Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Sistem muskuloskeletal adalah sistem organ yang memberikan kemampuan pada


manusia untuk bergerak menggunakan sistem otot dan rangka tubuhnya. Sistem
muskuloskeletal juga memberikan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan pada tubuh.
Sistem ini terdiri dari tulang-tulang kerangka, otot, sendi, tulang rawan, ligamen, tendon
dan jaringan jaringan ikat lainnya yang menyangga dan mengikat jaringan serta organ
(Reeves, 2001).
Sendi menghubungkan tulang-tulang dan memungkinkan tubuh melakukan
gerakan. Sementara tulang rawan berfungsi menjaga agar bagian-bagian ujung tulang
tidak saling bergesekan (Brunner & Suddart, 2001).
Sistem skeletal terdiri dari tulang-tulang yang menjaga keseimbangan tubuh.
Tugasnya mirip dengan tiang-tiang penyangga konstruksi beton. Sementara itu, otot
menjaga agar tulang tetap berada ditempatnya sekaligus memegang peran dalam
pergerakan dalam tulang-tulang tersebut. Kerjasama terpadu antara sendi, tulang dan
otot-otot kerangka menghasilkan pergerakan yang jelas seperti berjalan dan berlari. Otot-
otot kerangka (skeletal muscles) juga menghasilkan gerakan yang lebih halus misalnya
ekspresi wajah, gerakan mata dan pernafasan.
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontiunitas struktur
tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari fraktur?


2. Apa jenis fraktur?
3. Apa penyebab dari fraktur?
4. Apa klasifikasi dari fraktur?
5. Bagaimana patofisiologi dari fraktur?
6. Apa manifestasi klinis dari fraktur?

1
7. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur?
8. Apa komplikasi dari fraktur?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari fraktur
2. Untuk mengetahui jenis fraktur
3. Untuk mengetahui penyebab dari fraktur
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur
8. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraktur

Banyak sekali batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur
menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara Doenges (2000) memberikan batasan,
fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Sedangkan fraktur menurut
Reeves (2001), adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya


kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.

Fraktur adalah kondisi tulang yang patah atau terputus sambungannya akibat
tekanan berat. Tulang merupakan bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan
yang lebih besar daripada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi fraktur. Gaya tekan
berlebihan yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras, gerakan memuntir atau
meremuk yang terjadi mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. (Brunner dan
Suddarth, 2002).

Fraktur tidak hanya mempengaruhi bagian tulang yang patah, namun juga
jaringan di sekitarnya. Fraktur dapat membuat jaringan lunak membengkak (edema),
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, otot robek (rupture tendo), serta kerusakan
saraf dan pembuluh darah. (Brunner dan Suddarth, 2002; Wong, 2004).

3
B. Etiologi Fraktur
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu :
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur Patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena kanker, tumor, dan Osteoporosis
3. Fraktur Beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru
saja menambah tingkat aktivitas mereka.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, karena
adamya perlukaan kulit. Fraktur terbuka ada 3 derajat :
a. Derajat I
Luka <1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
b. Derajat II
Luka >1 cm, kerusakan jaringan lunak, fraktur kominutif sedang, kontaminasi
sedang.

4
c. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
d. Fraktur dengan komplikasi,missal malunion, delayed, union. Nonunion, infeksi
tulang.
(Nanda NIC NOC 2013)
3. Berdasarkan jumlah garis
a) Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur
b) Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur
c) Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi fragmen
kecil
4. Berdasarkan luas garis fraktur
a) Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total
b) Fraktur komplit : tulang terpotong secara total
5. Berdasarkan bentuk fragmen
a) Green stick : retak pada sebelah sisi tulang
b) Frakur transversal : fraktur fragmen melintang
c) Fraktur obligue : fraktur fragmen miring
d) Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
(Nanda NIC NOC 2013)

5
D. Patofisiologi

Daya
↓↓
Resiko fraktur
Tulang emboli paru
emboli lemak

Fraktur

Terbuka Tertutup Gas gangren

Infeksi Reduksi

Debdridemen Delayed union Pemulihan mobilisasi

debdridemen

Union Malunion Union imobilisasi

6
E. Pathway
Trauma langsung, trauma tidak langsung, kondisi
stress maupun patologik pada tulang femur

Rusak/terputusnya kontinuitas tulang femur Fragmen tulang


(FRAKTUR FEMUR) menembus kulit

Fragmen tulang tidak menembus kulit


Close Fracture Femur

Open Fracture
Femur

Reaksi Inflamasi

1.Pergeseran tulang Kerusakan fragmen


tulang,cedera jar.lunak Pengeluaran bradikinin
dan berikatan dengan
deformitas nociceptor
Pembuluh darah terputus
hambatan
Ekstremitas tdk dpt Pengeluaran mediator
mobilisasi Perdarahan
berfungsi dgn baik kimia (histamin)

