Abstrak
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan tindakan bedah invasif minimal
pada hidung dan sinus paranasal dengan menggunakan endoskop. Salah satu indikasi BSEF
adalah rinosinusitis kronis yang tidak respon dengan terapi medikamentosa maksimal.
BSEF membutuhkan visualisasi yang baik sebagai salah satu faktor penting untuk
keberhasilan operasi. Teknik hipotensi terkendali merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk mengurangi perdarahan selama operasi sehingga memperoleh lapang pandang operasi
yang baik.
Dilaporkan satu kasus wanita berusia 28 tahun dengan rinosinusitis kronis yang
dilakukan BSEF teknik hipotensi terkendali telah memberikan visualisasi yang baik selama
operasi.
Abstract
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) is the invasive minimal surgery to the nose and
paranasal sinuses which use endoscope. One of FESS indication is for chronic rhinosinusitis that not
responded to maximal medical therapy.
FESS need good visualization as one of mainly factor to the successfull of the operation. The
deliberate hypotension technique is one of the method was used to reduce intraoperative bleeding
for good visualization of operation field.
Has been reported one case of woman, 28 years old with chronic rhinosinusitis which has been
performed FESS hypotension technique resulted good intraoperative visualization.
1
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
yang lalu, pasien sering mengalami sakit gigi putih kekuningan. Septum deviasi tidak ada.
yang hilang timbul, dan setahun terakhir ia (Gambar 1,2).
sering mengalami sakit gigi sebelah
kiri atas diikuti dengan nyeri pipi kiri dan
pasien sering berobat ke bidan atau dokter
umum.
Sebelumnya pasien telah berobat ke
dokter ahli THT di Batam sebulan
sebelum masuk rumah sakit dan diberi
obat selama 2 minggu. Namun pasien
merasa belum ada perbaikan. Pada saat
kontrol dilakukan pemeriksaan tomografi
komputer sinus paranasal kemudian pasien Gambar 1. KND sebelum BSEF
dirujuk ke RS. M. Djamil Padang untuk
dilakukan operasi.
Pasien seorang ibu dari 3 orang anak,
bekerja sebagai bidan di rumah sakit
swasta dan kesehariannya pasien menaiki
kendaraan bermotor untuk bepergian.
Pada pemeriksaan fisik keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis kooperatif dan suhu tidak
demam.
Status lokalis THT pada pemeriksaan Gambar 2. KNS sebelum BSEF
telinga tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan hidung rinoskopi anterior Dari pemeriksaan radiologi tomografi
didapatkan kedua kavum nasi sempit, konka komputer sinus paranasal pada tanggal 17
inferior edema dan hiperemis, konka media Februari 2011, tampak perselubungan
sukar dinilai, septum deviasi tidak ada, memenuhi kedua sinus frontal, kedua sinus
kedua kavum nasi tampak sekret etmoid anterior, sinus etmoid posterior
mukopurulen. Pada pemeriksaan rinoskopi sinistra dan sinus maksila sinistra.
posterior terdapat post nasal drip Pada sinus etmoid posterior dekstra dan
mukopurulen. Pemeriksaan hidung luar kedua sinus sfenoid tidak tampak
terdapat nyeri tekan sinus paranasal di perselubungan. Komplek osteomeatal
daerah frontal dan kantus media dekstra dan dekstra dan sinistra tertutup. Tidak tampak
sinistra. Pemeriksaan tenggorok dalam batas gambaran konka bulosa, konka paradok dan
normal. Pada pemeriksaan rongga mulut sel haler (Gambar 3,4). Didapatkan skor
tampak gangren radik pada premolar 2, Lund Mackay adalah 16. Pasien
molar 1 dan molar 2 rahang kiri atas serta didiagnosis dengan multisinusitis kronis.
gangren radik pada molar 2 rahang kanan
atas.
