Anda di halaman 1dari 67

PENGENALAN KELITBANGAN CPNS ANGKATAN 2017

PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN


(PEMBEBANAN JEMBATAN)

BALAI LITBANG STRUKTUR JEMBATAN


PUSLITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Outline

1. Jembatan

2. Komponen Jembatan

3. Persyaratan Umum Perencanaan

4. Parameter Perencanaan

5. Pemilihan Bangunan Atas, Bangunan Bawah dan Fondasi

2
1. Jembatan

Jembatan adalah Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung suatu
ruas jalan yang terputus akibat adanya hambatan berupa sungai, lembah, saluran,
persilangan atas dan lain-lain.

F
y
x

R1 R2

SFx = 0

SFy = R1+R2-F = 0

Asmat , Papua
3
2. Komponen Umum Jembatan

Dalam merencanakan jembatan, dibutuhkan parameter untuk dapat menentukan tipe


bangunan atas, bangunan bawah dan fondasi, lokasi/letak jembatan, material pada tiap
komponen jembatan.
Bangunan Atas

Bidang Bidang
Tanjakan datar Truss/Rangka datar
Turunan

Girder

Kepala Timbunan
jembatan Clearance Pilar
Timbunan
MAB

Fondasi
Bangunan Bawah

Komponen Umum Jembatan

4
3. Persyaratan Umum Perencanaan

(Surat Edaran Menteri PUPR No. 07/SE/M/2015, 23 April 2015)

Kenyamanan dan
Kekuatan dan stabilitas
kesalamatan (bagi
struktur
pengguna jalan)

Kemudahan
(pelaksanaan,
Ekonomis
pemeliharaan dan
pemeriksaan)

Pertimbangan aspek
Keawetan dan kelayakan
lingkungan, sosial, dan
jangka panjang
aspek keselamatan jalan

Estetika

5
Filosofi Perancangan (LRFD)

• Jembatan harus direncanakan sesuai dengan keadaan batas yang disyaratkan untuk
mencapai target pembangunan, keamanan, dan aspek layan, dengan memperhatikan
kemudahan inspeksi, faktor ekonomi, dan estetika.

  Q   R
i i i n
Pers. 1

Gaya luar ≤ Tahanan

• Persamaan 1 harus dipenuhi untuk semua pengaruh gaya yang bekerja beserta
kombinasinya, tidak tergantung dari jenis analisis yang digunakan. Setiap komponen
dan sambungan harus memenuhi Persamaan 1 untuk setiap keadaan batas.

• Seluruh keadaan batas harus dianggap memiliki tingkat kepentingan yang sama besar.

• Bangunan Atas  Umumnya LRFD


Fondasi  ASD

6
4. Parameter Perencanaan

1. Umur Rencana Jembatan

2. Geometrik

3. Superelevasi/kemiringan

4. Clearance (horizontal & vertikal)

5. Pembebanan

6. Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan

7. Bentang dan tata letak

8. Material
7
4.1 Umur Rencana Jembatan

Jembatan standar : 50 tahun / 75 tahun

Jembatan standar/konvensional/ordinary : Bangunan atas terdiri atas sistem pelat, balok,


girder, boks girder, atau rangka.

Jembatan khusus : 100 tahun.

Sesuai Keputusan Menteri PU No 485 Tahun 2015, yang termasuk Jembatan Khusus
adalah sebagai berikut :

• Jembatan dengan bentang paling sedikit 100 m;


• Jembatan pelengkung dengan bentang paling sedikit 60 m, jembatan gantung dan
jembatan beruji kabel;
• Jembatan dengan total panjang paling sedikit 3000 m;
• Jembatan dengan ketinggian pilar di atas 40 m;
• Jembatan yang memiliki kompleksitas struktur tinggi atau memiliki nilai strategis
tinggi atau didesain dengan teknologi baru.

8
4.2 Geometrik

Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka lebar lantai
jembatan ditentukan sebagai berikut:

• Lebar minimum jembatan jalan nasional :


o Kelas A = 1+7+1 m
o Kelas B = 0,5+6,0+0,5 m

• Tidak boleh lebih kecil dari lebar jalan.

• Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n (2,75 - 3,50 ) m, dimana n = jumlah
lajur lalu lintas.

Kelas A Kelas B

1m 1m 0.5 m 0.5 m
7m 6m

9
4.3 Kemiringan lantai jembatan

Berdasarkan Kriteria Desain Jembatan, (BM):

• Kemiringan melintang lantai jembatan adalah 2%

• Kemiringan memanjang maksimum 5%

Kelandaian maksimum berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,1997


• Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus
tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.

• Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang
mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan
semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.

Vr (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40


Kelandaian 3 3 4 5 8 9 10 10
maksimum (%)
Sumber : Perencanaan Geometrik Antar Kota, 1997

10
4.4 Clearance (vertikal dan horizontal)
Ruang Bebas Vertikal :

• C = 0,5 m ; untuk jembatan di atas sungai pengairan


• C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa hanyutan .
• C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan ketika banjir
• C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui kondisinya.
• C = 5,1 m ; untuk jembatan jalan layang.
• C ≥ 15 m ; untuk jembatan di atas laut dan di atas sungai yang digunakan untuk alur
pelayaran, jalan : 5 m, laut 15 m ).

Ruang Bebas Horizontal :

3 kali panjang kapal rencana, atau 2 kali lebih besar dari lebar channel

Clearance jembatan di atas jalan raya


Clearance jembatan di atas laut/alur pelayaran
11
4.5 Pembebanan (1/4)
Beban Permanen (5 item): Beban Transien (17 item):

MS = beban mati komponen struktural dan TD = beban lajur “D”


non struktural jembatan TT = beban truk “T”
MA = beban mati perkerasan dan utilitas TB = gaya akibat rem
TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah TR = gaya sentrifugal
PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur TP = beban pejalan kaki
jembatan yang disebabkan oleh TC = gaya akibat tumbukan kendaraan
proses pelaksanaan ES = beban akibat penurunan
PR = prategang EUn = gaya akibat temperatur seragam
ET = gaya akibat temperatur gradien
SH = gaya akibat susut/rangkak
EF = gaya akibat aliran/hanyutan
EU = beban hidrostatis/apung
EWs = beban angin pada struktur
EWL = beban angin pada kendaraan
(SNI 1725:2016) BF = gaya friksi
EQ = gaya gempa
TV = gaya akibat tumbukan kapal

12
4.5 Pembebanan (2/4)

Keadaan Batas:

• Keadaan Batas Layan


(Tegangan, deformasi, vibrasi, dan retak)

• Keadaan Batas Kekuatan


(Kekuatan dan durabilitas)

• Keadaan Batas Fatik dan Fraktur


(Stress range dan perkembangan retak akibat repetisi beban)

• Keadaan Batas Ekstrem


(Gempa, tumbukan kendaraan, tumbukan kapal)

13
4.5 Pembebanan (3/4)

Kuat I : Keadaan normal (tanpa adanya pengaruh angin)

Kuat II : Owner design dengan beban kendaraan khusus (tanpa adanya pengaruh angin)

Kuat III : Pengaruh angin berkecepatan 90-126 km/jam

Kuat IV : Rasio beban mati dengan beban hidup yang besar

Kuat V : Operasional normal dan pengaruh angin berkecepatan 90-126 km/jam

Ekstrem I : Pengaruh gempa dengan memperhitungkan beban hidup

Kombinasi antara tumbukan kapal, tumbukan kendaraan, banjir, dengan beban


Ekstrem II :
hidup terkurangi
Operasional normal dan pengaruh angin berkecepatan 90-126 km/jam serta
Daya layan I :
kontrol retak pada beton

Daya layan II : Kontrol leleh pada struktur baja dan slip pada sambungan

Daya layan III : Kontrol retak pada bangunan atas beton pratekan

Daya layan IV : Kontrol retak pada bangunan bawah beton pratekan

Fatik (TD dan TR) : Beban berulang kendaraan dan respon dinamis akibat truk tunggal

14
4.5 Pembebanan (4/4)

MS Gunakan salah
TT satu
MA
TD
TA EU
Keadaan Batas TB EWs EWL BF EUn TG ES
PR EF
TR EQ TC TV
PL
TP
SH

Kuat I p 1,8 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - -

Kuat II p 1,4 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - -

Kuat III p - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20 - - -

Kuat IV p - 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - - - -

Kuat V p - 1,00 0,40 1,00 1,00 0,50/1,20 - - -

Ekstrem I p EQ 1,00 - - 1,00 - - - 1,00 - -

Ekstrem II p 0,50 1,00 - - 1,00 - - - - 1,00 1,00

Daya layan I 1,00 1,00 1,00 0,30 1,00 1,00 1,00/1,20 - - -

Daya layan II 1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - - - - -

Daya layan III 1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - - -

Daya layan IV 1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,20 - 1,00 - - -

Fatik (TD dan TR) - 0,75 - - - - - - - - - -

Catatan : p dapat berupa MS MA TA PR PL SH tergantung beban yang ditinjau
EQ : faktor beban hidup kondisi gempa 15
4.5.1 Berat sendiri (MS)

Berat sendiri adalah berat sendiri dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya,
termasuk berat bahan dan bagian jembatan struktural dan nonstruktural yang dianggap
tetap.