hambatan Hambatan Mobilitas Fisik Pengumpulan darah


pemenuhan (Hematoma) Nyeri  Pembengkakan
ADL (tumor) dan
Penatalaksanaan medis rubor
secara
Devitaslisasi (Hb, Ht) Nyeri
mandiri
akut
Prosedur pemasangan Kerusakan
fiksasi eksternal Dilatasi pembuluh kapiler Integritas kulit
Defisit
Perawatan Ada port Tek. Kapiler otot naik
entry Darah banyak
Diri PK
Ganggu keluar
pendarahan
an Citra Histamin menstimulasi otot
Tubuh Resiko
Hb 
Infeksi PK Anemia
Spasme otot
Perfusi jaringan
Vasokontriksi
pemb.darah

Metabolisme anaerob Gang perfusi


ATP 
jaringan perifer

Penumpukan asam laktat


Kelemahan
Nyeri 7
Akut
F. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusukan pada struktur
lain. Pengkajian gejala klinis untuk fraktur meliputi :
1. Aktivitas /Istirahat
Pasien memperlihatkan keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang cedera.
Kemungkinan terjadi sebagai akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder
pembengkakakn jaringan dan nyeri.
2. Sirkulasi
Pasien menunjukan gejala/tanda :
a. Peningkatan tekanan darah, mungkin terjadi akibat respons terhadap nyeri tau
kecemasan. Sebalikanya penurunan tekanan darah mungkin terjadi bila terjadi
perdarahan.
b. Takikardi
c. Penurunan atau kehilanagan denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian
kapiler lambat, puca pada area fraktur
d. Hematoma area fraktur
3. Neurosensori
Pasien menunjukan tanda/gejala :
a. Hilang gerakan atau sensasi
b. Parestesia (Kesemutan), deformitas lokal, angulasi abnormal, rotasi, krepitasi,
spasme otot, klemahan atau kehilangan fungsi.
c. Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang cedera sebagai akibat
langsung dari fraktur atau pembengkakan jaringan dan nyeri
d. Agitasi, mungkin berhubungan dengan nyeri, kecemasan atau trauma lain.
4. Rasa tidak nyaman
Pasien menunjukan tanda/gejala :
a. Nyeri hebat tiba-tiba saat cedeara, mungkin terlokalisasi pada area frektur,
berkurang pada imobilisasi
b. Spasme/kram otot setelah immobilisasi
c. Pembengkakakan lokal yang dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba.

G. Penatalaksanaan
menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1) Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.

8
2) Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen


tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
3) Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk
fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga
dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma,
kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau
eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat
ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal
atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi
pada tulang dan jaringan lunak

9
4) Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera
dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi.

H. Komplikasi

Komplikasi fraktur, antara lain:

1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan menghilangnya denyut
nadi, menurunnya CRT, sianosis bagian distal, dan hematoma melebar. Tanda lain
adalah rasa dingin pada ekstrimitas akibat tindakan darurat splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Penyebab lain mungkin berasal dari tekanan luar,
seperti gips atau pembebatan yang terlalu kuat.
c. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu. Kondisi ini dapat menyebabkan nekrosis tulang yang diawali dengan
munculnya Volkman’s Ischemia.
d. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler. Kondisi yang umum terjadi pada kasus fraktur ini bisa
menyebabkan turunnya oksigenasi,
e. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang Panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
10
dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menurunkan tingkat
oksigen dalam darah. Kondisi ini ditandai dengan gangguan pernapasan,
takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam.
f. Infeksi
Trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi sistem pertahanan tubuh.
Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam tubuh.
Kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, akan tetapi bisa juga
karena penggunaan bahan asing dalam pembedahan seperti pin dan plat.

2. Komplikasi Lanjutan
a. Delayed Union
Delayed union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Umumnya disebabkan oleh
penurunan suplai darah ke tulang.
b. Non Union
Non union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah enam bulan. Kondisi ini ditandai
dengan pergerakan berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Sama halnya dengan delayed union, kondisi non union juga
disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke tulang.
c. Mal Union
Mal union merupakan kondisi penyembuhan tulang yang terlihat dari
meningkatnya kekuatan tulang dan perubahan bentuk (deformitas). Kondisi ini dicapai
melalui pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
I. Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto polos
umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b) Pemeriksaan radiologi lainnya

11
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan
fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c) Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 5.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 20 September 2017
Jam pengkajian : 16:50 WIB
Diagnosa medis : Fraktur Femur Dextra

A. Biodata
1. Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Patebon, Kendal
Pekerjaan :-

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. J
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Patebon, Kendal
Hubungan dengan pasien : Ayah kandung pasien