Pemeriksaan nasoendoskopi ditemukan
kedua kavum nasi sempit, konka inferior
edema dan hiperemis, konka media edema
dan hiperemis, meatus media tertutup,
terdapat sekret yang purulen berwarna
3
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
4
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
didapatkan kuman Stafilokokkus aureus secara klinis dan pasien meminta segera
yang sensitif terhadap antibiotik eritromisin, dioperasi. Seharusnya BSEF dilakukan
siprofloksasin, gentamisin, seftriakson, setelah tidak respon terhadap terapi
sefotaksim, dan seftazidim. Pada medikamentosa maksimal selama 3 bulan
pemeriksaan rongga mulut, gigi molar 2 yang terdiri dari antibiotik, mukolitik,
rahang kiri atas telah dicabut. Pasien diberi dekongestan, steroid dan nasal irigasi.
terapi levofloksasin 1x500mg, Etiologi sinusitis pada pasien ini di
pseudoefedrin 120mg+ loratadin 5mg, 2x1 curigai akibat odontogenik dan alergi.
kapsul, endorsteine sirup 3x1 sendok Dikutip dari Brook dalam Kennedy yang
makan, cuci hidung dengan NaCL 0,9% menyatakan bahwa penatalaksanaan
2 x sehari. sinusitis maksila dentogenik cukup dengan
Tanggal 19 Maret 2011 (kontrol II) mengeliminasi sumber infeksi berupa
keluhan nyeri kepala tidak ada, demam tidak pencabutan gigi yang terinfeksi atau
ada, hidung tersumbat tidak ada. Keadaan perawatan saluran akar gigi disertai dengan
umum pasien sedang, komposmentis terapi medikamentosa.5,6,10 Namun pada
kooperatif, suhu badan normal. Pada kasus ini disamping sinusitis maksila
pemeriksaan nasoendoskopi tampak kavum unilateral yang dicurigai akibat dentogenik
nasi dekstra dan sinistra cukup lapang, juga terdapat sinusitis frontal dan etmoid
konka inferior dan konka media eutrofi, bilateral yang dicurigai akibat alergi.
ostium sinus maksila dan ostium sinus Sehingga BSEF menjadi pilihan pada pasien
etmoid terbuka, terdapat krusta minimal di ini. Seharusnya pada pasien ini dilakukan tes
dekat ostium sinus frontal lalu krusta alergi dan pemeriksaan radiologi poto
diangkat sehingga ostium sinus frontal panoramik untuk menentukan etiologi
terlihat pada kedua kavum nasi. Sekret pada sinusitisnya. Kennedy menyatakan
kedua kavum nasi tidak ada. Sinekia tidak penatalaksanaan sinusitis kronik dimulai
ada. Pemeriksaan rongga mulut, gigi molar 1 dari mengatasi etiologinya.5 Pada tomografi
rahang kiri atas telah dicabut. Diberikan komputer sinus paranasal pasien ini
terapi levofloksasin 1x500 mg, didapatkan skor Lund Mackay adalah 16.
pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg, 2x1 Hopkins dkk21 menyatakan rinosinusitis
capsul, erdosteine 175mg sirup 3x 1 sdm, kronis dengan skor Lund Mackay yang tinggi
cuci hidung dengan NaCL 0,9% 2 x sehari. lebih cenderung untuk dilakukan tindakan
bedah.
DISKUSI Teknik BSEF meliputi unsinektomi,
etmoidektomi, sfenoidektomi dengan
Telah dilaporkan satu kasus seorang etmoidektomi, bedah resesus frontalis,
pasien wanita berusia 28 tahun dengan antrostomi maksila, konkotomi dan
diagnosis multisinusitis kronis. Diagnosis ini septoplasti.1,2,3 Pada kasus ini BSEF yang
ditegakkan berdasarkan anamnesis, dilakukan meliputi unsinektomi , konkotomi,
pemeriksaan fisik THT dengan rinoskopi etmoidektomi dan bedah resessus frontal.
anterior, rinoskopi posterior, nasoendoskopi Rudert1 menyatakan bahwa prinsip tindakan
dan pemeriksaan radiologi tomografi BSEF pada rinosinusitis kronis adalah
komputer sinus paranasal.5,8 membuang jaringan yang menghambat
Pada kasus ini telah dilakukan BSEF komplek osteomeatal dan memfasilitasi
dengan teknik hipotensi terkendali. BSEF drainase dengan tetap mempertahankan
pada pasien ini dilakukan setelah ia struktur anatomi normal.