Faktor beban (MS)

Keadaan Batas Layan (SMS) Keadaan Batas Ultimit (UMS)


Tipe beban

Bahan Biasa Terkurangi

Baja 1,00 1,10 0,90


Aluminium 1,00 1,10 0,90
Tetap Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor di tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70

16
4.5.1 Berat isi untuk beban mati

No. Bahan Berat isi (kN/m3) Kerapatan massa (kg/m3)

Lapisan permukaan beraspal


1 22,0 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast Iron) 71,0 7240
Timbunan tanah dipadatkan
3 17,2 1755
(compacted sand, silt or clay)

Kerikil dipadatkan (rolled gravel,


4 18,8-22,7 1920-2315
macadam or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000

Beton f’c < 35 MPa 22,0-25,0 2320


7
35 < f‘c <105 MPa 22 + 0,022 f’c 2240 + 2,29 f’c
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125

17
4.5.2 Beban mati tambahan/utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama
umur jembatan.

Faktor beban (MA)

Keadaan Batas Layan (SMA) Keadaan Batas Ultimit (UMA)


Tipe beban

Keadaan Biasa Terkurangi

Umum 1,00(1) 2,00 0,70


Tetap
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80

Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas

18
4.5.3 Beban akibat tekan tanah (TA)

Beban akibat tekanan tanah terjadi secara alami akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah dapat
bersifat aktif atau pasif. Besarnya tekanan tergantung sifat tanah, keberadaan air,
kemiringan tanah, dan lain sebagainya.

p  ka s z Pers.2

ka 

sin 2   f' 
  sin2  sin     

2
 
  1 
  
sin f'   sin f'    
 sin     sin     
 

 : sudut geser antara urukan dan dinding (°), nilai diambil melalui pengujian laboratorium atau bila
tidak memiliki data yang akurat dapat mengacu pada tabel berikut (US Navy 1982a)
 : sudut pada urugan terhadap garis horizontal (°)
 : sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal (°)
f : sudut geser efektif tanah (°)

19
Sudut geser berbagai jenis tanah (US NAVY, 1982a)

Sudut geser
Material
δ (˚)
Beton pada material fondasi sebagai berikut :
 Batuan 35
 Kerikil, campuran kerikil – pasir, pasir kasar 29 – 31
 Pasir halus hingga medium, pasir kelanauan medium hingga kasar, kerikil kelanauan 24 – 29
atau berlempung
 Pasir halus, pasir kelanauan atau berlempung halus hingga medium 19 – 24
 Lanau kepasiran halus, lanau non plastis 17 – 19
 Lempung prakonsolidasi atau residual yang sangat teguh dan keras 22 – 26
 Lempung agak teguh hingga lempung teguh, dan lempung kelanauan 17 – 19
Pasangan bata pada material fondasi memiliki faktor geser yang sama
Turap baja terhadap tanah berikut :
 Kerikil, campuran kerikil – pasir, batuan bergradasi baik yang diisi pecahan 22
 Pasir, campuran pasir – kerikil berlanau, batuan keras berukuran tunggal 17
 Pasir berlanau, kerikil atau pasir bercampur lanau atau lempung 14
 Lanau kepasiran halus, lanau non plastis 11
Beton pracetak atau turap beton terhadap tanah berikut :
 Kerikil, campuran kerikil – pasir, batuan bergradasi baik yang diisi pecahan 22 – 26
 Pasir, campuranpasir – kerikil berlanau, batuan keras berukuran tunggal 17 – 22
 Pasir berlanau, kerikil atau pasir bercampur lanau atau lempung 17
 Lanau kepasiran halus, lanau non plastis 14
Berbagai material struktural:
 Batu bata pada batu bata, batuan beku dan metamorf:
- Batuan lunak pada batuan lunak 35
- Batuan keras pada batuan lunak 33
- Batuan keras pada batuan keras 29
 Batu bata pada kayu dengan arah kembang kayu menyilang 26
 Baja pada baja pada hubungan turap 17
20
4.5.3 Beban akibat tekanan tanah (TA)

Faktor beban (TA)

Kondisi Batas Layan (STA) Kondisi Batas Ultimit (UTA)


Tipe beban

Tekanan tanah Biasa Terkurangi

Tekanan tanah
1,00 1,25 0,80
vertikal
Tekanan tanah
Tetap lateral
- Aktif 1,00 1,25 0,80
- Pasif 1,00 1,40 0,70
- Diam 1,00 (1)

Catatan (1) : Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit.