13
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama: Sulit bergerak karena fraktur
2. Riwayat penyakit sekarang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya jatuh pada tanggal 18
Agustus 2017 karena dirinya terserempet mobil dan kaki pasien tertimpa motor. Setelah
itu pasien dilarikan ke rumah sakit (UGD) dan langsung digips dan setelah dilakukan
rontgen, dokter mengatakan pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os.
Femur dextra. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area
frakturnya tanggal 19 Agustus 2017, dan jenis operasinya tertutup (close-surgery). Di
rumah sakit, pasien mendapat perawatan luka post-op. Pasien rawat inap selama tiga
hari dan pulang tanggal 22 Agustus, pasien mengatakan setelah pulang dari rawat inap
di rumah sakit tanggal 30 Agustus 2017, pasien sangat sulit bergerak, pasien hanya bisa
tiduran dan duduk karena balutan luka jahitan bekas operasi pada femur kanannya
belum dibuka. Pada tanggal 6 September 2017 setelah balutan luka jahitannya dibuka,
pasien lebih bisa bergerak namun tetap sulit, karena kakinya belum bisa menapak dan
harus menggunakan alat bantu krug. Pasien mengatakan dia hanya bergerak
menggunakan krug di saat mendesak saja, seperti BAB dan mandi. Pasien juga
mengeluh nyeri saat kakinya ditekuk atau diregangkan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien juga tidak pernah
menderita penyakit hepatitis, TBC, dan lain-lain. Pasien tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetic, menular atau alergi.

14
Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Laki-laki meninggal


: Perempuan : Keturunan
: Pasien
: Suami-Istri
: Tinggal serumah

5. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit: Lantai rumah licin,


terkhusus lantai kamar mandi, pencahayaan terang, ventilasi rumahnya sudah bagus.
Kamar mandi rumah pasien tidak terdapat pegangan.

C. Pola Kesehatan Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi dan Management Kesehatan
a. Pasien peduli dan sadar akan kesehatan dirinya sendiri dan segera pergi
memeriksakan dirinya ke dokter jika merasakan gejala-gejala sakit.
b. Pasien sadar akan sakit yang dideritanya saat ini, pasien cukup mengetahui tentang
penyakitnya, bahwa dia menjelaskan apa itu fraktur, dan etiologinya.
c. Pasien melakukan pemeriksaan terhadap kondisi frakturnya secara berkala dan
melakukan perawatan luka post operasi dengan perawat home-care di rumahnya
secara berkala. Asupan makanan pasien juga adekuat untuk kesembuhan lukanya.

15
d. Bila pasien merasakan nyeri pada daerah post operasi frakturnya, pasien meluruskan
kakinya dan tidak banyak bergerak, pasien ke puskesmas terdekat apabila mendapati
dirinya sakit.
e. Pasien tidak meminum obat-obatan/jamu, tidak meminum alkohol dan tidak
merokok. Pasien sebelum sakit rutin berolahraga namun saat sakit pasien tidak
pernah berolahraga karena kondisinya.
f. Pasien tidak memiliki asuransi kesehatan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik


a. Pengkajian nutrisi ABCD
A (Antropometri) : TB: 170 cm BB: 60 kg, BB Ideal: 70kg, IMT: 20,7
B (Biokimia) :-
C (Clinical) : Turgor kulit elastis, konjungtiva tidak anemis, rambut sehat
dan kuat, mukosa lembab.
D (Diit) : Diet TKTP, frekuensi tiga kali sehari, tiap makan habis satu
porsi, tidak ada sensasi mual dan muntah, nafsu makan baik.

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SESUDAH SAKIT

Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari

Jenis Nasi, lauk, sayur, Nasi, lauk, sayur,


buah, teh manis, dan buah, teh manis,
air putih dan air putih

Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis

Pola minum 10 gelas/hari, the, air 10 gelas/hari, the,


putih, susu air putih, susu

Berat badan 60kg 60kg

Keluhan Tidak ada Tidak ada

16
b. Keadaan sakit saat ini tidak mempengaruhi pola makan dan minum pasien
c. Pasien menyukai makanan yang agak asin dan pedas, tidak ada pantangan makanan
dan tidak memiliki alergi.
d. Pasien tidak mengkonsumsi vitamin atau obat penambah nafsu makan, tidak
merasakan mual dan muntah maupun anoreksia, dan tidak ada penurunan berat badan
yang berarti.
e. Pola minum pasien seperti biasa, pasien minum ±10 gelas per hari (air, susu, teh)
f. Pasien tidak terpasang infus

3. Pola Eliminasi
a. Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1x/hari pagi 1x/hari pagi

Konsistensi Lunak berbentuk Lunak berbentuk

Bau Khas Khas

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Pasien BAB sekali dalam sehari biasanya pada saat pagi, konsistensi lunak berbentuk
dengan bau khas dan warna kuning kecoklatan, pasien agak susah dalam BAB
karena kesulitan menekuk kakinya saat BAB.

