Kedaruratan Urologi PD - Trauma & Non Trauma
Kedaruratan Urologi PD - Trauma & Non Trauma
KEDARURATAN UROLOGI
Pendahuluan:
Kedaruratan urologi adalah suatu keadaan kasus urologi
darurat, apabila tidak mendapat terapi yang cepat dan tepat akan
menyebabkan penyakit menjadi lebih parah/morbiditas atau
kematian/mortalitas. Beberapa contoh kedaruratan urologi adalah
trauma saluran kemih (ginjal,ureter,kandung kemih dan uretra) dan
genetalia, kolik renal/ureter, retensi urin akut, hematuria dengan/tanpa
retensi bekuan darah, skrotal akut (torsio testis/apendiks testis,
orchitis/orcho-epididymitis), anuria, priapismus, parapimosis,
septisemia/syok septic dan kateter buntu. Kedaruratan urologi pada
penulisannya dibedakan menjadi “Kedaruratan Urologi pada Trauma”
dan “Kedaruratan Urologi Non Trauma”.
Tujuan penulisan “Pedoman Diagnosis dan Terapi Kedaruratan
Urologi” adalah untuk dapat menegakkan diagnosis dan terapi yang
benar dan sesuai dengan standar/pedoman nasional dan internasional
yang dimodifikasi sesuai dengan fasilitas RSUP Sanglah Denpasar
sehingga dapat menekan/mencegah morbiditas dan mortalitas. Pada
akhir tahun Pedoman Diagnosis dan Terapi ini akan dievaluasi dan
dikoreksi sesuai dengan perkembangan ilmu dan fasilitas.
Pada setiap kasus trauma atau suatu keadaan hemodinamik tidak
stabil pasca trauma harus mendapat penanganan secara cepat, tepat
dan sistimatis, lakukan penanganan sesuai dengan prosedur
penanganan pasien trauma : Primary survey: A(air way), B(breathing),
C(circulation), D(disability), E(exposure) dan Scondary Survey:
Pemeriksaan fisis, pasang kateter uretra (bila tidak ada indikasi kontra)
termasuk inspeksi genetalia ekterna, perineum dan colok dubur. Tutup
semua luka dengan bebat tekan dan cegah, lindungi bagian tubuh yang
teramputasi.
Kecurigaan adanya trauma traktus urinarius bagian atas apabila terjadi:
Hematuria, trauma deselerasi, trauma tusuk pada abdomen atau
pinggang, memar daerah pinggang atau hypotensi yang tidak dapat
diterangkan pasca trauma. Trauma kandung kemih dan uretra apabila :
terdapat darah pada miatus uretra, prostat letak tinggi/melayang pada
1
2
Patofisiologi :
Hematuria terjadi karena pendarahan parenkhim ginjal akibat trauma
bercampur dengan urin didalam sistim pelvio-kaliks (SPK) melalui ureter
tertampung sementara didalam kandung kemih selanjutnya keluar
peruretram pada saat miksi atau terjadi gangguan proses miksi karena
ada bekuan darah dalam kandung kemih (blood clote retention) ada
kalanya pendarahan/kerusakan yang terjadi tidak sampai merusak SPK
dan pendarahan tertahan diantara parenkhim dan kapsul ginjal dan
2
3
3
4
Secondary Survey
Pemeriksaan Urogenetalia, abdomen dan daerah ginjal (Flank area)
Inpeksi : Jejas /luka tusuk, Hematuria (sebelum/sesudah
kateterisasi uretral)
Auskul : Ada gangguan bising usus pada kasus multi trauma
Palpasi : Perut tegang , nyeri, masa/ginjal
Perkusi: Kemungkinan ada (blood clote retention)
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium(1)
Pemeriksaan darah/serum:
Hb (Haemoglobin), HCT(Hematocrite) untuk memperkirakan berat
atau ringan pendarahan
SC (serum creatinine) untuk mengetahui fungsi ginjal(kwantitatif),
prasyarat IVP
Urin analisis untuk membuktikan eritrosiaturia dan lekosituria
Bakteriologi untuk membuktikan mikroba dalam urin dan
pemilihan antimikroba yang paling sesuai
2. Radiologi(9,10,15)
Pielografi intravena (IVP)
Gold Standard (saat ini untuk RSUP Sanglah Denpasar)
Akurasinya 90% pada pasien dengan kondisi stabil
Kurang bermanfaat pada pasien hipotensi
Kurang baik untuk menentukan grade dari trauma ginjal
Tidak dapat menilai retroperotoneal
“One shot study” mungkin penting untuk pasien tidak stabil,
untuk menilai ginjal kontralateral
CT Scan
“Gold standard” (untuk RS yang memiliki trauma senter)
Membantu/memperjelas IVP
Sangat baik untuk menentukan grade dari trauma ginjal
Dapat menunjukkan “infracted segments” dari ginjal
Untuk pencitraan seluruh abdomen dan retroperitoneal
Tidak tepat untuk pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil
Angiografi
4
5
Diagnosis
Diagnosis trauma ginjal adalah berdasarkan anamnesa termasuk
mekanisme dari trauma, pemeriksaan fisis, laboratorium dan pencitraan
radiologis. Kecurigaan terhadap trauma tumpul ginjal apabila ada
kontusio didaerah ginjal (flank),patah tulang iga bawah, (seat belt
marks), tekanan darah (TD)dan HCT tidak normal dan hematuria,
kecurigan ini perlu ditindak lanjuti dengan pencitraan radiologis,
observasi atau pembedahan ekplorasi. Pencitraan (IVP) dan atau CT
Scan abdomen untuk memastikan berat/luas trauma ginjal sangat bijak
dikerjakan untuk semua pasien dengan status hemodinamik yang stabil.
Pemilihan pencitran sangat tergantung dari fasilitas yang ada, keadaan
klinis pasien dan team trauma yang ada.
Klasifikasi(Staging/Grading) (11)
Klasifika Grading Patologis Uraian/Penjelasan
si
Minor I Kontusio Mikroskopis/gross hematuria,
(ICD-S37.0.0)
IVP/CT Scan (Radiologis)
normal.
Hematom Pendarahan tidak meluas
a tanpa laserasi parenkhim.
Subkapsu
ler
(ICD-S37.0.0)
II Hematom Pendarahan tidak meluas ke
a perirenal, terbatas
sebatas retroperitoneum.
fasia
Gerota
(ICD-S37.0.0)
Laserasi Kedalaman <1 cm tebal
Superficia korteks, tanpa ektravasase
l urin.