mendapat terapi medikamentosa selama BSEF memerlukan visualisasi yang
sebulan yang tidak menunjukkan perbaikan baik selama operasi. Salah satu metode yang
6
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
minimal pada kontraksi jantung. Pemberian lebih sedikit dibandingkan sevofluran dan
tekanan positif pada pernafasan dapat isofluran.
menurunkan tekanan darah akibat Analgetik pada kasus ini
penurunan aliran balik dan curah jantung. menggunakan fentanil dan petidin karena
Namun masing-masing obat tersebut disamping berperan sebagai analgetik obat
mempunyai keuntungan dan kerugian ini juga berperan menurunkan nadi karena
seperti masa pulih sadar yang lama oleh hiperstimulasi vagal sehingga menyebabkan
isofluran namun efek vasodilator sangat bradikardi. Fentanil dan petidin termasuk
kuat, takifilaksis dan toksisiti sianida oleh golongan opioid yang efek utamanya adalah
natrium nitroprusid, depresi miokard oleh analgetik kuat. Ahn HJ20 dalam penelitiannya
esmolol dan magnesium sulfat.12,14,24 menyimpulkan kombinasi propofol fentanil
Intervensi farmakologis pada kasus efektif untuk hipotensi terkendali. Obat
ini dengan memberikan obat premedikasi pelumpuh otot yang digunakan pada kasus
midazolam 10mg intravena, fentanil 75mg ini adalah rekuronium bromida yang
intravena dan petidin 25mg intravena serta diperlukan pada saat proses intubasi
anti muntah ondansetron 4mg intravena. berfungsi sebagai pelumpuh otot.
Pada medikasi induksi diberikan obat sedatif Pemberian anastesi inhalasi dengan halotan
propofol 150mg intravena, pelumpuh otot 2 vol% melalui O2 2 L dan N2O 2 L berfungsi
rekuronium bromida 30mg intravena dan sebagai maintenance meningkatkan
obat anti perdarahan asam traneksamat efektivitas hipotensi dalam
500mg intravena. Hal ini sesuai dengan mempertahankan MAP.
Itzhak yang menyatakan regimen obat yang Tekanan arteri rata-rata atau Mean
biasa diberikan pada BSEF meliputi Atrial Pressure (MAP) merupakan tekanan
midazolam ( 0,5-1,0 mg), fentanil (1-2 darah terendah yang masih aman bagi
µg/kg), propofol (1-2 mg/kg) dan sistem hemodinamik untuk
rekuronium (0,3-0,6mg/kg) dalam dosis mempertahankan perfusi yang adekuat ke
minimal yang menyebabkan pasien organ-organ vital seperti jantung, otak dan
tidur. 6,12,24,27 Propofol bersifat hipnotik ginjal. Nairs dkk12 menyatakan MAP pada
murni tanpa disertai efek analgetik ataupun hipotensi terkendali antara 50-60 mmHg,
relaksasi otot. Propofol bekerja menurunkan namun angka ini tidak mutlak dan bersifat
resistensi vaskuler perifer dan depresi relatif terhadap kondisi pasien.
kardiovaskuler sehingga aliran balik Kepustakaan 16,17 lain menyatakan MAP pada
menurun dan curah jantung menurun BSEF adalah berkisar 60-80 mmHg. Pada
sehingga tekanan darah juga menurun yang kasus ini MAP pasien adalah 50-60 mmHg.
menyebabkan perfusi ke jaringan berkurang Nilai MAP didapatkan dari nilai sistolik dan
sehingga perdarahan lebih sedikit. Propofol disatolik preoperatif. Dan nilai MAP tidak
menghambat baroreflek dan menyebabkan boleh lebih dari 30% batas minimal. Oleh
bradikardi.12,25 Dari penelitian Taghadomi karena itu MAP 50-60 mmHg hanya berlaku
dkk25 menyatakan kombinasi propofol dan untuk pasien yang normotensif. 15,16,30
asam traneksamat memberikan visualisasi Teknik lain mengurangi perdarahan
yang bagus dibandingkan inhalasi halotan. lapangan operasi adalah memberikan
Ahn HJ dkk20 menyatakan bahwa BSEF anastesi lokal epinefrin 1:100.000 untuk
teknik hipotensi terkendali pada vasokonstriksi kapiler mukosa hidung
rinosinusitis kronis dengan skor Lund sebagaimana yang dilakukan sebelum
Mackay tinggi, pemberian propofol operasi dimulai pada pasien kasus ini.
