Anda di halaman 1dari 2

1.

Pengertian Syubhat

Menurut KBBI(Kamus Besar Bhasa Indonesia), syubhat didefinisikan sebagai “keragu-raguan atau
kekurangjelasan tentang sesuatu (apakah halal atau haram dsb); karena kurang jelas status hukumnya;
tidak terang (jelas) antara halal dan haram atau antara benar dan salah.
2. Kedudukan Perkara Syubhat
Perkara syubhat dianggap sebagai perkara yang berbahaya apabila tidak dihindari. Meskipun sebagian
terlihat seperti hal yang ringan pada pandangan manusia, namun cukup besar di hadapan Allah SWT.
Sebagaimana Allah berfirman :
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.
[QS. 24 An Nuur:15]”
3. Meninggalkan Perkara Syubhat sama dengan Menyelamatkan Agama dan Kehormatan
Meskipun sebagian orang menganggap perkara syubhat adalah perkara yang ringan, namun pada
hakekatnya dapat menggerogoti pondasi agama serta kehormatan diri apabila tidak dihindari.
Sebagaimana Rasulullah bersabda :
“Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Namun diantara keduanya ada perkara syubhat
(samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Maka barangsiapa yang menjauhi diri dari yang syubhat berarti telah memelihara agamanya dan
kehormatannya.
4. Rasulullah dan Para Sahabat Dalam Menghindari Perkara Syubhat
Alangkah indahnya islam.
Semua perkara telah diatur agar memudahkan manusia mengatur tata cara hidup bukan malah
memperberat.
Suatu aturan islam yang rasanya berat apabila diikuti pada dasarnya jauh lebih meringankan daripada efek
yang ditimbulkan apabila kita kerjakan tidak menuruti aturan syariah itu.
Sebagaimana Rasulullah SAW serta para sahabat telah mencontohkan lebih memilih pilihan yang jauh dari
nafsu daripada memperturutkan nafsu.
a. Mengunakan/memakai /makan barang temuaan yang bukan haknya
Diriwayatkan oleh Anas Bin Malik: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemukan sebiji kurma lalu
bersabda:
…”Jika saja saya tidak takut ini adalah barang sedekah (barang dari zakat), pasti saya makan.”
[HR. Ahmad no. 13596]
b. Barang pemberian, dari hasil penipua
Diriwayatkan oleh Isma’il
“Dahulu, Abu Bakar mempunyai seorang pembantu yang bertugas mengambil pajak untuknya. Abu Bakar
pernah memakan dari bagian pajak itu.
Pada suatu hari pembantunya itu datang dengan membawa makanan, lalu Abu Bakar memakannya. Maka
pembantunya itu berkata kepada Abu Bakr; “Tahukah kamu barang yang kamu makan itu?”.
Abu Bakar bertanya; “Apakah itu?”.
Pembantunya berkata; “Dahulu pada zaman jahiliyyah aku adalah orang yang pernah meramal untuk
seseorang (sebagai dukun) dan aku tidak pandai dalam perdukunan kecuali aku menipunya, lalu orang itu
mendatangiku dan memberikan sesuatu kepadaku. Itulah hasilnya yang tadi kamu makan”.
Maka Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulutnya hingga memuntahkan segala sesuatu yang ada
di dalam perutnya.”
[HR. Bukhari no. 3554]
c. Mengawini Wanita yang Dulu Menyusui(nya)
“Telah menceritakan kepada kami [Habban] telah mengabarkan kepada kami [‘Abdullah] telah
mengabarkan kepada kami [‘Umar bin Sa’id bin Abi Husain] berkata,
…telah menceritakan kepadaku [‘Abdullah bin Abi Mulaikah] dari [‘Uqbah bin Al Harits] bahwa dia
mengawini putri dari Abu Ihab bin ‘aziz lalu datang seorang wanita dan berkata; “Sungguh aku pernah
menyusui ‘Uqbah dan wanita yang sekarang dikawininya”.
Kemudian ‘Uqbah berkata, kepadanya: “Aku tidak tahu kalau kamu telah menyusui aku dan kamu tidak
memberitahu aku”.
Maka dia pergi menuju keluarga Abu Ihab untuk menanyakan mereka, maka mereka berkata: “Kami tidak
tahu kalau wanita itu telah menyusui perempuan-perempuan kami”.
Lalu dia mengendarai tunggangan untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah lalu dia
bertanya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mau bagaimana lagi, wanita itu sudah
mengatakannya”.
Maka ‘Uqbah menceraikan isterinya itu lalu menikahi wanita lain.”
[HR. Bukhari no. 2446]
Bagaimana Cara Menghindari Syubhat?
Sebagai umat Rasulullah SAW kita patut mengikuti apa yang beliau anjurkan dan contohkan, sebagaimana
para sahabat terdahulu berusaha mengikuti suri tauladan tersebut.
Diantara sifat yang diwariskan oleh Baginda Rasulullah Muhammad SAW kepada para sahabat, tabi’in,
tabiut tabiin, hingga kepada para ulama kita yakni sifat wara (kehati hatian).
Oleh sebab itu, hal yang perlu kita perkuat untuk menjaga diri dan memperkokoh iman adalah dengan
berhati hati dalam berbicara maupun berprilaku.
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan cara menjauhkan diri dari perkara syubhat, diantaranya sebagai
berikut :
#Pertama: Kerjakan kebajikan
Diriwayatkan oleh An Nawwas bin Mis’an Al Anshar “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tentang arti kebajikan dan dosa. Sabda beliau: “Kebajikan itu ialah budi pekerti yang baik.
Sedangkan dosa ialah perbuatan atau tindakan yang menyesakkan dada, dan engkau sendiri benci jika
perbuatanmu itu diketahui orang lain.”
[HR. Muslim no. 4632]
#Kedua: Menghindari perkara buruk yang menggelisahkan hati
Diriwayatkan Wabishah bin Ma’bad Al Asadi
…bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Wabishah: “Engkau datang bertanya
mengenai kebaikan dan dosa?”
Wabishah berkata; Aku menjawab; “Ya.”
Kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan memukulkannya ke dada Wabishah sambil bersabda:
“Tanyakan kepada dirimu, tanyakan kepada hatimu wahai Wabishah.
Beliau mengatakannya hingga tiga kali- Kebaikan adalah apa yang membuat jiwa tenang dan membuat
hati tenang, sedangkan dosa adalah sesuatu yang membekas dalam jiwa dan membuat hati ragu,
walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu.”
[HR. Darimi no. 2421]
#Ketiga: Tinggalkan perkara yang meragukan
Diriwayatkan oleh Al Hasan bin Ali: Apa yang kau hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam?
Ia menjawab: Aku menghafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam: “Tinggalkan yang meragukanmu
kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena kejujuran itu ketenangan dan dusta itu keraguan.”
[HR. Tirmidzi no. 2442]
Mencegah diri dari perkara yang syubhat itu seperti memilih jalan alternatif lain yang baik dan aman
daripada harus mencoba melintasi jembatan tua yang hampir roboh diantara jurang yang lebar.
Sebagaimana seorang mujahid yang berhati hati mengayunkan pedangnya agar tepat mengenai musuh
dan mencegah mengenai saudaranya.
.

Anda mungkin juga menyukai