(ICD-S37.0.0)
Mayor III Laserasi Kedalaman >1 cm tebal
Profunda korteks, tanpa ruptura SPK,
(ICD-S37.0.0) tanpa ektravasase urin.
IV Laserasi Laserasi korteks, medulla dan
Parenkhi SPK
mal
(ICD-S
37.0.1)
5
6
Terapi komplikasi
Urinoma retroperitoneal , abses perinefrik : Pembedahan drainase
Hipertensi maligna : Repair vaskuler atau nefrektomi
Hidronefrosis : Koreksi obstruksi atau nefrektomi
6
7
1. Laparotomi “Midline”
2. “Gain Proximal control”
3. Ligasi pembuluh darah yang berdarah
4. Reparasi SPK
5. Pejahitan kapsul ginjal atau pemakaian graft omentum
6. Drainase retroperitoneal
Komplikasi
1. Komplikasi dini
Pendarahan retroperitoneal spontan (80-85%)(1)
Pendarahan retroperitoneal persisten
Gross hematuria persisten
Urinoma
Abses perinefrik
Urosepsis
2. Komplikasi lambat
1. Hipertensi
2. Hidronefrosis Fistula arteri-venus
3. Pembentukan batu
4. Pielonefritis
Tindak lanjut/Follow up
1. Tindak lanjut untuk komplikasi dini
Observasi ketat
Monitor tekanan darah, Hct, masa retroperitoneal
(ukuran/meluas)
“Complete staging”(IVP,CT Scan,Angiografi)
Pendarahan retroperitoneal, gross hematuria persisten, urinoma,
Abses perinefrik dan urosepsis pertimbangkan untuk melakukan
tindakan penbedahan dini.
Prognosis
Dengan pengawasan pasca trauma yang baik dan hati-hati hampir
semua trauma ginjal mempunyai prognosis yang baik, karena
kemampuan penyembuhan jaringan dan pengembalian fungsi ginjal
sangat baik.
7
8
Patofisiologi
Nyeri pinggang spontan/tekan pada sisi trauma terjadi karena
obstruksi ureter akibat jeratan ureter pasca tindakan bedah daerah
pelvis atau urosepsis sebagai akibat ekstravasase urin/urinoma karena
ruptura/nekose ureter pasca manipulasi. Penurunan fungsi ginjal dapat
terjadi akibat obstruksi/urosepsis. Fistel ureterovaginal/ureterokutan
atau Ileus/peritonitis dapat terjadi apabila ekstravasase urin menembus
ke vagina/kulit-luka operasi atau ke rongga peritoneum. Hidronefrosis
dapat terjadi karena obstruksi parsial pasca trauma karena
stenosis/fibrosis ureter.
Klinis
Gejala-gejala (Symptoms)
1. Panas badan
2. Nyeri pinggang
3. Perut kembung (kadang-kadang)
4. Mual, muntah
5. Basah/terjadi fistel (pada umumnya setelah 10 hari pasca operasi)
6. Anuria (trauma ke-2 ureter)
Tanda-tanda (Signs)
1. Hydronefrosis akut/masa daerah lumbal
2. Paralitik ileus
3. Peritonitis
4. Infeksi luka operasi (ILO) /fistel ureterokutan
5. Keluar urin pervaginam/fistelvesikovaginal
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Urin analisis: Untuk membuktikan erithrocyturia, lekosituria.
hematuria mikroskopis (90% pada trauma tembak)
Bakteriologi: Untuk membuktikan mikroba dalam urin dan
pemilihan antimikroba yang sesuai
Pemeriksaan darah/serum: Kreatinin serum (SC) meningkat
apabila obstruksi bilateral
Jarang terjadi penurunan hemoglobin (Hb).
8
9
2. Radiologi
IVP
- Ekstravasase kontras pada ureter yang trauma
- Hidronefrosis/hidroureter/nonvisualisasi pada ginjal/ureter yang
trauma
RPG
-Memastikan lokasi obstruksi/ektravasase urin ureter yang
trauma
USG
- Mengetahui Urinoma pasca operasi dengan cepat
CT Scan
- Mengetahui anatomi dan fungsi ginjal
- Urinoma
Diagnosis banding(1)
1. Pielonefritis akut (IVP dan USG dapat membedakan)
2. Cairan/serum drain pasca operasi pelvis (pemeriksaan SC transudat
dapat membedakan dengan urin).
Komplikasi(1)
1. Striktura ureter yang menyebabkan hidronefrosis
2. Urinoma
3. Sepsis
Terapi
Prinsip reparasi ureter :
1. Debridemen
2. Spatulasi-anastomose-tidak tegang
3. Penjahitan“watertight”
4. Pasang “stent”(pada kasus-kasus tertentu)
5. Pasang drain retroperitoneal
9
10
Prognosis
1. Baik apabila dapat ditegakkan diagnosis dini dan terapinya tepat
2. Buruk apabila diagnosis ditegakkan terlambat, sudah terjadi infeksi,
abses, hidronefrosis dan fistel.
Patofisiologi
Tulang-tulang pelvis adalah pelindung kandung kemih, tetapi
apabila terjadi trauma yang cukup keras yang menyebabkan fraktura
tulang-tulang pelvis dan fragmen tulang yang fraktura menusuk
kandung kemih dapat mengakibatkan trauma tusuk kandung kemih,
pada umumnya terjadi trauma tusuk kandung kemih ekstraperitoneal,
apabila ektravasase urin (terinfeksi) dapat terjadi “pelvic
inflamation/abscess”, ada kalanya kandung kemih dalam keadaan
penuh mendapat trauma tumpul melalui perut bagian bawah sehingga
terjadi trauma tumpul kandung kemih, pada umumnya terjadi ruptura
kandung kemih daerah fundus intraperitoneal, apabila diagnosis cepat
ditegakkan dan ekstravasase urin (tidak terinfeksi) maka gejala-gejala
peritonitis tidak ditemukan, tetapi apabila terjadi sebaliknya dan
ekstravasase urin (terinfeksi), maka akan terjadi gejala-gejala abdomen
akut (peritonitis akuta).