menyebabkan perdarahan selama operasi Namun pemasangan vasokonstriktor topikal
8
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
harus hati-hati karena dapat menimbulkan waktu pulih sadar yang lambat. Sedangkan
aritmia jantung. 28,29 komplikasi fatal berupa trombosis serebral
Keberhasilan BSEF tergantung pada dan anoksia, gagal ginjal, trombosis koroner,
banyak faktor, salah satunya adalah kolaps kardiovaskuler dan cardiac arrest.
visualisasi lapangan operasi yang baik. Hal Pada kasus ini tidak terdapat komplikasi
ini tidak terlepas dari ahli anastesi yang operasi yang tidak fatal maupun yang fatal.
berpengalaman dan ahli bedah yang Mengingat komplikasi yang bisa terjadi
berpengalaman.12,14,28 Perdarahan maka perlu dilakukan evaluasi preoperatif
yang banyak akan membuat operasi menjadi untuk menentukan kontraindikasi teknik
lebih sulit, waktu lebih lama dan juga akan hipotensi terkendali. Hal yang perlu
meningkatkan komplikasi operasi.12 Pada dievaluasi antara lain usia, riwayat
kasus ini telah dilakukan BSEF dengan hemostasis, riwayat penyakit sistemik
teknik hipotensi terkendali yang mampu seperti diabetes, insufisiensi vaskuler pada
memberikan lapang pandang yang baik otot jantung, otak dan ginjal, anemia,
selama operasi. From Boezaart menetapkan hipertensi yang tidak terkontrol yang
stadium perdarahan intraoperatif pada BSEF disertai hipertrofi ventrikel kiri, stenosis
dengan Quality of Surgical Field yang terdiri arteri karotis, riwayat cedera
dari 5 stadium yaitu stadium 1 bila serebrovaskuler, hipovolemia dan
perdarahan sedikit dan tidak harus dihisap, kehamilan. 12,14,15,30
stadium 2 bila perdarahan sewaktu waktu Pada kontrol hari pertama sampai
perlu dihisap dengan jumlah perdarahan hari ke dua belas pasca operasi tidak
kecil dari 50 cc, stadium 3 bila perdarahan terdapat tanda-tanda komplikasi BSEF. Pada
harus dihisap berulang, stadium 4 bila kontrol terakhir pemeriksaan
perdarahan segera muncul sesaat setelah nasoendoskopi ditemukan kedua kavum
dihisap, dan stadium 5 bila perdarahan terus nasi lapang, konka inferior dan konka media
berlangsung selama dihisap. Pada kasus ini eutrofi. Ostium sinus maksila, etmoid dan
didapatkan jumlah perdarahan selama frontal kedua kavum nasi terbuka. Sekret
operasi ± 50 cc. Jika dinilai berdasarkan tidak ada. Sinekia tidak ada. Dikutip dari
Boezaart Quality of Surgical Field maka Levine HL menyatakan keberhasilan suatu
kasus ini termasuk stadium 2. 12,14,28 BSEF sangat tergantung pada perawatan
Pada BSEF maupun teknik hipotensi postoperatif sampai mukosa hidung dan
bisa terjadi beberapa komplikasi. sinus paranasal kembali stabil.
Komplikasi BSEF antara lain hematom Seharusnya antibiotik pada pasien ini
orbita, penurunan penglihatan, diplopia, adalah seftriakson yang lazim digunakan
kebocoran cairan serebrospinal, meningitis, pada bagian THT –KL RS. M. Djamil Padang
abses otak, cedera arteri karotis dan karena termasuk antibiotik broad spectrum
epifora.9,11 Pada kasus ini tanda-tanda generasi ketiga yang sensitif terhadap
komplikasi operasi tidak ditemukan seperti mikroorganisme gram positif dan negatif.