17
b. Eliminasi Urin

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 6-8x/hari 6-8x/hari

Pancaran Kuat Kuat

Jumlah ± 250 cc sekali ± 250 cc sekali


(BAK) (BAK)

Bau Amoniak Amoniak

Warna Kuning Pucat Kuning Pucat

Perasaan setelah Puas Puas


BAK
Total produksi urine ± 1.500-2.000 cc/hari ± 1.500-2.000
cc/hari

Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya, pasien akan BAK jika sudah terasa sangat
mendesak dikarenakan pergerakannya yang terbatas dan susah, namun warna, bau
dan jumlahnya normal (warna kuning pucat, bau khas amoniak, jumlah ±1000-2000
cc/hari). Pasien tidak mengalami nyeri saat BAK maupun kesulitan posisi saat BAK.

4. Pola Aktivitas dan Kemandirian

Aktivitas Dibantu Mandiri Keterangan

Selama seminggu setelah


rawat inap dari RS, mandi
masih disibin oleh keluarga.
Mandi √ -
Saat pengkajian, pasien
sudah dapat mandi sendiri di
kamar mandi dengan alat

18
bantu krug.

Pasien dapat berpakaian


Berpakaian - √ sendiri

Pasien pergi ke toilet dengan

Pergi ke toilet √ - dibantu alat krug atau


dipapah oleh keluarga

Pasien berjalan

Berpindah/berjalan √ - menggunakan alat bantu


jalan krug

Pasien BAB dan BAK


Mengontrol BAB mandiri dengan alat bantu
√ -
dan BAK jalan krug

Pasien dapat mandiri dalam


Makan minum - √ makan minum

Tingkat E
ketergantungan

Keterangan Penilaian :
A : Mandiri untuk 6 fungsi E : Mandiri untuk 2 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi F : Mandiri untuk 1 fungsi
C : Mandiri untuk 4 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi
D : Mandiri untuk 3 fungsi

19
a. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
b. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
c. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
d. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
e. Klien tampak lambat saat bergerak
f. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi

5. Pola Istirahat Tidur

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah jam tidur siang - -

Jumlah jam tidur 6-7jam 6-7jam


malam
Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada

Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

Perasaan waktu Lega Lega


bangun

Saat dikaji, klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit, klien tidak memiliki
masalah berarti saat tidur. Klien tidak mengalami perubahan pola tidur. Namun saat
dirawat di rumah sakit, klien mengatakan sering terganggu tidurnya karena nyeri post-op
yang dirasakan. Saat dikaji, klien tiap harinya tidur selama 6-7 jam, klien tidak terbiasa
tidur siang. Klien tidak mengalami gangguan tidur dan klien merasa nyaman saat
bangun.

6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif


a. Klien tidak mengalami keluhan yang berarti yang berkenaan dengan kemampuan
sensasi, baik penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap, dan sensasi perabaan.
b. Klien tidak memakai alat bantu seperti kacamata atau alat bantu dengar.

20
c. Klien dapat mengingat, berbicara, dan memahami pesan yang diterima dengan baik,
dan dapat mengambil keputusan yang bersifat sederhana.
d. Klien mengeluh nyeri dengan persepsi sebagai berikut :
P (Paliatif) : Ketika digerakkan (ditekuk/diregangkan)
Q (Quality) : Ditusuk-tusuk
R (Regio) : Femur kanan
S (Skala/Severity): 3 (ringan)
T (Time) : Hilang-timbul

7. Persepsi Diri dan Konsep Diri


a. Klien merasa sakit yang dideritanya sebagai sebuah ujian dalam hidupnya dan klien
berharap setelah menjalani perawatan klien dapat segera pulih dan menjalani aktivitas
seperti biasanya.
b. Perasaan klien saat dikaji yaitu pasien merasa kurang nyaman dengan kondisinya,
karena klien tidak dapat bergerak secara bebas dan nyeri yang dirasakannya.
c. Konsep diri klien :
1) Klien merasa kondisi sakitnya saat ini membuat dirinya kurang percaya diri, dan
malu untuk menampakkan diri didepan umum.
2) Klien tidak memiliki masalah dengan identitas dirinya sebelum dan sesudah
kondisi sakitnya.
3) Selama kondisi sakitnya, klien tidak mengalami perubahan peran.
4) Harapan klien saat dikaji yaitu klien ingin segera kakinya bisa normal kembali
dan dapat berjalan seperti sedia kala.
5) Saat dikaji, klien mengaku merasa tidak nyaman dan malu dengan kondisinya
karena menggunakan alat bantu jalan. Klien tidak percaya diri untuk
menunjukkan dirinya keluar rumahnya.