10
11
Klinis
Gejala-gejala (Symptoms)
1. Nyeri perut bawah/daerah pelvis pasca trauma
2. Tidak bisa kencing
3. Hematuria
Tanda-tanda (Signs)
1. Jejas, luka tusuk/tembak abdomen bawah/daerah pelvis
2. Syok hipovolomik/pendarahan
3. Tanda-tanda faktura tulang-tulang pelvis
4. Tanda-tanda peritonitis akut
5. Masa abdomen bawah/daerah pelvis (akibat adanya
pendarahan/urinoma) pada bimanual palpasi.
Laboratorium
1. Pemeriksaan Hb, Hct. untuk mengetahui anemia akut karena
pendarahan
2. Urinalisis dan biakan kuman untuk mengetahui hematuria
mikroskopis, urine streril atau terinfeksi, apabila bisa kencing
spontan atau kateterisasi apabila tidak ada indikasi kontra.(1,6)
Radiologi
1. Foto polos abdomen untuk melihat fraktura tulang-tulang pelvis,
kabut daerah pelvis/abdomen bawah karena
hematoma/urinoma. (1.2.6.13)
Diagnosis banding(1)
1. Trauma abdomen dengan hematuria dapat disebabkan oleh:
Trauma ginjal
Trauma ureter
Trauma kandung kemih
Urogram (IVP/RPG/Sistogram) sesuai indikasi dapat membedakan
ketiga kasus diatas
2. Trauma daerah pelvis/faktura tulang-tulang pelvis dengan
pendarahan peruretram dapat disebabkan oleh:
Trauma kandung kemih
Trauma Uretra
Trauma kandung kemih dan uretra
Uretrografi dapat melihat ruptura dan lokasi trauma
11
12
Komplikasi(1)
1. Abses cavum pelvis
2. Peritonitis
3. “Stress”Inkontinensia (parsial)
Terapi
1. Terapi terhadap syok dan pendarahan
2. Pembedahan ekplorasi (untuk penyelamat)
3. Ekstraperitoneal ruptura
Insisi kulit midline
Peritoneostomi (untuk melihat warna cairan cavum peritoneum,
apabila merah ekplorasi organ intraperitoneal)
Repair transvesikal dengan insisi midline
Hati-hati apabila ruptura leher kandung kemih (inkontinentia !)
Kateter uretra dan kateter sistostomia suprapubik
Drain vacum ektraperitoneal
4. Intraperitoneal ruptura
Insisi midline-tranperitoneal
Repair tranvesikal dengan insisi midline
Cuci bersih cavum peritoneum
Kateter uretra dan kateter sistostomia suprapubik
Drain cavum ektraperitoneal
5. Fraktura tulang-tulang pelvis
Frakur stabil
Fraktur tidak stabil (stabilitasi)
6. Hematoma cavum pelvis
Pendarahan dapat diatasi/dikontrol tanpa pembedahan
Pendarahan tidak dapat diatasi/dikontrol (pembuluh darah besar-
fraktura) pembedahan ekplorasi
12
13
Prognosis
1. Sangat baik, apabila mendapatkan terapi yang tepat, kateter
uretra/sistostomi dilepas hari ke-10 dan pasien dapat miksi
normal(1,2,13)
2. Pasien dengan trauma leher kandung kemih biasanya hanya terjadi
inkontinentia temporer/sementara.(1)
3. Adakalanya terjadi infeksi saluran kemih, dengan monitor biakan
kuman dalam urine dan pemberian antibiotika yang adequate dapat
mengatasi.(1)
Klinis(1)
Gejala-gejala (Symptoms)
7. Riwayat trauma pelvis
8. Nyeri perut bagian bawah
9. Ketidakmampuan melakukan miksi secara normal
Tanda-tanda (Signs)
1. “Urethral bleeding”
2. Nyeri tekan suprasimfisis
3. Tanda-tanda fraktur pelvis
4. Dislokasi prostat pada pemeriksaan colok dubur, 10% normal(pada
ruptur parsial uretra membranosea)(1)
13
14
Laboratorium(1)
1. Anemia akut bila terjadi pendarahan hebat/hematuma luas
2. Urinalisis, pemeriksaan awal susah mendapatkan urin
Radiologi
1. Gambaran fraktur pelvis (foto polos)
2. Ektravasase kontras didaerah prostatomembranosea(Uretrogram),
kandung kemih tidak terisi kontras dan ektravasase kontras
perivesikal bila ruptura total
Intrumentasi(1)
Kateterisasi tidak dianjurkan karena :
1. “Rebleeding”
2. Resiko infeksi
3. Memperberat trauma
14
15
Diagnosis banding(1)
1. Ruptura kandung kemih disertai ruptura uretra posterior (IVP dan
uretrogram memastikan diagnosis)
2. Ruptura uretra anterior disertai ruptura uretra posterior
(uretrogram memastikan diagnosis)
Terapi
1. Darurat: sesuai dengan penanganan trauma pada umumnya yaitu:
Primary Suvey(A,B,C,D,E,F) dan Secondary Survey, hindari
pemasangan kateter peruretram, jika diperlukan pasang kateter
sistostomia (sistostomia trukar tidak dianjurkan).
2. Pembedahan:
Segera (immediate): Pemasangan kateter sistostomi dengan insisi
midline pada perut bagian bawah, dipertahankan 3 bulan untuk
ruptura total dan 2-3 minggu untuk ruptura parsial untuk
selanjutnya dibuatkan foto “Bipolar Voiding Cystourethrography
(BVCU), untuk menilai penyembuhan, kebocoran dan striktura
uretra.
Rekontruksi uretra tunda (Delayed repair/urethral
recontruction): Pembedahan rekontruksi umumnya dikerjakan
setelah 3 bulan dengan asumsi abses/infeksi daerah pelvis sudah
tidak ada, striktura uretra umumnya cukup panjang (1-2 cm),
insisi perineum, eksisi jaringan yang fibrosis , kateter silicon 16 F
dipertahankan pada uretra 1 bulan, penyambungan uretra
bulbosa dengan aspek prostat “end to end” dan pertahankan
sistostomi sampai pasien dapat miksi spontan dan foto “voiding
cystourethrography”(VCU) tidak ada ektravasase dan striktura,
apabila ada pertahankan sistostomia, 2 bulan ulang foto (VCU).
Penyambungan uretra segera (Immediate urthral
realignment/primary repair): dikerjakan oleh beberapa ahli
bedah dengan hasil baik, walaupun secara teknis sukar dengan
insiden komplikasi striktura, impotensia dan inkontinensia lebih
tinggi dari “delayed repair/urethral recontruction”
Penanganan komplikasi pasca bedah: Striktura uretra –
urethrotomy (Sachse), Impotensia – protesa penis (2 tahun pasca
pembedahan, impotensia permanen), Inkontinentia – umumnya
membaik secara pelan-pelan.
