4 : Lensa objektif harus mempunyai pembesaran 10x, 40x dan 100 x.
Lensa tidak boleh dibersihkan dengan alkohol atau aseton. Untuk
pemeriksaan parasit malaria mula-mula digunakan lensa objektif 10x
untuk mencari lapangan pandang. Kemudian untuk pemeriksaan
parasitnya digunakan lensa objektif 100x. Pada pembesaran lensa
100x, digunakan minyak imersi (immersion oil). Setelah itu untuk
memfokuskan lapangan pandang digunakan mikrometer.
5 : Berfungsi untuk menggeser SD ke kiri atau kanan, ke depan atau
belakang pada waktu melakukan pemeriksaan.
6 : Kondensor dan diafragma berfungsi memaksimalkan cahaya yang
jatuh ke lapangan pandang SD yang diperiksa. Bila menggunakan
sumber cahaya listrik bukan dari mikroskop, dapat digunakan filter
biru yang membuat lapangan pandang mikroskop lebih putih
(bukan kuning).
7 : Cermin digunakan untuk memantulkan cahaya dari sumber cahaya
listrik (lampu) atau cahaya matahari ke kondensor. Apabila sumber
cahaya dari lampu, digunakan permukaan cermin yang datar.
Sedangkan untuk sumber cahaya matahari, digunakan cermin
cekung.
8 : Landasan mikroskop harus diletakkan di tempat yang permukaannya
rata dan kuat, misalnya di atas meja. Landasan ini berfungsi untuk
menahan agar mikroskop tidak mudah goyah pada waktu
dilakukan pemeriksaan.
9 : Untuk pemeriksaan SD malaria lensa okuler dapat digunakan
dengan pembesaran 10x.
10 : Digunakan untuk memegang mikroskop bila akan dipindahkan ke
tempat lain (dengan tangan kanan) dan dianjurkan untuk
mengangkat beserta landasannya (dengan tangan kiri).
11 : Makrometer digunakan untuk mencari secara cepat lapangan
pandang besar (LPB)
12 : Mikrometer digunakan untuk mendapatkan gambaran secara lebih
jelas (dengan lensa objektif yang lebih besar).

PENGGUNAAN MIKROSKOP UNTUK PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA

• Sumber cahaya
Sumber cahaya yang baik merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal. Sumber cahaya dapat
berasal dari cahaya matahari maupun listrik. Sumber cahaya lain dapat
menggunakan baterai atau generator. Cahaya tidak boleh terlalu terang

7
atau terlalu gelap karena dapat mempengaruhi pemeriksaan SD. Jika
memakai sumber cahaya lampu bohlam, maka perlu menggunakan
filter. Sedangkan bila memakai sumber cahaya lampu neon maka tidak
perlu menggunakan filter.

• Pengaturan Cahaya
a) Letakkan SD di meja sediaan mikroskop
b) Atur cahaya dengan menaikkan kondensor dan membuka diafragma.
c) Amati SD melalui okuler dengan menggunakan lensa objektif 10 x.
Putar makrometer untuk memfokuskan lapangan pandang.
Tidak dianjurkan untuk langsung menggunakan lensa objektif 100x
untuk memfokuskan lapangan pandang.
d) Bila lapangan pandang sudah ditemukan/fokus, teteskan minyak
imersi pada lapangan pandang tersebut dan lensa objektif diputar
pada ukuran 100x.
e) Amati lapangan pandang tersebut, bila belum fokus, mikrometer
diputar sehingga lapangan pandang menjadi jelas. Tidak dianjurkan
menggunakan makrometer untuk memfokuskan lapangan pandang.

• Penyimpanan mikroskop
a) Perlindungan terhadap debu dan kotoran
- Harus ditutup dengan kain bersih/cover mikroskop.
- Jika tidak dipakai dalam waktu lama harus dimasukkan dalam
kotak mikroskop dengan posisi lensa objektif 10x.
- Setelah mikroskop digunakan, lensa objektif dan okuler masing-
masing dibersihkan dengan kertas pembersih lensa yang berbeda.
- Untuk membersihkan minyak imersi bisa menggunakan eter
alkohol dengan perbandingan 7 : 3.

b) Perlindungan terhadap jamur


- Simpan ditempat yang kering. Penyimpanan dapat dilakukan
pada ruangan AC yang dipasang 24 jam terus menerus (tidak
termasuk AC yang hanya dinyalakan pada jam kerja).
- Apabila tidak tersedia fasilitas diatas, maka mikroskop disimpan
dalam kotaknya atau lemari.
- Mikroskop disimpan dalam lemari yang dipasang bola lampu 25-
50 watt disesuaikan dengan ukuran lemari penyimpanan dan
dihidupkan terus menerus. Apabila disimpan dalam kotak
mikroskop, cukup dengan lampu 5 watt.
- Apabila tidak ada fasilitas listrik maka mikroskop disimpan dalam
kotaknya yang diberi 400 gram silica gel.
- Jika mikroskop tidak digunakan dalam waktu yang cukup lama,
maka semua lensa obyektif dan okuler harus disimpan terpisah
dalam desicator atau toples kaca yang diberi silica gel. Jika silica
gel sudah berubah warna menjadi merah muda dibandingkan
dengan warna semula (biru), maka dapat didaur ulang
(dipanaskan) untuk digunakan lagi.
- Jika lensa terkena jamur, lensa harus diservis langsung pada
pabrik pembuatnya.

8
BAHAN

• Slide/Kaca sediaan (Object Glass)


1. Slide yang sudah tergores tidak boleh dipakai. Yang terbaik adalah
menggunakan object glass yang baru, dan tidak boleh menggunakan slide
bekas pakai. Semua object glass direndam dalam air sabun selama
30 menit – 1 jam kemudian dibilas dengan air mengalir.
2. Membersihkan object glass: Dilap dengan kasa atau kain bersih. Setelah
kaca sediaan dibersihkan, tidak boleh memegang pada bagian permukaan
kaca sediaan, dan langsung dipakai atau disimpan pada slide box.
3. Menyimpan object glass: Slide box yang yang dianjurkan adalah terbuat
dari bahan plastik/fiber yang tahan pecah. Slide box sebaiknya tidak
terbuat dari bahan kayu karena dapat berpengaruh pada SD yang
disimpan. Ketebalan object gelas 1,1 – 1,3 mm, ukurannya 25 x 75 x 1 –
1,5 mm.

• Lancet steril, digunakan hanya untuk 1x pakai.

• Kapas, jika tidak tersedia kapas, dapat digunakan bahan halus.

• Alkohol 70 %, lebih baik lagi jika menggunakan swab alkohol siap pakai.

• Minyak imersi (immersion oil)


Uji Kualitas Minyak Imersi
1. Uji kekentalan : dapat dilakukan dengan memasukkan batang pengaduk
kedalam wadah berisi minyak imersi. Angkat batang pengaduk, dan
amati. Jika minyak imersi masih menempel pada batang pengaduk dan
menetes lambat maka kualitas minyak imersi masih baik.
2. Uji kekeruhan : Amati ada tidaknya kekeruhan minyak imersi pada
wadah transparan. Bila terlihat keruh maka kualitas minyak imersi sudah
berkurang.
3. Perubahan warna : Amati ada tidaknya perubahan minyak imersi pada
wadah transparan. Bila terjadi perubahan warna (kekuningan) maka
kualitas minyak imersi sudah berkurang.

• Larutan buffer (pH 7.2)


Larutan buffer dapat dibuat dengan cara mencampurkan satu tablet buffer
(pH 7,2) dalam 1 liter aquades atau air mineral (air kemasan dalam botol)
yang jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Larutan ini dapat dipakai untuk
mengencerkan larutan giemsa stock.
Uji pH Larutan buffer
1. Dengan kertas lakmus
2. Dengan pH indikator
3. Dengan pH meter, larutan buffer yang digunakan memiliki pH 7,2

• Larutan Giemsa
Beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Giemsa stok harus disimpan dalam botol kaca berwarna gelap dan
hindari dari sinar matahari langsung.

