SKRIPSI
Oleh
Aulia Rahmawati
NIM. 3450402078
2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari : Senin
Tanggal : 19 Februari 2007
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan
Semarang, pada:
Hari :
Penguji Skripsi
Anggota I Anggota II
Mengetahui:
Dekan,
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah
Aulia Rahmawati
NIM. 3450402078
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
berarti. Dalam penulisan skripsi ini, tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Penulis sadar bahwa skripsi ini terselesaikan berkat bantuan banyak pihak.
kepada :
Semarang.
2. Drs. H. Sunardi, MM. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang.
Kewarganegaraan.
bantuan, saran dan kritik dengan sabar tulus sehingga penulis dapat
vi
8. Drs. Soemarso, Kepala TU Panti Karya Persinggahan Margo Widodo yang
9. Drs. Joko Tri Wuryanto, Kasi Rehabilitasi dan Penyaluran Panti Karya Mardi
10. Jepi, yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasi sehingga
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002: Genx Gendut (Feri, Novita, Uut),
12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara moral mupun material.
Akhirnya besar harapan penulis, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
diri sendiri dan pembaca serta berguna bagi perkembangan khasanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Penulis
vii
SARI
viii
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah
Kota Semarang sudah mengeluarkan beberapa kebijakan tentang gelandangan, ada
kebijakan yang dapat diimplementasikan dan ada pula yang belum dapat
diimplementasikan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Hal ini
dikarenakan adanya faktor pendukung dan faktor penghambat kebijakan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat, dan
gelandangan. Pemerintah Kota Semarang diharapkan lebih tanggap dengan
kondisi gelandangan rentan dengan masalah kemiskinan, misalnya dengan
membuat Peraturan Daerah tentang gelandangan. Dan Pemerintah Propinsi juga
harus meningkatkan pemberian dana operasional kepada Panti khusus
gelandangan untuk memaksimalkan jangkauan pelayanan bagi gelandangan yang
di tampung di panti agar setelah mereka keluar dari panti mereka mampu merubah
pola hidup dan cara mencari penghasilannya sesuai dengan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, serta mampu menjalankan fungsi sosialnya di masyarakat
secara wajar. Setiap kebijakan baik yang telah dikeluarkan harus disosialisasikan
kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu tujuan kebijakan tersebut
dikeluarkan sehingga ada persamaan tujuan yang akan mendorong suksesnya
implementasi kebijakan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii
PERNYATAAN............................................................................................ iv
SARI.............................................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
C. Permasalahan .................................................................................... 8
A. Kebijakan Publik............................................................................... 13
B. Implementasi Kebijakan.................................................................... 20
C. Gelandangan...................................................................................... 29
1. Pengertian Gelandangan.............................................................. 29
3. Ciri-ciri Gelandangan.................................................................. 32
Gelandangan................................................................................ 33
D. Kesejahteraan .................................................................................... 35
B. Lokasi Penelitian............................................................................... 42
Gelandangan...................................................................................... 56
BAB V PENUTUP
B. Saran.................................................................................................. 108
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................
xii
DAFTAR TABEL
Menangani Gelandangan................................................................. 82
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 5. Foto...........................................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN
bandingkan dengan tingkat kematian yang rendah, dan juga peluang kerja
yang sangat kecil sebagai akibat dari perubahan era globalisasi menuju era
Propinsi Jawa Tengah, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan budaya.
pabrik, sarana hiburan dan sebagainya tak pelak mendorong para urban untuk
mengadu nasib. Bagi mereka yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan
kota ini. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang belum beruntung bukan tidak
1
2
atau pengemis.
terutama yang berada di daerah perkotaan (kota-kota besar). Salah satu faktor
urban tersebut. Sulit dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, serta
sejak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia tahun 1997. Berdasarkan
data dari pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos)
Departemen Sosial RI tahun 2000, diluar propinsi Maluku dan Nanggroe Aceh
3
Kota Semarang tahun 2003 ada sekitar 218 orang gelandangan. Sampai tahun
mereka ini lebih sering dijumpai dalam keadaan yang tidak lazim, seperti di
ataupun di setiap emper-emper toko, dan dalam hidupnya sendiri mereka ini
1987:23).