demam, bengkak pada mata, mata kabur, Namun setelah dilakukan skin test ternyata
gangguan pergerakan bola mata, pandangan pasien alergi, maka antibiotik gentamisin
ganda, keluar cairan bening dari hidung dan menjadi pilihan karena termasuk antibiotik
sebagainya. broad spectrum golongan aminoglikosida
Teknik hipotensi bisa menimbulkan yang juga sensitif terhadap mikroorganisme
komplikasi berupa komplikasi tidak fatal gram positif dan gram negatif. Dan
dan komplikasi fatal. Komplikasi tidak fatal pemberian levofloksasin karena termasuk
seperti perdarahan sekunder, pandangan antibiotik golongan quinolon yang sensitif
menjadi kabur, gangguan pada ginjal dan terhadap mikroorganisme gram positif dan
9
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
gram negatif. Setelah hasil kultur dan Microbiology to Management. New York:
sensitivitas kuman keluar, siprofloksasin Taylor Francis: 2006. P. 219-29.
merupakan salah satu antibiotik yang 7. US Census Bureau. International Data
sensitif, berarti pasien ini sensitif terhadap Base 2004: Chronic Sinusitis in Asia. ( up
dated 2003 June 16; cited 2010 June)
golongan quinolon. Maka terapi antibiotik
Available from:
levofloksasin pada pasien ini diteruskan.6 http:/www.cueresearch.com/c/chronic
Sebaiknya dilakukan kontrol jangka sinusitis/stats-country.htm.
panjang dan terapi medikamentosa jangka 8. Fokkens W, et al. European Position on
panjang untuk mencegah rinosinusitis Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007.
rekuren. Regenerasi dan epitelisasi mukosa Rhinology 2007; suppl 45:1-139.
hidung berlangsung selama 2 sampai 6 bulan 9. Levine HL. Diagnosis and Mangement of
bahkan 1 tahun pasca operasi, dalam waktu Rhinosinusitis. In: Levine HL, Clemente
tersebut diperkirakan fungsi transport MP, editors. Sinus Surgery: Endoscopic
mukosilier akan kembali stabil. Sehingga and Microscopic Approaches. New York:
diperlukan kontrol dalam jangka waktu Thieme; 2005. P. 90-9.
10. Chandra RK. Medical Management of
tersebut dengan interval waktu yang
Chronic Rhinosinusitis. In: Thaler ER,
berbeda. Pemberian terapi didasarkan pada
Kennedy DW, editors. Rhinosinusitis: A
hasil evaluasi. 6,24 Guide for Diagnosis and Mangement.
New York: Springer; 2008. P. 25-89.
DAFTAR PUSTAKA 11. Rudert H. Complications, Management
1. Kennedy DW. Functional Endoscopic and Avoidance. In: Levine HL, Clemente
Sinus Surgery: Concept, Surgical MP, editors. Sinus Surgery: Endoscopic
Indication, and Instrumentation. In: and Microscopic Approaches. New York:
Kennedy DW, Bolger W, Zinreich SJ, Thieme;2005. P. 269-84.
editors. Diseases of the Sinusitis 12. Gilbey P, Kukuev Y, Samet A, Talmon Y,
Diagnosis and Management. Ontario: BC Ivry S. The Quality of the Surgical Field
Decker Inc; 2001. p. 197-210. During Functional Endoscoppic Sinus
2. Levine HL. Surgical Approaches Surgery-The Effect of the Mode of
Endonasal Endoscopic. In: Levine HL, Ventilation: A Randomized, Prospective,
Clemente MP, editors. Sinus Surgery Double-Blind Study. Laryngoscope 2009;
Endoscopic and Microscopic Approaches. 2449-53.
New York: Thieme; 2005. p.148-61. 13. Edgcombe H, Carter K, Yarrow S.
3. Lewis D, Busaba NY. Surgical Anathesia in the prone position. British
Management. In: Brook I, editors. Journal of Anasthesia 2008;165-83.
Sinusitis From Microbiology to 14. Eberhart LHJ, Kussin A, Arndt C, Lange H,
Management. New York: Taylor and Folz BJ, Werner JA, Wulf H, Kill C. Effect
Francis: 2006. p. 233-68. of Balanced Anaesthetic Technique Using
4. Macdonald KI, et al. The Health and Desflurane and Remifentanil on Surgical
Resource Utilization of Canadians with Condition During Microscopic and
Chronic Rhinosinusitis. Laryngoscope Endoscopic Sinus Surgery. Rhinology
2009.119.184-9. 2007; 45: 72-8
5. Benninger MS, Gottschall J. 15. Elsharnouby NM, Elsharnouby MM.
Rhinosinusitis: Clinical Presentation and Magnesium sulphat as Technique of
Diagnosis. In: Brook I, editors. Sinusitis Hypotensive Anaesthesia. British Journal
From Microbiology to Management. New of Anaesthesia 2006; 96 (6) : 727-31.
