Anda di halaman 1dari 20

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang HIV/AIDS

1. Pengertian HIV/AIDS

Infeksi HIV (Human Immunodefeciency Virus) merupakan infeksi

salah satu virus dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel

darah putih. Kerusakan sel-sel darah putih atau limfosit menyebabkan

AIDS (Acquired Immunodefeciency Sindrome) dan penykit lainnya

sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. Pada awal tahun 1980, para

peneliti merupakan peningkatan mendadak dari 2 jenis penyakit

dikalangan kaum homoseksual di Amerika. Kedua penyakit itu adalah

Sarkoma Kaposi (sejenis kanker yang jarang terjadi) dan Pneumonia

Pneumokista (sejenis pneumonia yang hanya terjadi pada penderita

gangguang sistem kekebalan (Sandina, 2011).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS ) adalah

sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena

rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. HIV

dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung

antara lapisan kulit dalam (membran mukosa ) atau aliran darah, dengan

cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan

vagina, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim

(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang

7
8

terkontaminasi antara ibu dan bayi selama kehamilan, persalin, atau

menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh

tersebut (Sudikno, 2011).

2. Etiologi dan Patogenesis

AIDS disebabkan oleh virus yang di sebut HIV, Virus ini

ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuan Perancis (Institute Pasteur,

Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala

Limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymhadenopathy

Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of health, USA 1984)

menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga

adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa

kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan

International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO

memberikan nama resmi HIV. Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS,

yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah Barat,

Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur, sedangkan HIV-2

terbanyak ditemukan di Afrika Barat (Sandina, 2011).

Menurut Daili, (2011), virus masuk ke dalam tubuh manusia

terutama melalui perantara darah, semen dan sekret Vagina. Sebagian

besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong

retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk

ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi

DNA oleh enzim reverse transcriptase Universitas Sumatera Utara yang


9

dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke

dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen

virus.

HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang

mempunyai antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang

memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan

system kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi

sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrite folikuler

pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks

uteri dan sel-sel microglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit

T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan

akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Daili,. 2011).

HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur

replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen

tersebut ialah tat yang dapat mempercepat replikasi virus sedemikian

hebatnya sehingga terjadi penghancurkan limfosit T4 secara besar-

besaran yang akhirnya menyebabkan system kekebalan tubuh menjadi

lumpuh. Kelumpuhan system kekebalan tubuh ini mengakibatkan

timbulnnya infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala

AIDS (Daili, 2011).

Menurut (Staf Pengajar bagian Mikrobiologi: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, hal 249). Etiologi AIDS secara virolgik termasuk

golongan retrovirus, yaitu family retroviridae, yang anggota-anggotanya


10

dapat ditemukan pada semua kelas vertebrata termasuk manusia. Virus

AIDS yang termasuk dalam golongan RNA, mula-mula dimasukkan dalam

subfamili Oncoviridae, tetapi kemudian dikoreksi oleh Gonda dan kawan-

kawan termasuk sub famili Lentivirinae.

Retrovirus juga sangat dikenal karena kemampuannya untuk

menginduksi terjadinya tumor. Jadi retrovirus sesungguhnya merupakan

karsinogen alami yang menginfeksi dan dapat ditularkan secara vertikal

sebagai virus endogen serta dapat berada pada tubuh binatang untuk

seumur hidup. Retrovirus yang ditularkan secara onkogenik, tetapi,

kebanyakan tumor Retrovirus pada binatang, demikian pula halnya pada

infeksi virus eksogen yang ditularkan secara vertikal pada orang ke orang.

Retrovirus merupakan suatu virus yang dapat membuat DNA dari

RNA dengan pertolongan enzim reverse transkriptase yang kemudian

disisipkan dalam DNA sel hospes sebagai mesin genetik. Dengan

demikian virus mampu menggunakan mesin replikatif sel hospes untuk

memproduksi, baik dirinya maupun berbagai zat yabg ternyata dapat

mentransformasikan sel hospes menjadi sel maligna.

Pertimbangan bahwa Retrovirus sebagai virus tumor RNA,

dianggap sebagai kandidat virus penyebab AIDS yang paling pantas,

didasarkan pada beberapa alasan:

1. Beberapa Retrovirus mempunyai tropisma spesifik terhadap limfosit T-

helper.