sangat penting, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat (2) dan
memperoleh pekerjaan dengan upah yang layak untuk hidup. Sedangkan Pasal
: “Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara”. Pasal tersebut
ini tercerminkan dari bunyi Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
sebagai berikut :
diamanatkan Pasal 27 ayat (2) dan 34 ayat (1) UUD 1945. Untuk itu, perlu
hukum sebagai suatu sistem peraturan yang logis dan konsisten, akan tetapi
sebagai sarana yang sadar dan efektif untuk mengatur masyarakat melalui
suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri, yaitu hukum
pola-pola kebiasaan yang telah ada, melainkan lebih dari itu, hukum menjurus
dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan digunakan untuk mencapai
hanya mempunyai satu alat yang dapat ia pakai untuk mempengaruhi aktivitas
publik (public policy) atau yang sering disebut kebijakan negara, karena
kebijakan itu dibuat negara. Bila dikaitkan dengan tujuan kebijakan, maka
daerah akan dijalankan sesuai dengan kondisi daerah itu. Sebagai contoh,
suatu Pemerintah Propinsi membuat aturan yang berlaku untuk daerahnya saja
sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu
berikut :
8
keindahan kota.
B. Batasan Masalah
C. Permasalahan
budaya, sehingga menempatkan mereka pada lapisan sosial yang paling bawah
masyarakat yang sejahtera. Padahal disisi lain mereka adalah warga negara
9
yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga mereka perlu
berikut :
implementasi kebijakan ?
1. Tujuan Penelitian.
implementasi kebijakan.
2. Manfaat Penelitian
10
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Manfaat Praktis
1) Bagi Pemerintah
2) Bagi Mahasiswa
peningkatan kesejahteraannya.
3) Bagi Masyarakat
b. Manfaat Teoritis
kotanya.
Penulisan skripsi terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian inti,
Bagian inti penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi (5) lima Bab,
yaitu:
skripsi.
permasalahan.
Bagian akhir skripsi ini terdiri dari daftar pustaka, dan lampiran-
lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kebijakan Publik
kesamaan dan sedikit perbedaan, sehingga tak ada masalah yang berarti
Indonesia.
Kebijakan berarti :
Kebijaksanaan berarti :
13
14
sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Budi winarno, 2002 :
14).
berikut :
publik itu bisa berupa undang-undang atau peraturan daerah (Perda) dan
pemerintah).
tersebut adalah :
pejabat-pejabat pemerintah;
(c) Bahwa kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
(d) Bahwa kebijkan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan
(e) Bahwa kebijakan pemerintah dalam arti yang positif didasarkan atau
bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi
17).
merupakan ciri khusus kebijakan publik. Hal ini seperti yang diungkapkan
David Easton sebagai “penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para
yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui
diterima secara mengikat dalam dalam jangka waktu yang lama oleh
disimpulkan bahwa :
tindakan pemerintah;
(2) Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
2. Tujuan Kebijakan
c. Material Policies.
undang.
19-20).
sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu
B. Implementasi Kebijakan
dampak atau akibat terhadap sesuatu itu. (Abdul Wahab, 1997 : 67).
adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat
Van Meter dan Van Horn dalam Abdul Wahab (1997 : 65),
menyatakan bahwa :
implementasi terdiri dari hasil kebijakan yang segera atau disebut sebagai
“policy performance”. Secara konkrit antara lain dapat kita lihat jumlah
dan isi barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah dalam jangka waktu
sebagai hasil akhir kebijakan yang disebut juga sebagai “policy outcome”
yang diperoleh.
1) Komunikasi.
2) Sumber-sumber.
4) Struktur birokrasi.
25
: 126-151).
dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus
a. Isi kebijakan.
27
program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua,
b. Informasi.
baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan
komunikasi.
c. Dukungan.
kebijakan tersebut.
d. Pembagian potensi.
diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini
149-153).
publik, yaitu :
pemerintah;
yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi
144-145).
harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara.
efektif.
sarana yang memadai. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu
kebijakan/peraturan hukum;
C. Gelandangan
1. Pengertian Gelandangan
:
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma dan kehidupan yang layak dalam masyarakat
setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sedangkan pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai
cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Departemen Sosial Republik Indonesia lebih memandang
secara layak.
