Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

SKIZOAFEKTIF TIPE BIPOLAR EPISODE MANIK


DENGAN GEJALA PSIKOSIS

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Periode
20 Mei 2019 – 24 Juni 2019

Wahyudi Teguh Rejeki, S.Ked 04084821921120


Velly Ezka Raissa, S.Ked 04084821921161
Adi Putra Tandi, S.Ked 04054821820024

Pembimbing: dr. Bintang Arroyantri, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT


ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:


SKIZOAFEKTIF TIPE BIPOLAR EPISODE MANIK
DENGAN GEJALA PSIKOSIS

Oleh:

Wahyudi Teguh Rejeki, S.Ked 04084821921120


Velly Ezka Raissa, S.Ked 04084821921161
Adi Putra Tandi, S.Ked 04054821820024

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang periode 20 Mei 2019 – 24 Juni 2019.

Palembang, Mei 2019

dr. Bintang Arroyantri, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“SKIZOAFEKTIF TIPE BIPOLAR EPISODE MANIK DENGAN GEJALA
PSIKOSIS” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Bintang Arroyantri, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah ini, semoga
bermanfaat.

Palembang, Mei 2019

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................... 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11

BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 34

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku, atau psikologik
seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya impairment/disability)
pada satu atau lebih fungsi manusia. Disfungsi yang dimaksud adalah
keterbatasan untuk melaksanakan aktivitas pada tingkat personal, yaitu kegiatan
hidup sehari-hari untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup, dan gangguan
itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan
masyarakat.1 Menurut Cherry (2019), gangguan jiwa merupakan suatu pola
perilaku atau gejala psikologik yang memiliki dampak pada berbagai bidang
kehidupan. Gangguan-gangguan ini dapat menciptaan penderitaan (distress)
bagi individu yang mengalaminya.2
Gangguan psikotik merupakan gangguan jiwa berat yang menyebabkan
terjadinya cara berpikir dan persepsi yang abnormal. Individu dengan psikosis
mengalami kehilangan kontak dengan realita. Dua diantara gejala utama
psikosis adalah delusi dan halusinasi.3 Gangguan psikotik merupakan
sekumpulan penyakit serius yang mempengaruhi pikiran penderitanya.
Gangguan ini menyebabkan seseorang mengalami kesulitan untuk berpikir
jernih, membuat penilaian yang baik, memberikan respon emosional,
berkomunikasi secara efektif, memahami realita, dan berprilaku sesuai.
Individu dengan gejala psikosis yang berat merasa sulit untuk tetap
berhubungan dengan realita dan seringkali tidak mampu mengurus kehidupan
sehari-harinya.4
Penyebab dari gangguan psikotik masih belum diketahui. Pasien dengan
gangguan personalitas seperti borderline, schizoid, schyzotypal atau paranoid
qualities dapat berkembang menjadi gejala psikotik. Pada beberapa pasien
psikotik juga memiliki riwayat skizofrenia atau gangguan mood pada keluarga
namun hal ini belum dapat dipastikan.5 Yang termasuk kedalam gangguan
psikotik antara lain: skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan waham
menetap, gangguan psikotik akut dan sementara, gangguan waham induksi, dan
gangguan skizoafektif.1 Gangguan psikotik akut dan sementara memiliki onset
yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang) dimana dalam waktu tersebut
gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu beberapa aspek kehidupan dan
pekerjaan sehari-hari. Adanya stress akut yang berkaitan juga merupakan ciri
dari gangguan ini.1 Gangguan psikotik akut dan sementara ini ditandai dengan
timbulnya satu atau lebih dari gejala berikut secara tiba-tiba: delusi, halusinasi,
sikap dan perilaku yang aneh (bizzare), serta cara berbicara yang kacau. Selain
itu gejala-gejala lain yang mungkin didapati pada gangguan psikotik ini adalah
gejala afektif, disorientasi, terganggunya perhatian, perilaku katatonik,
berteriak-teriak, dan emosi yang dapat berubah secara cepat dan tidak dapat
diprediksi.6 skizoafektif adalah gejala psikotik yang persisten dan terjadi
bersama‐sama dengan gangguan suasana perasaan (mood disorder).8