2. Retrovirus adalah blood borne.


11

3. Beberapa Retrovirus dapat menimbulkan imunodefisiensi pada

mempunyai kesamaan pada AIDS yang disebabkan oleh suatu

Retrovirus.

4. Pada manusia suatu kelompok Retrovirus yang dikenal dengan Human

T-cell leukimia virus(HTLV) mempunyai hubungan dengan keganasan

dari limfosit T dan dapat memproduksi sel T Secara berlebihan dan

menyebabkan leukimia.

Tiga tipe Retrovirus yang berkerabat, tetapi secara imunologiktelah

berhasil diasingkan dari orang dan diidentifikasikan secara pasti ialah:

Human T-cell leukimia/ Lympotropik virus (HTLV) serotipe I,II, dan III.

Diserangnya Limfosit THselanjutnya mengakibatkan reduksi

absolut jumlah sel TH yang pada akhirnya menimbulkan perubahan

perbandingan seL T helper dan sel T suppresor (TS; OKT8- reactive).

Sifat- sifat khusus HIV antara lain sebagai berikut:

1. Morfologi: membentuk tonjolan pada permukaan sel; partikel virus

dewasa (mature) mempunyai inti eksentrik berbentuk batang.

2. Densitas: 1,16-1,17 dalam gradien sukrosa.Struktur antigenik: ada 2

yaitu, HIV-I dan HIV-II, yang mempunyai persamaan dalam tropisma

spesifiknya terhadap limfosit T4, tipe efek sitopatik yang spesifik pada

biakan sel in-vitro, tetapi berbeda secara biologik molekuler dan

tropismanya pada anggota golongan kera (HIV-I) menginfeksi

simpanse dan HIV-II meninfeksi golongan makakus termasuk manusia.


12

3. Asam nukleat: mempunyai RNA yang terdiri dari 2 subunit identik

(9.200 pasang basa) dengan 3 gen utama (gag, vol, dan rev) serta

beberapa gen tambahan (LTR, tat, rev vif, vpu dan nef).

4. Enzim reverse transkriptase(RT): bekerja dengan menggunakanprimer

RNA-lysin dengan bantuan Mg++untuk pemeriksaan RT dapat

digunakan tempalate primer poly Adan obligo Dt Poly C oligo Dg.

5. Prekursor gag: p53; prekursor env: gp 160; Glikoprotein: selubung

terdiri dari 120;gp 41.

Tropisma: spesifik, selektif tinggi dari HIV terhadap sel limfosit T-helper

(OKT4-reactive: CD4 ; TH ) yang memegang peranan penting pada sistem

kekebalan seluler. Serta Sitopatologi: HIV pada biakan sel limfosit berupa

sel raksasa berinti banyak (multi nuclead giant sel).

3. Patafisiologi

Peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit

dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama”

system imun. Virus HIV secara selektif menginvasi sel T penolong,

menghancurkan atau melumpuhkan sel yang biasanya mengatur sebagaian

besar respon imun. Virus juga menyerang makrofag, yang semakin

melumpuhkan sistem imun, dan kadang juga masuk ke sel otak, sehingga

timbul dimensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang di

jumpai pada sebagian pasien AIDS (Masriadi, 2014).

Infeksi terjadi karena, virus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel

darah putih (limfosit). Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel
13

yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya

menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel

virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan

menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu

reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar.

Sel-sel yang memilikireseptor CD4 biasanya, disebut sel CD4+ atau

limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan

mengatur sel-sel lain pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B,

makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu

menghancurkan sel-sel ganas dan orgasme asing (Sandina, 2011).

Infeksi Hiv menyebabkan hancurnya limfosit T sehingga terjadi

kelemahan sistem kekebalan tubuh dalam melindungi dirinya terhadap

infeksi dan kanker. Menurut Sandina, (2011), seseorang yang terinfeksi

HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa

bulan atau tahun :

1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300

sel/mL,darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV

jumlah sel menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini

penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak

partikel virus yang terdapat didalam darah. Meskipun tubuh berusaha

melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.

