Anda di halaman 1dari 5

Cerita Rakyat Malin Kundang, Sumatera Barat

Siapa tidak mengetahui cerita rakyat terkenal dari daerah Sumatera Barat, Malin Kundang? Seorang
anak durhaka, malu mengakui ibunya karena miskin sehingga disumpahi oleh ibunya menjadi batu.
Konon cerita ini terjadi di perkampungan pantai Air Manis, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang,
Sumatera Barat.

Legenda Malin Kundang

Alkisah hidup sebuah keluarga kecil miskin di perkampungan pantai Air Manis, pesisir pantai Sumatera
Barat. Untuk penghidupan, sang ayah bekerja sebagai nelayan. Keluarga tersebut memiliki seorang anak
laki-laki bernama Malin Kundang. Sedangkan ibunya bernama Mande Rubayah. Sekian lama hidup
dalam kemiskinan, sang ayah memutuskan untuk merantau ke negeri seberang dengan harapan
mendapat kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya.

Sepeninggal suaminya merantau, Ibu Malin Kundang, Mande Rubayah mengambil alih peran mencari
nafkah ayah Malin Kundang. Ia sehari-hari bekerja menangkap ikan di pantai atau berkeliling kampung
berjualan kue. Sementara sang ayah telah lama merantau untuk mencari kehidupan lebih baik bagi
keluarganya, namun hingga kini belum juga kembali. Mande Rubayah beserta Malin menunggu
kepulangan sang ayah tercinta namun telah satu tahun lamanya tidak ada kabar berita. Hal ini membuat
Mande Rubayah dan anaknya Malin Kundang merasa sedih.

“Dimanakah ayah sekarang Bundo? Kenapa belum juga pulang?” Malin bertanya kepada ibunya.

“Ayahmu tengah merantau, mencari nafkah bagi kehidupan kita. Bersabarlah nak.” jawab ibunya.

Meski dibesarkan tanpa kehadiran sang ayah tercinta, Malin tumbuh menjadi anak cerdas dan mudah
bergaul dengan siapa saja walaupun sedikit nakal. Ia sering mengejar-ngejar ayam dan memukulnya
dengan sapu. Suatu hari, kaki Malin terantuk batu hingga terjatuh ketika tengah mengejar seekor ayam
sambil memegang sapu. Akibatnya lengan kanannya terluka dan luka tersebut berbekas tidak bisa
hilang.

Kehidupan miskin, membuat Malin Kundang ingin merantau. Ia berpikir jika berhasil dalam
perantauannya, ibunya tak perlu lagi hidup dalam kemiskinan. Tidak perlu lagi berkeliling kampung
berjualan kue. Malin Kundang kemudian meminta izin ibunya untuk merantau.

“Bundo, Malin tidak tega melihat Bundo setiap hari berjualan kue keliling kampung. Malin ingin
membantu meringankan beban Bundo. Malin ingin merantau Bundo. Jika telah berhasil nanti, Bundo
tidak perlu lagi hidup dalam kemiskinan. Izinkan anakmu ini untuk pergi merantau, untuk mencari
penghidupan yang lebih baik.” kata Malin.

“Nak, Bundo mengerti keinginanmu untuk meringankan beban Bundo, tapi Bundo khawatir Engkau tidak
kembali seperti ayahmu. Telah lama ayahmu pergi merantau, tetapi hingga kini belum juga kembali.”
jawab Ibu Malin.

“Tetapi sampai kapan kita akan hidup miskin seperti ini Bundo? Malin ingin berhasil. Malin berjanji jika
telah berhasil nanti, Malin akan pulang. Jika Malin tidak merantau maka kehidupan kita akan tetap
seperti ini Bundo.” Malin memohon.
Mendengar keinginan anak kesayangannya, Mande Rubayah tak kuasa menolaknya, walaupun
sebenarnya ia tidak setuju. Ia khawatir anaknya akan hilang di perantauan dan tidak kembali seperti
terjadi pada ayahnya. “Baiklah anakku. Jika itu memang keinginanmu, Bundo tidak bisa menolaknya.
Bundo akan selalu mendoakanmu nak, agar cita-citamu cepat tercapai. Dan berjanjilah Malin, jika
engkau telah berhasil di perantauan, kembalilah pulang. Jangan sekali-kali lupakan Bundo.”