Berdasarkan salah satu studi, insiden gangguan ini sepuluh kali lebih
banyak terjadi di negara berkembang, dan paling sering terjadi pada pasien
dengan keadaan sosioekonomi rendah, pasien dengan gangguan kepribadian
yang sudah ada sebelumnya, dan pada imigran. Gangguan psikosis ini
kebanyakan timbul pada masa remaja dan dewasa muda, namun tidak menutup
kemungkinan timbul pada usia berapapun. Sebuah studi epidemiologi
internasional menyebutkan bahwa insiden gangguan ini dua kali lebih tinggi
pada perempuan daripada laki-laki. Secara umum, gangguan ini memiliki
prognosis yang baik.6 Kesembuhan biasanya terjadi dalam 2-3 bulan, dapat pula
dalam beberapa minggu bahkan beberapa hari, dan sebagian kecil dari pasien
dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang menetap dan
berhendaya. 6,7

1.2 Tujuan
Tulisan ilmiah ini disusun sebagai laporan kasus salah satu pasien di RS Ernaldi
Bahar sebagai salah satu sarana pembelajaran mengenai gangguan psikotik, dari
segi teori, kasus di lapangan dan analisis kasus tersebut dengan teori.

BAB II STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Nn. ED
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku/Bangsa : Sumatera Selatan
Pendidikan : S1 (tamat)
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : Desa Sukaraja Baru, Kecamatan Indralaya
Selatan, Kabupaten Ogan Ilir
Datang ke RS : Jumat, 24 Mei 2019
Cara ke RS : Dibawa oleh keluarga
Tempat Pemeriksaan : IGD RSUD Ernaldi Bahar Palembang

II. ANAMNESIS A. AUTOANAMNESIS


a. Keluhan utama
Pasien mengatakan bahwa dirinya sering mendapat bisikan setan yang
menyuruh untuk bersuara seperti binatang. Pasien sakit hati dengan calon
tunangannya.
b. Riwayat perjalanan penyakit
Tiga bulan lalu, pasien menangis selama dua hari, tampak murung,
tidak mau makan, sulit tidur, badan lemas, dan menarik diri dari
lingkungan. Pasien juga sering mendengar suara-suara yang
membicarakan kiamat (+). Hal ini terjadi setelah perbaikan skripsi pasien
ditolak oleh dosen sebanyak tujuh kali. Pasien sering mengatakan kepada
ibunya jika pasien sudah tidak sanggup menemui penguji. Pasien sempat
memiliki rencana bunuh diri dengan terjun ke sungai akibat masalah
skirpsi yang terus ditolak.
Pasien lalu dibawa ke IGD RS. Ernaldi Bahar, dirawat inap selama
lima hari, mendapat pengobatan suntik di bokong dan dua obat makan
namun lupa namanya. Pasien pulang dengan kondisi tidak lagi mendengar
bisikan-bisikan, sudah bisa tidur, nafsu makan baik, dan tidak tampak
depresi. Pasien mendapat obat pulang tetapi lupa namanya. Selanjutnya
pasien kontrol ke RS AK. Gani, diberi obat yang berbeda yang tidak ingat
namanya. Obat tersebut tetap diminum tetapi tidak teratur.
Satu bulan lalu, pasien sering diam dan memikirkan pernikahannya
yang akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 nanti. Pasien ingin
dinikahkan bulan ini juga karena pasien sering merasa cemburu dan
berkata bahwa tunangannya selingkuh karena pernah melihat
tunangannya dengan seorang janda. Namun, keluarga pasien mengatakan
bahwa tunangan pasien merupakan seorang dukun dan janda tersebut
hanya kliennya. Pasien juga sering marah-marah.
Sejak empat hari lalu pasien lebih sering marah-marah dan
mengancam akan mengamuk tanpa sebab. Pasien juga sering berbicara
sendiri dan selalu mengatakan tidak sanggup untuk melanjutkan kuliah.
Pasien mendengar ada suara-suara hewan yang mengganggu berupa
kucing, anjing, ayam, beruang, dan babi, serta menyuruhnya untuk
mengikuti suara hewan tersebut. Sesekali pasien mendengar tentang
kiamat yang akan terjadi tahun 2024.
Sejak tiga hari lalu pasien tampak semakin gelisah, mengoceh,
berteriak-teriak, pergi ke jalan raya karena ada ajakan yang didengarnya,
dan tidak bisa diam. Pasien sedikit makan, sedikit minum, dan tidak tidur.
Kegiatan makan dan minum dibantu oleh ibunya. Pasien kemudian
dibawa ke IGD RS. Ernaldi Bahar.
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat kejang : tidak ada
- Riwayat trauma : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus: tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat asma : tidak ada
- Riwayat alergi : tidak ada

d. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik
- Dewasa : sosialisasi baik
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat NAPZA (-)

e. Riwayat keluarga
- Os merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
- Anggota keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
- Riwayat pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
- Hubungan dengan anggota keluarga terjalin baik.

Keterangan:
: Pasien

:Laki-laki

: Perempuan

f. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir Sarjana Bahasa Indonesia (S1)

g. Riwayat pekerjaan
Tidak bekerja
h. Riwayat gaya hidup
Pasien tidak merokok dan tidak berolahraga setiap minggu.

i. Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah.

j. Keadaan sosial ekonomi


Pasien tinggal bersama orang tuanya dirumah. Rumah pasien merupakan
milik sendiri Pendapatan yang didapat oleh orang tua pasien sehari-hari
Rp. 350.000 – Rp. 700.000. Kesan: sosial ekonomi menengah ke bawah.
III. PEMERIKSAAN A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 102 x/menit
Tekanan darah : 122/71 mmHg
Suhu : 36,70 C
Frekuensi napas : 20 x/menit

B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan 3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil :bentuk bulat, sentral, isokor, Ø
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal

Kekuatan 5/5

Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik

Klonus - - - -

Refleksfisiologis + + + +

Reflekspatologis - - - -

5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUS

KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi inadekuat
c. Sikap : Berubah-ubah
d. Inisiatif : Adekuat
e. Tingkah laku motorik : Gelisah
f. Ekspresi fasial : Wajar
g. Cara bicara : Lancar
h. Kontak psikis : adekuat
i. Kontak fisik : adekuat
j. Kontak mata : adekuat
k. Kontak verbal : adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : Labil
Mood : Elevasi

b. Hidup emosi
Stabilitas : labil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terganggu
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirasakan
Arus emosi : stabil

5
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : kemampuan memusatkan dan

mempertahankan perhatian
terganggu
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : sulit dinilai
Discriminative judgement : terganggu
Discriminative insight : terganggu
Dugaan taraf intelegensi : sulit dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada

d. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak ada
Halusinasi : ada (auditorik,
mendengar suara binatang,
menyuruhnya menirukan suara
tersebut, dan mendengar bisikan
bahwa akan kiamat tahun 2024)

KEADAAN PROSES BERFIKIR


a. Arus pikiran
Flight of ideas : ada

Inkoherensi : tidak ada


Sirkumstansial : tidak ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang (blocking) : tidak ada
Terhambat (inhibition) : tidak ada
Perseverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada

b. Isi Pikiran
Waham : ada (curiga tunangannya selingkuh)
Pola Sentral : tidak ada
6
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : ada
Rasa permusuhan : tidak ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : ada, 3 bulan lalu pasien ingin terjun ke sungai
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Aliensi : tidak ada

c. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan


Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

e. Kecemasan : tidak ada

7
f. Dekorum
Kebersihan : cukup
Cara berpakaian : cukup
Sopan santun : cukup

g. Reality testing ability : RTA terganggu

D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan laboratorium : dilakukan
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Hemoglobin 11.4 12.0-16.0 gr%
Leukosit 7660 4000-11000 mm3
Laju Endap - 0-20 mm/jam
Darah
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-3 %
Batang 2 2-6 %
Segmen 68 50-70 %
Limfosit 36 20-40 %
Monosit 3 2-8 %
Hematokrit 38 38-47 %
Trombosit 382000 150000-450000 mm3
Eritrosit 4.6 4.6-6.2 juta/mm3
Glukosa sewaktu 87 <=120 mg/dL
Ureum 15 15-39 mg/dL
Creatinine 0.8 <=1.1 mg/dL