• Tanah di belakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang


bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif

• Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang bekerja
secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut.
21
4.5.4 Beban pelaksanaan (PL)

• Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode dan urutan
pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan
aksi-aksi lainnya, seperti pratekan dan berat sendiri.

• Bila pengaruh tetap pelaksanaan yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana
lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimasukkan dalam batas daya layan dan batas
ultimit menggunakan faktor beban sesuai dengan Tabel berikut:

Faktor beban (PL)

Tipe beban KeadaanBatas Ultimit (UPL)


Keadaan Batas Layan
(SPL)
Biasa Terkurangi

Tetap 1,00 1,00 1,00

22
4.5.5 Pengaruh Prategang (PR)

Pengaruh utama prategang adalah sebagai berikut:

• pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai
suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus
dihitung menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0.

• pada keadaan batas ultimit, pengaruh sekunder akibat gaya prategang harus
dianggap sebagai beban yang bekerja.

Faktor beban (PR)


Tipe beban
KeadaanBatas Layan (SPR) KeadaanBatas Ultimit (UPR)

Tetap 1,0 1,0

23
4.5.6 Jumlah lajur lalu-lintas rencana
• Jumlah lajur lalu lintas rencana = lebar bersih jembatan : lebar lajur rencana (2,75 m).

• Perencana harus memperhitungkan kemungkinan berubahnya lebar bersih jembatan


dimasa depan sehubungan dengan perubahan fungsi dari bagian jembatan.

Lebar Bersih Jembatan (2) Jumlah Lajur


Tipe Jembatan (1)
(mm) Lalu Lintas Rencana (n)
Satu Lajur 3000 ≤ w < 5250 1
5250 ≤ w < 7500 2
7500 ≤ w < 10,000 3
Dua Arah, tanpa Median 10,000 ≤ w < 12,500 4
12,500 ≤ w < 15,250 5
w ≥ 15,250 6
5500 ≤ w ≤ 8000 2
8250 ≤ w ≤ 10,750 3
Dua Arah, dengan Median 11,000 ≤ w ≤ 13,500 4
13,750 ≤ w ≤ 16,250 5
w ≥ 16,500 6
Catatan (1) : Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh
instansi yang berwenang.
Catatan (2) : Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk
satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dan median untuk banyak
arah. 24
4.5.6 Beban lajur “D” (TD)

Beban lajur "D" terdiri atas Beban Terbagi Rata (BTR) dan Beban Garis Terpusat (BGT)

a. Beban Terbagi Rata (BTR) b. Beban Garis Terpusat (BGT)


memiliki intensitas 49,0 kN/m
Untuk L  30 m : q = 9,0 kPa
 15 
Untuk L > 30 m : q  9,0  0,5   kPa Pers.3
 L 

Beban lajur “D”


25
4.5.6 Beban lajur “D” (TD)
Faktor beban (TD)
Tipe beban Jembatan
Keadaan Batas Layan (STD) Keadaan Batas Ultimit (UTD)

Beton 1,00 1,80


Transien
Boks Girder Baja 1,00 2,00

Distribusi beban lajur “D”

26
4.5.7 Beban Truk “T” (TT)

Beban Truk “T”

• Bidang kontak roda kendaraan yang terdiri atas satu atau dua roda diasumsikan
mempunyai bentuk persegi panjang dengan panjang 750 mm dan lebar 250 mm.

• Beban roda harus didistribusikan pada pelat atap gorong-gorong jika tebal
timbunan kurang dari 600 mm, sebaliknya maka beban roda bertambah besar
sesuai kedalaman dengan kemiringan sebesar 1,15 kali kedalaman timbunan. 27
4.5.7 Beban Truk “T” (TT)
Faktor beban (TT)
Tipe beban Jembatan
Keadaan Batas Layan (STT) Keadaan Batas Ultimit (UTT)

Beton 1,00 1,80


Transien
Boks Girder Baja 1,00 2,00

Penerapan beban hidup kendaraan:


• pengaruh beban truk dikalikan dengan faktor beban dinamis (FBD), atau
• pengaruh beban terdistribusi "D" dan beban garis KEL dikalikan FBD

Penempatan Truk untuk kondisi momen negatif maksimum:

28
4.5.7 Faktor Beban Dinamis (FBD)

• Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang
bergerak dan jembatan.

• FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.

• BTR dari pembebanan lajur “D” tidak dikali dengan FBD.

50

40
FBD (%)

30

20

10

0
0 50 100 150 200
Bentang (m)

29
4.5.8 Gaya Rem (TB)

Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :

• 25% dari berat gandar truk desain atau,


• 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR

Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm diatas
permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling
menentukan

30
4.5.9 Gaya Sentrifugal (TR)

Gaya sentrifugal harus diberlakukan secara horizontal pada jarak ketinggian 1800 mm
diatas permukaan jalan.

Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda, pengaruh gaya
sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai hasil kali dari berat gandar truk
rencana dengan faktor C sebagai berikut :

v2 Pers.4
C f
gRl

31
4.5.10 Pejalan Kaki (TP)

• Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk
memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara
bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur kendaraan.

• Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan.

• Jika ada kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan,
maka beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam
parapet untuk perencanaan komponen jembatan lainnya.

32
4.5.11Tumbukan Kendaraan (TC)
• Tumbukan kendaraan dengan jembatan

Pilar dan abutment dalam jarak 9000 mm dari tepi jalan, atau dalam jarak 15000 mm
dari sumbu rel harus direncanakan untuk mampu memikul beban statik ekivalen
sebesar 1800 kN dalam bidang horizontal dan bekerja pada ketinggian 1200 mm
diatas permukaan tanah.

• Tumbukan kendaraan dengan parapet


Truk trailer
Karakteristik Satu unit
Mobil Truk pickup Truk trailer tipe van tipe traktor-
kendaraan truk van
tanker
W (N) 7000 8000 20000 80000 220000 355000 355000
B(mm) 1700 1700 2000 2300 2450 2450 2450
G (mm) 550 550 700 1250 1630 1850 2050
Sudut tumbuk (θ) 20° 20° 25° 15° 15° 15° 15°
Kriteria kinerja Kecepatan (km/jam)
KK-1 50 50 50 N/A N/A N/A N/A
KK-2 70 70 70 N/A N/A N/A N/A
KK-3 100 100 100 N/A N/A N/A N/A
KK-4 100 100 100 80 N/A N/A N/A
KK-5 100 100 100 N/A N/A 80 N/A
KK-6 100 100 100 N/A N/A N/A 80
33
4.5.12 Penurunan (ES)

• Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang


diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan.

• Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap lapisan tanah.
Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian, tetapi besarnya
penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut
merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi.

Faktor beban (EU)


Tipe beban
Keadaan Batas Layan (SEU) Keadaan Batas Ultimit (UEU)
Permanen 1,0 N/A

34
4.5.13 Temperatur merata (EUn)


T   L Tmax design  Tmin design  Pers.5

Temperatur nominal rata-rata pada jembatan


Temperatur jembatan Temperatur jembatan
Tipe bangunan atas rata-rata minimum rata-rata maksimum
(Tmin) (1) (Tmax)
Lantai beton di atas gelagar atau boks beton. 15C 40C
Lantai beton di atas gelagar, boks atau
15C 40C
rangka baja.
Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau
15C 45C
rangka baja.
CATATAN (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi
yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.

Koefisien muai dan modulus elastisitas bahan


Koefisien perpanjangan Modulus Elastisitas
Bahan
akibat suhu (α) (MPa)
Baja 12 x 10-6 per C 200.000
Beton:
Kuat tekan <30 MPa 10 x 10-6 per C 4700√fc’
Kuat tekan >30 MPa 11 x 10-6 per C 4700√fc’ 35
4.5.14 Gradien temperatur (ET)

Lokasi jembatan T1 (°C) T2 (°C) T3 (°C)

< 500 m di atas permukaan laut 12 8


0 ≤ T3 < 5
> 500 m di atas permukaan laut 17 11

Nilai T3 dapat diambil sebesar 0 kecuali bila dilakukan kajian spesifik situs, tetapi nilai T3
diambil tidak melebihi 5°C.
36
4.5.15 Susut dan Rangkak (SH)

• Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan


jembatan beton. Pengaruh ini dihitung menggunakan beban mati jembatan.

• Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya,


maka nilai dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya
pada waktu transfer dari beton prategang).