9
2. Sebaiknya giemsa stok disimpan dalam botol berwarna gelap berukuran
100 ml. Hal ini untuk menghindari rusaknya giemsa stok karena oksidasi
dan penguapan akibat seringnya membuka tutup botol.
3. Botol giemsa stok yang akan digunakan tidak boleh dikocok atau diaduk
karena endapan/kristal giemsa akan naik ke permukaan larutan dan
dapat menjadi artefak dalam SD yang diwarnai.
4. Pengambilan giemsa stok harus menggunakan pipet yang kering, agar
giemsa stok di botol tidak tercemar dengan air.
5. Sisa larutan giemsa yang telah dicampur dengan larutan buffer bila tidak
digunakan lagi harus dibuang dan dimasukkan kembali ke dalam botol
giemsa stok.
6. Larutan giemsa dibuat segera sebelum digunakan dan tidak boleh
disimpan/digunakan setelah 1 jam.
7. Adapun konsentrasi larutan giemsa yang akan digunakan dapat dilihat
lebih lanjut pada halaman 15.

Uji Kualitas Giemsa


Ada dua cara menguji mutu giemsa untuk mengetahui apakah giemsa stok
yang akan digunakan masih baik :
1) Melakukan pewarnaan pada 1-2 SD, kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Kalau hasilnya sesuai dengan kriteria standar pewarnaan
yang baik, berarti giemsa pengencernya masih bagus dan dapat
digunakan. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali akan
melakukan pewarnaan masal.
2) Melakukan test menggunakan kertas Whatman no.2 dan metanol (metil
alkohol) :
• Letakkan kertas saring diatas gelas atau petridisk/cawan petri supaya
bagian tengah kertas tidak menyentuh sesuatu.
• Teteskan 1-2 tetes giemsa stok pada kertas saring. Tunggu sampai
meresap dan menyebar.
• Kemudian teteskan 3-4 tetes metanol absolut di tengah bulatan
giemsa perlahan dengan jarak waktu beberapa detik sampai garis
tengah giemsa menjadi 5-7 cm, maka akan terbentuk :
- Lingkaran biru (methilen blue) ditengah
- Lingkaran cincin ungu (methilen azur) diluarnya, serta
- Lingkaran tipis warna merah (eosin) pada bagian tepi.
Giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi, bila warna ungu
atau merah tidak terbentuk.

• Metanol
Digunakan untuk Fiksasi sediaan darah tipis.

Uji Kualitas Methanol


Salah satu cara uji kualitas adalah dengan mengukur berat jenis metanol
dengan densitometer (BJ=0,792 – 0,793).
Penyimpanan metanol dilakukan dalam wadah tertutup pada suhu dibawah
o
titik didih (60 C).

10
CARA KERJA

1) PENGAMBILAN SEDIAAN DARAH MALARIA

o Untuk bahan
o Untuk bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung jari.
o Bila menggunakan darah vena, sebaiknya darah yang digunakan adalah
darah yang belum tercampur dengan anti koagulan (darah yang masih
ada dalam spuit). SD harus segera dibuat sebelum darah membeku.
o Bila menggunakan darah dengan anti koagulan harus segera dibuat SD
malaria, karena bila sudah lebih dari 1 jam, jumlah parasit berkurang
dan morfologi dapat berubah.
o Untuk darah yang dimasukkan ke dalam tabung yang berisi anti koagulan,
tabung tersebut harus diisi sampai batas yang sudah ditentukan.

2) PEMBUATAN SEDIAAN DARAH MALARIA

a. Jenis Sediaan Darah

Untuk membuat SD malaria dibuat 2 jenis SD, yaitu sediaan darah tebal
dan sediaan darah tipis.

Sediaan darah tebal


Terdiri dari sejumlah besar sel darah merah yang terhemolisis. Parasit
yang ada terkonsentrasi pada area yang lebih kecil sehingga akan lebih
cepat terlihat di bawah mikroskop.

Sediaan darah tipis


Terdiri dari satu lapisan sel darah merah yang tersebar dan digunakan
untuk membantu identifikasi parasit malaria setelah ditemukan dalam
SD tebal.

b. Pembuatan Sediaan Darah

1. Pegang tangan kiri pasien dengan posisi telapak tangan menghadap


ke atas.
2. Pilih jari tengah atau jari manis (pada bayi usia 6-12 bulan darah
diambil dari ujung ibu jari kaki dan bayi <6 bulan darah diambil dari
tumit).

11
3. Bersihkan jari dengan kapas alkohol untuk menghilangkan kotoran
dan minyak yang menempel pada jari tersebut.
4. Setelah kering, jari ditekan agar darah banyak terkumpul di ujung jari.

5. Tusuk bagian ujung jari (agak di pinggir, dekat kuku) secara cepat
dengan menggunakan lancet.
6. Tetes darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas kering,
untuk menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol.
7. Tekan kembali ujung jari sampai darah keluar, ambil object glass
bersih (pegang object glass di bagian tepinya). Posisi object glass
berada di bawah jari tersebut.
8. Teteskan 1 tetes kecil darah (+ 2μl) di bagian tengah object glass
untuk SD tipis. Selanjutnya 2-3 tetes kecil darah (+ 6μl) di bagian
ujung untuk SD tebal.

9. Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas.


10. Letakkan object glass yang berisi tetesan darah diatas meja atau
permukaan yang rata.
11. Untuk membuat SD tipis, ambil object glass baru (object glass
kedua) tetapi bukan cover glass. Tempelkan ujungnya pada tetes
darah kecil sampai darah tersebut menyebar sepanjang object glass.

12
12.Dengan sudut 450 geser object glass tersebut dengan cepat ke arah
yang berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga didapatkan
sediaan hapus (seperti bentuk lidah).
13.Untuk SD tebal, ujung object glass kedua ditempelkan pada ke tiga
tetes darah tebal. Darah dibuat homogen dengan cara memutar
ujung object glass searah jarum jam, sehingga terbentuk bulatan
dengan diameter 1 cm.

14.Pemberian label/etiket pada bagian ujung object glass dekat sediaan


darah tebal, bisa menggunakan kertas label atau object glass
frosted. Pada label dituliskan KODE KABUPATEN/KOTA/KODE
FASYANKES/ NOMER REGISTER/BULAN/TAHUN

15.Proses pengeringan SD harus dilakukan secara perlahan-lahan di


tempat yang datar. Tidak dianjurkan menggunakan lampu (termasuk
lampu mikroskop), hair dryer. Hal ini dapat menyebabkan SD
menjadi retak-retak sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Kipas angin dapat digunakan untuk mengeringkan SD.
16.Selama proses pengeringan, SD harus dihindarkan dari gangguan
serangga (semut, lalat, kecoa dll), debu, panas, kelembaban yang
tinggi dan getaran.
17.Setelah kering, darah tersebut harus segera diwarnai. Pada keadaan
tidak memungkinkan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam SD
harus sudah diwarnai.

13
Kesalahan pada pembuatan sediaan darah

Kesalahan-kesalahan yang sering dijumpai pada pembuatan SD :


1. Jumlah darah yang digunakan terlalu banyak, sehingga warna SD tebal
menjadi gelap/terlalu biru. Parasit malaria pada SD tebal sulit dilihat
karena banyaknya sel darah putih. Demikian juga pada SD tipis,
bertumpuknya sel darah merah menyebabkan parasit sulit dilihat.

2. Jumlah darah yang digunakan terlalu sedikit, tidak memenuhi syarat


yang diperlukan untuk menyatakan bahwa SD tersebut negatif.