21
8. Pola Hubungan dengan Orang Lain
a. Klien mampu berkomunikasi dengan relevan, jelas, mampu mengekspresikan dan
mampu mengerti orang lain
b. Klien paling dekat dengan orang tuanya dan orang tuanya adalah orang yang paling
berpengaruh bagi klien.
c. Bila memiliki masalah, klien selalu meminta bantuan kepada ibu atau ayahnya.
d. Klien tidak memiliki kesulitan hubungan dalam keluarga.

9. Pola Reproduksi dan Seksual


Klien belum menikah, klien sudah disunat, klien mengerti tentang kondisi dan fungsi
seksualnya.

10. Pola Mekanisme Koping


a. Dalam mengambil keputusan, klien selalu meminta pendapat kepada orang tuanya
atau dengan cara musyawarah dalam keluarga.
b. Bila menghadapi suatu masalah, klien selalu bercerita dengan orang tuanya atau
dengan teman terdekatnya.
c. Upaya klien dalam mengatasi masalahnya yaitu klien berusaha untuk mencapai
kesembuhannya dengan melakukan checking secara rutin dan tidak menentang apa
yang diinstruksikan dokter atau perawat.

11. Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan


a. Menurut klien, sumber kekuatan baginya adalah Allah Swt. Dan keluarganya.
b. Selama kondisi sakitnya, klien melaksanakan ibadah dengan cara duduk karena
keterbatasan geraknya.
c. Tidak ada keyakinan / kebudayaan yang dianut pasien yang berhubungan dengan
kesehatan.
d. Klien yakin dengan pengobatan yang dijalaninya dan tidak ada pertentangan dengan
nilai/kebudayaan yang dianut

22
D. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan/keadaan umum : Tampak lemah / compos mentis
2. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 130/100 mmHg
b. Nadi : 90 x/menit (teratur dan kuat)
c. Pernapasan : 18 x/menit (teratur dan kuat)
d. Suhu : 38 ⁰C
3. Pengukuran antropometri : TB : 170 cm BB : 60 kg BB ideal : 70kg
IMT : 20,7
4. Kepala : Bentuk bulat simetris, tidak ada luka
a. Rambut : Hitam, agak ikal, tebal, agak kotor
b. Mata : Mampu melihat jelas pada jarak normal (6m), ukuran
pupil kecil dan keduanya bereaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, tidak memakai alat bantu penglihatan dan tidak ada
sekret pada mata.
c. Hidung : Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada sekret, tidak
ada epistaksis, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak
menggunakan oksigen
d. Telinga : Mampu mendengar dengan jelas pada jarak yang normal,
tidak ada nyeri, tidak ada sekret telinga, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan
alat bantu
e. Mulut : Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda,
bersih, gigi utuh, agak kuning, dan bersih, gusi tidak bengkak, tidak ada bau mulut,
bibir lembab dan berwarna merah kehitaman
f. Leher dan Tenggorokan : Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan pada leher, tidak
ada alat yang terpasang, tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada pembesaran tonsil,
vena jugularis tidak menonjol, tidak ada obstruksi jalan nafas
g. Ekspresi wajah: Tidak menunjukkan ekspresi wajah nyeri, tetapi saat kakinya
ditekuk/diregangkan, ekspresi wajah pasien tampak meringis/mengernyit menahan
nyeri.

23
5. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri,
tidak ada luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada
jejas, nafas teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus
kanan dan kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi sonor
4) Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan, suara vesikuler
b. Jantung
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada memar
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, ictus
cordis teraba di SIC ke-5, midclavicula sinistra
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal,
tidak ada bunyi jantung tambahan.
c. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
2) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 10x/menit
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba
massa
4) Perkusi : Terdengar bunyi timpani
6. Genital : Bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi, tidak
terpasang kateter dan tidak ada hemoroid

24
7. Ekstremitas
a. Inspeksi Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : Cepat (< 2 detik)
c. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas
Kanan (Tangan) Kiri (Tangan)
5 5

Kanan (Kaki) Kiri (Kaki)


2 5

1) Pada tangan kanan dan kiri, kekuatan otot klien berada pada skala 5, gerakan
normal penuh, menentang gravitasi, dengan penahanan penuh, dibuktikan dengan
klien mampu menggenggam dengan erat dan mengangkat kedua tangannya
keatas.
2) Kekuatan otot pada kaki kanan pasien berada pada skala 2, gerakan otot penuh
menentang gravitasi dengan sokongan, terbukti dengan klien tidak mampu
menggerakkan kaki kanannya secara mandiri dan harus disokong dengan alat
bantu jalan (krug). Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki
kanannya
8. Kulit : Kulit bersih, warna sawo matang, lembab, turgor elastis, tidak ada edema.
Terdapat luka bekas jahitan sepanjang ±20 cm di femur kanan superior, luka sudah mulai
kering, tidak ada tanda infeksi, balutan luka sudah dibuka.

E. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Hasil rontgen)
Hasil rontgen di daerah femur dextra ap-lat menunjukkan tampak fraktur kominutif pada
1/3 distal os. Femur dextra dengan aposisi dan aligment kurang baik, tak tampak lusensi
soft tisue, tampak soft tisue swelling
2. Diit yang diperoleh : TKTP, tiga kali sehari satu porsi

25
ANALISA DATA
A. Pengelompokan Data
1. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area frakturnya
b. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
c. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
d. Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki kanannya
e. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
f. Klien mengatakan takut jatuh karena jalannya yang tidak seimbang
2. Data Obyektif
a. pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os. Femur dextra
b. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
c. Klien tampak lambat saat bergerak
d. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi
e. Klien tampak tidak nyaman dengan keadaannya
f. Klien tidak seimbang saat berjalan dan tampak kesulitan

TGL/JAM Data Fokus Masalah Etiologi

20-09-2017 DS: Hambatan Gangguan


16.50 WIB a. Klien mengatakan Mobilitas Fisik muskuloskeletal
sulit bergerak
karena fraktur pada
femur kanannya
b. Klien mengatakan
tidak bisa
beraktivitas normal
seperti biasanya
karena fraktur
tersebut

26
c. Klien mengatakan
belum bisa
menapakkan telapak
kaki kanannya
d. Klien mengatakan
kesulitan berpindah
dari berdiri ke
duduk
DO:
a. pasien menderita
fraktur kominutif
pada 1/3 distal os.
Femur dextra
b. Klien tampak
kesulitan saat
bergerak atau
berpindah
c. Klien tampak
lambat saat
bergerak
d. Klien tampak
kesulitan
membolak-balik
posisi
20-09-2017 DS: Klien mengatakan Resiko Jatuh Penggunaan alat
16.50WIB takut jatuh karena bantu (krug)
jalannya yang tidak
seimbang
DO: Klien tidak
seimbang saat berjalan
dan tampak kesulitan

27
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
dibuktikan dengan klien kesulitan bergerak (00085)
Diagnosa 2 : Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu (krug) (00155)

PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. Prioritas Diagnosa

Diagnosa Keperawatan Prioritas Rasional

Masalah tersebut yang


paling mengganggu
klien dan menghambat

Hambatan mobilitas penyembuhan klien, jika

fisik berhubungan tidak teratasi maka klien

dengan gangguan akan terganggu


Prioritas Sedang pergerakan dan
muskuloskeletal ditandai
dengan klien kesulitan aktivitasnya, masalah

bergerak tersebut jika tidak


teratasi maka masalah
lain juga tidak bisa
teratasi

Resiko jatuh akan

Resiko jatuh teratasi dengan

berhubungan dengan sendirinya jika masalah


Prioritas Rendah dengan prioritas sedang
penggunaan alat bantu
(krug) (hambatan mobilitas
fisik) teratasi

28
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan & Paraf
Dx. Kep. Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Setelah Kaji kemampuan Sebagai data dasar
dilakukan pasien dalam untuk melakukan
tindakan mobilisasi intervensi
keperawatan selanjutnya
selama 3 x 1 Muna

pertemuan, Bantu klien untuk Memudahkan


diharapkan menggunakan pasien dalam
hambatan tongkat saat mobilisasi
Hambatan
mobilitas fisik berjalan dan
mobilitas
klien dapat cegah terhadap
fisik
teratasi, cedera
berhubunga
dengan kriteria
n dengan
hasil : Ajarkan pasien Menambah
gangguan
a. Klien tentang teknik pengetahuan pasien
muskuloske
mampu ambulasi dan pasien dapat
letal
meningkat kooperatif
ditandai
dalam
dengan
aktivitas Ajarkan pasien Agar menambah
klien
fisik bagaimana pengetahuan pasien
kesulitan
b. Klien merubah posisi dan pasien dapat
bergerak
mampu dan berikan kooperatif
berjalan bantuan jika
dengan diperlukan
langkah
yang
efektif
dengan alat
bantu

29
c. Klien
mampu
bergerak
dengan
mudah
Setelah Identifikasi Mengetahui
dilakukan perilaku dan seberapa besar Muna

tindakan faktor yang resiko pasien akan


keperawatan mempengaruhi mengalami jatuh
selama 3 x 1 risiko jatuh
pertemuan, Menghindari atau
diharapkan Identifikasi meminimalisir
klien tidak karakteristik faktor lingkungan
beresiko jatuh, lingkungan yang yang dapat
dengan kriteria dapat meningkatkan
Resiko
hasil : meningkatkan potensi pasien jatuh
jatuh
a. Perilaku potensi untuk
berhubunga
penecgaha jatuh Menurunkan resiko
n dengan
n jatuh: jatuh klien
penggunaan
tindakan Sarankan
alat bantu
individu perubahan dalam
(krug)
atau gaya berjalan Menambah
pemberi pasien pengetahuan
asuhan anggota keluarga
untuk Didik anggota pasien dan anggota
meminimal keluarga tentang keluarga pasien
kan faktor faktor risiko yang dapat kooperatif
resiko yang berkontribusi
dapat terhadap jatuh
memicu dan bagaimana
jatuh di mereka dapat