Faktor beban (SH)


Tipe beban
KeadaanBatas Layan (SSH) KeadaanBatas Ultimit (USH)
Tetap 1,0 0,5

Catatan : walaupun susut dan rangkak bertambah lambat menurut waktu, tetapi pada
akhirnya akan mencapai nilai yang konstan

37
4.5.16 Aliran dan Hanyutan (EF)
Gaya Seret: Gaya Angkat:
T EF  0, 5C DV s2 Ad Pers.6 T EF  0, 5C LV s2 AL Pers.7

TEF : gaya seret (kN)


Vs : kecepatan air rata-rata berdasarkan pengukuran di lapangan (m/s)
CD : koefisien seret
CL : koefisien angkat
Ad : luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran
AL : luas proyeksi pilar sejajar arah aliran dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran

Koefisien seret dan angkat

Luas proyeksi pada pilar

38
4.5.16 Aliran dan Hanyutan (EF)

Faktor beban (EF)


Tipe beban
Keadaan Batas Layan (SEF) KeadaanBatas Ultimit (UEF)
Transien 1,0 Lihat Tabel di bawah

Faktor beban sesuai dengan periode ulang banjir


Periode ulang
Kondisi Faktor beban
banjir
Daya layan - untuk semua jembatan 20 tahun 1.0
Ultimit:
Jembatan besar dan penting (1) 100 tahun 2,0
Jembatan permanen 50 tahun 1,5
Gorong-gorong (2) 50 tahun 1,0
Jembatan sementara 20 tahun 1,0
(1)
Catatan : Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh Instansi yang
berwenang
Catatan (2) : Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase

39
4.5.17 Gaya Hidrostatis & Apung (EU)

• Pengaruh gaya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga
atau lobang yang memungkinkan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara
dipasang.

• Gaya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran.

• Dalam memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau :

− pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati
bangunan atas;
− syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;
− syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya
air bisa keluar pada waktu surut.
Faktor beban (EU)

Tipe beban KeadaanBatas Ultimit (UEU)


KeadaanBatas Layan (SEU)
Biasa Terkurangi
Transien 1,00 1,0 (1,1)(1) 1,0 (0,9)(1)

CATATAN (1) : Angka yang ditunjukkan dalam tanda kurung digunakan untuk bangunan
penahan air atau bangunan lainnya dengan gaya apung dan hidrostatis sangat dominan
40
4.5.18 Beban angin
Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana Z:
V   Z 
VDZ  2,5 Vo  10  ln   Pers.8
 VB   Zo 
VDZ : kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 : kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah atau di atas permukaan air
rencana (km/jam)
VB : kecepatan angin rencana yaitu 90-126 km/jam pada elevasi 1000 mm
Z : elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air dimana beban angin
dihitung (Z > 10000 mm)
Vo : kecepatan gesekan angin untuk berbagai macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)
Zo : panjang gesekan di hulu jembatan

V10 dapat diperoleh dari:


• grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,
• survei angin pada lokasi jembatan, dan.
• jika tidak ada data yang lebih baik, perencana dapat mengasumsikan bahwa V10 = VB = 90-126 km/jam.

Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu:


Kondisi Lahan terbuka Sub urban Kota
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (mm) 70 1000 2500
41
4.5.18 Tekanan Angin pada Struktur (EWs)
Tekanan angin rencana pada struktur :
2
 VDZ 
PD  PB   Pers.9
V
 B 
Tekanan angin dasar (PB)
Komponen
Angin tekan (MPa) Angin hisap (MPa)
bangunan atas
Rangka, kolom,
0,0024 0,0012
dan pelengkung
Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A

Tekanan angin dasar (PB) pada berbagai sudut serang


Sudut Rangka, kolom, dan Gelagar
serang pelengkung
Beban Beban
Beban lateral Beban lateral
derajat longitudinal longitudinal
MPa MPa MPa MPa
0 0,0036 0,0000 0,0024 0,0000
15 0,0034 0,0006 0,0021 0,0003
30 0,0031 0,0013 0,0020 0,0006
45 0,0023 0,0020 0,0016 0,0008
60 0,0011 0,0024 0,0008 0,0009 42
4.5.19 Tekanan Angin Kendaraan (EWL)

• Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada
kendaraan yang melintasi jembatan.

• Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada kendaraan,
dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar 1,46
N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas permukaan jalan.

• jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang bekerja
tegak lurus maupun paralel terhadap kendaraan untuk berbagai sudut serang dapat
diambil seperti yang ditentukan pada Tabel berikut.