3. Ciri-ciri Gelandangan
dikota-kota besar;
2003).
Gelandangan
sebagai berikut :
mencegah terjadinya :
35
penghidupannya;
kesejahteraan umum;
masyarakat.
meluasnya di masyarakat.
1) Razia;
selanjutnya adalah :
3) Pelimpahan.
Sosial.
D. Kesejahteraan
1. Pengertian Kesejahteraan
suatu hal yang menjadi ciri utama dari kata tersebut. Kesejahteraan
bermula dari kata “sejahtera”, yang berarti aman, sentosa, makmur atau
(Sumarnonugroho,1991:27).
kehidupan yang tenteram lahir batin yang dapat dirasakan oleh masing-
baik materiil maupun spirituil tanpa adanya hambatan fisik, mental dan
sosial.
rehabilitatif).
39
menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin parah dan
tidak menjalar;
anggota masyarakat;
secara produktif.
a. Formal Organization
formal.
Tidak ada motif mencari untung sebagai tujuan yang menonjol dalam
sesuatu program.
perlu dipenuhi.
kesejahteraan Sosial
No. 6 Tahun 1974 tersebut diatur pula tentang tugas dan usaha pemerintah
sosial;
kesejahteraan sosial.
penghidupan bersama;
METODE PENELITIAN
A. Dasar Penelitian
“methodologi” berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”. Metodologi
penelitian dapat diartikan, “sebagai suatu cara atau jalan yang harus digunakan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang atau pelaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
43
44
17).
B. Lokasi Penelitian
melakukan penelitian. Lokasi ini bisa di wilayah tertentu atau suatu lembaga
C. Fokus Penelitian
pusat perhatian atau tujuan dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang
kebijakan tersebut.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau
a. Wawancara
b. Observasi
2. Data Sekunder
46
a. Penelitian Kepustakaan
b. Dokumentasi
mengenai hal – hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan lain-
1. Wawancara
dengan Staf Bagian Sosial Pemerintah Kota Semarang, Staf panti khusus
gelandangan.
2. Observasi
kesejahteraan mereka.
3. Dokumentasi
48
diteliti.
F. Validitas Data
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, dapat mengungkap data
lain diluar data ini (Moleong 2000:178). Proses pemeriksaan data dalam
berikut :
Pengamatan
Sumber data
Wawancara
berkaitan.
Dokumen
Sumber Data
Wawancara
G. Analisis Data
suatu analisis data untuk mengolah data yang ada. Analisis data adalah proses
50
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
1. Reduksi data
2. Penyajian data
tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah diraih, misalnya dituangkan
dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan, bagan. Penyajian data
berikut :
Karena data yang dikumpulkan banyak maka diadakan reduksi data. Setelah
Ibukota Propinsi Jawa Tengah, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan
para urban untuk mengadu nasib. Bagi mereka yang mempunyai bekal ilmu
mampu bertahan di kota ini. Tapi sebaliknya, bagi mereka yang belum
umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak
gelandangan yang berasal dari luar kota Semarang, yang pada saat Bagian
52
53
di Kota Semarang.
di 49 titik mangkal di Kota Semarang. Dari tahun 2003 sampai tahun 2006,
pada lampiran 2.
tetapi mereka ada pula yang berasal dari luar Semarang. Mereka yang
pernah terjaring dalam razia oleh Satpol PP, kemudian disalurkan ke panti
Selain berasal luar dari Kota Semarang, ada pula gelandangan yang
semarang, tapi juga gelandangan yang berasal dari luar kota Semarang.
Mereka terkena razia oleh petugas penertiban dan langsung dibawa kemari.