15
16
Komplikasi (1)
Komplikasi “Primer repair” “Delayed repair”
Striktura uretra 50% 5%
Impotensia 30-80% 10-15%
Inkontinensia(stess) 2/3 kasus <5%
Prognosis
Prognosis sangat baik apabila komplikasi teratasi dan terapi
terhadap infeksi tepat(1)
Etiologi
1. “Stradle injury”(laserasi atau kontusio)
2. Instrumentasi (ruptura parsial)
“Self catheterisation”
“Iatrogenic instrumentation
Patofisiologi
“Stradle injury” dengan trauma ringan tidak menyebabkan
ruptura uretra, hanya terjadi hematum daerah perineal disebut
kontusio uretra, apabila terjadi “stradle injury” berat menyebabkan
uretra hancur/laserasi diikuti dengan ektravasase urin disebut laserasi
uretra, kadang-kadang ektravasasi urin meluas ke sekrotum, penis dan
naik sampai dinding abdomen hanya dibatasi fasia Colles dapat terjadi,
urinoma, infeksi dan sepsis(1,10)
Klinis
Gejala-gejala (Symptoms):
1. Pendarahan peruretra setelah jatuh/instrumentasi(1,2,13)
2. Nyeri daerah perineum
Tanda-tanda (Signs):
1. Hematum/masa daerah perineum
2. Posisi prostat normal (RT)
3. Keinginan pasien untuk kencing
4. Urinoma
5. Tanda-tanda infeksi pada perineum, skrotum dan dinding abdomen
bawah dengan kulit kemerahan dan odema (trauma lama)
16
17
Laboratorium:
1. Anemia akut (jarang, trauma organ lain)(1)
2. Lekositosis (infeksi/sepsis)
Radiologi (Uretrografi):
1. Ektravasase urin pada daerah ruptura
2. Ektravasase urin(-) pada kontusio uretra
Instrumentasi:
1. Kateterisasi dengan hati-hati (apabila ada indikasi) dipertimbangkan
pada kontusio uretra(1)
2. Kontra indikasi katerisasi pada ruptura uretra
3. Sistostomi (perkutan/trucar) tindakan paling aman (1)
Diagnosis banding:
1. Ruptura uretra prostatomembranasea
2. –
Jenis trauma (fraktur pelvis, tradle injury dan uretrogram) dapat
membedakan.
Komplikasi:
1. Pendarahan hebat (kadang-kadang bisa terjadi dari korpus
spongiosum)
2. Infeksi/sepsis
3. Striktura
Terapi:
1. Pendarahan peruretram;Penekanan daerah pendarahan dan
resusitasi dapat membantu pada tradle injury
2. Kontusio uretra;Tidak perlu terapi khusus apabila bisa kencing
spontan tanpa keluhan
3. Laserasi uretra dengan ektravasase urin minimal: Sistostomia
4. Laserasi uretra dengan ektravasase urin luas: Sistostomia dan
drainase urin
5. “Immediate repair”: Tehnis lebih sulit, insiden striktura uretra lebih
tinggi
6. “Delayed repair” : Tehnis lebih mudah, insiden striktura uretra lebih
rendah
7. Komplikasi striktura: Uretrotomi internal/Sachse (striktura pendek),
rekontruksi uretra (striktura panjang)
Prognosis:
Striktura uretra adalah komplikasi utama, tetapi sebagin besar kasus
tidak perlu tidakan bedah rekontruksi.(1)
17
18
Kepustakaan
1. Aninch J.W : Injury to the Genitourynary Tract, Smith’s General
Urology, Tanagho, Aninch, 14 th. ed,A Simon & Schuster Co,
Singapore, 314-352, 1995
2. Aninch J.W: Renal and Ureteral Injury, Udult and Pediatric Urology,
Vol.1, Gillenwater, 3 th.ed, New York, 539-585, 1996
3. Aninch J.W, Carroll P.R : Renal Exploration after Trauma :
Indications and Reconstructive Techniques, Urol.Clin, Vol.16, 203-
212, May 1989
4. Altman L.K : Renal Trauma, Trauma to the Urinary Tract, The Merck
Manual of Diagnosis and Teraphy, 1-2, 2000
5. Brandes S.B, Aninch J.W : Renal Trauma : Practical Guide to
Evaluation and Management, DUJ, 1-13, 1997
6. Cass A.S : Diagnostic Studies in Bladder Rupture : Indications and
Tehnicques, Urol.Clin, Vol.16, 267-274, May 1989
7. Devine Jr.C.J, Jordan G.H and Devine P.C : Primary Realignment of
the Disrupted Prostatomembranous Urethra, Urol.Clin,Vol.16, 291-
296, May 1989
8. Guerriero Wm.G : Ureteral Injury, Urol.Clin, Vol.16, 237-248, May
1989
9. Mee S.L, Aninch J.W : Indications for Radiographic Assessment in
Suspected Renal Trauma, Urol.Clin, Vol.16, 187-192, May 1989
10. Omarbasha B, Genitourinary Trauma, Manual of Urology:
Diagnosis and Theraphy, Siroky, 1th ed, Little Brown & Co, Boston,
225-231, 1990,
11. Peterson N.E : Genitourinary trauma, Trauma, Feliciano, 3th ed, A
Simon & Schuster Co, Singapore, 661-693, 2000
12. Peterson N.E : Complications of Renal Trauma, Urol.Clin, Vol.16,
221-236, May 1989
13. Peters P.C, Sagalowsky A.I : Genitourinary Trauma, Campbell’s
Urology, walsh, 6 th. ed, Vol.3, W.B.saunders, Philadelphia, 2571-
2594, 1992
14. Resnick M.I, Spirnak J.P : Renal Injury, Decision Making in
Urology, Resnick, 2 th. Ed, McGraw-Hill Int.ed.Medical series,
Philadelphia, 86-87, 1992
15. Seidman C : Renal Trauma, Trauma.Org. Nov. 1-11, 1997
16. Sandler C.M, Corriere Jr.J.N : Urethrography in the Diagnosis of
Acute Urethral Injuries, Urol.Clin, Vol.16, 283-290, May 1989
18
19
Pendahuluan
Kedaruratan urologi adalah suatu keadaan kasus urologi
darurat, apabila tidak mendapat terapi yang cepat dan tepat akan
menyebabkan penyakit menjadi lebih parah/morbiditas atau
kematian/mortalitas. Beberapa contoh kedaruratan urologi adalah
trauma saluran kemih (ginjal,ureter,kandung kemih dan uretra) dan
genetalia, kolik renal/ureter, retensi urin akut, hematuria dengan/tanpa
retensi bekuan darah, scrotal akut (torsio testis/apendiks testis,
orchitis/orcho-epididymitis), anuria, priapismus, parapimosis,
septisemia/syok septic dan kateter buntu. Kedaruratan urologi pada
pembahasannya dibedakan menjadi “Kedaruratan Urologi pada Trauma”
dan “Kedaruratan Urologi Non trauma”.