2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus didalam darah mencapai

kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
14

CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar

partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah

membantu membantu dokter mendapati orang-orang yang beresiko

tinggi menderita AIDS.

3. Periode 1-2 tahun sebelum terjadi AIDS, jumlah limfosit CD4+

biasanya menurun drastis. Jika kadarnya turun hingga 200sel/mL darah,

maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B.

Limfosit B adalah limfosit yang menghasilkan antibodi. Seringkali HIV

menyebabkan produksi antibodi berlebihan. Antibodi yang diperuntunkan

melawan HIV dan infeksi lain ini tidak banyak membantu dalam melawan

berbagi infeksi oporturistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan,

penhancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya

kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali orgasme dan

sasaran baru yang harus diserang (Sandina, 2011).

Menurut Mandal (2013), Patofisiologi HIV/AIDS yaitu sebagai

berikut: Secara Virologi, Virion HIV berbentuk bulat dengan membran

lipid yang dilapisi oleh protein matriks dan ditempeli oleh tonjolan

glikoprotein (gp) 120 dan gp41. Membran ini mengelilingi inti protein

membentuk kerucut yang mengandung dua salinan genom ssRNA dan

enzim virus. Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel

CD4, yang memicu perubahan konfirmasi pada gp120 sehingga

memungkingkan pengikatan dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5


15

atau CXCR4). Setelah itu terjadi penyatuan pori yang dimediasi oleh gp41.

Setelah berada didalam sel CD4,salinan DNA ditranskripsi dari genom

RNA oleh enzim reverse transkriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini

merupakan proses yang sangat berpotensi mengalami kesalahan.

Selanjutnya DNA ini ditranspor ke dalam nukleus dan di integrasi secara

acak didalam genom sel pejamu. Virus yang terintegrasi diketahui sebagai

DNA pro virus.

Poliprotein prekursor dipecah oleh protase virus menjadi enzim

(misalnya reverse transkriptase dan protase) dan protein strukural. Hasil

pecahan ini kemudian digunakan untuk menghasilkan partikel virus

infeksius yang keluar dari permukaan sel dan bersatu dengan membran sel

pejamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel

yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut. Karena terdapat 3

grup hamr semua infeksi adalah grup M) dan 10 subtipe (grup B dominan

di Eropa) untuk HIV.

Selama perjalanan infeksi HIV terdapat penurunan bertahap dalam

hitung sel CD4 yang bersirkulasi, yang berbanding terbalik dengan

viralload plasma. Mekanisme pasti yang medasari penurunan ini tidak

sepenuhnya dimengerti. Karena CD4 penting dalan proses imun, maka

berapapun penurunan hitung CD4 akan menyebabkan tubuh rentan

terhadap infeksi oportunistik dan tumor yang terkait dengan virus

onkogenik (onkogenic virus-related tumour). Jaingan limfatik (limpa,


16

kelenjar getah bening, tonsil/adenoid dll) berperan sebagai reservoir utama

infeksi HIV, virus dapat menginfeksi sistem saraf secara langsung.

4. Penularan pada Manusia

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang

mengandung sel terinfeksi atau partikel vius. Yang dimaksud dengan

cairan tubuh di sini adalah darah, semen, cairan vagina, cairan

serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil, virus

juga terdapat pada air mata, air kemih dan air ludah (Sandina, 2011).

Menurut Sandina, (2011), HIV ditularkan melalui cara-cara berikut :

1. Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut,

vagina atau rektum berhungan langsung dengan cairan tubuh yang

terkontaminasi.

2. Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi. Hal ini sering terjadi

pada saat transfusi darah, pemakian jarum bersama-sama atau tidak

sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV.

3. Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau

selama proses kelahiran

4. Melalui ASI: dari ibu ke bayi.

HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang

tidak bersifat seksual di tempat bekerja, sekolah ataupun dirumah. Belum

pernah dilaporkan kasus penularan HIV melalui melalui batuk atau bersin

penderita maupun melalui gigitan nyamuk (Sandina, 2011).

5. Tahan Perubahan HIV/AIDS


17

1. Fase 1

Usia 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan

terinfeksi. Tetapi ciri-cir terinfeksi belum terlihat meskipun ia

melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum

terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan,seperti flu

(biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).