8
SGOT 23 7-40 U/L
SPOT 13 7-41 U/L

e. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan


f. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
g. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : Skizoafektif tipe bipolar saat ini manik dengan ciri
psikotik
Aksis II : Belum ada diagnosis
Aksis III : Belum ada diagnosis
Aksis IV : Stressor: putus obat, masalah interpersonal
Aksis V : GAF scale saat ini 50

V. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
- F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala
psikotik
- F20.0 Skizofrenia paranoid
- F30.2 Mania dengan gejala psikotik

VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Inj. Haloperidol 1 amp (5mg) i.m, hanya diberikan saat pasien Commented [LE1]: Utk mengatasi gejala psikotik
akut, dikasih waktu gadges aja
gaduh gelisah
- Risperidone 2x2mg p.o Commented [LE2]: Risp: gol atip. Karena dapat
m- gej +-, efek samping lebih sedikit
- Natrium divalproat 1x500 mg p.o Commented [LE3]: Utk menstabilkan mood

b. Tambahan
Fiksasi dengan restrain, dilepaskan ketika pasien sudah tidak
gaduh gelisah

9
c. Psikoterapi Suportif
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien
dalam menghadapi penyakit.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur.

Kognitif
- Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap
masalah yang dihadapi.

Keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien
sehingga diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung
kesembuhan pasien.

Religius

- Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai


ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu,
menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa
kepada Allah SWT.

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Gangguan
skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada gangguan bipolar. Suatu
gangguan psikotik dengan gejalagejala skizofrenia dan manik sama-sama menonjol
dalam satu episode penyakit yang sama.8
Kriteria dignostik untuk gangguan skizoafektif yaitu terdapat gejala
skizofrenia dan gejala gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain tetapi masih dalam
satu episode penyakit yang sama. Diagnosa gangguan ini tidak ditegakkan untuk
pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan perspektif tetapi dalam
episode penyakit yang berbeda. Gangguan mood yaitu kelainan fundamental dari
kelompok gangguan ini yaitu gangguan suasana perasaan yang biasanya mengarah
ke depresi atau ke arah elasi.8
Gangguan skizoafektif yaitu gejala skizofrenia dan gangguan afektif
samasama menonjol atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu
episode penyakit (tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun gangguan
afektif). Pedoman diagnosis gangguan skizoafektif tipe manik berdasarkan PPDGJ-
III yaitu 1). Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manik. 2). Afek harus meningkat secara menonjol atau ada
peningkatan afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau
kegelisahan yang memuncak. 3). Dalam episode yang sama harus jelas ada
sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas. Pemeriksaan
status psikiatri pada pasien ditemukan didapatkan penampilan wajar, roman muka
tampak gembira, kontak verbal dan visual cukup, mood euforia, afek inappropriate,
bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi pikir waham kebesaran dan curiga
ada, pada dorongan instingtual didapatkan ada riwayat insomnia dan raptus.8

11
3.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1%,
kemungkinan dalam rentan 0,5‐0,8%. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, pada pria lebih rendah dari pada wanita. Onset umur pada wanita lebih
besar daripada pria. Pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering
sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar.
Lakilaki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku
antisosial.9

3.3 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan:10
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan yang pertama.
Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai ganggua skizoafektif
didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas
terpisah, beberapa data menunjukan bahwa kedua gangguan tersebut terkait secara
genetik. Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien gangguan
skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua gangguan
primer. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila studi keluarga pasien dengan
gangguan skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan
prevalensi skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat proban dengan gangguan
skizoafektif tipe bipolar; namun keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe
depresif berisiko lebih tinggi mengalami skizofrenia dari pada gangguan mood.10

12
3.4 Gambaran Klinis
Anamnesis
Adanya perasaan sedih dan hilangnya minat, berlnagsung paling sedikit dua minggu
atau rasa senang berlebihan yang berlangsung paling sedikit satu minggu. Gejala-
gejala tersebut muncul bersamaan dengan pembicaraan kacau, waham, halusinasi,
perilaku kacau, atau gejala negatif.11