30
lingkungan menurunkan
individu resiko tersebut
b. Tidak ada
kejadian
jatuh

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.
Dx. Tgl./Jam Tindakan Respon Pasien Paraf

Kep.
S: Pasien mengatakan
otot kaki kanannya
belum kuat untuk
menopang berat
badan, berjalan masih
kesulitan, masih
kesulitan berpindah
27-09-17
Mengkaji kemampuan dari duduk ke berdiri
1 16.00
pasien dalam mobilisasi maupun sebaliknya Mei
WIB
O: Pasien tampak
masih kesulitan dalam
bergerak dan berjalan,
pasien membutuhkan
tenaga lebih untuk
menggerakkan kaki
kanannya
Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan
27-09-17
perilaku dan faktor sering hampir jatuh
2 16.10
yang mempengaruhi saat dirinya latihan Mei
WIB
risiko jatuh berjalan, dan pasien

31
menggunakan dinding
sebagai pegangannya
selain dari alat bantu
jalannya
O: Saat latihan, pasien
tampak tidak
seimbang saat berdiri
dan berpotensi untuk
jatuh
S: Pasien mengatakan
sering hampir jatuh
saat dirinya berjalan
menggunakan alat
Mengidentifikasi bantu karena lantai
27-09-17 karakteristik rumah yang agak Mei
2 16.20 lingkungan yang dapat licin, terkhusus di
WIB meningkatkan potensi kamar mandi
untuk jatuh O: Lantai rumah
pasien tampak licin
dan berpotensi untuk
meningkatkan resiko
jatuh pasien
S: Pasien mengatakan
paham dan
mengetahui setelah Meli
28-09-17 diajarkan materi
Mengajarkan pasien
1 16.30 tersebut
tentang teknik ambulasi
WIB O: Pasien dapat
mendemonstrasikan
apa yang telah
diajarkan

32
S: Pasien mangatakan
paham dan tahu
Mengajarkan pasien
28-09-17 terhadap apa yang Meli
bagaimana merubah
1 16.45 disampaikan
posisi dan berikan
WIB O: Pasien dapat
bantuan jika diperlukan
mengikuti apa yang
diajarkan
S: Pasien mengatakan
dirinya dirumah sudah
mencoba Meli
menggunakan tongkat
Membantu klien untuk pembantu (krug)
28-09-17
menggunakan tongkat untuk berjalan
1 17.00
saat berjalan dan cegah O: Pasien dapat
WIB
terhadap cedera menggunakan alat
bantu jalan, tetapi
belum mengetahui
cara menggunakannya
dengan benar
S: Pasien mengatakan
akan mengikuti apa
yang telah disarankan Ulfa
29-09-17 Menyarankan
O: Gaya berjalan
2 16.30 perubahan dalam gaya
pasien masih tampak
WIB berjalan pasien
sama seperti
sebelumnya, belum
ada perubahan
Membantu klien untuk S: Pasien mengatakan
29-09-17 menggunakan tongkat sudah bisa berjalan
1
16.35 saat berjalan dan cegah menggunakan alat Ulfa
terhadap cedera bantu dengan mudah

33
dan tidak sesulit
kemarin
O: Pasien tampak
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
langkah yang sudah
tidak tertatih-tatih,
namun belum efektif
S: Anggota keluarga
Mendidik anggota mengetahui dan
keluarga tentang faktor paham terhadap apa Ulfa
risiko yang yang disampaikan
29-09-17
berkontribusi terhadap O: Ekspresi muka
2 16.45
jatuh dan bagaimana anggota keluarga
WIB
mereka dapat pasien tampak paham
menurunkan resiko dan tidak
tersebut menunjukkan
kebingungan

EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan & Catatan Paraf
Tgl./Jam
Keperawatan Kriteria Hasil Perkembangan
Hambatan Setelah S: Pasien mengatakan
mobilitas fisik dilakukan masih kesulitan untuk
berhubungan tindakan bergerak dan berjalan, Mei
27-09-17
dengan keperawatan masih sulit berpindah
16.30
gangguan selama 3 x 1 posisi
WIB
muskuloskelet pertemuan O: Pasien tampak masih
al ditandai jam, kesulitan untuk
dengan klien diharapkan bergerak, menggunakan
kesulitan hambatan tenaga lebih untuk