Tujuan penulisan “Pedoman Diagnosis dan Terapi Kedaruratan
Urologi” adalah untuk dapat menegakkan diagnosis dan terapi kasus
urologi darurat secara benar dan sesuai dengan standar/pedoman
nasional dan internasional yang dimodifikasi sesuai dengan fasilitas
RSUP Sanglah Denpasar sehingga dapat menekan/mencegah morbiditas
dan mortalitas. Pada akhir tahun Pedoman Diagnosis dan Terapi ini
akan dievaluasi dan dikoreksi sesuai dengan perkembangan ilmu dan
fasilitas.
19
20
Patofisiologi/Etiologi
Dalam keadaan normal pertahanan (barrier) antara “Host” dengan
mikroorganisme sangat kuat(3). Pada keadaan tertentu pertahanan
tersebut hilang atau menurun karena penyakit sistemik atau obat-
obatan atau manipulasi/tindakan pembedahan (3). Bakteri gram- negatif
adalah flora komensal pada saluran cerna bawah dan sering
menyebabkan infeksi lokal pada saluran kemih dan organ reproduksi (3).
Mortalitas rata-rata bakterimia gram- negatif sekitar 10% dan
meningkat menjadi 30% pada penderita dengan
“immunocompromised” . Escherichia coli adalah bakteri gram negatif
(3)
20
21
Klinis
1. Penderita dikatagorikan dalam keadaan sepsis apabila ada
Panas
Hipotensi
Tarkikardi
Takipnea
2. Kadang-kadang dijumpai
Gangguan mental (agitasi, letargia)
Mual, muntah
Perut kembung (ileus)
3. Hipermetabolisme
Peningkatan glukosa darah karena peningkatan glukoneogenesis
Asam amino darah karena katabolisme otot-otot bergaris
4. Gangguan fungsi organ
Hipoperfusi jaringan
Asam laktat darah meningkat
Produksi urin menurun
Vasokontriksi perifir
Acidemia
Syok dingin (Cold shock)
5. Gagal multi organ, sepsis berkepanjangan
21
22
Gagal paru
Gagal hati
Gagal ginjal
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Darah lengkap
Urin lengkap
Faal ginjal (BUN, SC)
Analisa gas darah, elektrolit darah
Biakan kuman darah dan urin
2. Radiologi
BOF-USG Ginjal (bila SC > 2 mg%)
IVP (bila SC < 2mg% dan USG ginjal bila IVP tidak
informative/Nonvisualisasi)
Diagnosis
Tergantung berat-ringannya, infeksi sistemik/sepsis dibedakan(3) :
(Consensus conference criteria defining sepsis)
1. SIRS(Systemic imflammatory response syndrome)
Sindroma respon inflamasi sistemik
(dua/lebih hal dibawah ini)
Temprature : > 380 C or < 360 C
Heart rate : > 90
Respiratory rate: > 20 or PaCO2 <32
WBC : > 12x106/mm3 or < 4x106/mm3 or > 10%
band forms
2. Sepsis
SIRS
Tanda/bukti klinis adanya infeksi/fokal infeksi
3. Sepsis berat
Sepsis
Hipotensi( T < 90 mm Hg)/organ disfungsi/hipoperfusi
jaringan
4. Septik syok
Sepsis
Hipotensi, walaupun dengan resusitasi cairan memadai
Hipoperfusi jaringan
Terapi
1. Resusitasi cairan
RL/RD
Monitor Tensi, Nadi, produksi urin atau dengan monitor JVP/CVP
2. Pemberian antibiotika spectrum luas
22
23
Kepustakaan
1. Bahnson RR : Urosepsis, Urinary Tract Infections, Urol. Clin. North
Am 13:4, 627-636, 1986.
2. Cunha BA :Urosepsis : A diagosis and therapeutic approach, Int.Med
7:3, 85-93,1996
3. Lazaron V dan Barke RA : Gram-negative bacterial sepsis and the
sepsis syndrome, Infections in Urology, Urol.Clin.North Am 26:4,
687-700,1999.
HEMATURIA
(ICD –10 : R 31.-)
Definisi/Batasan
1. Hematuria mikroskopis adalah adanya sel darah merah >3/hpf(high-
power-field/ pembesaran 400x) didalam urin(1,2,3).
23
24
Patofisiologi/Etiologi
1. Hematuria dapat terjadi secara fisis terputusnya “endothelial-
epithelial barrier”(3):
Anatomic disruption : Trauma, neoplasma dan inflamasi.
Penyakit glomerulus : Sel darah merah keluar dari lumen kapiler
dan merusak
epitel glomerulus.
Hiperkalsiuria : Iritasi tubulus renalis oleh kristal-kristal
kalsium.
2. Perubahan hemodinamik ginjal : Terjadinya hematuria berhubungan
dengan latihan otot, panas badan dan hiperkatabolisme(3).
24
25
Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit dengan gejala hematuria sangat banyak,
sehingga memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis : Sedapat mungkin menghubungkan hematuria tersebut
dengan jenis hematurianya (initial,total,terminal dan lain-lain) dan
gejala penyakit saluran kemih lainnya (hematuria dengan nyeri
pinggang, gejala iritasi, panas dan lain-lain), Riwayat
kesehatan/penyakit, kebiasaan-kebiasaan , batu saluran kemih
dalam keluarga
3. Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium
25
26
Urin sedimen, biakan /hitung kuman dalam urin, urin sitologi, tes
fungsi ginjal (BUN/SC), kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
elektrolit darah-urin, kleren kreatinin, PSA (Prostat specific
antigen).