Untuk mengetahui dari mana asal mereka kita lakukan pendekatan dengan
saja, tapi mereka juga berasal dari luar Kota Semarang. Seperti Tuti, dia
09.30 WIB).
“Gelandangan di panti ini, tidak hanya berasal dari dalam kota saja,
tapi juga berasal dari luar kota semarang. Ada gelandangan yang ketika
pertama kali masuk ke panti dalam kondisi jiwa dan mental yang baik, kita
atau tidak. Seperti Susan, asalnya Kupang, dia sudah lama disini. Pertama
kali datang ke panti dia sudah dalam kondisi jiwa, mental dan fisik yang
baik, jadi bisa langsung kita tanyai.Akan tetapi bagi gelandangan yang
ketika dia pertama kali disini masih dalam kondisi jiwa, mental dan fisik
yang kurang baik, kita melakukan pendekatan dulu dengan mereka, baru
setelah itu kita tanya apakah dia masih mempunyai keluarga atau tidak.
Seperti Liana, dia dari Gresik, tadinya waktu datang kesini dia ngakunya
dari Jakarta, akan tetapi setelah kita melakukan pendekatan, akhirnya dia
bilang sendiri kalau dia asli dari Gresik”. (wawancara dengan Sumarso,
10.00 WIB).
semarang tidak hanya berasal dari Kota Semarang saja, tapi juga berasal
Hal ini seperti diungkapkan oleh gelandangan yang penulis temui di dalam
“Saya dari desa kesini ingin cari kerja, karena di desa tidak ada
lapangan pekerjaan yang cocok untuk saya. Tapi setelah saya di kota
ternyata lebih sulit dapat kerja, apalagi saya tidak punya modal
itu temat satu-satunya saya dan keluarga cari uang untuk makan. Lalu saya
WIB).
“Saya dari desa kesini (Semarang) niatnya mau cari kerja cari uang
untuk makan, apalagi ibu dan adik-adik saya di desa juga perlu makan.
Saya disini jadi pembantu, nanti uangnya saya kirim ke rumah saya didesa
biar bisa buat beli makan ibu dan adik-adik saya”. (wawancara dengan Tri,
faktor ekonomi. Hal ini merupakan alasan yang klasik bahwa alasan
wawancara.
Waktu itu aku langsung ikut sama bibiku di Wonogiri. Karena tidak betah
aku pergi dari rumah bibiku, dan aku hanya menggelandang sampai
akhirnya aku terkena razia oleh petugas dan dibawa ke panti di Kudus.
melakukan kesalahan. Lalu saya pergi dari rumah karena saya sudah tidak
10.30 WIB).
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ada faktor lain yang
dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis (broken home), orang tua
mereka dapat hidup mandiri. Akan tetapi di usia mereka yang masih
produktif itu ada diantara mereka yang belum bisa hidup mandiri, apalagi
walaupun bukan pekerjaan yang layak Hal ini disebabkan karena banyak
jalanan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Susan, Aini, Liana, Junaidi,
09.00 WIB).
meminta-minta dijalan.
Gelandangan
gelandangan, yaitu:
Kota Semarang. Tim yang diketuai oleh KaBag Sosial Setda Kota
terdiri dari 23 (dua puluh tiga) instansi tersebut mempunyai tugas yaitu:
Semarang.
Semarang.
1) Ketua Umum
2) Ketua
3) Wakil Ketua
Tuna Sosial.
4) Sekretaris I
5) Sekretaris II
sosial
6) Anggota
sosial.
terlantar).
09.30 WIB).
64
sosial kota semarang yang salah satunya melakukan razia terhadap PGOT
2002:19).
mana masyarakat tidak mau menerima dan juga tak dapat meniadakannya.
Tuna Sosial Kota Semarang sejauh ini dapat diimplementasikaan oleh para
tim ini minimal empat kali sebulan, yang dalam pelaksanaannya pula
ketertiban secara umum. Razia juga bertujuan untuk memutus mata rantai
tidak menggelandang lag. Keberhasilan memutus mata rantai ini tentu saja
Razia dengan menampung mereka pada panti tertentu, yang nantinya akan
menciptakan lapangan kerja atau setidaknya mau bekerja pada orang lain
masyarakat.
gelandangan.