“Tidak Bundo. Malin tidak akan pernah melupakan Bundo tercinta. Justru Malin ingin merantau agar
bisa berhasil. Malin ingin Bundo bisa hidup berbahagia.” jawab Malin Kundang. Malin merasa senang
karena ibunya akhirnya mengizinkan dirinya merantau.

Pergi Merantau

Sejak saat itu, setiap hari Malin pergi ke pantai Air Manis berharap ada kapal berlabuh. Ia telah bertekad
kuat untuk pergi merantau demi penghidupan yang lebih baik.

Suatu hari, sebuah kapal dagang berlabuh di pantai Air Manis. Betapa gembiranya hati Malin Kundang
ketika melihat ada kapal dagang tengah berlabuh di Pantai Air Manis. Ia meminta izin nahkoda kapal
untuk menumpang kapal tersebut. “Wahai Nahkoda kapal yang mulia. Izinkanlah hamba untuk
menumpang kapal ini. Hamba sangat ingin merantau agar bisa membahagiakan ibu hamba.” kata Malin.

“Baiklah anak muda, Engkau boleh menumpang di kapal ini dengan syarat Engkau mau membantu
pekerjaan para awak kapal.” Nahkoda kapal tersebut mengizinkan Malin menumpang kapalnya.

“Terima kasih Nahkoda kapal yang budiman. Hamba akan pulang sebentar untuk membawa bekal dan
memberitahu ibu hamba.” jawab Malin.

Malin segera berlari ke rumahnya guna memberitahu ibunya bahwa ia akan segera pergi berlayar.
“Bundo, Malin mendapat izin dari Nahkoda untuk menumpang kapal. Malin mohon pamit Bundo untuk
pergi berlayar mencari penghidupan yang lebih baik. Malin berjanji akan kembali setelah berhasil
Bundo.”

“Baik-baiklah di rantau Nak. Bekerja keras dan jujurlah agar hidupmu berhasil.” Ibu Malin menasihati
sambil berlinang air mata. Setelah berpamitan kepada ibunya, Malin Kundang akhirnya pergi berlayar
untuk merantau. Hanya berbekal sedikit uang dan tujuh bungkus nasi, Malin memulai
pengembaraannya.

Selama berlayar, Malin Kundang banyak membantu nahkoda kapal melakukan perkerjaan-pekerjaan
sehari-hari seperti menyapu, mengepel, membersihkan peralatan kotor dan berbagai pekerjaan lainnya.
Sementara itu juga, Malin banyak mempelajari berbagai hal ilmu pelayaran. Nahkoda kapal dan awak
kapal senang berbagi pengalaman mereka kepada Malin.

Diserang Bajak Laut Dan Terdampar

Tidak disangka kejadian buruk menimpa kapal tersebut. Bajak Laut menyerang kapal dagang tersebut.
Malin Kundang bersembunyi di sebuah ruangan kecil tertutup tumpukan kayu. Para perompak
membunuh nahkoda kapal beserta seluruh awaknya. Para perompak juga merampas seluruh harta
benda di kapal tersebut. Beruntung, Malin Kundang selamat dari serangan Bajak Laut tersebut.

Kapal tersebut kemudian terombang-ambing di lautan. Malin memasrahkan nasibnya pada Tuhan.
Akhirnya kapal tersebut terdampar di sebuah pantai. Ia kemudian berjalan menuju desa terdekat dari
pantai tersebut. Orang-orang di desa tersebut segera menolong Malin. Ia sangat bersyukur karena
orang-orang di desa mau menolongnya. Setelah agak sehat, Malin menceritakan perihal dirinya yang
menumpang kapal untuk pergi merantau, namun di pertengahan jalan kapal yang ditumpanginya
diserang bajak laut. Penduduk desa kemudian mempersilahkan Malin untuk tinggal di desa mereka.
Malin Kundang akhirnya memutuskan untuk tinggal di desa tersebut.