2. Fase 2

Usia infeksi: 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini

individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit.

Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami

gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).

3. Fase 3

Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai

gejala AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang

berlebihan pada waktu malam, diare terus menurus,pembekakan

kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan

berkurang dan badan menjadi lemah,serta berat badan terus berkurang.

Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.

4. Fase 4

Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah

kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul

penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC,

infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan


18

bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma

kaposi,infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu,

dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit

kepala.(Hasdianah HR, Muzahar, dan M Thamrin,2014).

6. Gambaran Klinis HIV/AIDS

1. Penderita dewasa

Sesuai klinis penderita HIV dewasa dapat dibagi menjadi 4 stadium.

Stadium 1

1) Asimtomatis 2) PGL

3) Performance scale 1: asimtomatis,aktivitas normal

Stadium 2

1) Penurunan berat badan < 10% berat badan.

2) Manifestasi mukokutaneus minor (misal ulserasi oral, infeksi

jamur kuku).

3) Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir.

4) Infeksi saluran napas atas rekuren (misal sinusitis bakterial)

dan/atau performance scale 2: simtomatis, aktifitas normal.

Stadium 3

1) Penurunan berat badan > 10% berat badan.

2) Diare kronis yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan.

3) Deman lama yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan

4) Kandidiasis oral (oral thrush)

5) Oral hairy leukoplakia


19

6) TB paru

7) Infeksi bakterial berat (pneumonia, piomiositis) dan atau

performance scale 3: tidak bangun dari tempat tidur < 50% sehari

dalam satu bulan terakhir.

Stadium 4

1) HIV wasting syndrome

2) Pneumocystic carinii pneumonia

3) Toksoplasmosis otak

4) Kriptokokosis ekstrapulmonar

5) Penyakit cytomegalovirus (CMV) pada organ selain hati, limpa,

kelenjar getang bening.

6) Infeksi virus herpes, mukokutan selama lebih dari 1 bulan atau

pada organ viseral berapapun lamanya.

7) Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML).

8) Infeksi jamur endemik diseminata yang lain (misal

histoplasmosis)

9) Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru.

10) Mikobakteriosis atipikal, diseminata.

11) Septisemia salmonella non tyhoid

12) TB ekstrapulmonar.

13) Limfoma.

14) Sarkoma kaposi.


20

15) Encephalopati HIV dan atau performance scale 4: tidak bangun

dari tempat tidur > 50 % sehari dalam satu bulan terakhir.

2. Penderita anak-anak

Sesuai klinis penderita HIV anak-anak dapat dibagi menjadi 3 stadium.

Stadium 1

1) Asimtomatis.

2) PGL

Stadium 2

1) Diare kronis yang tidak jelas sebabnya.

2) Kandidiasis persisten berat atau rekuren setelah periode neonatal.

3) Turunnya berat badan atau kegagalan tumbuh

4) Demam yang menetap.

5) Infeksi bakterial berat yang rekuren

Stadium 3

1) Infeksi oportunistik

karena AIDS.

2) Kegagalan tumbuh

yang berat.

3) Ensofalopati progresif.

4) Keganasan.

5) Septisemia atau meningitis rekuren.


21

Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan

spektrum yang lebar, mulai dari ifeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada

stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang

lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-

rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi HIV menjadi

AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang-

ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi

perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CD4 dibawah

200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk (Daili, Makes

WIB, dan Zubier F. 2011).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

HIV/AIDS

1. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud

dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan

hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi

emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. (Azwar,

2013)

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
22

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). pengetahuan yang

mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu tahu diartikan

sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, memahami

diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari atau kondisi yang sebenarnya, analisa merupakan suatu kemampuan

untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih dalam suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Evaluasi ini terkait dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. (Azwar,

2013).

Bila pengetahuan di pahami, maka akan timbul suatu sikap dan

perilaku untuk berpartisipasi. Selain itu tingkat pengetahuan seseorang

juga mempengaruhi perilaku dan sikap individu, makin tinggi tingkat

pendidikan atau pengetahuan kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran

untuk berperan serta. (Azwar, 2013).