rujukan bagi gelandangan dan tuna sosial lain yang terkena razia. PGOT
dari petugas panti. Di sana mereka mendapat fasilitas dari Panti, seperti
makan, minum, dan tempat tidur, atau boleh dikatakan panti ini menjadi
mengingat usia mereka yang masih produktif dan masih mampu bekerja,
sehingga kelak mereka bisa hidup mandiri. Hal ini seperti yang
“Saya dulu pernah dirazia oleh petugas (Satpol PP) dan langsung
09.30 WIB).
“Di sini (di dalam Panti) enak, tiap hari dapat makan gratis, diberi
“Saya senang ada di Panti, saya betah disini. Disini diberi makan,
minum, pakaian, tempat tidur. Saya tidak mau pulang kerumah, karena ibu
saya mengusir saya dari rumah, katanya saya dulu nakal, bandel, sering
disuruh bantu-bantu. Bantu masak untuk makan kita semua disini, lagipula
merasa senang maupun merasa nyaman berada disana. Hal ini seperti yang
diungkapkan Yuni, dan Tuti yang tinggal di panti bersama ketiga anaknya.
mana, keluar saja diawasi. Saya ingin pulang ke Kudus, bertemu dengan
09.00 WIB).
Disini kita hanya mendapat jatah makan, minum, dan tempat tinggal
72
sendiri (sejenis asrama). Tapi anak saya juga butuh jajan, susu, mainan,
bahkan pakaian saja kita tidak diberi. Tapi untungnya kita diperbolehkan
keluar hari Sabtu dan Minggu, itupun tidak boleh jauh-jauh dari panti”.
tidur, pakaian layak pakai, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Saya rasa
semuanya sudah kita bagi sama rata, baik itu jatah makan, minum,
karena masih terbatasnya dana yang kita terima dari Pemerintah Propinsi.
Akan tetapi bagi keluarga yang suaminya bekerja diluar, saya rasa punya
“Kalau masalah pakaian, kita dapat sumbangan dari PMI, dan dari
donatur. Tak jarang ada dermawan yang datang ke panti dan memberikan
sumbangan berupa sandang dan pangan. Itu semua juga langsung kita
73
bagikan kepada mereka. Jadi kalau ada gelandangan yang merasa belum
“Memang gelandangan yang kita lihat dia sudah cukup baik fisik
dan mentalnya, kita perbolehkan mereka keluar dari panti, tapi hanya
bukan untuk lari atau meninggalkan panti. Mereka kita perbolehkan keluar
hari Sabtu dan Minggu saja. Kita tidak bertujuan membuat mereka merasa
terpenjara di dalam panti ini, tapi memang untuk gelandangan yang mental
dan kondisi fisiknya kurang baik, kita harus memberi pembinaan kepada
lebih intensif agar mereka mendapat pembinaan baik itu mental maupun
“Selama ini kita sudah memberikan fasilitas yang saya rasa sudah
cukup layak, baik itu dalam hal pembinaan, pelayanan dan rehabilitasi
terutama kondisi fisik mereka, karena beberapa diantara mereka ada yang
menderita penyakit seperti luka yang tak kunjung sembuh. Kalaupun ada
WIB).
gelandangan dipanti tersebut yang merasa tidak puas dengan fasilitas yang
ada, itu dikarenakan terbatasnya dana yang ada yang digunakan untuk
120 orang gelandangan per sekali tampung. Jumlah itu terdiri dari
maka jumlah gelandangan yang ada di panti itu hrus tetap berjumlah 120
orang. Bila jumlah itu melebihi daya tampung panti maka panti harus
Tabel 2. Tabel Penyaluran Gelandangan Panti Karya Persinggahan Margo Widodo Semarang Tahun 2006
Sedangkan data yang diperoleh dari Panti Karya Mardi Utomo yang
menampung 105 orang gelandangan, pada tahun 2005 tercatat ada 85 orang
pada tabel 3.
“Waktu saya keluar dari Panti, saya pulang kesini (Pucang Gading).