3. SD yang berlemak atau kotor dapat menyulitkan pemeriksaan. Selain


itu pada proses pewarnaan, sebagian SD tebal dapat terlepas.

4. Ujung object glass kedua yang bergerigi atau terlalu tajam akan
menyebabkan penyebaran SD tipis tidak rata dan ujungnya tidak
berbentuk lidah.

5. SD tebal yang terletak di ujung object glass, dapat menyulitkan


pemeriksaan karena posisi meja sediaan sudah maksimal (tidak
dapat digeser).

14
c. Pewarnaan Sediaan Darah

1) SD tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol. Jangan


sampai terkena SD tebal.
2) Letakkan pada rak pewarna dengan posisi darah berada di atas.
3) Siapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3 bagian giemsa
stock dan 97 bagian larutan buffer.
4) Tuang larutan Giemsa 3% dari tepi hingga menutupi seluruh
permukaan object glass. Biarkan selama 45-60 menit.
5) Tuangkan air bersih secara perlahan-lahan dari tepi object glass
sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih. Angkat dan
keringkan SD. Setelah kering, SD siap diperiksa.

d. Pemeriksaan Sediaan Darah

1. Komponen Darah Normal


Jika darah vena dalam tabung didiamkan dalam waktu 5-20 menit,
maka darah tersebut akan terbagi menjadi 2 lapisan. Bagian serum
berupa cairan berwarna kuning pucat, kemudian bekuan darah akan
berwarna merah tua atau kehitaman yang mengandung sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit/platelets.
Komponen-komponen ini akan terlihat jelas di bawah mikroskop bila
sudah diwarnai.

a) Sediaan Darah Tipis


o Sel darah merah (eritrosit)
Merupakan sel darah yang terbanyak dalam SD tipis,
berbentuk bulat dan pada pewarnaan Giemsa yang baik,
terlihat berwarna merah muda keabuan. Sel darah merah
tidak mempunyai inti dan jumlahnya sekitar 5 juta/μl darah.

o Sel darah putih (leukosit)


Sel darah putih berjumlah 6.000-8.000/ μl darah. Sel darah
putih terdiri dari inti, sitoplasma dan membran sel. Di dalam
sitoplasma terdapat granule-granule (lihat gambar)

Inti

Sitoplasma (berisi granula)

Membran sel

Sel darah putih

15
Leukosit terbagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1) leukosit multilobul (PMN = polymorphonuclear)
 Netrofil
Pada orang sehat jumlahnya mencapai 65% dari total
leukosit. Inti berwarna ungu tua. Granule terlihat jelas
dalam sitoplasma. Pada kasus-kasus malaria dapat
dijumpai pigmen malaria yang merupakan sisa-sisa
parasit yang difagositosis oleh netrofil.

 Eosinofil
Pada orang sehat jumlahnya mencapai 1-4% dari total
leukosit. Granule pada sitoplasma berwarna merah dari
zat warna eosin.

 Basofil
Merupakan leukosit yang paling jarang, jumlahnya <1%
dari total leukosit. Granule pada sitoplasma kasar dan
berwarna biru atau keunguan.

2) Leukosit non-multilobul
 Monosit
Pada orang sehat, jumlahnya mencapai 2-10 % dari
total leukosit. Merupakan leukosit yang ukurannya
paling besar. Diameternya 12-18 μm. Intinya besar,
berbentuk seperti ginjal atau kacang. Dalam sitoplasma
dapat ditemukan sedikit granule yang berwarna merah
muda atau merah. Seperti halnya netrofil, monosit
dapat memfagositosis parasit malaria.

 Limfosit
Ada dua tipe limfosit; besar dan kecil. Jumlahnya
mencapai 20-45% dari total leukosit. Inti dari limfosit
besar berbentuk bulat dan berwarna ungu tua pada
pewarnaan SD yang baik. Sitoplasmanya lebar,
berwarna biru jernih dan berisi beberapa granule yang
berwarna keunguan.
Limfosit kecil berukuran sedikit lebih besar dari sel
darah merah (eritrosit) normal. Sitoplasmanya kecil dan
intinya berwarna biru tua sampai kehitaman.

o Trombosit/Platelets
Ukurannya kecil, bentuk tidak beraturan, berwarna merah dan
tidak berinti. Jumlahnya 150 – 400 ribu/μl darah. Jika
pembuatan SD tidak baik, trombosit yang umumnya
berkelompok 5-10 sel tampak menyatu dengan jumlah yang
lebih besar. Pada orang yang belum berpengalaman
seringkali dianggap sebagai parasit malaria.

16
b) Sediaan darah tebal
Pada waktu memeriksa SD tebal dengan lensa objektif 100x dan
okuler 10x akan terlihat : Sisa-sisa sel darah merah, sel darah
putih, trombosit. Pada SD tebal gambaran sel darah putih dan
trombosit menyerupai SD tipis, hanya ukurannya lebih kecil.

SD terdiri dari sejumlah besar sel darah merah (eritrosit) yang


lisis dan saling menumpuk. Bila SD tebal diwarnai Giemsa, air
yang berasal dari zat warna Giemsa akan melarutkan isi sel
darah merah tersebut.

Hemoglobin merupakan komponen utama sel darah merah,


sehingga proses ini disebut hemoglobinisasi. Hal ini dapat terlihat
bila kita meletakkan SD tebal dalam bak pewarnaan berisi air.
Dalam waktu 1-2 menit warna merah dari hemoglobin akan lepas
dari SD tebal sehingga menjadi pucat dan jernih. Proses ini
terjadi pada saat akhir pewarnaan, yang terlihat adalah sisa
eritrosit, lekosit dan trombosit.

E
N
E N

T L M T

M LEKOSIT L
SD Tipis SD Tebal

N = Netrofil ; E = Eosinofil ; M = Monosit ; L = Limfosit ; T = Trombosit

2. Morfologi Parasit Malaria

a) Pengenalan Parasit Malaria


Parasit malaria terdiri dari :
o Inti/kromatin; bentuknya bulat dan berwarna merah.
o Sitoplasma; bentuknya seperti cincin sampai bentuk yang tidak
beraturan, umumnya berwarna biru.

b) Stadium Parasit Malaria


Stadium parasit malaria yang dapat dilihat dalam SD sebagai berikut :
o Stadium Trofozoit
Merupakan stadium yang paling umum ditemukan, seringkali disebut
sebagai stadium cincin. Meskipun tidak selalu terlihat berbentuk
cincin yang sempurna.

17
Trofozoit merupakan stadium pertumbuhan, sehingga dapat
ditemukan dalam berbagai ukuran dari kecil sampai besar. Pigmen
merupakan hasil pertumbuhan/metabolisme parasit, warnanya
bervariasi dari kuning pucat sampai coklat kehitaman atau hitam.

o Stadium Skizon
Pada stadium skizon terlihat inti membelah secara aseksual menjadi
2, 4, 8 dan seterusnya secara aseksual tanpa melibatkan sel kelamin
jantan dan betina. Stadium skizon mempunyai beberapa fase mulai
dari parasit dengan inti dua sampai parasit dengan banyak inti yang
masing-masing intinya disertai dengan sitoplasma.

o Stadium Gametosit
Merupakan stadium seksual yang akan menjadi sel kelamin jantan
dan betina, berkembang lebih lanjut di dalam tubuh nyamuk
Anopheles betina.
Gametosit dapat berbentuk bulat atau seperti pisang tergantung
spesies. Warna dari sitoplasma parasit dapat digunakan untuk
membedakan sel kelamin jantan (mikrogametosit) dan sel kelamin
betina (makrogametosit).