Radiologi
IVP (intravenous pyelography)
USG (ultrasonography) kadang diperlukan (optional)
CT/CUT scan kadang diperlukan (optional).
Terapi
Apabila diagnosis spesifik/etiologi/primer sudah dibuat maka terapinya
tergantung dari diagnosis tersebut.
1. Antibiotika untuk infeksi
2. Pembedahan tergantung dari sumber pendarahan
Tumor tergantung ukuran/besar dan lokasi pada saluran kemih
Batu saluran kemih tergantung besar, lokasi batu dan mencegah
kekambuhan
Trauma : tirah baring, reparasi, membuang organ
BPH : Medikamentosa, Bedah endoskopik, Bedah terbuka.
Komplikasi
1. Obstruksi saluran kemih atas atau bawah
2. Anemia
3. ISK (infeksi saluran kemih
Kepustakaan
1. Aninch JW : Symptoms of Disorders of the Genitourinary Tract :
Bloody Urine, Smith’s General Urology, 14th , Simon&Schuster Asia
Pte.Ltd.Singapore, 37, 1997.
2. Brendler CB : Gram-Negative Bacteremia and Septic Shock,
Perioperative Care, Cambell’s Urology, 6th Ed, Vol.3, W.B.Saunders,
Philadelphia, 2350-2351, 1992.
3. Childs SJ et all : Hematuria, Urologychannel, 2000.
4. Joseph TF : Hematuria in Childhood and Adolescence, Vanderbilt
University Medical Center, 1998.
5. Sultana SR et all : Microscopic haematuria: Urological investigation
using a standard protocol, BJU, 78, 691-698, 1996.
26
27
2. Kejadian (duration)
Akut
Obstruksi saluran kemih yang kejadiannya mendadak (kurang
dari 1 minggu).
Kronis
Obstruksi saluran kemih yang kejadiannya perlahan-lahan
(lebih dari 1 minggu).
3. Derajat (degree)
Parsial
Obstruksi saluran kemih dimana sebagian urin masih bisa
lewat kearah distal.
Total/komplit
Obstruksi saluran kemih dimana urin tidak bisa lewat kearah
distal.
4. Tingginya (level)
Saluran kemih atas
Obstruksi saluran kemih setinggi sistim pelvio-kaliks sampai
ureter.
Saluran kemih bawah
Obstruksi saluran kemih setinggi kandung kemih sampai
uretra.
Patofisiologi
Tekanan hidrostatik yang meningkat dibagian proksimal dari
obstruksi mengakibatkan delatasi dan menipis saluran kemih dibagian
proksimal, tingkat kerusakan
dan komplikasi yang terjadi tergantung dari derajat, kejadian dan
tingginya obstruksi. Obstruksi dengan tekanan hidrostatik tertentu
belum menunjukan keluhan dan gejala secara klinis karena adanya
27
28
28
29
Klinis
1. Keluhan dan Pemeriksaan fisis obstruksi saluran kemih bawah
Keluhan
Hesitency, kekuatan dan pancaran kencing menurun, terminal
dribling, hematuria (pada tumor/infeksi), dysuria, urin keruh
(pada infeksi) dan retensio urin. Pada beberapa kepustakaan
sering disingkat “LUTS”(Lower Urinary Tract Symptoms)
Pemeriksaan fisis
Inspeksi : Abdomen bawah cembung (sangat jelas pada orang
kurus).
Palpasi : Teraba kandung kemih kisteus, mungkin
teraba batu, tumor
jaringan fibrosis pada uretra.
Rectal ex : Mungkin teraba pembesaran prostat, tumor
kandung kemih.
2. Keluhan dan Pemeriksaan fisis obstruksi saluran kemih atas
1. Keluhan
Nyeri pinggang setempat atau menjalar sepanjang perjalanan
ureter, gross total hematuria(obstruksi karena batu), keluhan
gastrointestinal(mual,muntah), panas, menggigil, urin keruh
dan panas terbakar saat kencing adalah keluhan akibat adanya
infeksi saluran kemih (ISK).
2. Pemeriksaan fisis
Inspeksi : Kadang-kadang dapat terlihat benjolan masa
didaerah pinggang/
perut atas (pada orang kurus).
Palpasi : Teraba ginjal membesar, kadang-kadang nyeri
apabila dengan
Infeksi.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Anemia : Sering terjadi pada infeksi kronis dan obstruksi
bilateral dengan
gagal ginjal kronis.
Lekositosis : Pada infeksi akut.
Hematuria mikroskopis :
Infeksi ginjal/kandung kemih,tumor,batu.
Peningkatan RFT(BUN/SC) :
29
30
2. Radiologi
Foto polos abdomen(BNO/BOF) :
Mungkin ada bayangan ginjal membesar, batu radio opaque
didaerah ginjal/ureter/kandung kemih/uretra, metastase
tumor pada korpus vetebra/tulang pelvis penyebab
kerusakan medulla spinalis(kandung kemih neurogenik),
apabila gambarannya osteoblastik sangat mungkin berasal
dari keganasan prostat.
Uretrografi
Melihat obstruksi dan mungkin penyebab obstruksi
infravesikal seperti striktura, batu, masa tumor pada uretra.
Urografi retrograde
Dapat melihat obstruksi dan penyebab obstruksi lebih
detail/tajam dibandingkan dengan urografi intra vena(IVP),
temasuk pemeriksaan penunjang yang invasive dengan
resiko trauma/lesi saluran kemih dan urosepsis,
diindikasikan pada pasien obstruksi saluran kemih bagian
atas dengan penyebab dan tinggi obstruksi tidak dapat
diketahui dengan pemeriksaan penunjang non invasive (IVP)
atau IVP tidak dapat dilaksanakan karena gangguan fungsi
ginjal.
Ultrasonografi USG)
Sangat baik untuk mengetahui ada/tidaknya ginjal,
pelebaran sistim pelviokaliks, tebal parenkhim ginjal, batu
opaque/non opaque dan tumor pada ginjal dan kandung
kemih.
30
31
CT.Scan
Dapat melihat lebih detail dan tajam dibandingkan dengan
USG (di RSUP Sanglah Denpasar masih merupakan
pemeriksaan opsional).
Scanning isotop
Dapat mengetahui fungsi kedua ginjal secara kantitatif dan
tepisah (di RSUP Sanglah Denpasar belum ada alatnya)
3. Instrumentasi
Kateterisasi peruretram
Ada hambatan/tidak masuk kandung kemih mungkin ada
striktura, tumor, batu uretra atau spasme sfingter uretra
ekterna.