Menjadi Saudagar Kaya Raya

Malin kemudian berkerja serabutan di desa tersebut. Ternyata desa tersebut memiliki alam sangat
subur. Ia berkerja sangat keras dan sangat hemat. Sebagian penghasilannya dari kerja serabutan tersebut
ia tabung. Ketika tabungannya sudah cukup banyak, ia lantas mencoba berdagang. Orang-orang senang
bertransaksi jual beli dengannya karena kejujurannya. Dalam bekerja, Malin selalu teringat akan nasihat
ibunya yang memintanya untuk bersikap jujur dan bekerja keras.

Singkat cerita, Malin Kundang kini telah berubah menjadi seorang saudara kaya raya. Ia mulai
mengadakan perdagangan ke desa-desa lainnya bahkan antar pulau. Untuk keperluan perdagangan
antar pulau, ia menyewa kapal-kapal dagang. Setelah perdagangannya makin membesar, ia akhirnya
mampu membeli kapal-kapal dagang sendiri. Lebih dari seratus orang bekerja padanya. Kekayaannya
sangat banyak dan tidak ada saudagar di desa tersebut dapat menyaingi kekayaannya. Ia lantas menikahi
gadis paling cantik di desa tersebut, putri dari keluarga kaya raya.

Malin Kembali Ke Kampung Halamannya

Sementara, di Perkampungan Pantai Air Manis, Mande Rubayah, ibunda Malin Kundang, terus
menunggu kabar anaknya. Ia sangat khawatir jika anaknya bernasib sama seperti ayahnya yang hilang
entah dimana. Setiap ada kapal berlabuh di Pantai Air Manis, Mande Rubayah akan segera mencari tahu
apakah anaknya berada di kapal tersebut. Namun telah sekian lama anaknya tidak juga terlihat.

Pada suatu hari, Mande Rubayah mendengar kabar ada sebuah kapal dagang berlabuh di Pantai Air
Manis. Ia segera berlari ke pelabuhan untuk mencari tahu apakah anaknya ada di kapal tersebut. Detak
jantung Mande Rubayah kian cepat saat dari kejauhan ia melihat anaknya berdiri bersama seorang
perempuan cantik di kapal dagang mewah tersebut. Ia benar-benar yakin bahwa orang itu adalah
anaknya, Malin Kundang, karena di lengan kanannya ada bekas luka sewaktu terjatuh mengejar ayam
dahulu. Mande Rubayah bertambah gembira saat orang-orang berseru bahwa Malin Kundang adalah
pemilik kapal dagang mewah tersebut.

Malin Kundang yang berpakaian mewah kemudian menuruni kapal. Mande Rubayah segera berlari
mendekati Malin. Tanpa basa-basi Ia langsung memeluknya anaknya erat-erat. “Malin anakku, kenapa
lama sekali tak ada kabar darimu Nak? Bundo sangat khawatir. Bundo senang akhirnya engkau pulang
kembali dengan selamat.”

Malin melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya dengan kasar hingga terjatuh. “Hai perempuan
tua miskin tidak tahu sopan santun, Siapakah engkau? Berani-beraninya memelukku.” bentak Malin
pada Ibunya.
Malin Kundang sesungguhnya mengetahui pasti bahwa perempuan tua miskin yang memeluknya itu
adalah ibu kandungnya, Mande Rubayah. Namun ia dihinggapi rasa malu luar biasa karena ibunya
terlihat sangat miskin dengan pakaian lusuh. Ia malu pada istri dan anak buahnya karena memiliki ibu
miskin.

“Malin apa katamu? Engkau tak mengenal ibumu sendiri Nak? Aku Mande Rubayah, ibu kandungmu
Malin. Bundo yakin Engkau adalah Malin anak Bundo. Di tangan kananmu ada luka Malin.” Mande
Rubayah sangat terkejut dengan sikap anaknya.