York: Taylor and Francis;2006. p. 39-53. 16. Mandal P. Isoflurane Anaesthesia for
6. Chiu AG, Becker DG. Medical Mangement Functional Endoscopic Sinus Surgery.
of Chronic Rhinosinusitis. In: Brook Indian J. Anaesth 2003; 47(1): 37-40.
Itzhak, editor. Sinusitis: From
10
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
17. Nekhendzy V, Lemmens HJM, Vaughan 26. Tirelli , Russolo, Lucangelo, Gullo A. Total
WC, Hepworth EJ, Chiu AG, Church CA. Intravenous Anaesthesia in endoscopic
The Effect of Hypercapnia and sinus-nasal surgery Acta
Hypocapnia on Intraoperative Blood Loss Otorhinolaryngology 2004; 137-44.
and Quality of Surgical Field During 27. Simmon D, Nick J. Perioperative Aids in
Functional Endoscopic Sinus Manual Endoscopic Sinus Surgery and its
Surgery. International Anasthesia Extended Application. Thieme 2005;
Research Society. 2007; 1404-09. 148-9.
18. Kennedy DW, Facs, Frcsi. Functional 28. Kerem RC, Brown S, Villasenor LV,
Endoscopic Sinus Surgery: Anasthesia, Witerick I. Epinephrine/ Lidocaine
Technique, and Postoperative Injection Vs Saline During Endoscopic
Management. In: Kennedy DW, Bolger W, Sinus Surgery. Laryngoscope 2008;
Zinreich SJ, editors. Diseases of the 1275-81.
Sinusitis Diagnosis and Management. 29. Yang JJ, Wang ZY, Sun J, et all. Local
Ontario: BC Decker Inc; 2001. P. 211-21. Anasthesia for Functional Endoscopic
19. Boezaart AP, Merwe JVD, Coetzee A. Sinus Surgery Employing Small Volumes
Comparison of Sodium Nitroprusside and of Epinephrine-Containing Solutions of
Esmolol Induced Controllde Hypotension Lidocaine Produces Profound
for Functional EndoscopicmSinus Hypotension. Acta Anasthesia Scand
Surgery. Anaesth 1995; 121. 2005; 49: 1471-6.
20. Ahn HJ, Dhong HJ, Kim HY, Hahm TS. 30. Nairs S, Collins M, Hung P, et all. The
Comparison of Surgical During Propofol Effect of β Blocker Premedication on the
or Sevoflurane Anasthesia for Surgical Field During Endoscopic Sinus
Endoscopic Sinus Surgery. British Journal Surgery. The Laryngoscope 2004; 1042-
of Anasthesia 2008; 50-4. 46.
21. Jackman AH, Kennedy DW.
Pathophysiology of Sinusitis. In:
Sinusitis: From Microbiology to
Management. New York: Taylor Francis:
2006. p. 109-29.
22. Hopkins C, et al. The Lund-Mackay
Staging System for Chronic
Rhinosinusitis: How is it used and what
does it predict? Otolaryngology
HNS;2007. p. 556-61.
23. Bump B, Kamo T, Gabrielsen A, Norsk P.
Mechanisms of Hypotensive Effects of a
Posture Change from seated to supine in
human. Acta Physiol Scand 2001; 171:
405-412.
24. Mayers D, Hildebrant MM. Anasthesia for
Sinus Surgery. In: Levine HL, Clemente
MP, editors: Sinus Surgery Endoscopic
and Mictroscopic Approach. Thieme
2005; 316-22.
25. Taghadomi, Majidi, Peivandi.
Combination of Propofol and Tranexamic
acid as a protocol os providing optimal
surgical condition in comparison with
halothane during tympanoplasty.
Otorhinolaryngology 2006;5-9
11
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
12