34
bergerak mobilitas fisik menggerakkan kaki
klien dapat kanannya
teratasi, A: Masalah hambatan
dengan kriteria mobilitas fisik belum
hasil : teratasi
a. Klien P: Lanjutkan intervensi:
mampu a. Ajarkan pasien
meningkat tentang teknik
dalam ambulasi
aktivitas b. Ajarkan pasien
fisik bagaimana
b. Klien merubah posisi
mampu dan berikan
berjalan bantuan jika
dengan diperlukan
langkah c. Bantu klien
yang untuk
efektif menggunakan
dengan alat tongkat saat
bantu berjalan dan
c. Klien cegah terhadap
mampu cedera
bergerak S: Pasien mengatakan
dengan sudah mulai paham
mudah teknik ambulasi yang Meli
28-09-17 diajarkan dan mulai
17.15 bisa berpindah posisi
WIB dengan mudah, namun
masih kesulitan untuk
berjalan
O: Pasien tampak lebih

35
kooperatif dengan apa
yang diajarkan, yaitu
teknik ambulasi dan
merubah posisi. Pasien
juga sudah mulai bisa
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
benar, namun jalannya
masih tertatih-tatih.
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
S: Pasien mengatakan
sudah latihan berjalan
keliling ruangan Ulfa
didalam rumah dan
berjalannya sudah tidak
sesulit kemarin
29-09-17
O: Pasien tampak
17.00
berjalan dan bergerak
WIB
dengan lebih mudah,
sudah tidak terlalu
menggunakan
tenaganya untuk
menggerakkan kaki
kanannya, namun

36
belum bisa berjalan
dengan langkah yang
efektif
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik sebagian
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Setelah S: Pasien mengatakan
dilakukan sering hampir jatuh saat
tindakan latihan karena lantai Mei
keperawatan rumahnya yang licin,
selama 3 x 1 terkhusus lantai kamar
pertemuan, mandi
diharapkan O: Pasien tampak tidak
Resiko jatuh klien tidak seimbang saat berjalan
berhubungan beresiko jatuh, dan berpotensi untuk
27-09-17
dengan dengan kriteria jatuh jika tidak
16.30
penggunaan hasil : menggunakan alat
WIB
alat bantu c. Perilaku bantu saat berjalan
(krug) penecgaha A: Masalah resiko jatuh
n jatuh: belum teratasi
tindakan P: Lanjutkan intervensi:
individu a. Sarankan
atau perubahan
pemberi dalam gaya
asuhan berjalan pasien
untuk b. Didik anggota

37
meminimal keluarga tentang
kan faktor faktor risiko
resiko yang yang
dapat berkontribusi
memicu terhadap jatuh
jatuh di dan bagaimana
lingkungan mereka dapat
individu menurunkan
d. Tidak ada resiko tersebut
kejadian S: Pasien mengatakan
jatuh selama sakit ini belum
pernah terjatuh tapi Meli
sering mengalami
resiko jatuh (hampir
jatuh), pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan dan saat
di kamar mandi
O: Pasien masih belum
28-09-17
seimbang gaya
17.15
berjalannya, dan
WIB
tampak akan jatuh,
namun pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan
A: Masalah resiko jatuh
sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
a. Sarankan
perubahan
dalam gaya

38
berjalan pasien
b. Didik anggota
keluarga tentang
faktor risiko
yang
berkontribusi
terhadap jatuh
dan bagaimana
mereka dapat
menurunkan
resiko tersebut
S: Pasien mengatakan
sudah mengetahui dan
paham perilaku/faktor Ulfa
dan kondisi lingkungan
yang dapat
meningkatkan potensi
untuk jatuh, sudah tidak
pernah merasa hampir
jatuh, dan keluarga
29-09-17
pasien sudah kooperatif
17.00
untuk meminimalisir
WIB
faktor resiko jatuh
pasien
O: Pasien dan keluarga
pasien sudah tampak
kooperatif, dan gaya
berjalan pasien sudah
seimbang, pasien sudah
sepenuhnya berhati-hati
dalam berjalan demi

39
keselamatannya
A: Masalah resiko jatuh
teratasi
P: Hentikan intervensi

40
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur adalah kondisi tulang yang patah atau terputus sambungannya akibat
tekanan berat. Tulang merupakan bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan
yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi fraktur. Gaya tekan
berlebih yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras, gerakan memuntir atau
meremuk yang terjadibmendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Penyebab dari
fraktur yaitu trauma, patologis ; metastase dari tulang, degenerasi, spontan, kisalnya
akibat tarikan otot yang sangat kuat.
B. Saran

Kepada pembaca, diharapkan menuliskan kritik maupun saran atas kekurangan


yang terdapat pada makalah ini. Semoga materi yang disampaikan dapat bermanfaat bagi
pembaca.

41
DAFTAR PUSTAKA

Istianah, Umi. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Pustaka Baru Press : Yogyakarta
Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Salemba Medika : Jakarta
C.Smeltzer, Susan. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & suddarth. EGC : Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai