Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN


KASUS KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUANG NIFAS RSUD
PRAYA LOMBOK TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NISWATUN ASNAWATI
NIM : 068 STYC 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019
i
KONSEP TEORI
1.1 Konsep Dasar Post Partum
1. Definisi
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama
masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar Roestam, 1998). Akan tetapi
seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan (Hanifa, 2002; Dian
Septiana Andriani, 2014). Selain itu masa nifas / purperium adalah masa
partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer Arif
et.All. 1993; Dian Septiana Andriani, 2014).
Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 1998;
Dian Septiana Andriani, 2014) :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
b. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai
komplikasi.
2. Etiologi
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia internal maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat genital ini dalam keseluruhannya disebut involusi
(winknjosastro,2006; Dian Septiana Andriani, 2014 ).
Setelah bayi lahir, uterus yang selama persalinan mengalami
kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup
pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot
rahim terdiri dari tiga lapis otot membentuk anyaman sehingga pembuluh
darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindari dari perdarahan
post partum (Manuaba, 1998 ; Dian Septiana Andriani, 2014).

1
3. Fisiologi
a. Involusi
Proses involusi mengurangi berat uterus dari 1000 gram seminggu
kemudian 500 gram, 2 minggu post partum 300 gram dan setelah 6
minggu post partum berat uterus menjadi 40 – 60 gram (berat uterus
normal : 30 gram). Involusi disebabkan oleh :
1) Kontraksi retraksi serabut otot uterus yang terjadi terus- menerus
sehingga mengakibatkan kompresi pembuluh darah darah dan
anemia setempat : Ishcemia.
2) Autolisis : sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri
sehingga tertinggal jaringan fibroelastik dan jumlah remik sebagai
bukti kehamilan.
3) Atrofi : jaringan berfoliperasi dengan adanya estrogen kemudian
atrofi sebagai reaksi terhadap produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selama involusi vagina mengeluarkan sekret
yang dinamakan lochea, yang dibagi menjadi 4, yaitu :
a) Hari ke 1 dan ke 2 Lochea Rubra, terdiri atas darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
vernix caseosa lanugo dan mekonium.
b) Hari ke 3 dan 5 Lochea sanguilolenta, terdiri atas darah
bercampur lendir.
c) 1 minggu masa persalinan, lochea serosa berwarna agak kuning.
d) Setelah 2 minggu (10-15) berwarna hanya cairan putih atau
kekuning-kuningan, warna itu disebabkan karena banyak
leukosit (Wiknjosastro, 2006; Dian Septiana Andriani, 2014).
b. Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada
kelenjar-kelenjar mamae untuk menghadapi masa laktasi setelah partus
pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hypofisis
hilang.
Laktasi mempunyai 2 pengertian, yaitu :
1) Pembentukan / produksi air susu.

2
2) Pengeluaran air susu.
Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi,
refleks yang terjadi pada ibu yaitu prolaktin dan let down. Kedua
refleks ini bersumber dan perangsang puting susu akibat isapan bayi
meliputi :
1) Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada
puting susu terangsang. rangsangan tersebut oleh serabut afferent
dibawa ke hipotalamus didasar otak. Lalu dilanjutkan ke bagian
depan kelenjar hipofise yang memacu pengeluaran hormon
prolaktin ke dalam darah melalui sirkulasi memacu sel kelenjar
memproduksi air susu.
2) Reflek Let Down
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar ke bagian
belakang kelenjar hipofisis yang akan dilepaskan hormon. Oksitosin
masuk ke dalam darah dan akan memacu otot-otot polos
mengelilingi alveoli dan duktuli dan sinus menuju puting susu
(Huliana, 2003 ; Dian Septiana Andriani, 2014).
4. Perubahan Fisiologis Dalam Masa Nifas
Masa nifas merupakan masa kembalinya organ-organ reproduksi seperti
sedia kala sebelum hakil, sehongga pada masa nifas banyak sekali
perubahan-perubahan yang terjadi, diantaranya :
a. Perubahan dalam system reproduksi
1) Perubahan dalam uterus/rahim (involusi uterus)
2) Involusi tempat plasenta
3) Pengeluaran lochea
4) Perubahan pada perineum, vulva, dan vagina
b. Laktasi / pengeluaran Air Susu Ibu
Selama kehamilan horman estrogen dan progesterone menginduksi
perkembangan alveolus dan duktus lactiferas dari dalam mamae dan
juga merangsang kolostrum sesudah kelahiran bayi ketika kadar

3
hormone esdtrogen menurun memungkinkan terjadinya kenaikan kadar
hormone prolaktin dan produksi ASI pun dimulai.
c. Perubahan system Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 jam
atau 2 jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada masa nifas
awal dikarenakan kekurangan bahan makanan selama persalinan dan
pengendalian pada fase defekasi.
d. Perubahan system perkemihan
Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering
mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena :
1) Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder penuh
2) Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada dindingnya akibat
oleh kepala bayi
3) Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring
e. Penebalan Sistem Muskuloskeletal
Adanya garis-garis abdomen yang tidak akan pernah menghilang
dengan sempurna. Dinding abdomen melunak setelah melahirkan
karena meregang setelah kehamilan. Perut menggantung sering
dijumpai pada multipara.
f. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen (hpl) dan
chorionia gonadotropin (HCG), turun dengan cepat dalam 2 hari, hpl
sudah tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam
serum turun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas. Diantara
wanita menyusui, kadar prolaktin meningkat setelah bayi disusui.
g. Perubahan Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,20C. Setelah partus
dapat naik 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,00C
sesudah 12 jam pertama melahirkan. Bila >38,00C mungkin ada infeksi.
Nadi dapat terjadi bradikardi, bila takikardi dan badan tidak panas
dicurigai ada perdarahan berlebih/ada vitrum korelis pada perdarahan.
Pada beberapa kasus ditemukan hipertensi dan akan menghilang dengan

4
sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain dalam kira-kira 2
bulan tanpa pengobatan.
h. Perubahan system kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam
tempo 2 minngu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah
melahirkan peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama
kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas
fibrinolitik.
i. Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang diangkat sel-sel darah putih berjumlah 15.000
selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 – 30.000
tanpa menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan yang
lama/panjang. Hb, HCT, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada
awal masa nifas.
j. Perubahan Psikologis Postpartum
Banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan
menunjukkan gejala-gejala depresi ringan sampai berat.
5. Tanda-Tanda Bahaya Post Partum
a. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
b. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
c. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
d. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
e. Pembengkakan di wajah/tangan
f. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
g. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
i. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
j. Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri
sendiri
k. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah

5
6. Perawatan Pasca Persalinan
a. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke
kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
tromboemboli.Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-
jalan dan hari 4-5 sudah diperbolehkan pulang.
b. Diet
c. Makanan harus bermutu, beergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan-
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan
buah-buahan.
d. Miksi
Hendaknya kencing dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila kandung
kemih penuh dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan kateterisasi.Dengan
melakukan mobilisasi secepatnya tak jarang kesulitan miksi dapat
diatasi.
e. Defekasi
Buang air besar, harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan.Bila terjadi
obstipasi dan timbul koprostase hingga skibala tertimbun di rectum,
mungkin terjadi febris.Lakukan klisma atau berikan laksan peroral
ataupu perektal.Dengan melakukan mobilasasi sedini mungkin tidak
jarang kesulitan defekasi dapat diatasi.
f. Perawatan payudara
1) Dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras
dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayi
2) Jika putting rata. Sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting susu.
Ibu harus tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik.
3) Putting Lecet. Putting lecet dapat disebabkan cara menyusui atau
perawatan payudara yang tidak benar dan infeksi monilia.
Penatalaksanaan dengan tehink menyusui yang benar, putting harus
kering saat menyusui, putting diberi lanolin, monilia diterapi dan
menyusui pada payudara yang tidak lecet. Bila lecetnya luas

6
menyusui di tunda 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan tangan
atau dipompa.
4) Payudara bengkak. Payudara bengkak disebabkan pengeluaran ASI
yang tidak lancar karena bayi tidak cukup sering menyusui atau
terlalu cepat disapih. Penatalaksanaanya dengan menyusui lebih
sering, kompres hangat. Susu dikeluarkan dengan pompa dan
pemberian analgesic.
5) Mastitis. Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang
biasanya terjadi beberapa minggu setelah melahirkan.
Penetalaksanaan dengan kompres hangat/dingin, pemberian
antibiotic dan analgesic, menyusui tidak dihentikan.
6) Abses payudara. Pada payudara dengan abses ASI dipompa, abses
di insisi, diberikan antibiotic dan analgesic.
7) Bayi yang tidak suka menyusui. Keadaan ini dapat disebabkan
pancaran ASI yang terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu penuh,
bingung putting pada bayi yang menyusui diselang seling dengan
susu botol, putting rata dan terlalu kecil atau bayi mengantuk.
Pancaran ASI yang terlalu kuat diatasi dengan menyusui lebih
sering, memijat payudara sebelum menyusui, serta menyusui
dengan terlentang dengan bayi ditaruh diatas payudara. Pada bayi
dengan bingung putting, hindari dengan pemakaian dot botol dan
gunakan sendok atau pipet untuk memberikan pengganti ASI. Pada
bayi mengantuk yang sudah waktunya diberikan ASI, usahakan
agar bayi terbangun.
8) Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat
baik untuk kesehatan bayinya.
g. Laktasi
Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada
bandingannya, menyusui bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa
kasih sayang antara ibu dan anak.Setelah partus, pengaruh menekan
dari estrogen dan progesterone terhadap hipofisis hilang. Timbul
pengaruh lactogen hormone (prolaktin) kembali dan pengaruh oksitosin

7
mengakibatkan miopitelium kelenjar susu berkontraksi, sehingga terjadi
pengeluaran air susu. Umumnya produksi ASI berlangsung betul pada
hari ke-2-3 pp.Pada hari pertama, air susu mengandung kolostrum yang
merupakan cairan kuning lebih kental daripada susu, mengandung
banyak protein dan globulin
h. Perasaan mulas sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang sangat
menggangu selama 2-3 hari pasca persalinan dan biasanya lebih sering
pada multipara dibanding primipara. Perasaan mulas lebih terasa saat
menyusui, dapat pula timbul bila masih ada sisa selaput ketuban , sisa
plasenta atau gumpalan darah dalam kavum uteri. Pasien dapat
diberikan analgesic atau sedative.
i. Latihan senam dapat diberikan mulai hari ke 2 misalnya:
1) Ibu terlentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan diatruh di atas
dan menekan perut. Lakukan pernafasan dada lalu pernafasan perut.
2) Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali.
3) Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot seperti
menahan miksi dan defekasi.
4) Duduklah pada kursi, perlahan bunbgkukkan badan sambil tangan
berusaha menyentuh tumit.
j. Nasehat untuk ibu post natal
1) Sebaiknya bayi disusui
2) Bawakan bayi untuk imunisasi
3) Lakukanlah KB
4) Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan
k. Frekuensi Kunjungan pada Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam post  Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
partum  Mendetaksi dan merawat penyebab lain perdarahan,
Rujuk bila perdarahan berlanjut.
 Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga. bagaimana mencegah perdarahan karena

8
atonia uteri.
 Pemberian ASI awal.
 Membina hubungan antara ibu dan bayinya.
 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermia.
2 6 hari post  Memastikan involusi uteri berjalan normal: uterus
partum berkontraksi, fundus di bawah pusat, tak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu mendapatkan makanan, cairan dan
cukup istirahat.
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan
merawat bayi sehari-hari.
3 2 minggu post  Sama seperti di atas ( 6 hari post partum)
partum
4 6 minggu post  Menanyakan kepada ibu tentang penyulit-penyulit
partum yang dialami pada ibu maupun pada bayinya.
 Menberikan konseling untuk KB.
7. Prognosis :
Masa Nifas normal jika involusi uterus, pengeluaran lochea, Pengeluaran
ASI, dan perubahan sistem tubuh, termasuk keadaan psikologis normal
(Saifudi, AB. 2002)
8. Komplikasi
a. Pembengkakan payudara
b. Mastitis (peradangan pada payudara)
c. Endometritis (peradangan pada endometrium)
d. Post partum blues: Wanita mengalami gangguan mood, puncaknya
pada hari ke -5 dan berakhir pada hari ke 14. Ibu merasa down, mudah

9
menangis tanpa alasan yang jelas, ibu merasa kelalahan, konsentrasi
rendah, merasa kehilangan, sedih, dan terkadang merasa bermusuhan
dengan suaminya.
e. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri,
kemerahan pada jaringan terinfeksi atau pengeluran cairan berbau dari
jalan lahir selam persalinan atau sesudah persalinan.

10
9. Pathway KALA I PERSALINAN

Gangguan Pada Kala 1 Persalinan

His yang berulang Kanalis servikalis Kelainan letak janin Infeksi Genetalia Serviks Gemeli
selalu terbuka (sungsang) Inkompeten hidramnion
akibatnya kelainan
Peningkatan kontraksi serviks uteri
dan pembukaan (abortus&riwayat Tidak ada bagian Proses biomekanik Dilatasi berlebihan Ketegangan uterus
serviks uteri kuretase terendah yang bakter serviks yang berlebihan
menutupi pintu atas mengeluarkan
panggul yang enzim proteolitik
Mengiritasi nervus Mudahnya Selaput ketuban
menghalangi Serviks tidak bisa
pudendalis pengeluara air menonjol &mudah
tekanan terhadap Selaput ketuban menahan tekanan
ketuban pecah
membrane bagian mudah pecah intra uteri
Stimulus Nyeri bawah

Nyeri
Kecemasan ibu Air Ketuban Ketuban pecah dini Tidak adanya perlindungan dari
Rasa Mulas dan terhadap Terlalu banyak dunia luar dengan daerah rahim
ingin mengejan keselamatan Pasien tidak
janin dan bayinya Distosia partus mengetahui penyebab
kering Mudahnya orgaanisme masuk
Gangguan rasa dan akibat KPD secara asenden
nyaman Ansietas
Nyeri Laserasi pada jalan Defisit pengetahuan
lahir Resiko infeksi

Sumber: Carpenito, 2006)


1
10. Terapy/Tindakan Penanganan
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi
c. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
d. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring
kanan kiri
e. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang
benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada
masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
f. Hari ke- 2 : mulai latihan dudukke- 3 : diperkenankan latihan berdiri
dan berjalan
11. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Nama Klien digunakan untuk membedakan antar klien yang
satu dengan yang lain (Sastrawinata, 1983)
b) Umur : Untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi
atau tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun.
c) Suku / Bangsa :Untuk menentukan adat istiadat / budayanya
d) Agama :Untuk menentukan bagaimana kita memberikan
dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan.
e) Pekerjaan ekerjaan ibu yang berat bisa mengakibatkan ibu
kelelahan secara tidak langsung dapat menyebabkan involusi
dan laktasi terganggu sehingga masa nifas pun jadi terganggu
pada ibu nifas normal.
f) Alamat :Untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat
tinggal.
2) Anamnesa (Data Subjektif)
a) Tanggal / jam :Untuk mengetahui kapan klien datang dan
mendapatkan pelayanan.
b) Keluhan : Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu setelah
melahirkan.

1
c) Riwayat kehamilan dan persalinan :Untuk mengetahui apakah
klien melahirkan secara spontan atau SC. Pada ibu nifas normal
klien melahirkan spontan.
d) Riwayat persalinan :
(1) Jenis Pesalinan :Spontan atau SC. Pada ibu nifas normal
klien melahirkan normal.
(2) Komplikasi dalam persalinan :Untuk mengetahui selama
persalinan normal atau tidak.
(3) Placenta ilahirkan secara spontan atau tidak, dilahirkan
lengkap atau tidak, ada kelainan atau tidak, ada sisa placenta
atau tidak.
(4) Tali pusat :Normal atau tidak, normalnya 45-50 cm.
(5) Perineum :Untuk mengetahui apakah perineum ada robekan
atau tidak. Pada nifas normal perineum dapat utuh atau ada
robekan, pada nifas normal pun bisa juga dilakukan
episotomi.
(6) Perdarahan :
Untuk mengetahui jumlah darah yang keluar pada kala I, II, III
selama proses persalinan, pada nifas normal pendarahan tidak
boleh lebih dari 500 cc.
e) Proses persalinan Bayi
(1) Tanggal lahir : untuk mengetahui usia bayi
(2) Tekanan darah pada nifas normal < 120 / 80 mmHg.
(3) Nadi Pernapasan pada nifas normal 16 – 20 pada nifas
normal 80 – 100 x/menit x/menit, suhu normalnya 36BB
dan PB : untuk mengetahui BB bayi normal atau tidak
Normalnya > 2500 gr
(4) BBLR < 2500 gr, makrosomi > 4000 gr.
(5) Cacat bawaan : bayi normal atau tidak
(6) Air ketuban : Air ketubannya normal atau tidak. Normalnya
putih keruh. Banyaknya normal atau tidak normalnya 500-
1000 cc.

2
3) Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
a) Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan ibu secara umum
nifas normal biasanya baik.
b) Keadaan emosional
Untuk mengetahui apakah keadaan emosional stabil / tidak dan
apakah terjadi post partum blues (depresi) pada post partum
pada klien tersebut. Pada ibu nifas normal keadaan emosional
stabil.
c) Tanda Vital
36,40C sampai 37,40C.
d) Pemeriksaan fisik
(1) Muka
(a) Kelopak mata : ada edema atau tidak
(b) Konjungtiva : Merah muda atau pucat
(c) Sklera : Putih atau tidak
(2) Mulut dan gigi : Lidah bersih, gigi : ada karies atau tidak
ada.
(3) Leher
(a) Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak
(b) Kelenjar getah bening : ada pembesaran atau tidak.
(4) Dada
(a) Jantung : irama jantung teratur
(b) Paru-paru : ada ronchi dan wheezing atau tidak
(5) Payudara
Bentuk simetris atau tidak, puting susu menonjol atau tidak,
pengeluaran colostrum (Mochtar, 1990 : 102).
(6) Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : normal atau tidak dan tidak normal
bila ditemukan lordosis.
CVAT : ada / tidak nyeri ketuk. Normalnya tidak ada.
(7) Abdomen

3
Bekas luka operasi : untuk mengetahui apakah pernah SC
atau operasi lain.
Konsistensi : keras atau tidak benjolan ada atau tidak
Pembesaran Lien (liver) : ada atau tidak
4) Uterus
Untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana kontraksi uterus,
konsistensi uterus, posisi uterus. Pada ibu nifas normal TFU 2 jari
di bawah pusat kontraksinya baik. Konsistensinya keras dan posisi
uterus di tengah.
5) Pengeluaran lochea
Untuk mengetahui warna, jumlah, bau konsistensi lochea pada
umumnya ada kelainann atau tidak. Pada ibu nifas yang normal 1
hari post partum loceha warna merah jumlah + 50 cc, bau : dan
konsistensi encer (Mochtar, 1998).
6) Perineum
Untuk mengetahui apakah ada perineum ada bekas jahitan atau
tidak, juga tentang jahitan perineum klien. Pada nifas normal
perineum bisa juga terdapat ada bekas jahitan bisa juga tidak ada,
perineumnya bersih atau tidak.
7) Kandung kemih
Untuk mengetahui apakah kandung kemih teraba atau tidak, para
ibu nifas normal kandung kemih tidak teraba.
8) Extremitas atas dan bawah
a) Edema : ada atau tidak
b) Kekakuan otot dan sendi : ada atau tidak
c) Kemerahan : ada atau tidak
d) Varices : ada atau tidak
e) Reflek patella : kanan kiri +/-, normalnya +
f) Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit urat
syarat
g) Tanda hooman : +/-+ bila tidak ditemukan rasa nyeri
(Mochtar, 1998 : 102)

4
9) Uji Diagnostik
a) Darah : pemeriksaan Hb
b) HB ibu nifas normal : Hb normal 11 gram %
10) Golongan darah
11) Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi darah apabila
terjadi komplikasi.
b. Diagnosa
1. Risiko infeksi berhubungan denganketuban pecah dini.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot
rahim.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan
premature.
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus
berpotensi lahir premature.

5
c. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk
berhubungan keperawatan selama 3×24 infeksi mengetahui
dengan jam diharapkan pasien 2. Pantau keadaan tanda-tanda
ketuban pecah tidak menunjukan tanda- umum pasien infeksi yang
dini tanda infeksi dengan 3. Bina hubungan muncul
kriteria hasil : saling percaya 2. Untuk melihat
melalui perkembangan
1. Tanda-tanda infeksi komunikasi kesehatan
tidak tidak ada. terapeutik pasien
2. Tidak ada lagi cairan 4. Berikan 3. Untuk
ketuban yang keluar dari lingkungan yang memudahkan
pervaginaan. nyaman untuk perawat
3. DJJ normal pasien melakukan
4. Leukosit kembali 5. Kolaborasi tindakan
normal dengan dokter 4. Agar istirahat
5. Suhu tubuh normal untuk pasien terpenuhi
(36,5-37,5ºC) memberikan 5. Untuk proses
obat antiseptik penyembuhan
sesuai terapi pasien

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan 1. Kali tanda-tanda 1. Untuk


nyaman: nyeri keperawatan selama 3×24 Vital pasien mengetahui
berhubungan jam di harapkan nyeri 2. Kaji skala nyeri keadaan umum
dengan berkurang atau nyeri hilang (1-10) pasien
ketegangan dengan kriteria hasil : 3. Ajarkan pasien 2. Untuk
otot rahim teknik relaksasi mengetahui
1. Tanda-tanda vital dalam 4. Atur posisi derajat nyeri
batas normal. pasien pasien dan
TD:120/80 mm Hg 5. Berikan menentukan
N: 60-100 X/ menit. lingkungan tindakan yang
2. Pasien tampak tenang yang nyaman akan dilakukan
dan rileks dan batasi 3. Untuk
3. Pasien mengatakan pengunjung mengurangi

6
nyeri pada perut nyeri yang
berkurang dirasakan pasien
4. Untuk
memberikan
rasa nyaman
5. Untuk
mengurangi
tingkat stress
pasien dan
pasien dapat
beristirahat

3. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji apa pasien 1. Untuk


pengetahuan keperawatan selama 3×24 tahu tentang mengetahui
berhubungan jam di harapkan pasien tanda-tanda dan tentang
dengan memahami pengetahuan gejala normal pemahaman
pengakuan tentang penyakitnya dengan selama pasien untuk
persalinan criteria hasil : kehamilan tindakan
premature 2.Ajarkan tentang selanjutnya
1. Pasien terlihat tidak apa yang harus 2. Mencegah
bingung lagi dilakukan jika terjadinya hal-
2. Pengetahuan Pasien dan tanda KPD hal yang tidak
keluarga dapat bertambah muncul kembali diinginkan
3.Libatkan terjadi yang bisa
keluarga agar membahayakan
memantau ibu-janin
kondisi pasien 3. Untuk
membantu
merencanakan
tindakan
berikutnya

4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui


berhubungan keperawatan selama 3×24 kecemasan tingkatan
dengan jam di harapkan ansietas pasien kecemasan yang
persalinan pasien teratasi dengan 2. Dorong pasien dialami pasien
premature dan kriteria hasil : untuk istirahat 2. Untuk
neonatus total mempercepat
berpotensi 1. Pasien tidak cemas lagi 3. Berikan suasana proses
lahir premature 2. Pasien sudah mengetahui yang tenang dan penyembuhan
tentang penyakit ajarkan 3. Untuk
keluarga untuk memberikan

7
memberikan rasa nyaman dan
dukungan menurunkan
emosional kecemasan
pasien. pasien

1. Implementasi dan Evaluasi


Implementasi Evaluasi

1. Memberikan dukungan kepada klien 1. Inveksi tidak terjadi dan tanda-tanda


2. Menurunkan rasa cemas pasien vital dalam batas normal
3. Mengatasi rasa nyeri dan memberikan 2. Ibu menunjukkan penurunan rasa
kenyamanan pada pasien cemasnya
4. Mendukung pasien untuk melakukan 3. Rasa nyeri teratasi
aktivitas 4. Dapat melakukan aktivitas
5. Pola tidur normal

1.2 Ketuban Pecah Dini (KPD).


1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya
selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan
atau tanpa kontraksi.(mitayani,2011.buku keperawatan maternitas; Arum
Rachmawaty 2015)
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the
membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum
terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu
jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang
disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal
persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of
the membrane - preterm amniorrhexis

8
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktu nya melahirkan,hal ini dapat terjadi pada akhirnya
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan,(sujiyati,2009,asuhan patologi kebidanan; Arum Rachmawaty
2015)Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin
sebelum proses persalinan dimulai, pada usia kurang dari 37 minggu.(errol
norwiz,dan john,obstetric dan ginekologi,2007; Arum Rachmawaty 2015)
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalah
Ketuban pecah dini adalah pecah/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan, dan sebelum usia kehamilan mencapai 37
minggu,dengan kontraksi atau tanpa kontraksi
2. Arti Klinis Ketuban Pecah dini adalah
a. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul
maka kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi
talipusat menjadi besar.
b. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan
bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul
seringkali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto
pelvik..
c. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
d. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture
of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan
segala akibatnya.
e. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi
amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
3. Epidemiologi
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 – 10
% dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi
pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu

9
sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian
perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan
kurang dari 34 minggu bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan
terjadinya prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom (RDS).
4. Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi
adalah :
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai
penyebab utama ketuban pecah dini.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
c. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
d. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau
penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
e. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
g. Faktor lain yaitu:

10
1) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
2) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
3) Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
5. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ktuban merembes
melalui vagina, aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan
cirri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.tetapi bila anda duduk
atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
“mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara. Demam
,bercak vagina yang banyak ,nyeri perut ,denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.(buku asuhan patologi
kebidanan,sujiyatini,2009)
6. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini
dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid
A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local
asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan
PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada
infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag,
yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6.
Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal
janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam
cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi
sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon

11
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban.
Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai
kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi
karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan
kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan
kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya
melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi manusia juga menguraikan
aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin,
potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

12
7. Patway

1
2
8. Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya
tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu
diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Diagnosa KPD
ditegakkan dengan cara :
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak.
Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluanya cairan
tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran
lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD
secara benar.
b. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu
badan meningkat dan nadi cepat.
c. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
d. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum
pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum
(OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava, atau

1
bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada forniks anterior/posterior.
e. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum
dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena pada
waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah
dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila
akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi
sedikit mungkin.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina.
b. Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas
mustard emas yang sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua
pada keberadaan bahan basa. pH normal vagina selama kehamilan
adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong
kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik spekulum
dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina
dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
c. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

2
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion.
10. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi
baru lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil
dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).Seklain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD
Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD
praterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi intrauterine
b. Tali pusat menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia
(buku asuhan patologi kebidanan,sujiyatini,2009; Arum Rachmawaty
2015)
11. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang
kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan
maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

3
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau
umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah
RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru
sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin
merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin.
Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita
KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi
KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut
periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi
persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan
akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila
dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda
persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan
bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada
ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera

4
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi
KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik
karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat
ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif
disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai
37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar
tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka
segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur
kehamilan

5
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung
dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-
kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri,
ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan
tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang
cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-
mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik
yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang
ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap
hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of
Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-
masing 6 mg tiap 12 jam.

6
1.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Ketuban Pecah Dini
1. Pengkajian
a. Anamnese
1) Biodata klien
Berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan,
Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
2) Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan
sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air
ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir /
selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering
3) Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan
tanggal partus
4) Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah
perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua ?
5) Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG ,
darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional
dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan
yang diperoleh.
6) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara
pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah
penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang –
ulang
7) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan
secara genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg

7
menderita penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan
kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga
8) Kebiasaan sehari –hari
9) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami
penurunan
10) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada
daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu,
apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum)
11) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya
kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine
karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK.
Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka
perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
12) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,
tata rias rambut dan wajah.
13) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan KPD di anjurkan untuk bedresh total
14) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi.
2) Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi
fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun
cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung normal.
3) Pemeriksaan pelvis: pemeriksaan speculum steril pertama kali
dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina.

8
Karna cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina,
kertas nitrasin dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas
nitrasin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnose
tidak pasti adanya skuama anukleat, lanugo, atau bentuk Kristal daun
pakis cairan amnion kering dapat membantu.
4) Pemeriksaan vagina steril: menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengidentivikasi bagian presentasi
dan stasi bagian presentasi dan menyingkirkan kemungkinan prolaps
tali pusat.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air
ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu
hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap
kuning.
2) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 –
7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif
palsu.
3) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
4) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita
oligohidromnion.

9
2. Diagnosa
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder
terhadap atonia uteri.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
perineum dan kontraksi uterus berlebih. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan masuknya kuman pada luka episiotomy
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan setelah
melahirkan.
4. Potensial terhadap perubahan peran orang tua yang berhubungan
dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Resiko syok hipovolemik Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign


b.d. perdarahan sekunder tindakan keperawatan 2. Kaji adanya tanda-tanda
terhadap atonia uteri. selama 2x24 jam syok hipovelomik
diharapan Syok 3. Monitor pengeluaran
hipovolemi tidak terjadi pervagina.
dengan 4. Lakukan massage
Kriteria hasil: segera mungkin pada
1. Tekanan darah fundus uteri.
siastole 100-120 5. Susukan bayi sesegera
mmHg, diastole 60- mungkin.
85 mmHg.
2. Nadi 60-100 kali
permenit.
3. Akral hangat, tidak
keluar keringat
dingin
4. Perdarahan post
partum kurang dari
100 cc