Untuk mengetahui residual urin pada pasien BPH, kandung
kemih neurogenik, sistokel
Uretrosistoskopi
Sebagai sarana diagnosis dan terapi
Untuk mendiagnosis Obstruksi infra vesikal karena
striktura, tumor uretra, BPH dan uroradiologi (Pielografi
retrograde).
Diagnosis
Diagnosis obstruksi saluran kemih berdasarkan Anamnesa
(keluhan), pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang
laboratorium, radiologi dan instrumentasi.
Terapi
1. Drainage/hilangkan obstruksi
Obstruksi total atau obstruksi parsial dengan komplikasi (klinis)
saluran kemih bagian bawah dengan pemasangan kateter
peruretra atau kateter per sistostomi.
Obstruksi total bilateral atau satu sisi dengan komplikasi (klinis)
saluran kemih bagian atas dengan pemasangan kateter
pernefrostomi.
2. Berantas infeksi
Segera setelah obstruksi hilang berikan antibiotika terapiutik
untuk gram positif dan negatif atau sesuai dengan biakan kuman
dalam urin.
3. Terapi terhadap penyebab obsrtuksi/Etiologi/Kausa
Semakin cepat terapi terhadap penyebab obstruksi maka komplikasi
yang terjadi dapat ditekan serendah mungkin dan penggunaan
antibiotika bisa dipersingkat sehingga biaya bisa ditekan serendah
mungkin.
31
32
Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih (ISK)
Stasi urin mempermudah infeksi saluran kemih, pemberantasan
infeksi tidak mungkin berhasil selama ada obstruksi saluran kemih.
2. Batu saluran kemih
Stasis urin dan infeksi saluran kemih oleh kuman pemecah urea
(Proteus, Staphylococcus) dengan urin alkalis sangat mudah
terbentuk batu saluran kemih (batu lameler/Amonium magnesium
fosfat).
3. Pionefrosis
Obstruksi/stasis urin dan ISK akan berakhir dengan pionefrosis .
4. Gagal ginjal
Obstruksi/stasis urin dan ISK menyebabkan gangguan fungsi
ginjal, sampai pada fase tertentu dimana ginjal sudah tidak
memungkinkan untuk mempertahankan fungsi minimal untuk
kehidupan maka pasien akan jatuh pada gagal ginjal terminal,
dengan kemajuan tehnologi kadang-kadang kehidupan masih bisa
dipertahankan dengan menggantikan fungsi ginjal dengan mesin
hemodialisis.
32
33
Kepustakaan
1. Emil A.Tanagho : Urinary Obstruction and Stasis, Smith’s General
Urology, 14th ed, Simon & Schuster asia Pte.Ltd, Singapore, 165-176,
1998.
2. Gillenwater JY : The Pathophysiology of Urinary Tract Obstruction,
Cambell’s Urology, 6th Ed, Vol.1, W.B.Saunders, Philadelphia, 499-
532, 1992.
TORSIO TESTIS
(ICD-10 : N44)
Definisi/Batasan :
Terpluntirnya funikulus spermatikus sehingga terjadi gangguan
aliran balik vena, odema,nyeri, kemudian selanjutnya terjadi gangguan
aliran darah arteri menuju testis dan berakhir dengan testis mengalami
kematian /nekrosis(2).
Patofisiologi/Etiologi
Otot/muskulus kremasterika berinsersio pada funikulus
spermatika secara oblik
(superiomedial-inferiolateral), arah serat otot spermatika searah dengan
arah serat muskulus oblik internus (analog), spasme muskulus
spermatika menyebabkan tarikan testis sesuai dengan arah serat
muskulus kremasterika sehingga tarikan/spasme muskulus spermatika
kiri menyebabkan torsio testis kiri berlawanan dengan arah jarum jam
sedangkan untuk testis kanan sesuai dengan arah jarum jam(1).
Etiologi/penyebab torsio : Testis kriptorkhismus cenderung terjadi
torsio(menurut Ryken, Turner dan haynes, 1990), trauma sebagai
pencetus terjadinya torsio(menurut Witherington dan jarrell, dilaporkan
beberapa kasus terjadi torsio pada tumor testis intra abdomen dan pada
kelainan bawaan tunika vaginalis dimana tedapat ruangan dengan
volume yang melebihi volume normal paling sering terjadi torsio testis.
Klinis
Laki-laki dewasa muda mengeluh sangat nyeri testis secara
mendadak diikuti dengan rasa mual, muntah pembengkakan dan
kemerahan pada skrotum harus dicurigai torsio testis.
Diagnosis
1. Anamnesis:
Nyeri testis
Mual, muntah-muntah
2. Pemeriksaan fisis:
Bengkak, kemerahan pada skrotum
33
34
Diagnosis banding
1. Epididimitis akuta
Epididimitis jarang sebelum pubertas(umur 16 tahun), sering
didahului dengan piuria.
2. Orkhitis akut
Orkhitis mump jarang sebelum pubertas,didahului dengan parotitis
mump.
3. Trauma testis
Didahului/ada riwayat trauma pada testis.
Apabila ketiga yang tersebut diatas susah dibedakan/meragukan
“testicular scintigraphy” adalah indikasi untuk pemeriksaan penunjang.
Terapi
1. Detorsi manual/tetutup
o Onset/kejadian hanya beberapa jam (tidak lebih dari 6 jam).
o Torsi testis kiri detorsi berlawanan arah putaran jarum jam.
o Torsi testis kanan detorsi sesuai arah putaran jarum jam.
o Sebelum detorsi infiltrasi 10-20 ml xylocain HCl 1 %/lidocain 1 %
pada daerah annulus inguinalis ekternus.
2. Orchiopexy/Fiksasi testis pada skrotum
o Detorsi manual berhasil lakukan fiksasi kedua testis pada hari
berikutnya
o Detorsi manual gagal segera lakukan detorsi terbuka/pembedahan
Detorsi terbuka setelah 4-6 jam dengan torsi 720 0 testis “viable”
79 % (1)
3. Orchidectomy
o Apabila testis sudah nekrosis, bila meragukan suntikan
fluorescein dan lihat dibawah Wood’s lamp (Ultraviolet) testis yang
virable akan kelihatan perpusi fluorescein kedalam testis (2).
o Orchiopexy testis kontralateral apabila testis yang mengalami torsi
dilakukan orchidectomy.