Komponen beban angin pada kendaraan

Komponen tegak Komponen


Sudut
lurus sejajar
derajat N/mm N/mm
0 1,46 0,00
15 1,28 0,18
30 1,20 0,35
45 0,96 0,47
60 0,50 0,55
43
4.5.20 Gesekan Perletakan (BF)

• Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser perletakan elastomer.

• Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan hanya menggunakan beban
tetap, dan nilai rata-rata koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila
menggunakan perletakan elastomer).

Faktor beban
Jangka waktu (UBF)
(SBF)
Biasa Terkurangi
Transien 1,0 1,3 0,8

CATATAN : Gaya akibat gesekan pada perletakan terjadi selama adanya pergerakan
pada bangunan atas, tetapi gaya sisa mungkin terjadi setelah pergerakan berhenti.
Dalam hal ini gesekan pada perletakan harus memperhitungkan adanya pengaruh tetap
yang cukup besar.

44
4.5.21 Tumbukan Kapal (TV)

CH 0,5W (V )2 Pers.10
KE 
g

KE : energi kinetik dari kapal desain (Ton.m)


CH : koefisien hidrodinamis massa air yang bergerak bersama kapal, yang merupakan interpolasi
antara :
1,05 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan  0,5 x DL
1,25 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan  0,1 x DL
DL : draft kedalaman kapal pada beban penuh (m)
W : tonase perpindahan kapal (t) atau berat total kapal pada beban penuh (Ton)
V : kecepatan tumbukan kapal (m/s)
g : gravitasi (= 9,8 m/s2)

Data yang diperlukan dalam perencanaan gaya tumbukan mencakup:

• lalu lintas kapal: tipe, jumlah, konstruksi, tonase, panjang, lebar, frekuensi pelintasan, draft, daya
kuda, kebebasan vertikal, cara pengoperasian, tipe pelayanan, barang bawaan utama, dan tempat
pelayanan setempat;
• kecepatan kapal: transit, tumbukan;
• keadaan lingkungan: cuaca, angin dan arus, geometri jalan air, kedalaman air, ketinggian pasang
surut, keadaan pelayaran, kepadatan lalu lintas kapal.

45
4.5.22 Pengaruh Gempa (EQ)
• Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
walaupun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap
pelayanan akibat gempa.

• Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk beberapa
kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak
yang berwenang.

• Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian
antara koefisien respons elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian
dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai berikut :

C sm
EQ   Wt Pers.11
Rd

EQ = gaya gempa horizontal statis (kN)


Csm = koefisien respons gempa elastis
Rd = faktor modifikasi respons
Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)

• Perancangan jembatan terhadap beban gempa secara lengkap dapat mengacu pada
SNI 2833:2016. 46
4.5.22 Pengaruh Gempa (EQ)

SNI 2833:2016:
“Perencanaan jembatan terhadap beban gempa”

Penggunaan:

• Perencanaan struktur jembatan baru.

• Berlaku untuk jembatan konvensional dengan bangunan


atas terdiri dari ; sistem pelat, balok, girder, boks girder, dan
rangka.

• Dapat digunakan untuk jembatan khusus (suspension


bridges, cable stayed bridges, arch bridges) dengan
persetujuan Pemilik Pekerjaan.

Fitur:

• Peta gempa dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75


tahun

• Perencanaan berbasis gaya

47
4.5.22 Contoh Penentuan Beban Gempa

N  15 (tanah lunak)

I = 14 m4
E = 20000 MPa
m = 2000 kN
k = 1640625 kN/m
T = 0,22 detik

48
Peta Gempa untuk PE 7% dalam 75 Tahun

PGA Spektra 0,2 dtk

Spektra 1 dtk

49
4.5.22 Respon Spektra - Jakarta Utara

SDS  Fa Ss  1,6(0,55)  0,88

As  Fpga PGA SD1  Fv S1  3,1(0,23)  0,7


As  1,3(0,28)  0,36 1.00

Koefisien gempa elastis (g) 0.88

0.75 Jakarta-Tanah lunak

0.63 R=2 (kolom tunggal)

0.50

0.38

0.25

0.13

untuk Tn  0,22 dtk 0.00


Koefisien gempa rencana: 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
T (dtk)
Crencana  0,44g
T0  0,16 dtk
TS  0,79 dtk
50
4.5.22 Contoh detailing kolom

Tulangan pengekang
Detail tulangan spiral kolom persegi

51
Tulangan interlocking dan tulangan geser
Overview Gempa Kobe, 1995

52
Hanshin expressway (gempa Kobe, 7,2 SR )

17 Jan 1995, at 5.46 am, Hanshin expressway


(built in 1969) colapsed with transverse
overtuning mode along 650m.