“Kakanda, perhatikan dahulu baik-baik apakah ibu tua itu adalah ibu kandung kakanda. Jangan langsung
mengusir secara kasar begitu.” Istri Malin mengingatkan suaminya.

“Dia bukan ibu kandungku. Ia hanya seorang pengemis tua mengaku-ngaku sebagai ibuku karena aku
saudagar kaya-raya. Ibu kandungku telah lama meninggal sewaktu aku masih kecil. Pergi engkau
menjauh dari kapalku! Pergilah jauh-jauh!” Teriak Malin seraya mendorong ibu kandungnya hingga jatuh
terjerembab.

Malin Kundang Dikutuk Menjadi Batu

Hati Mande Rubayah sangat sakit hati dengan perlakuan Malin, anak kandungnya tercinta. Ia segera
pergi menjauh dari Malin Kundang. Kemudian Mande Rubayah mengangkat tangannya ke atas kemudian
berdoa, “Ya Tuhan, sekiranya lelaki yang tidak mau mengakui hamba sebagai ibu kandungnya dan
mendorong hamba hingga jatuh adalah benar-benar anakku, Malin Kundang, maka aku sumpahi ia
berubah menjadi batu.”

Tidak lama kemudian Malin kembali ke kapal dagang mewahnya. Ia memerintahkan anak buahnya agar
pergi dari Pantai Air Manis. Saat itu langit terlihat cerah dan angin bertiup sepoi-sepoi. Kapal dagang
tersebut perlahan-lahan pergi meninggalkan Pantai Air Manis. Tapi tak lama kemudian kejadian aneh
terjadi. Angin badai datang tiba-tiba lalu menghantam kapal dagang milik Malin. Begitu hebatnya badai
dan besarnya ombak di lautan, kapal Malin hancur berkeping-keping seketika.

Tubuh Malin Kundang terseret ombak kemudian terdampar kembali di Pantai Air Manis. Tidak lama
kemudian tubuhnya berubah menjadi batu dalam kondisi tengah bersujud meminta ampun pada ibunya.
Malin Kundang, anak durhaka yang malu mengakui ibu kandungnya, kini telah menerima azab berubah
menjadi batu.

Fakta Mengenai Batu Malin Kundang

Kisah seorang anak durhaka yang menjadi batu di pantai Air Manis telah membuat pantai Air Manis yang
tenang menjadi lokasi wisata yang ramai. Namun, batu Malin Kundang di pantai Air Manis yang
menyerupai sesosok pria yang tengah bersujud, sejatinya tidak terbentuk secara alami, tetapi
merupakan relief batu hasil karya Dasril Bayras dan Ibenzani Usman yang dibuat pada tahun 1980.

Obyek Wisata Pantai Air Manis

Pantai Air Manis terletak di Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Berjarak 15 km
dari pusat Kota Padang, Sumatera Barat. Dari Bandara Internasional Minangkabau, pengunjung bisa
pergi ke Air Manis melalui Kota Padang. Pasirnya berwarna putih kecoklatan. Tidak jauh dari tepian
pantai Air Manis, terdapat sebuah pulau kecil seluas sekitar satu hektar bernama pulau Pisang. Jika air
sedang surut, kita bisa berjalan kaki dari pantai Air Manis ke pulau Pisang. Namun kita harus segera
kembali ke pantai Air Manis, karena hanya dalam beberapa jam, air kembali pasang jadi kita tidak bisa
kembali kecuali naik perahu.

Para pengunjung bisa menyewa perahu motor untuk mengunjungi pulau Sikuai yang berada di sebelah
pulau Pisang. Untuk urusan makanan tidak perlu kuatir, karena di dekat pantai ada restoran yang
menjual ikan bakar, nasi kapau maupun makanan lainnya.

Referensi:

Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.

Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.

Anda mungkin juga menyukai