18
Kunci untuk Mengidentifikasi Stadium Parasit Malaria pada SD Tipis

1. Apakah dalam sel darah merah ditemukan satu atau lebih titik
kromatin yang berwarna merah dan sitoplasma yang berwarna biru ?
Ya : lanjut ke no. 2
Tidak : yang terlihat bukan parasit

2. Apakah ukuran dan bentuk sesuai dengan parasit malaria ?


Ya : kemungkinan yang dilihat adalah parasit malaria, lanjut
ke no. 3
Tidak : yang terlihat bukan parasit

3. Apakah ada pigmen malaria di dalam sel tersebut ?


Ya : lanjut ke no. 7
Tidak : lanjut ke no. 4

4. Apakah parasit tersebut mempunyai satu inti dengan sitoplasma


yang berbentuk cincin, dengan vakuola yang jelas terlihat ?
Ya : ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 5

5. Apakah parasit mempunyai satu kromatin yang menempel pada sito-


plasma biru yang kompak (bisa disertai dengan vakuola yang kecil) ?
Ya : ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 6

6. Apakah parasit dengan satu kromatin berbentuk tidak beraturan dan


terfragmentasi ?
Ya : ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 7

19
7. Apakah parasit yang berpigmen mempunyai inti
satu ? Ya : lanjut ke no. 8
Tidak : lanjut ke no. 9

8. Apakah parasit mempunyai satu vakuola atau sitoplasmanya


berfragmentasi ?
Ya : Kemungkinan adalah stadium trofozoit lanjut.
Tidak : lanjut ke no. 11

9. Apakah parasit yang mempunyai dua inti/kromatin yang menempel


pada satu cincin yang bervakuol ?
Ya : Ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 10

10. Apakah parasit mempunyai inti yang berjumlah antara 2-32, disertai
pigmen ?
Ya : Ini adalah stadium skizon

11. Apakah parasit berbentuk bulat atau seperti pisang ?


Bulat : lanjut ke no.12
Seperti pisang : lanjut ke no.14

12. Apakah parasit yang berbentuk bulat, mempunyai inti/kromatin yang


terlihat jelas dan sitoplasma yang berwarna biru tua ?
Ya : Ini adalah gametosit betina
Tidak : Lanjut ke no.13

20
13.Apakah parasit yang berbentuk bulat, secara keseluruhan berwarna
kemerahan sehingga kromatin tidak terlihat jelas?
Ya : Ini adalah gametosit jantan
Tidak : Lanjut ke no.14

14.Apakah parasit berbentuk pisang, mempunyai sitoplasma yang


berwarna biru dan kromatin yang berwarna merah ?
Ya : Ini adalah gametosit betina
Tidak : Lanjut ke no.15

15.Apakah parasit berbentuk pisang, secara keseluruhan berwarna


kemerahan sehingga kromatin tidak jelas terlihat ?
Ya : Ini adalah gametosit jantan

c) Spesies Parasit Malaria

Gambaran spesies parasit pada SD tipis.

Petunjuk yang paling sederhana untuk membedakan keempat spesies


malaria adalah perubahan yang terlihat pada sel darah merah yang
terinfeksi. Ukuran sel darah merah yang terinfeksi dapat terlihat
membesar atau normal. Pada sitoplasma eritrosit yang terinfeksi dapat
ditemukan titik Schuffner atau Maurer.

Disamping itu, petunjuk yang lainnya adalah keteraturan sitoplasma


parasit. Sitoplasma yang teratur dapat berupa cincin, koma, tanda seru
dan sayap burung terbang.

Secara umum, pada infeksi Plasmodium falciparum dapat ditemukan


satu stadium (trofozoit atau gametosit). Pada infeksi spesies lainnya
dapat ditemukan berbagai stadium.

21
22
Trofozoit

Sitoplasma teratur Sitoplasma tidak


beraturan

Gambaran Kompak
Gambaran uniform Sitoplasma jelas terputus- Sitoplasma sedikit terputus-
(pigmen dengan warna kekuningan
putus putus
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut)

Stadium lain yang sering dengan ukuran yang terlihat lebih teratur atau
ditemukan : bervariasi kompak
Gametosit berbentuk
pisang/bulat dengan butir- Stadium lain yang sering
butir pigmen berwarna gelap, Stadium lain yang sering
Stadium lain yang
kadang-kadang disertai “balon ditemukan : Skizon dan ditemukan : Skizon dan
sering ditemukan : Gametosit
merah” (skizon biasanya tidak Gametosit
Skizon dan Gametosit
terlihat kecuali pada infeksi
berat Tampak bayangan merah Tampak bayangan merah
dgn titik Schuffner lebih dgn titik James lebih
halus di bag. tepi SD kasar di bag. tepi SD

Plasmodium falciparum Plasmodium malariae Plasmodium vivaks Plasmodium ovale

Perbedaan Spesies Parasit Malaria berdasarkan Gambaran Sitoplasma Trofozoit pada SD Tebal
23
TROPOZOIT

SKIZON

GAMETOSIT

PLASMODIUM FALCIPARUM

24
TROPOZOIT

SKIZON

GAMETOSIT

PLASMODIUM OVALE

25
TROPOZOIT

SKIZON

GAMETOSIT

PLASMODIUM MALARIE

26
TROPOZOIT

SKIZON

GAMETOSIT

PLASMODIUM VIVAX

27
Trofozoit muda Trofozoit lanjut dan matang

Skizon Gametosit

Plasmodium knowlesi

Sumber : Sung Lee, Cox Singh, dan Singh, Morphological features and differential counts of Plasmodium
knowlesi parasites in naturally acquired human infection, Malaria Journal, 2009

28
Gambaran spesies parasit pada SD tebal

Pada SD tebal tidak terlihat sel darah merah (karena lisis). Walaupun
demikian parasit malaria tetap terlihat, meskipun ukurannya lebih kecil
dibandingkan pada SD tipis.

Parasit malaria harus dicari dengan lebih teliti. Setiap berpindah lapang
pandang, mikrometer digunakan untuk memfokuskan objek yang dilihat.
Pada SD tebal, parasit dapat berada pada lapisan yang berbeda.

Sitoplasma trofozoit yang berbentuk cincin halus, dapat terlihat terputus-


putus atau tidak sempurna. Dengan lisisnya sel darah merah, titik
Schuffner sulit dilihat demikian juga dengan titik Maurer. Walaupun
demikian, masih terlihat sisa-sisa sel darah merah yang mengelilingi parasit
(zona merah/ bayangan merah). Kunci untuk identifikasi spesies parasit
pada SD tipis dan SD tebal dapat dilihat pada gambar sketsa parasit 1-4.

Artefak pada sediaan darah

Artefak merupakan sejumlah objek (benda-benda) yang gambarannya


menyerupai parasit. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam
diagnosis parasit malaria. Gambaran yang dapat terlihat antara lain
jamur. Untuk mencegah pertumbuhan jamur pada SD, warnai SD
secepat mungkin (tidak lebih dari 24 jam).

Kontaminan lain dapat berasal dari lingkungan, seperti debu yang


berterbangan dan menempel pada SD pada waktu pengeringan (baik
sebelum maupun sesudah pewarnaan).

Artefak lain dapat berupa kotoran yang berasal dari jari penderita, atau
object glass yang kurang bersih.

Gambar ini memperlihatkan jenis-jenis artefak yang dapat ditemukan


pada SD.