Reddit.com
• Inadequate transverse reinforcement in the piers; • Inadequate anchorage of
longitudinal reinforcement; • Use of un-conservative (elastic) methods for determining
design shear forces. 53
Tipikal penulangan pilar Hanshin Expressway

The pier consisted of single circular columns, 3.1m in diameter and After Mylonakis , 2004
about 12 ± 1 m in height, monolithically-connected to a concrete
deck, founded on groups of 17 piles 54
5. Pemilihan Bangunan Atas, Bangunan Bawah, dan
Fondasi

55
5.1 Pemilihan Bangunan Atas Jembatan

Pertimbangkan faktor-faktor berikut:

• Panjang bentang
• Panjang jembatan total
• Panjang gelagar
• Bahan yang tersedia
• Kondisi lapangan (fondasi, tinggi, batasan ruang bebas dll)
• Waktu pelaksanaan
• Kemudahan pelaksanaak
• Teknologi / peralatan yang tersedia
• Estetika
• Biaya
• Akses pemeliharaan

56
5.1 Pemilihan Bangunan Atas

Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan atas
jembatan standar Bina Marga seperti :

• Box culvert (single, double, triple), B= 1 s/d l0 m

• Voided Slab (Plank), B= 6 s/d 16m

• Gelagar Beton Bertulang Tipe T, B= 6 s/d 25 m

• Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan box, B= 16 s/d 40 m

• Gelagar Komposit Tipe I dan Boks, B= 20 s/d 40m

• Rangka Baja, B= 40 s/d 60m

57
5.1 Jembatan Holtekamp, Papua

Erection bangunan atas jembatan dalam bentuk utuh

58
5.1 Pemilihan Bangunan Atas Jembatan

59
5.2 Pemilihan Bangunan Bawah

60
5.2 Pemilihan Bangunan Bawah

61
5.2 Pemilihan Bangunan Bawah
Antisipasi gerusan akibat banjir/lahar dingin:

Kali Pabelan Bridge (Magelang) after strikes by cold lava

Kali Putih Bridge (Magelang) after strikes by cold lava 62


5.3 Pemilihan Fondasi

Bentuk fondasi harus dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas
jembatan yang ditahan oleh fondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah
kerasnya. Pemilihan dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

• Fondasi langsung pada daerah dengan gerusan/scouring yang besar tidak


disarankan, kecuali diberikan perlindungan fondasi terhadap scouring.
• Hindari lokasi fondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global.
• Jika kepala jembatan atau pilar jembatan harus diletakkan pada lereng sungai, hindari
penyebaran gaya dari fondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing sungai.

Acuan Perencanaan Teknis : SNI 8460:2017 (Perancangan Geoteknik)

a) Perencanaan fondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)


b) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk tiang pancang, SF Point bearing :2,5 - 3
dan SF Friction =3 - 5
c) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk fondasi sumuran dangkal dan fondasi
dangkal SF Daya dukung = 1,5-3, SF Geser = 1,5 - 2 dan SF Guling = 1,5 -2

63
5.3 Jenis fondasi berdasarkan kedalaman

64
5.3 Jenis fondasi untuk jembatan

65
Pustaka

• SNI 1725:2016, “Pembebanan Jembatan”


• SNI 2833:2016, “Pembebanan Jembatan terhadap Gempa”
• SNI 8460:2017, “Perancangan Geoteknik”
• Surat Edaran Menteri PUPR No. 07/SE/M/2015, “Persyaratan Umum Perencanaan
Jembatan”
• Kriteria Desian Jembatan, Ditjen Bina Marga
• Bridge Management System (BMS) 1992
• Mylonakis G & Syngros C, 2004, “The Collapse of Fukae (Hanshin Expressway)
Bridge, Kobe, 1995:The role of Soil Structure Interaction.
• AASHTO LRFD Bridge Design Specification, 2012
• Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indoneia Tahun 2017, Pusgen

66
Terima Kasih
Balai Litbang Struktur Jembatan
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan

e-mail : winarputro.adi@pusjatan.pu.go.id
e-mail : anton.surviyanto@pusjatan.pu.go.id

Jl. A.H. Nasution No. 264, Bandung 40294. Telp (022) 7802251-53 Fax (022) 7802726 67
Email: info@pusjatan.pu.go.id, www.pusjatan.pu.go.id

Anda mungkin juga menyukai