34
35
Kepustakaan
1. Aninch JW : Disorder of the Testis,Scrotum and Spermatic cord,
Torsion of the spermatic cord(torsion of the testicle), Smith’s General
Urology, 14th ed, Simon & Schuster asia Pte.Ltd, Singapore, 687-690,
1998.
2. Rajfer J : Testicular Torsion, Conginital Anomalies of the Testis,
Cambell’s Urology, 6th Ed, Vol.3, W.B.Saunders, Philadelphia, 1556-
1558, 1992.
PRIAPISMUS
(ICD-10 :
Definisi/Batasan
Priapismus adalah ereksi penis berkepanjangan (lebih dari 4 jam), nyeri
dan tanpa lebido/rangsangan seksual (1,2,3,4)
35
36
Patofisiologi/Etiologi
Mekanisme terjadinya priapismus masih banyak diperdebatkan,
sebagian besar penulis percaya adanya obstruksi aliran balik/drainase
vena(Fitzpatrick,1973). Obstruksi drainase vena menyebabkan viskositas
darah meningkat, oksigen darah kurang dalam korpus cavernosa,
apabila terjadi sampai beberapa hari dapat menyebabkan odema
intersisial dan fibrosis dari korpus cavernosa yang menyebabkan
terjadinya impotensia.
Penyebab priapismus masih ada yang belum diketahui(idiopatik) 60%
dari kasus dan sudah diketahui 40% seperti : Penyakit leukemia dan
sickle-cell anemia(42% pada orang dewasa)(3), tumor atau infeksi daerah
rongga pelvis, trauma penis atau medulla spinalis dan obat-obatan
seperti obat untuk penderita : psikosis(thorazine dan chlorpromazine),
hipertensi(prazosin), disfungsi seksusl-injeksi obat intrcavernosal
(papaverine,pentholamine dan prostaglandin E1)(1,3,4). Priapismus pada
anak-anak penyebab paling banyak adalah penyakit leukemia dan
sickle-cell anemia(60%), trauma penis/perineum(jarang) dan obat-
obatan(sangat jarang). (3)
Klinis
Anamnesis : Penderita dengan ereksi lebih dari 2 jam tanpa
lebido/rangsangan seksual
dan nyeri , mungkin ada riwayat penyakit dan pemakaian
obat (seperti
yang disebutkan diatas).
Pem.fisis : Penis terlihat ereksi, pada umumnya korpus cavernosum
tegang dan
gland penis/corpus spongiosum lembek, adakalanya
terjadi tricorporal
priapismus (2).
Laboratorium : Darah lenkap dan pemeriksaan “sickle cell
anemia”dan leukemia
Pem.opsional : Apabila penyebap priapismus tidak jelas; Dppler
perineal untuk
mengetahui adanya : Fistel arterial-cavernosum, “Higth
systolic flow” ke
dalam arteri cavernosal (4).
Diagnosis
Priapismus menurut Harmon dan Nehra dibedakan (4) :
1. High flow atau Arterial Priapismus
Aliran darah arterial meningkat kedalam sinusoid cavernosum
Aliran tertimbun didalam aliran vena
Penis semirigid-rigid ereksi
36
37
Painless
Kerusakan sel jarang(karena oksigenasi jaringan tinggi)
Penyebabnya idipatik, trauma inguinal atau saddle(kerusakan
arteria pudendalis)
2. Low flow atau Flaccid state Priapismus
Aliran darah masuk atau darah arterial terbatas karena ada
tahanan/kontraksi dari cabang-cabang arterial cavernosum dan
sinusoid cavernosum
Bahan-bahan neurotransmitter atau vasoactive menyebabkan otot
polos relaksasi, mengurangi tahanan untuk darah masuk, dinding
sinusoid cavernosum melebar, menghambat aliran darah vena
keluar sehingga terjadi ereksi penis/Priapismus
Darah aspirasi dengan pH < 7,25 dan pO2 < 30 mm Hg (4).
Terapi
Priapismus adalah kasus darurat, penanganan yang cepat dan tepat
dapat mengurangi morbiditas
Terapi bertujuan
1. Menghilangkan/mengurangi rasa sakit
Obat-obatan sedative
Kompres Na Cl 0,9% dingin pada penis
Ketamine hydrochloride IV/IM
Efektivitas terapi dengan cara ini sekitar 50% (Sagalowsky, 1982)(1)
2. Menghilangkan ereksi/mengosongkan korpus cavernosum
Aspirasi-evakuasi darah dari corpus cavernosum melalui gland
penis
Epidural/spinal anesthesia
Irigasi intracavernosa dengan obat-obatan adrenergik
Membuat fistel/shunt antara glan penis/korpus spongiosum
dengan corpus cavernosum (Winter dan McDowell, 1988)
Anastomosis vena dorsalis penis dengan corpus cavernosum penis
(Barry, 1976)
Anastomosis corpus cavernosum dengan corpus spongiosum penis
Anastomosis corpus cavernosum dengan vena saphena
Pump decompression (Douglas, 1976)
3. Terapi terhadap etiologi/penyebab
Priapismus karena sickle cell anemia :
o Masive tranfusion
o Exchange tranfusion
o Oksigen hiperbarik
Apabila dengan terapi tranfusi dalam 24 jam korpus cavernosum
belum lembek (detumescence), dianjurkan melakukan aspirasi
darah dalam korpus cavernosum atau melakukan Winter
procedure (spongio-cavernosal shunt)(2)
37
38
Komplikasi
Impotensia
Pada umumnya memerlukan terapi dengan protesa penis
Kepustakaan
6. Aninch JW : Disorder of the Penile and Male Urethra : Priapismus,
Smith’s General Urology,14th , Simon&Schuster Asia
Pte.Ltd.Singapore, 601, 1997.
7. Nazaire H : Priapism Guidelines, NIH Publication No.95-2117, 3rd,
1997.
8. Steidle C : Priapism : WebMD Coperation, 1996-2000.
9. Sodovsky RL : Diagnosis and Management of Prolong Penile Erection,
American Family Physician, 56:3, 1997.
38
39
Gross hematuria
Konsultasi Urologi
Gross Mikroskopis
hematuria hematuria(>5RBC/HPF)
IVP/CT Scan
dan
Sistogram
Normal Abnormal
Observasi
Konsultasi
Urologi
39