29
Gambaran Awan dan bintik kotoran kromatosit Grup Granula Eosinofil Perbandingan ukuran
berasal dari eritrosit yang belum matang yang terlepas Trombosit dan Limfosit
pada anemia berat
ELEMEN DARAH

BAKTERI

SPORA

SEL TUMBUHAN Hipha dan spora


JAMUR

Partikel debu Kristal Goresan pada slide Bentuk Kristal


Pewarna Giemsa pada slide

30
IDENTIFIKASI SPESIES PARASIT MALARIA DALAM SD TEBAL

Stadium Parasit
Spesies
Trofozoit Skizon Gametosit
Biasanya terlihat Trofozoit muda, lanjutdan/atauGametositmatang

Ukuran : Kecil sampai Biasanya ditemukan Stadium muda dengan


sedang. bersamaan dengan ujung lancip jarang
Jumlah : seringkali sejumlah besar stadium ditemukan.
banyak. cincin muda. Stadium lanjut :
Bentuk yang sering Ukuran : Kecil, kompak berbentuk pisang atau
Plasmodium falciparum

ditemukan : cincin dan Jumlah : sedikit, bulat.


koma. biasanya pada malaria Inti : tunggal, jelas.
Inti : kadang-kadang berat. Pigmen tersebar,
ditemukan berinti 2 Stadium lanjut : terdiri kasar. Kadang-kadang
Sitoplasma : teratur, dari 12-30 merozoit ditemukan balon
halus sampai tebal. berkelompok, pigmen merah.
Stadium lanjut : menggumpal berwarna
kadang-kadang gelap.
ditemukan pada malaria
berat, sitoplasma
kompak yang terlihat
sebagai granula kasar.
semua stadium, titik Schuffner dalambayanganmerah

Ukuran : Kecil sampai Ukuran : besar Stadium muda sulit


besar Jumlah : sedikit dibedakan dengan
Jumlah : sedikit sampai sampai sedang Trofozoit lanjut.
sedang Stadium lanjut : terdiri Stadium lanjut : bulat
Bentuk yang sering dari 12-24 merozoit dan besar.
Plasmodium vivax

ditemukan : cincin (biasanya 16), tersebar Inti : tunggal, jelas.


dengan sitoplasma tidak merata, pigmen Pigmen tersebar, halus.
terputus-putus sampai tidak menggumpal.
sitoplasma yang
bentuknya tidak teratur.
Inti : tunggal, kadang-
kadang dua.
Terlihat

Sitoplasma : tidak
teratur atau terputus-
putus.
Stadium lanjut :
kompak, padat, pigmen
halus tersebar.

31
Stadium Parasit
Spesies
Trofozoit Skizon Gametosit

Terlihat semua stadium, titikSchuffnerlebihjelasdalambayangan merah

Ukuran : lebih kecil dari Ukuran : lebih Stadium muda sulit


P.vivax. menyerupai P.malariae dibedakan dengan
Jumlah : biasanya Jumlah : sedikit. Trofozoit lanjut.
sedikit. Stadium lanjut Stadium lanjut : bulat
Bentuk yang sering : terdiri dari 4-12 mungkin lebih kecil dari
Plasmodium ovale

ditemukan : bentuk merozoit (biasanya 8), P.vivax.


cincin sampai bentuk yang tersebar tidak Inti : tunggal, jelas.
bulat atau kompak. berkelompok, pigmen Pigmen tersebar, kasar.
Inti : tunggal, menonjol berkumpul.
Sitoplasma : agak
teratur, tebal. Pigmen
kasar tersebar.

Ukuran : Kecil Ukuran : Kecil, kompak Stadium muda sulit


Terlihat semua stadium
Plasmodium malariae

Jumlah : sedikit Jumlah : sedikit dibedakan dengan


Bentuk yang sering Stadium lanjut Trofozoit lanjut.
ditemukan : bentuk : terdiri dari 6-12 Stadium lanjut : bulat,
cincin sampai bentuk merozoit (biasanya 8), kompak.
bulat atau kompak yang tersebar tidak Inti : tunggal, jelas.
sitoplasma teratur, tebal. berkelompok, pigmen Pigmen tersebar, kasar.
Inti : tunggal dan besar berkumpul
Sitoplasma :
teratur,padat, pigmen
berjumlah banyak,
tersebar berwarna
kuning pada stadium
lanjut.

32
Morfologi Plasmodium knowlesi

Eritrosit yang terinfeksi


Ukuran Tidak membesar

Bentuk bulat, umumnya tidak ada perubahan

Titik-titik pada trofozoit lanjut dan matang, skizon, dan


gametosit terdapat titik-titik yang mirip dengan titik
maurer, titik-titik kasar dan tidak beraturan

Parasit
Trofozoit muda (bentuk ring) Bentuk cincin yang kompak dengan sitoplasma yang
padat, terdiri dari satu atau dua inti, dan jarang dengan
tiga inti, bentuk accole, satu atau lebih parasit dalam
satu eritrosit

Trofozoit lanjut Sitoplasma tebal dan padat, sitoplasma sedikit


amuboid dan tidak teratur, bentuk pita, terdapat
pigmen yang bervariasi.

Trofozoit matang Sitoplasma kompak dan padat bentuk bulat dengan


pigmen coklat kehitaman, bentuk pita, tidak amuboid.

Skizon Memenuhi seluruh eritrosit, jumlah merozoit sampai


dengan 16, merozoit tidak teratur dan tersebar atau
mengumpul, pigmen tersebar atau berkumpul.

Gametosit Bulat, kompak, mengisi seluruh bagian eritrosit,


pigmen tersebar atau mengelompok, bentuk
gametosit muda mirip dengan trofozoit matang

Sumber : Sung Lee, Cox Singh, dan Singh, Morphological features and differential counts of Plasmodium
knowlesi parasites in naturally acquired human infection, Malaria Journal, 2009

Dalam menentukan diagnosa pasti Plasmodium knowlesi harus melalui pemeriksaan


PCR (Polymerase Chain Reaction), sehingga apabila ditemukan parasit dengan
morfologi P knowlesi disebut sebagai suspek P knowlesi. Selanjutnya di ambil kembali
darahnya dengan kertas saring whatman no.3 sebanyak 100 µl (±5 tetes besar)
sebelum pasien diberi OAM (obat anti malaria) kemudian dikirim untuk dilakukan
konfirmasi dengan metode PCR. Pada pengambilan darah menggunakan kertas
saring, diberi label, jangan sampai tersentuh oleh tangan dan lainnya, langsung
dimasukkan ke dalam kantong plastik berperekat.

33
E. PEMERIKSAAN RUTIN UNTUK SD MALARIA

1. Pemeriksaan SD Tipis

a) SD diletakkan pada meja sediaan mikroskop.


b) Lihat SD dengan lensa objektif pembesaran 10 kali dan fokuskan lapang
pandang pada bagian yang bertanda ”x” (lihat gambar).
c) Teteskan minyak imersi pada bagian yang bertanda ”x”.
d) Ganti lensa objektif dengan pembesaran 100 kali
e) Fokuskan lapang pandang dengan memutar mikrometer sampai eritrosit
terlihat jelas. Periksa SD dengan menggerakkan meja sediaan dengan
arah kekiri dan kekanan sesuai arah panah (lihat gambar).
f) Pemeriksaan dilakukan sampai 100 lapangan pandang untuk menentukan
negatif. Bila diperlukan dapat dilihat sampai 400 lapang pandang.

2. Pemeriksaan SD Tebal

a. SD diletakkan pada meja sediaan mikroskop


b. Lihat SD dengan lensa objektif 10 kali dan fokuskan lapang pandang
pada bagian tepi SD tebal (tanda ”x” pada gambar)
c. Teteskan minyak imersi pada bagian yang bertanda ”x”.
d. Ganti lensa objektif dengan pembesaran 100 kali
e. Fokuskan lapang pandang dengan memutar mikrometer sampai eritrosit
terlihat jelas. Periksa SD dengan menggerakkan meja sediaan dengan
arah kekiri dan kekanan sesuai arah panah (lihat gambar).
f. Pemeriksaan rutin tebal dinyatakan negatif bila tidak ditemukan parasit
pada 100 lapang pandang. Bila ditemukan parasit, pemeriksaan dilanjutkan
dengan 100 lapangan pandang sebelum diagnosa ditegakkan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan ada tidaknya infeksi campur.