10
2 Gangguan rasa nyaman: Setelah dilakukan 1. Kaji sebab-sebab nyeri
nyeri b.d trauma jaringan tindakan keperawatan pada klien.
perineum, kontraksi uterus selama 2x24 jam di 2. Ajarkan pada klien
berlebih. harapkan Nyeri tentang metode
berkurang atau hilang distraksi dan relaksasi.
dengan 3. Anjurkan pada klien
Kriteria hasil : untuk melakukan
1. Ekspresi wajah klien kompres dingin pada
tenang. daerah perineum.
2. Klien mengatakan 4. Kolaborasi pemberian
nyeri berkurang atau analgesic sesuai advis
hilang. dokter.
3. Skala nyeri kurang
dari 4.
4. Nadi antara 60-100
kali permenit.

3 Resiko tinggi infeksi b.d. Setelah dilakukan 1. Cuci tangan sebelum


masuknya kuman pada luka tindakan keperawatan dan sesudah kontak
episiotomi. selama 2x24 jam dengan pasien.
diharapkan Infeksi tidak 2. Monitor tanda-tanda
terjadi dengan vital.
Kriteria hasil : 3. Monitor tanda-tanda
1. Tidak ada tanda- infeksi pada daerah
tanda infeksi pada luka episiotomi.
daerah sekitar luka 4. Beri perawatan pada
episiotomi. luka episiotomi dengan
2. Jumlah sel darah menggunakan teknik
putih normal. septic dan antiseptic.
5. Anjurkan pada klien
agar menjaga

11
kebersihan perineum
4 Defisit perawatan diri b.d. Setelah dilakukan 1. Kaji factor-faktor
kelelahan setelah tindakan keperawatan penyebab yang
melahirkan. selama 2x24 jam berperan.
diharapkan Kebersihan 2. Tingkatan partisipasi
diri klien terpenuhi klien secara bertahap
dengan dan optimal.
Kriteria hasil : 3. Beri dorongan untuk
1. Klien dapat mengungkapkan
melakukan perawatan persaan tentang
diri secara bertahap. perawatan diri.

5 Potensial terhadap Setelah dilakukan 1. Observasi interaksi


perubahan peran orang tua tindakan keperawatan antara keluarga dengan
yang b.d. transisi pada masa selama 2x24 jam bayinya.
menjadi orang tua dan diharapkan Keluarga 2. Anjukan ibu untuk
perubahan peran. dapat memahami adanya menyentuh, merawat
perubahan proses dalam dan segera memberikan
keluarga dengan ASI.
Kriteria hasil : 3. Berikan penjelasan
1. Orang tua semua tentang
menunjukkan kebutuhan informasi
tingkah laku kasih yang diperlukan pasien
sayang terhadap tentang kondisinya dan
bayinya perawatan bayi.
4. Fasilitasi keluarga dan
sibling untuk
menjenguk / menyentuh
bayi.

12
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses
keperawatan. Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi
pada manusia. Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana
tersebut diharapkan dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan
tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh perawatdan harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik
(Hidayat, 2002.)
5. Evaluasi
Adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan(Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2
yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir
tindakan keperawatan secara paripurna.Berorientasi pada masalah
keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau
ketidakberhasilan.Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Kholidah, Ita nur. 2018. Laporan Pendahuluan Post Partum Spontan Di Ruang
Amarilis Rsud R.A. Kartini Jepara.Di kutip pada tanggal 18 Juli 2019.
https://www. Academia.edu/37765855/LP-POST-PARTUM-SPONTAN-dengan-
kpd.doc
Indahtirtya, 2014. Laporan Pendahuluan Tentang Sectio Caesarean. Di kutip
pada tanggal 11 Juli 2019. https://id.scribd.com/document/24741219/Laporan-
Pendahuluan--tentang-Sectio-Caesarean
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI
Shobrina Omi dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Maternitas I Pada Pasien
Dengan Ketuban Pecah Dini. Di kutip pada tanggal 18 Juli 2019.
https://www. Academia.edu

Anda mungkin juga menyukai