2. Perilaku

Perilaku terdiri dari tiga domain yang meliputi, domain perilaku

pengetahuan (knowing behavior), domain perilaku sikap(feeling behavior)

dan domain perilaku keterampilan(doing behavior). Menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat


23

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan

faktor di luar perilaku (non-behavior causes) (Margono, 2012).

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, yaitu semua

kegiatan, tindakan atau aktifitas seseorang yang diketahui oleh orang lain

atau yang tidak dapat diketahui oleh pihak luar. Frued adalah orang

pertama yang memahami pentingnya motivasi dibawah sadar. Freud

beranggapan bahwa manusia tidak selalu menyadari tentang segala sesuatu

yang diinginkan mereka hingga sebagian perilaku mereka dipenuhi oleh

kebutuhan-kebutuhan dibawah sadar. Hanya sebagian kecil dari motivasi

jelas terilihat atau disadari oleh orang yang bersangkutan (Robin, 2011).

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

rangsangan dari luar (stimulus). Perilaku dapat dikelompokkan menjadi

dua:

1. Perilaku tertutup (covert behaviour), perilaku tertutup terjadi bila

respons terhadap stimulus tersebut masih belum bisa diamati orang lain

(dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk

perhatian, perasaan, persepsi, dan sikap terhadap stimulus yang

bersangkutan. Bentuk “unobservabel behavior´ atau “covert behavior”

apabila respons tersebut terjadi dalam diri sendiri, dan sulit diamati dari

luar (orang lain) yang disebut dengan pengetahuan (knowledge) dan

sikap (attitude).

2. Perilaku Terbuka (Overt behaviour), apabila respons tersebut dalam

bentuk tindakan yang dapat diamati dari luar (orang lain) yang disebut
24

praktek (practice) yang diamati orang lain dati luar atau “observabel

behavior”.

Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori

Skinner ini disebut teori ‘S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons).

Berdasarkan batasan dari Skinner tersebut, maka dapat didefinisikan

bahwa perilaku adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh

seseorang dalam rangka pemenuhan keinginan, kehendak, kebutuhan,

nafsu, dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup :

1. Kegiatan kognitif :pengamatan, perhatian, berfikir yang disebut

pengetahuan

2. Kegiatan emosi: merasakan, menilai yang disebut sikap (afeksi)

3. Kegiatan konasi: keinginan, kehendak yang disebut tindakan (practice)

Menurut Soekidjo Notoatmojo (2011: 118) perilaku adalah suatu

aktivitas dari manusia itu sendiri. Dan pendapat diatas disimpulkan bahwa

perilaku (aktivitas) yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya,

tetapi akibat dari adanya rangsang yang mengenai individu tersebut.

Menurut Soekidjo Notoatmojo (2011: 120-121) perilaku dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu :

a. Perilaku pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam diri

manusia dan yang tidak secara langsung dapat terlihat orang lain. (tanpa

tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) artinya seseorang yang


25

memiliki pengetahuan positif untuk mendukung hidup sehat tetapi ia

belum melakukannya secara kongkrit.

b. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati secara langsung

(melakukan tindakan), misalnya: seseorang yang tahu bahwa menjaga

kebersihan amat penting bagi kesehatannya ia sendiri melaksanakan

dengan baik serta dapat menganjurkan pada orang lain untuk berbuat

serupa.

3. Sumber Penularan

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang

mengandung sel terinfeksi atau partikel vius. Yang dimaksud dengan

cairan tubuh di sini adalah darah, semen, cairan vagina, cairan

serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil, virus

juga terdapat pada air mata, air kemih dan air ludah (Sandina, 2011).

Menurut Sandina, (2011), HIV ditularkan melalui cara-cara berikut :

1. Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut,

vagina atau rektum berhungan langsung dengan cairan tubuh yang

terkontaminasi.

2. Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi. Hal ini sering terjadi

pada saat transfusi darah, pemakian jarum bersama-sama atau tidak

sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV.

3. Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau

selama proses kelahiran

4. Melalui ASI: dari ibu ke bayi.


26

HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang

tidak bersifat seksual di tempat bekerja, sekolah ataupun dirumah. Belum

pernah dilaporkan kasus penularan HIV melalui melalui batuk atau bersin

penderita maupun melalui gigitan nyamuk (Sandina, 2011).

Anda mungkin juga menyukai