3. Menghitung Jumlah Parasit

Ada dua metode yang digunakan untuk menghitung parasit, yaitu


a) Jumlah parasit/μl darah dihitung berdasarkan jumlah leukosit pada SD
tebal (standar = 8.000 /μl). Untuk penghitungan parasit diperlukan 2
buah tally counter. Satu tally counter untuk menghitung parasit, dan
yang lainnya untuk menghitung leukosit.

34
1) Bila pada 200 leukosit ditemukan 100 parasit atau lebih, catat
hasilnya per 200 leukosit
2) Bila pada 200 leukosit hanya ditemukan 99 parasit atau kurang,
lanjutkan pemeriksaan sampai menjadi 500 leukosit, catat hasilnya
per 500 leukosit.
3) Jadi jumlah parasit dalam 1 μl darah :

jumlah parasit x 8.000


jumlah leukosit

4) Apabila penghitungan parasit dilakukan terhadap 200 leukosit maka


jumlah parasit dikalikan 40. Bila penghitungan parasit dilakukan
terhadap 500 leukosit, jumlah parasit dikalikan 16.
5) Secara umum jumlah gametosit dan stadium aseksual dihitung
secara terpisah.

b) Secara semi kuantitatif atau sistem plus.


Merupakan metode yang lebih sederhana untuk menghitung parasit
dalam SD tebal. Namun cara ini kurang memuaskan, hanya dilakukan
apabila penghitungan dengan metode a) tidak memungkinkan. Sistem
ini menggunakan kode 1+ sampai 4+ seperti dibawah ini :

1) += 1 sampai 10 parasit dalam 100 lapang pandang SD tebal.


2) + + = 11 sampai 100 parasit dalam 100 lapang pandang SD
tebal.
3) + + + = 1 sampai 10 parasit dalam 1 lapang pandang SD tebal.
4) + + + + = >10 parasit dalam 1 lapang pandang SD tebal.

F. PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN SD

Informasi yang harus dicatat dari pasien yang diperiksa darahnya adalah :
1. Wilayah, Provinsi atau kecamatan dimana pemeriksaan dilakukan
2. Alamat lengkap pasien (jalan, RT/RW, dsb)
3. Nama, umur dan jenis kelamin pasien
4. Kode SD
5. Hasil pemeriksaan ;
a) Tidak ditemukan parasit malaria
b) Ditemukan parasit malaria;
o Spesies parasit malaria
o Stadium parasit malaria
o Jumlah parasit malaria

35
36
BAB III
ADMINISTRASI LABORATORIUM MALARIA

A. Tugas Dan Fungsi Laboratorium Malaria

Secara garis besar laboratorium malaria, di lapangan (Puskesmas),


Kabupaten, Provinsi atau di Pusat mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :

1) Memeriksa/mendiagnosa sediaan darah dalam jangka waktu yang pendek


agar penderita segera dapat diobati dan sumber penularan dapat dicegah.
2) Memeriksa ulang (cross-check) sediaan darah (SD) yang sudah diperiksa
oleh unit laboratorium di bawahnya secara berjenjang.
3) Menilai dampak pengobatan.
4) Menyiapkan data parasitologis untuk dianalisa.
5) Memberitahukan secepatnya hasil pemeriksaan pertama/periksa ulang
kepada pelaksana di lapangan untuk dilakukan tindakan follow-up nya.

B. Tingkatan-Tingkatan Laboratorium Malaria

Dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit malaria, terdapat 4


kategori/ kelas laboratorium :

1. Laboratorium Pelayanan
Laboratorium Pelayanan melakukan penegakan diagnosis melalui
pemeriksaan mikroskopik dan RDT malaria, dan merujuk spesimen untuk
pemeriksaan PCR, apabila dengan pemeriksaan mikroskopik sulit
ditentukan spesiesnya karena morfologi yang tidak sesuai dengan spesies
yang sudah dikenali di Indonesia.

Jenis-jenis laboratorium pelayanan :


a. Laboratorium klinik
b. Laboratorium di puskesmas
c. Laboratorium di klinik
d. Laboratorium di rumah sakit
e. Laboratorium di Kantor Kesehatan Pelabuhan
f. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)
g. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (B/
BTKLPP)
h. Laboratorium di Unit Transfusi Darah (UTD)
i. Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota
j. Balai Laboratorium Kesehatan (BLK)/Laboratorium Kesehatan Daerah
Provinsi
k. Malaria center

37
2. Laboratorium Rujukan Tingkat Kabupaten/Kota
Laboratorium Rujukan Kabupaten/Kota melakukan uji silang pemeriksaan
mikroskopik malaria dan pembinaan teknis terhadap laboratorium
pemeriksaan mikroskopik malaria di wilayah kerjanya. Ditetapkan oleh
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Apabila laboratorium kesehatan
kabupaten/kota melakukan pemantapan mutu eksternal untuk beberapa
kabupaten/kota maka ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan provinsi.
Yang dapat ditetapkan sebagai laboratorium rujukan tingkat kabupaten/kota
adalah :
a. Laboratorium di puskesmas
b. Laboratorium di rumah sakit
c. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)
d. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (B/
BTKLPP)
e. Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota
f. Balai Laboratorium Kesehatan (BLK)/Laboratorium Kesehatan Daerah
Provinsi
g. Malaria center

3. Laboratorium Rujukan Tingkat Provinsi


Laboratorium Rujukan Provinsi melakukan pemeriksaan uji silang bila
terdapat ketidaksesuaian hasil pembacaan (discordance) serta melakukan
pembinaan bimbingan teknis dan pelatihan teknis di wilayah kerjanya.
Menyelenggarakan tes panel untuk kabupaten/kota yang sudah masuk
dalam tahapan eliminasi dan pemeliharaan malaria. Laboratorium rujukan
tingkat provinsi ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan provinsi.
Yang dapat ditetapkan sebagai laboratorium rujukan tingkat provinsi adalah :
a. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)
b. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (B/
BTKLPP)
c. Balai Laboratorium Kesehatan (BLK)/Laboratorium Kesehatan Daerah
Provinsi
d. Malaria center

4. Laboratorium Rujukan Tingkat Nasional


Laboratorium Rujukan Nasional Malaria melakukan pemeriksaan PCR
untuk daerah yang sudah masuk dalam tahapan eliminasi dan
pemeliharaan malaria serta melakukan pembinaan antara lain supervisi
dan tes panel. Laboratorium rujukan nasional ditetapkan oleh menteri, dan
yang dapat dijadikan leboratorium rujukan nasional malaria adalah :
a. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK)
b. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (B/BTKL) Pengendalian
Penyakit (B/BTKLPP)
c. Balai Laboratorium Kesehatan (BLK)/Laboratorium Kesehatan Daerah
Provinsi
d. Malaria center
e. Laboratorium lembaga penelitian.

38
C. Asal Sediaan Darah

SD yang dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan berasal dari


berbagai kegiatan penemuan penderita malaria sebagai berikut :

• SD yang berasal dari kegiatan ACD (Active Case Detection).


• SD yang berasal dari kegiatan PCD (Passive Case Detection).
• SD yang berasal dari kegiatan Contact Survey & Follow-up.
• SD yang berasal dari survei malaria, misalnya : malariometric survey, fever
survey, mass-blood survey, resistensi dan lain-lain.

D. Prioritas Pemeriksaan

Dalam program pengendalian malaria, semua SD yang dikumpulkan dari


berbagai kegiatan harus diperiksa dan selesai dalam waktu yang telah
ditentukan agar penderita yang terinfeksi dapat diobati secepatnya dan sumber
penularan dapat dicegah.

Mengingat terbatasnya jumlah laboratorium serta mikroskopis yang ada, maka


bila terjadi pengumpulan SD yang berlebihan dibuat urutan prioritas
pemeriksaan sediaan darah sebagai berikut :
a. SD yang berasal dari hasil penyelidikan hasil survei di suatu daerah tertentu
misalnya daerah KLB.
b. SD hasil tes resistensi atau uji efikasi obat.
c. SD dari penderita malaria klinis (yaitu menggigil yang berkala dan sakit
kepala) :
1). Berasal dari PCD.
2). Berasal dari ACD.
d. SD yang dikumpulkan dalam rangka evaluasi program.