Pemeriksaan Status Psikiatri


Terdapat tanda-tanda gangguan mood depresi (misalnya, mood hipotimik dan
isolasi sosial) atau tanda-tanda mania (misalnya, mood hipertimik, iritabel, banyak
bicara, menigkanya aktivitas motorik) atau campuran.11

Subtipe
Ada dua subtipe gangguan skizoafektif yaitu: 11
1. Tipe bipolar yaitu bila terdapat episode manik atau campuran. Selain itu
juga ditemui episode depresif mayor.
2. Tipe depresif yaitu bila hanya episode depresif mayor.

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa


(PPDGJ-III):1
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau

“thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau

13
“delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi Auditorik:
• Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
• mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
• jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja

14
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara
sosial.1

3.5 Diagnosis
a. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR
Dokter harus mendiagnosis secara akurat penyakit afektif. Memastikan
bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode manik maupun episode depresif
dan juga menentukan lama setiap episode secara tepat (tidak selalu mudah atau
mungkin dilakukan). Lamanya setiap episode harus diketahui karena dua alasan.
Pertama, memenuhi kriteria B (gejala psikotik tanpa sindrom mood), seseorang
harus mengetahui kapan episode afektif berakhir dan psikosis terus terjadi. Kedua,
memenuhi kriteria C, lama semua episode moodharus digabungkan dan
dibandingkan dengan lama total penyakit.12
Jika komponen mood muncul dalam jumlah yang bermakna pada penyakit
total makakriteria terpenuhi. Mengkalkulasi lama total episode sulit dilakukan dan
tidak membantu karena istilah “jumlah yang bermakna” tidak dijelaskan. Pada
praktiknya sebagian besar klinisi mencari komponen mood sebanyak 15 sampai 20
persen dari penyakit total. Pasien yang mengalami satu episode manik penuh selama
2 bulan tetapi mengalami gejala skizofrenia selama 10 tahun tidak memenuhi
kriteria gangguan skizoafektif.12

Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Gangguan Skizoafektif.

15
A. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu, episode depresif
mayor, episode manik atau episode campuran yang terjadi bersamaan
dengan gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
Catatan : episode depresif mayor harus mencakup kriteria A1: mood
depresi.

B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurang-kurangnya 2 minggu tanpa gejala mood yang menonjol.

C. Gejala yang memenuhi kriteria episode mood timbul dalam jumlah yang
bermakna pada durasi total periode aktif dan residual penyakit.

D. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh; obat
yang disalah gunakan, suatu obat) atau keadaan kesehatan umum.

Tentukan tipe :
 Tipe bipolar : jika gangguan mencakup episode manik atau campuran
(atau episode manik atau campuran dan episode depresif mayor)
 Tipe depresif : jika gangguan hanya mencakup episode depresif mayor.

b. Kriteria diagnosis DSM-V


1. Sebuah periode terganggua dimana ada episode mood mayor (depresif atau
manik) bersamaan dengan kriteria A skizofrenia.
Catatan : Episode depresif mayor harus mencakup kriteria A1 ; suasana hati
depresif
2. Delusi atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih dengan tidak adanya
episode mood mayor (depresif atau manik) selama durasi seumur hidup
penyakit.

3. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood mayor yang hadir untuk
mayoritas total durasi dan residual penyakit.
4. Gangguan tidak disebabkan oleh efek dari zat (misalnya, penyalah gunaan
obat, medikasi) atau kondisi medis lain.12

c. Kriteria diagnosis PPDGJ-III


PPDGJ-III membagi skizoafektif (F25) menjadi beberapa jenis yaitu;1
1. F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manik
16
2. F25.1 Gangguan skizoafektif tipe depresif
3. F25.2 Gangguan skizoafektif tipe campuran
4. F25.8 Gangguan skizoafektif tipe lainnya
5. F25.9 Gangguan skizoafektif tipe YTT
Pedoman diagnostik gangguan skizoafektif menurut PPDGJ-III yaitu:
1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan (simultaneously) atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana,
sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
2. Tidak dapat digunakan pada pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
3. Bila seseorang skizofrenik menunjukan gejala depresif setelah mengalai
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
pascaskizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). pasien lain mengalami satu atau dua
episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif (F30F33).
• Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe Manik menurut PPDGJ-
III yaitu:
1. Kategori ini digunakan baik untuk episode skiziafektif tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar
episode skizoafektif tipe manik.
2. Afek harus menigkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tidak begitu menonjol dikombinaki dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.
3. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20-pedoman diagnostik (a) sampai (d))
• Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe Depresif menurut PPDGJ-
III yaitu:

