J - 01.1 Perancangan Jembatan PDF
J - 01.1 Perancangan Jembatan PDF
1. Jembatan
2. Komponen Jembatan
4. Parameter Perencanaan
2
1. Jembatan
Jembatan adalah Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung suatu
ruas jalan yang terputus akibat adanya hambatan berupa sungai, lembah, saluran,
persilangan atas dan lain-lain.
F
y
x
R1 R2
SFx = 0
SFy = R1+R2-F = 0
Asmat , Papua
3
2. Komponen Umum Jembatan
Bidang Bidang
Tanjakan datar Truss/Rangka datar
Turunan
Girder
Kepala Timbunan
jembatan Clearance Pilar
Timbunan
MAB
Fondasi
Bangunan Bawah
4
3. Persyaratan Umum Perencanaan
Kenyamanan dan
Kekuatan dan stabilitas
kesalamatan (bagi
struktur
pengguna jalan)
Kemudahan
(pelaksanaan,
Ekonomis
pemeliharaan dan
pemeriksaan)
Pertimbangan aspek
Keawetan dan kelayakan
lingkungan, sosial, dan
jangka panjang
aspek keselamatan jalan
Estetika
5
Filosofi Perancangan (LRFD)
• Jembatan harus direncanakan sesuai dengan keadaan batas yang disyaratkan untuk
mencapai target pembangunan, keamanan, dan aspek layan, dengan memperhatikan
kemudahan inspeksi, faktor ekonomi, dan estetika.
Q R
i i i n
Pers. 1
• Persamaan 1 harus dipenuhi untuk semua pengaruh gaya yang bekerja beserta
kombinasinya, tidak tergantung dari jenis analisis yang digunakan. Setiap komponen
dan sambungan harus memenuhi Persamaan 1 untuk setiap keadaan batas.
• Seluruh keadaan batas harus dianggap memiliki tingkat kepentingan yang sama besar.
6
4. Parameter Perencanaan
2. Geometrik
3. Superelevasi/kemiringan
5. Pembebanan
8. Material
7
4.1 Umur Rencana Jembatan
Sesuai Keputusan Menteri PU No 485 Tahun 2015, yang termasuk Jembatan Khusus
adalah sebagai berikut :
8
4.2 Geometrik
Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka lebar lantai
jembatan ditentukan sebagai berikut:
• Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n (2,75 - 3,50 ) m, dimana n = jumlah
lajur lalu lintas.
Kelas A Kelas B
1m 1m 0.5 m 0.5 m
7m 6m
9
4.3 Kemiringan lantai jembatan
• Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang
mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan
semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
10
4.4 Clearance (vertikal dan horizontal)
Ruang Bebas Vertikal :
3 kali panjang kapal rencana, atau 2 kali lebih besar dari lebar channel
12
4.5 Pembebanan (2/4)
Keadaan Batas:
13
4.5 Pembebanan (3/4)
Kuat II : Owner design dengan beban kendaraan khusus (tanpa adanya pengaruh angin)
Daya layan II : Kontrol leleh pada struktur baja dan slip pada sambungan
Daya layan III : Kontrol retak pada bangunan atas beton pratekan
Fatik (TD dan TR) : Beban berulang kendaraan dan respon dinamis akibat truk tunggal
14
4.5 Pembebanan (4/4)
MS Gunakan salah
TT satu
MA
TD
TA EU
Keadaan Batas TB EWs EWL BF EUn TG ES
PR EF
TR EQ TC TV
PL
TP
SH
Catatan : p dapat berupa MS MA TA PR PL SH tergantung beban yang ditinjau
EQ : faktor beban hidup kondisi gempa 15
4.5.1 Berat sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat sendiri dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya,
termasuk berat bahan dan bagian jembatan struktural dan nonstruktural yang dianggap
tetap.
16
4.5.1 Berat isi untuk beban mati
17
4.5.2 Beban mati tambahan/utilitas (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama
umur jembatan.
Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas
18
4.5.3 Beban akibat tekan tanah (TA)
Beban akibat tekanan tanah terjadi secara alami akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah dapat
bersifat aktif atau pasif. Besarnya tekanan tergantung sifat tanah, keberadaan air,
kemiringan tanah, dan lain sebagainya.
p ka s z Pers.2
ka
sin 2 f'
sin2 sin
2
1
sin f' sin f'
sin sin
: sudut geser antara urukan dan dinding (°), nilai diambil melalui pengujian laboratorium atau bila
tidak memiliki data yang akurat dapat mengacu pada tabel berikut (US Navy 1982a)
: sudut pada urugan terhadap garis horizontal (°)
: sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal (°)
f : sudut geser efektif tanah (°)
19
Sudut geser berbagai jenis tanah (US NAVY, 1982a)
Sudut geser
Material
δ (˚)
Beton pada material fondasi sebagai berikut :
Batuan 35
Kerikil, campuran kerikil – pasir, pasir kasar 29 – 31
Pasir halus hingga medium, pasir kelanauan medium hingga kasar, kerikil kelanauan 24 – 29
atau berlempung
Pasir halus, pasir kelanauan atau berlempung halus hingga medium 19 – 24
Lanau kepasiran halus, lanau non plastis 17 – 19
Lempung prakonsolidasi atau residual yang sangat teguh dan keras 22 – 26
Lempung agak teguh hingga lempung teguh, dan lempung kelanauan 17 – 19
Pasangan bata pada material fondasi memiliki faktor geser yang sama
Turap baja terhadap tanah berikut :
Kerikil, campuran kerikil – pasir, batuan bergradasi baik yang diisi pecahan 22
Pasir, campuran pasir – kerikil berlanau, batuan keras berukuran tunggal 17
Pasir berlanau, kerikil atau pasir bercampur lanau atau lempung 14
Lanau kepasiran halus, lanau non plastis 11
Beton pracetak atau turap beton terhadap tanah berikut :
Kerikil, campuran kerikil – pasir, batuan bergradasi baik yang diisi pecahan 22 – 26
Pasir, campuranpasir – kerikil berlanau, batuan keras berukuran tunggal 17 – 22
Pasir berlanau, kerikil atau pasir bercampur lanau atau lempung 17
Lanau kepasiran halus, lanau non plastis 14
Berbagai material struktural:
Batu bata pada batu bata, batuan beku dan metamorf:
- Batuan lunak pada batuan lunak 35
- Batuan keras pada batuan lunak 33
- Batuan keras pada batuan keras 29
Batu bata pada kayu dengan arah kembang kayu menyilang 26
Baja pada baja pada hubungan turap 17
20
4.5.3 Beban akibat tekanan tanah (TA)
Tekanan tanah
1,00 1,25 0,80
vertikal
Tekanan tanah
Tetap lateral
- Aktif 1,00 1,25 0,80
- Pasif 1,00 1,40 0,70
- Diam 1,00 (1)
Catatan (1) : Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit.
• Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang bekerja
secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut.
21
4.5.4 Beban pelaksanaan (PL)
• Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode dan urutan
pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan
aksi-aksi lainnya, seperti pratekan dan berat sendiri.
• Bila pengaruh tetap pelaksanaan yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana
lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimasukkan dalam batas daya layan dan batas
ultimit menggunakan faktor beban sesuai dengan Tabel berikut:
22
4.5.5 Pengaruh Prategang (PR)
• pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai
suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus
dihitung menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0.
• pada keadaan batas ultimit, pengaruh sekunder akibat gaya prategang harus
dianggap sebagai beban yang bekerja.
23
4.5.6 Jumlah lajur lalu-lintas rencana
• Jumlah lajur lalu lintas rencana = lebar bersih jembatan : lebar lajur rencana (2,75 m).
Beban lajur "D" terdiri atas Beban Terbagi Rata (BTR) dan Beban Garis Terpusat (BGT)
26
4.5.7 Beban Truk “T” (TT)
• Bidang kontak roda kendaraan yang terdiri atas satu atau dua roda diasumsikan
mempunyai bentuk persegi panjang dengan panjang 750 mm dan lebar 250 mm.
• Beban roda harus didistribusikan pada pelat atap gorong-gorong jika tebal
timbunan kurang dari 600 mm, sebaliknya maka beban roda bertambah besar
sesuai kedalaman dengan kemiringan sebesar 1,15 kali kedalaman timbunan. 27
4.5.7 Beban Truk “T” (TT)
Faktor beban (TT)
Tipe beban Jembatan
Keadaan Batas Layan (STT) Keadaan Batas Ultimit (UTT)
28
4.5.7 Faktor Beban Dinamis (FBD)
• Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang
bergerak dan jembatan.
• FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.
50
40
FBD (%)
30
20
10
0
0 50 100 150 200
Bentang (m)
29
4.5.8 Gaya Rem (TB)
Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm diatas
permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling
menentukan
30
4.5.9 Gaya Sentrifugal (TR)
Gaya sentrifugal harus diberlakukan secara horizontal pada jarak ketinggian 1800 mm
diatas permukaan jalan.
Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda, pengaruh gaya
sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai hasil kali dari berat gandar truk
rencana dengan faktor C sebagai berikut :
v2 Pers.4
C f
gRl
31
4.5.10 Pejalan Kaki (TP)
• Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk
memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara
bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur kendaraan.
• Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan.
• Jika ada kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan,
maka beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam
parapet untuk perencanaan komponen jembatan lainnya.
32
4.5.11Tumbukan Kendaraan (TC)
• Tumbukan kendaraan dengan jembatan
Pilar dan abutment dalam jarak 9000 mm dari tepi jalan, atau dalam jarak 15000 mm
dari sumbu rel harus direncanakan untuk mampu memikul beban statik ekivalen
sebesar 1800 kN dalam bidang horizontal dan bekerja pada ketinggian 1200 mm
diatas permukaan tanah.
• Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap lapisan tanah.
Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian, tetapi besarnya
penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut
merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi.
34
4.5.13 Temperatur merata (EUn)
T L Tmax design Tmin design Pers.5
Nilai T3 dapat diambil sebesar 0 kecuali bila dilakukan kajian spesifik situs, tetapi nilai T3
diambil tidak melebihi 5°C.
36
4.5.15 Susut dan Rangkak (SH)
Catatan : walaupun susut dan rangkak bertambah lambat menurut waktu, tetapi pada
akhirnya akan mencapai nilai yang konstan
37
4.5.16 Aliran dan Hanyutan (EF)
Gaya Seret: Gaya Angkat:
T EF 0, 5C DV s2 Ad Pers.6 T EF 0, 5C LV s2 AL Pers.7
38
4.5.16 Aliran dan Hanyutan (EF)
39
4.5.17 Gaya Hidrostatis & Apung (EU)
• Pengaruh gaya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga
atau lobang yang memungkinkan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara
dipasang.
− pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati
bangunan atas;
− syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;
− syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya
air bisa keluar pada waktu surut.
Faktor beban (EU)
CATATAN (1) : Angka yang ditunjukkan dalam tanda kurung digunakan untuk bangunan
penahan air atau bangunan lainnya dengan gaya apung dan hidrostatis sangat dominan
40
4.5.18 Beban angin
Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana Z:
V Z
VDZ 2,5 Vo 10 ln Pers.8
VB Zo
VDZ : kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 : kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah atau di atas permukaan air
rencana (km/jam)
VB : kecepatan angin rencana yaitu 90-126 km/jam pada elevasi 1000 mm
Z : elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air dimana beban angin
dihitung (Z > 10000 mm)
Vo : kecepatan gesekan angin untuk berbagai macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)
Zo : panjang gesekan di hulu jembatan
• Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada
kendaraan yang melintasi jembatan.
• Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada kendaraan,
dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar 1,46
N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas permukaan jalan.
• jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang bekerja
tegak lurus maupun paralel terhadap kendaraan untuk berbagai sudut serang dapat
diambil seperti yang ditentukan pada Tabel berikut.
• Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan hanya menggunakan beban
tetap, dan nilai rata-rata koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila
menggunakan perletakan elastomer).
Faktor beban
Jangka waktu (UBF)
(SBF)
Biasa Terkurangi
Transien 1,0 1,3 0,8
CATATAN : Gaya akibat gesekan pada perletakan terjadi selama adanya pergerakan
pada bangunan atas, tetapi gaya sisa mungkin terjadi setelah pergerakan berhenti.
Dalam hal ini gesekan pada perletakan harus memperhitungkan adanya pengaruh tetap
yang cukup besar.
44
4.5.21 Tumbukan Kapal (TV)
CH 0,5W (V )2 Pers.10
KE
g
• lalu lintas kapal: tipe, jumlah, konstruksi, tonase, panjang, lebar, frekuensi pelintasan, draft, daya
kuda, kebebasan vertikal, cara pengoperasian, tipe pelayanan, barang bawaan utama, dan tempat
pelayanan setempat;
• kecepatan kapal: transit, tumbukan;
• keadaan lingkungan: cuaca, angin dan arus, geometri jalan air, kedalaman air, ketinggian pasang
surut, keadaan pelayaran, kepadatan lalu lintas kapal.
45
4.5.22 Pengaruh Gempa (EQ)
• Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
walaupun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap
pelayanan akibat gempa.
• Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk beberapa
kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak
yang berwenang.
• Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian
antara koefisien respons elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian
dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai berikut :
C sm
EQ Wt Pers.11
Rd
• Perancangan jembatan terhadap beban gempa secara lengkap dapat mengacu pada
SNI 2833:2016. 46
4.5.22 Pengaruh Gempa (EQ)
SNI 2833:2016:
“Perencanaan jembatan terhadap beban gempa”
Penggunaan:
Fitur:
47
4.5.22 Contoh Penentuan Beban Gempa
N 15 (tanah lunak)
I = 14 m4
E = 20000 MPa
m = 2000 kN
k = 1640625 kN/m
T = 0,22 detik
48
Peta Gempa untuk PE 7% dalam 75 Tahun
Spektra 1 dtk
49
4.5.22 Respon Spektra - Jakarta Utara
0.50
0.38
0.25
0.13
Tulangan pengekang
Detail tulangan spiral kolom persegi
51
Tulangan interlocking dan tulangan geser
Overview Gempa Kobe, 1995
52
Hanshin expressway (gempa Kobe, 7,2 SR )
Reddit.com
• Inadequate transverse reinforcement in the piers; • Inadequate anchorage of
longitudinal reinforcement; • Use of un-conservative (elastic) methods for determining
design shear forces. 53
Tipikal penulangan pilar Hanshin Expressway
The pier consisted of single circular columns, 3.1m in diameter and After Mylonakis , 2004
about 12 ± 1 m in height, monolithically-connected to a concrete
deck, founded on groups of 17 piles 54
5. Pemilihan Bangunan Atas, Bangunan Bawah, dan
Fondasi
55
5.1 Pemilihan Bangunan Atas Jembatan
• Panjang bentang
• Panjang jembatan total
• Panjang gelagar
• Bahan yang tersedia
• Kondisi lapangan (fondasi, tinggi, batasan ruang bebas dll)
• Waktu pelaksanaan
• Kemudahan pelaksanaak
• Teknologi / peralatan yang tersedia
• Estetika
• Biaya
• Akses pemeliharaan
56
5.1 Pemilihan Bangunan Atas
Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan atas
jembatan standar Bina Marga seperti :
57
5.1 Jembatan Holtekamp, Papua
58
5.1 Pemilihan Bangunan Atas Jembatan
59
5.2 Pemilihan Bangunan Bawah
60
5.2 Pemilihan Bangunan Bawah
61
5.2 Pemilihan Bangunan Bawah
Antisipasi gerusan akibat banjir/lahar dingin:
Bentuk fondasi harus dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas
jembatan yang ditahan oleh fondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah
kerasnya. Pemilihan dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
63
5.3 Jenis fondasi berdasarkan kedalaman
64
5.3 Jenis fondasi untuk jembatan
65
Pustaka
66
Terima Kasih
Balai Litbang Struktur Jembatan
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
e-mail : winarputro.adi@pusjatan.pu.go.id
e-mail : anton.surviyanto@pusjatan.pu.go.id
Jl. A.H. Nasution No. 264, Bandung 40294. Telp (022) 7802251-53 Fax (022) 7802726 67
Email: info@pusjatan.pu.go.id, www.pusjatan.pu.go.id