E. Kualitas Laboratorium

Kualitas laboratorium dapat dijamin bila kegiatan rutin yang minimal dijalankan
dengan teratur. Kegiatan rutin tersebut adalah :
• Perawatan fasilitas tempat kerja dan peralatannya.
• Pelaporan data yang menggunakan sistem pencatatan yang standar.
• Pelatihan dan penyegaran para mikroskopis untuk menjamin kualitas
standar pengumpulan, pemrosesan dan pemeriksaan SD.
• Supervisi langsung maupun tidak langsung.

F. Syarat-Syarat Laboratorium Malaria

Laboratorium malaria merupakan komponen yang penting untuk menghasilkan


data pemeriksaan sediaan darah (SD). Laporan ini sangat berguna untuk
mengevaluasi program pengendalian malaria secara menyeluruh. Persyaratan
suatu laboratorium malaria yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

39
1. Ketersediaan ruang tempat pemeriksaan.
2. Mikroskop.
Sebaiknya menggunakan mikroskop binokuler. Bagian mikroskop harus
berfungsi dengan baik untuk memperoleh hasil pembacaan yang optimal.
Bila digunakan mikroskop cahaya dianjurkan menggunakan lampu neon 40
watt sebagai sumber cahaya.
3. Kualitas SD.
Pengadaan bahan dan alat yang berkualitas untuk SD malaria. Bila kualitas SD
tidak baik, maka akan sukar menetapkan diagnosa, sehingga kecenderungan
untuk salah menetapkan diagnosa lebih besar. Sebab itu pengadaan alat dan
bahan untuk pembuatan dan pewarnaan SD perlu mendapat perhatian.
4. Pemeriksa.
Pemeriksa harus terampil, tekun bekerja, percaya diri, sabar, penyantun,
tidak mudah emosi, sehingga dapat berkonsentrasi pada waktu melakukan
pemeriksaan SD.

G. Administrasi / Manajemen Laboratorium Malaria

• Pemeriksaan SD dapat dimonitor setiap saat dengan melakukan sistem


pencatatan dan pelaporan secara tertib.
• Format yang diperlukan pada pencatatan dan pelaporan di laboratorium :
1. Formulir Registrasi Laboratorium
2. Formulir Uji Silang
3. Formulir Rekap Uji Silang Kabupaten/Kota
4. Formulir Rekap Uji Silang Provinsi

40
BAB IV
RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT)

Test ini berdasarkan deteksi antigen dari parasit malaria yang lisis dalam darah
dengan metoda imunokromatografi. Prinsip uji imunokromatografi adalah cairan akan
bermigrasi pada permukaan membran nitroselulosa. Uji ini berdasarkan pengikatan
antigen di darah perifer oleh antibodi monoklonal yang dikonjugasikan dengan zat
pewarna atau gold particles pada fase mobile. Antibodi monoklonal kedua/ketiga
diaplikasikan pada strip nitroselulosa sebagai fase immobile. Bila darah penderita
mengandung antigen tertentu, maka kompleks antigen antibodi akan bermigrasi pada
fase mobile sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat dengan antibodi monoklonal
pada fase “immobile” sehingga terlihat sebagai garis yang berwarna.

Jenis RDT dapat berupa dipstik ataupun strip. Test ini biasanya memerlukan waktu
sekitar 15 menit (untuk jenis tertentu sampai 30 menit).

Ada 3 jenis antigen yang dipakai sebagai target, yaitu :

• HRP-2 (Histidine Rich Protein-2), adalah antigen yang disekresi ke sirkulasi


darah penderita oleh stadium trofozoit dan gametosit muda P.falciparum.
• pLDH (pan Lactate Dehydrogenase)
Stadium seksual dan aseksual parasit malaria dari keempat spesies
plasmodium yang menginfeksi manusia menghasilkan enzim pLDH. Isomer
enzim ini dapat membedakan spesies P.falciparum dan P.vivax.
• Pan Aldolase
Adalah enzim yang dihasilkan ke empat spesies Plasmodium yang menginfeksi
manusia.

CARA KERJA

- Cara kerja dilakukan sesuai dengan petunjuk kit RDT.


- Ambil 2-5 µl darah ujung jari dengan tabung mikro kapiler dan teteskan pada
kotak sampel yang terdapat pada dipstik. Tidak dianjurkan meneteskan darah

41
secara langsung ke kotak sampel. Pada beberapa jenis kit RDT dapat juga
digunakan darah dengan antikoagulan/plasma.
- Teteskan larutan buffer pada tempat yang sudah ditentukan sesuai dengan
petunjuk kit RDT. Buffer berisi komponen hemolisis dan antibodi spesifik yang
sudah dilabel dengan Gold koloid.
- Jika darah berisi Antigen Malaria, maka kompleks antigen antibodi akan
terbentuk dan terlihat sebagai garis sesuai dengan jenis antibodi yang ada
pada strip tsb. Sedangkan garis kontrol akan terlihat, walaupun darah tersebut
tidak mengandung antigen Malaria. Hal ini menunjukkan bahwa kit/strip
tersebut masih memenuhi syarat (berfungsi dengan baik)
- Waktu yang diperlukan untuk membaca hasil RDT berkisar antara 15-30 menit.
- Interpretasi hasil sesuai petunjuk pada kit.

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS

 Sensitifitas 90 % dalam mendeteksi infeksi Plasmodium falciparum jika jumlah


parasit > 100/µℓ darah. Jika jumlah parasit < 100/µℓ darah, maka
sensitivitasnya menurun.
 Sensitivitas Rapid Test terhadap non falciparum (pLDH atau p-Aldolase)
dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan P.falciparum (HRP-2).
 RDT dapat mendeteksi antigen yang diproduksi oleh gametosit (sepert pLDH)
sehingga dapat memberikan hasil positif pada penderita yang hanya
mengandung gametosit.
 Gametosit tidak bersifat patogen, dapat berada dalam darah walaupun penderita
telah mendapat pengobatan, hal ini dapat menyebabkan hasil positif palsu.

Kelebihan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopik :

 Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan, tidak memerlukan listrik, tidak


memerlukan pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan Mikroskopik.
 Variasi dari interpretasinya adalah kecil antara pembaca yang satu dengan
yang lainnya.
 Walaupun dapat disimpan pada temperatur kamar (suhu dibawah 30 0C), RDT
dianjurkan disimpan dalam lemari es pada suhu 4 0C (usahakan tidak terkena
cahaya matahari langsung).
 Rapid Test dapat mendeteksi P.falciparum pada waktu parasit bersekuestrasi
pada kapiler darah (hal ini tidak terdeteksi dengan pada pemeriksaan secara
mikroskopik biasa). Hal yang sama dapat ditemukan juga pada placenta ibu
hamil dengan infeksi P.falciparum.

Kekurangan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopis

1. Rapid Test yang menggunakan HRP-2 hanya dapat digunakan untuk


mendeteksi P.falciparum.
2. Rapid Test dengan HRP-2 dapat memberikan hasil positif sampai 2 minggu

42
setelah pengobatan, walaupun secara mikroskopik tidak ditemukan parasit. Hal
ini dapat membuat rancu kita dalam menilai hasil pengobatan.
3. Harga RDT lebih mahal dari pada pemeriksaan mikroskopik.
4. Rapid Test bukan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif sehingga tidak dapat
digunakan untuk menilai jumlah parasit.
5. Kit yang ada tidak dapat membedakan infeksi antara P.vivax, P.ovale,
P.malariae. selain itu tidak dapat membedakan antara Mixed P.falciparum
dengan infeksi tunggal P.falciparum saja.