17
1. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif
yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar
episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif.
2. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas,
baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam
uraian untuk episode depresif (F32).
3. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu dan sebaiknya
ada dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam
pedoman diagnostik skizofrenia, F20- (a) sampai (d))
• Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe campuran menurut
PPDGJ-III yaitu:
1. Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara
bersama-sama dengan gejala-gejala afektif Bipolar campuran (F31.6).

3.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding psikiatri biasanya mencakup semua bentuk gangguan
mood dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,
pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik gejala. Riwayat penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji penapisan
toksikologi positif dapat mengindikasikan gangguan terinduksi zat. Keadaan medis
sebelumnya, pengobatan atau keduanya dapat menyebabkan gangguan psikotik dan
mood.10
Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu didukung dengan
pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan patologi anatomis dan
elektrosefalogram untuk menentukan setiap gangguan bangkitan yang mungkin
(contoh; epilepsi lobus temporalis). Gangguan psikotik akibat gangguan bangkitan
lebih sering terjadi daripada yang terlihat pada populasi umum. Gangguan tersebut
cenderung ditandai dengan paranoia, halusinasi dan ide rujukan. Pasien epileptik
dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik daipada pasien
dengan gangguan spektrum skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih baik dapat
mengurangi psikosis.10

18
3.7 Tatalaksana
Pengobatan pada skizoafektif terdiri dari pengobatan secara psikofarmaka dan
psikoterapi. Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon baik
terhadap pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Karena pengobatan yang
konsisten penting untuk hasil terbaik, psikoedukasi pada penderita dan keluarga,
serta menggunakan obat long acting bias menjadi bagian penting dari pengobatan
pada gangguan skizoafektif. Farmakoterapi yang digunakan adalah risperidon 2x4
mg, fluoxetine 1x10 mg. Pengobatan harus sesuai dengan tipe atau episode
skizoafektif yang terjadi. Karena episode skizoafektif sangat membedakan
pemberian obat yang akan diberikan. Pada keadaan manik akan obat antimanik dan
pada saat depresif akan diberikan antidepresif. Farmakoterapi untuk mengatasi
gejala skizoafektif tipe manik yaitu pengobatan dengan obat antipsikotik yang
dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik
saja. Cara kerja mood stabilezer yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu
yang disebut neurotransmitters yang mengendalikan temperamen emosional dan
perilaku dan menyeimbangkan kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi
gejala gangguan kepribadian.13

3.8 Prognosis
Prognosis skizoafektif lebih baik dari pada skizofrenia tetapi lebih buruk bila
dibandingkan dengan gangguan mood. Perjalanan penyakitnya cenderung tidak
mengalami deteriorasi dan responsnya tehadap litium lebih baik daripada
skizofrenia. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu, namun penyembuhan
secara sempurna dalam beberapa minggu.14

19
BAB IV ANALISIS KASUS

Nn. ED, perempuan, 22 tahun, datang dibawa orang tuanya ke IGD RS


Ernaldi Bahar Palembang pada Jumat, 24 Mei 2019. Pasien datang atas rujukan RS.
A. K. Gani Palembang terkait keluhan yang dideritanya. Wawancara dan observasi
dilakukan pada hari Jumat, 24 Mei 2019 pukul 11.00 WIB di IGD RS Ernaldi Bahar
Palembang. Wawancara yang dilakukan berupa autoanamnesis dan alloanamnesis..
Pemeriksa bertanya kepada pasien dengan posisi pasien terfiksasi. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Palembang.
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, pasien mengatakan bahwa
dirinya sering mendapat bisikan setan yang menyuruh untuk bersuara seperti
binatang. Pasien sakit hati dengan calon tunangannya. Pasien tampak gelisah, sering
berteriak, dan sering mengoceh. Pasien sering berteriak dan keluar rumah terutama
ke jalan raya, sebelumnya pasien tidak tidur sudah sejak tiga hari yang lalu, sedikit
makan dan minum. Pasien mengatakan ada suara-suara yang mengajaknya. Empat
hari lalu, pasien sering marah-marah dan mengancam akan mengamuk. Pasien
sering berbicara sendiri dan selalu mengulang-ngulang mengatakan tidak sanggup
untuk melanjutkan kuliah. Pasien tidak mau beraktivitas apa-apa. Pasien
mengatakan ada suara-suara yang mengganggu, berupa itik, kucing, ayam, beruang,
dan babi. Sesekali pasien mendengar tentang kiamat yang akan terjadi tahun 2024.
Satu bulan lalu, pasien sering diam dan memikirkan pernikahannya yang
akan dilasanakan pada bulan Oktober 2019 nanti, pasien sering cemburu dengan
tunangannya yang merupakan seorang dukun dan mengatakan bahwa ia selingkuh
dengan seorang janda, sehingga pasien ingin dinikahkan bulan ini juga. Tiga bulan
lalu, pasien mengalami depresi, dibawa ke IGD RS. Ernaldi Bahar dengan kondisi
menangis selama dua hari, hanya sedikit makan, kurang tidur, badan lemas, pasien
menarik diri dari lingkungan, sering mendengar suara-suara yang membicarakan
kiamat (+). Pasien sempat memiliki rencana bunuh diri dengan terjun ke sungai
akibat masalah skirpsi yang terus ditolak oleh dosen sebanyak tujuh kali. Perbaikan
skripsi pasien tidak diterima, pasien mengatakan kepada ibunya jika pasien sudah
tidak sanggup menemui penguji. Setelah lima hari dirawat, pasien dipulangkan
dengan mengalami perbaikan dan stabil. Pasien kontrol ke RS AK. Gani, pasien
diberi obat yang berbeda dan obat tetap diminum tetapi tidak teratur.
20
Pada status internus, keadaan umum didapatkan delirium karena bicara dan
motorik pasien kacau dan sering gelisah. Status neurologikus dalam batas normal.
Pada status psikiatrikus, keadaan umum, didapatkan delirium, sikap berubah-ubah,
tingkah laku motorik gelisah. Pada keadaan khusus, keadaan afektif afek labil
dimana terjadi perubahan irama cepat dan tiba-tiba tanpa stimulus eksternal, mood
elevasi, pasien tampak bersemangat ketika diwawancara. Hidup emosi didapatkan
labil dan pengendalian terganggu karena pasien susah mengelola emosinya. Daya
konsentrasi dalam memusatkan dan mempertahankan perhatiannya terganggu,
halusinasi auditorik (+) berupa suara hewan dan suara yang mengajaknya. Pada
keadaan proses berpikir, arus pikiran flights of idea, isi pikiran (waham, kecurigaan,
ide bunuh diri), dan logore.
Pemeriksaan lain berupa laboratorium tampak kesan anemis (Hb=11,4 gr%).
Penilaian diagnosis dinilai secara multiaksial menurut PPDGJ III, yaitu:
1) Aksis I
Dari autoanamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
skizoafektif dengan episode manik. Hal ini didasarkan pada:
1) Gejala skizofrenia dan afektif yang sama-sama menonjol pada saat
bersamaan. Afek yang meningkat.
Delusion of control: pasien mengatakan ada suara-suara yang mengajaknya
untuk keluar rumah terutama ke jalan raya dan beteriakteriak. Halusinasi
auditorik: mengatakan ada suara-suara yang mengganggu, berupa itik,
kucing, ayam, beruang, dan babi. Sesekali pasien mendengar tentang kiamat
yang akan terjadi tahun 2024, sering mendengar suara-suara yang
membicarakan kiamat (+).