Jenis RDT yang beredar pada umumnya ada 2 jenis :

• Single : hanya mendiagnosis infeksi P.falciparum (contoh : Paracheck Pf)


• Combo / Pan specific : dapat mendiagnosis infeksi P.falciparum dan non
P.falciparum (contoh : Parascreen combo)

Kebijakan penggunaan / aplikasi RDT di Indonesia

RDT digunakan khususnya untuk penderita dengan gejala klinis malaria :

 Pada puskesmas terpencil di daerah endemis, yang belum dilengkapi dengan


mikroskop atau sarana laboratorium.
 Di Rumah Sakit, dimana penderita datang di luar jam kerja rutin.
 Pada Puskesmas daerah endemis malaria yang mempunyai fasilitas rawat
inap dan digunakan di luar jam kerja rutin.
 Pada daerah dengan KLB malaria; untuk diagnosis cepat, guna menentukan
kebijakan selanjutnya.
 Pada daerah pengungsian karena bencana alam atau hal lainnya baik di daerah
endemis malaria, atau pengungsi yang berasal dari daerah endemis malaria.
 Perlu diingat bahwa RDT ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan SD
secara mikroskopis.

Prosedur Tes RDT (jenis single atau combo) :

URAIAN/ PENJELASAN TES


KOTAK T KOTAK UNTUK
BUFFER

KOTAK KOTAK UNTUK


KONTROL
SAMPEL DARAH)
C
A

43
Contoh RDT (Paracheck P.f)
beserta Loop untuk mengambil darah

Silicagel

Loop yang telah dikalibrasi untuk mengambil


darah sejumlah 5 ul

PERIKSA SILICA GEL & TULIS IDENTITAS PASIEN


CATAT: KODE, TANGGAL &
WAKTU (JAM & MENIT)

PERIKSA
WARNANYA BIRU

44
a. Jari manis/tengah penderita dibersihkan dengan kapas alkohol 70% (atau
dengan disposible alcohol swab)

BERSIHKAN JARI
DENGAN KAPAS
ALKOHOL

b. Kemudian jari diseka kembali dengan kasa steril untuk membersihkan


kemungkinan adanya sisa alkohol di jari.

SEKA KEMBALI JARI DARI SISA ALKOHOL


DENGAN KASA KERING (STERIL)

45
c. Tusuk Jari manis/jari tengah dengan lanset steril.

TUSUK JARI
DENGAN LANCET
STERIL.

d. Seka darah yang pertama keluar dengan kapas kering.

e. Ambil darah dengan loop/ micro capiler tube yang tersedia. Jumlah darah yang
diambil harus tepat. Pastikan loop terisi penuh oleh darah.

46
SANGAT PENTING
JUMLAH DARAH HARUS TEPAT

PASTIKAN
BAHWA
LOOP
TERISI
PENUH
OLEH
DARAH

f. Teteskan darah tersebut di kotak tempat sampel darah. Dengan cara


menyentuhkan loop pada kotak untuk darah (posisi loop harus vertikal/tegak lurus)

47
g. Kemudian teteskan cairan buffer pada kotak buffer. Jumlah tetesan tergantung
jenis RDT ( umumnya 4 – 6 tetes). Posisi botol buffer tegak lurus.

h. Diamkan dan biarkan darah tercampur dan meresap pada kotak T (tes)

DIAMKAN DAN BIARKAN DARAH TERCAMPUR


DAN MERESAP PADA KOTAK T

DARAH AKAN MENGALIR DENGAN


SENDIRINYA

48
i. Umumnya hasil dibaca setelah menit 15 (maksimal sampai 30 menit ) Baca
hasil tes ditempat yang terang

SETELAH 15’
LATAR BELAKANG
PADA KOTAK
PERIKSA GARIS JENDELA AKAN
KONTROL TERLIHAT BERSIH
DAN JELAS

j. Tulis hasil tes dekat kotak T (Tes/ hasil) dan pada buku laporan tes.

CATAT HASIL
TULIS HASIL TES PADA
KOTAK (T) TES & PADA
BUKU LAPORAN TES

k. Tes tanpa garis kontrol berarti tidak valid, tes harus diulang dengan
menggunakan RDT yang baru.

l. Bila telah melewati 30 menit, hasil tidak boleh dibaca lagi karena sudah tidak
valid

49
Cara membaca hasil tes RDT jenis single (contoh: Paracheck P.f):

• Bila terdapat 1 (satu) garis berwarna pada jendela Tes (T) dan 1 (satu) garis
pada jendela kontrol (C) menunjukkan positif P.falciparum
• Bila tidak terdapat garis berwarna pada jendela Control (C) menunjukkan
kesalahan pada RDT (tes harus diulangi).
• Bila terdapat garis pada jendela kontrol (C) menunjukkan negatif P.falciparum.

Cara membaca hasil pemeriksaan RDT jenis Combo/Pan (contoh:


Parascreen combo):

 Bila terdapat 2 garis berwarna pada jendela test (T) dan 1 garis pada jendela
kontrol (C) menunjukkan infeksi P.falciparum atau infeksi campur. (HRP-2, pan
LDH, Aldolase)
 Bila terdapat 1 garis berwarna pada jendela T (HRP-2) dan 1 garis pada
jendela C, menunjukkan adanya infeksi falciparum.
 Bila terdapat 1 garis berwarna pada jendela T (pan-LDH/Aldolase) dan 1 garis
pada jendela C, menunjukkan adanya infeksi non falciparum.
 Bila terdapat 1 garis berwarna pada jendela C menunjukkan negatif.
 Bila tidak terdapat garis berwarna pada jendela C menunjukkan kesalahan
pada RDT (Test harus diulang/invalid).

Contoh Hasil Tes (combo)

EXAMPLE RESULTS (SPECIFIC TEST FORMATS VARY)

Negative Non-falciparum Pure or mixed infection


with P. falciparum

Pemantapan Mutu RDT bisa dilihat pada buku Petunjuk Teknis Jejaring dan
Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria

50
V. LAMPIRAN

1. Formulir Registrasi Laboratorium

2. Formulir Uji Silang


3. Formulir Rekap Uji Silang Kabupaten/Kota

4. Formulir Rekap Uji Silang Provinsi

51
52
1. Formulir Registrasi Laboratorium
53
2. Formulir Uji Silang

54
3. Formulir Rekap Uji Silang Kabupaten/Kota
55
56

4. Formulir Rekap Uji Silang Provinsi


TIM PENYUSUN

Pengarah : drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid (Direktur P2PTVZ)

Penanggung Jawab : dr. Elvieda Sariwati, M.Epid

Koordinator : dr. Iriani Samad, MSc (Kasie Pengendalian)

Kontributor : 1. Dewa Made Angga W

2. Dra. Rawina Winita, MS

3. Prof. Inge Sutanto, M.Phil

4. Elizabeth Farah Novita Coutrier, PhD

5. Bukhari, S.ST

6. Budi Prasetyorini, SKM

7. Sri Murniyati, S.Si

8. Nurasni, SKM

9. Dedy Supriyanto, S.Si

10. Alis Sisca Nurmalela, Amd.Ak

11. Andreas Bayu Fariska, Amd.Ak

12. Dwi Ariyanti, Amd.Ak

57
DAFTAR SINGKATAN :

1. SD = sediaan darah
2. LPB = lapangan pandang besar
3. pH = tingkat keasaman (asam-basa)
4. PMN = polymorphonuclear
5. µl = mikroliter
6. RDT = Rapid Diagnotic Test
7. PA = Pro Analysis
8. ACD = Active Case Detection
9. PCD = Passive Case Detection
10. KLB = Kejadian Luar Biasa
11. PCR = Polymerase Chain Reaction

58
Produksi :
DIREKTORAT JENDERAL P2P
DIREKTORAT P2PTVZ
SUBDIT MALARIA
2017

Anda mungkin juga menyukai