Afek yang meningkat: pasien tampak bersemangat saat menceritakan


tentang calon tunangannya, pasien tampak selalu tersenyum (mood
elevasi)). Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis gangguan cemas
menyeluruh yakni:
Pedoman diagnostik gangguan skizoafektif menurut PPDGJ-III
yaitu:
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat

21
yang bersamaan (simultaneously) atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana,
sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
1. Tidak dapat digunakan pada pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang
berbeda.
2. Bila seseorang skizofrenik menunjukan gejala depresif setelah mengalai
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi pasca-
skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). pasien lain mengalami satu atau dua
episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif (F30-
F33).
• Pedoman diagnostik Gangguan Skizoafektif tipe Manik menurut PPDGJ-
III yaitu:
4. Kategori ini digunakan baik untuk episode skiziafektif tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar
episode skizoafektif tipe manik.
5. Afek harus menigkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.

6. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20-pedoman diagnostik (a) sampai (d))
2) Aksis II
Gangguan kepribadian paranoid karena pasien sering cemburu dan curiga
dengan tunangannya yang merupakan seorang dukun dan mengatakan bahwa
calon tunangannya selingkuh dengan seorang janda.
3) Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada gangguan medis lain pada pasien.
4) Aksis IV

22
Stressor: putus obat, masalah interpersonal
5) Aksis V
Pasien mengalami gejala berat (serius), disabilitas berat. GAF Scale 50.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-


III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta

2. Cherry, Kendra. 2019. A List of Psychological


Disorders.
https://www.verywellmind.com/a-list-of-psychological-disorders-2794776

3. National Institute oh Health. 2019. Psychotic Disorders.U.S. National Library


of Medicine. MedlinePlus. https://medlineplus.gov/psychoticdisorders.html

4. WebMD. What is a Psychotic Disorder?.


https://www.webmd.com/schizophrenia/guide/mental-health-
psychoticdisorders#1 psychotic disorders

5. Sutomo, Karisma Muhammad.2014. Hubungan Antara Pengetahuan


Caregiver
Mengenai Skizofrenia dengan Tingkat Keteraturan Kontrol pada Penderita
Gangguan Psikotik Fase Awal di Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.

6. Memon, Mohammed A. 2017. Brief Psychotic Disorder. Medscape.


https://emedicine.medscape.com/article/294416-overview

7. M., Putri Hadianty. tt. Psikotik. Jakarta: Universitas Muhammadiyah.

8. Vera. 2017. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik.


https://docplayer.info/42759211-Gangguan-skizoafektif-tipe-manik-
sebuahlaporan-kasus.html

9. Rades, Miranda dan Anggraeni Janar Wulan. 2016. Skizoafetif Tipe


Campuran.
Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
http://repository.lppm.unila.ac.id/2128/5/Artikel%20Miranda%20rades-AJW.pdf

24
10. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry:
Behavioral sciences/clinical psychiatry.10th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and WOLTERS Kluwer business.2007.

11. Amir N. Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universias Indonesia. Edisi
kedua. Jakarta:

12. Jeste V et al. Diagnostic and Statistical Manual of Manual of Mental Disorders,
Fifth Edition. American Psychiatric Association. 2013.

13. Miranda. tt. Gangguan Kepribadian.


http://repository.lppm.unila.ac.id/2128/5/ Artikel%20Miranda%20rades-
AJW.pdf

14. Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.02_.02MENK
ES-73-2015_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Jiwa_.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai

  • Bedside Teaching
    Bedside Teaching
    Dokumen8 halaman
    Bedside Teaching
    Archita Wicesa Wasono
    Belum ada peringkat
  • Kayu Agung Kel.2
    Kayu Agung Kel.2
    Dokumen57 halaman
    Kayu Agung Kel.2
    Archita Wicesa Wasono
    Belum ada peringkat
  • Infertilitas
     Infertilitas
    Dokumen40 halaman
    Infertilitas
    Archita Wicesa Wasono
    Belum ada peringkat
  • Revisi
    Revisi
    Dokumen10 halaman
    Revisi
    Archita Wicesa Wasono
    Belum ada peringkat
  • FISIKA
    FISIKA
    Dokumen91 halaman
    FISIKA
    Archita Wicesa Wasono
    100% (1)