Tadinya saya bingung mau pulang kemana, tapi untung saya dikontrakan
rumah disini. Sehari-hari saya jadi tukang kayu. Hasilnya lumayan, buat
78
harinya saya bikin gorengan, terus dijual ke pasar. Alhamdulillah yang beli
“Seperti ini setiap harinya, jadi tukang pijat, karena keahlian saya
hanya memijat. Tapi hasilnya lumayan, bisa untuk beli makan”. (wawancara
telah keluar dari panti sudah dapat bekerja dan hidup layak ditengah
masyarakat.
disana.
Disana diberi lahan, lalu dikerjakan. Tapi kita disana nggak lama, solanya
79
waktu kita disana panennya cuma sedikit, jadi masih kurang buat makan sama
beli jajan buat anak-anak. Akhirnya saya kembali lagi ke sini (Panti Karya
Mardi Utomo), nanti kalau ada transmigrasi lagi saya mau ikut. Saya mau
karena waktu saya disana airnya sulit, jadi kalau mau masak, nyuci harus
ngambil air dulu yang letaknya jauh dari rumah. Belum ada setahun saya
kembali lagi kesini (Panti Karya Mardi utomo). Nanti kalau ada transmigrasi
ke Sumatra saya mau ikut, saya mau ketempat anak saya yang sekarang kerja
WIB).
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, dan juga kesulitan akan air bersih.
Dari hasil penelitian diatas, dan dikaitkan dengan teori sifat kebijakan,
Panti Karya Persinggahan Margo Widodo dan Panti Karya Mardi Utomo
jalan dan dalam rangka mengurus mereka sesuai yang diamanatkan Pasal 34
Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 14 Peraturan
81
meluasnya di masyarakat.
1) Razia;
3) Pelimpahan ke Pengadilan
negara RI.
Sosial.
betah dan nyaman berada disana. Alasannya karena mereka tidak merasa
pelayanan dan rehabilitasi sosial. Baik itu berupa fasilitas makan, minum,
lahan untuk dikerjakan. Akan tetapi tidak sedikit dari mereka yang merasa
83
tidak betah tinggal di daerah transmigrasi itu. Hal ini disebabkan oleh
sebelumnya.
pelayanan dan rehabilitasi sosial selama di panti itu dapat menjadi modal
mereka untuk bekerja mencari nafkah agar dapat hidup layak, sehingga
jangan memberi uang kepada gelandangan ataupun pengemis, karena itu tidak
Ridwan, Staf Bagian Sosial Pemkot Semarang, 3 Oktober 2006, 11.00 WIB).
dan sebagian lagi agaknya tidak menanggapi larangan itu, karena sampai
sekarang masih ada saja masyarakat yang memberi uang kepada gelandangan
dijalan.
penulis juga melihat bahwa masyarakat masih saja banyak yang memberi
85
yang dapat dilaksanakan dan adapula kebijakan yang belum atau tidak dapat
dilaksanakan.
dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan itu
Pemkot, bahwa memberi mereka uang akan sangat tidak mendidik. Meskipun
uang kepada mereka di jalan. Kebijakan ini juga menuai protes dari
mencari nafkah, karena pendapatan mereka akan menurun dan kalau sudah
demikian dari mana mereka harus mencari nafkah. Karena mereka tidak hanya
dirasa merugikan salah satu pihak yaitu gelandangan. Karena itulah saya
dengan harapan.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa beberapa sifat dan isi
Menangani Gelandangan
462/133/2002 itu menjadi dasar tujuan kita untuk menanggulangi tuna sosial
gelandangan adalah adanya struktur birokrasi yang jelas, dalam hal ini
mereka dalam hal penerimaan gelandangan hasil razia yang kita lakukan”.
“Dalam hal kebijakan yang kita buat yang melarang memberi uang
melakukan dialog dengan kita (pihak panti) dalam hal jumlah gelandangan
yang kita terima setiap kali razia oleh Pemkot”. (wawancara dengan Sumarso,
10.00 WIB).
untuk gelandangan yang kita tampung di panti, kita punya staf atau tenaga-
WIB).
Tri Wuryanto, Kasi Rehabilitasi dan Penyaluran panti Karya Mardi Utomo, 12
dengan panti khusus gelandangan. Hal itu pula yang menjadi pendukung
Semarang juga memiliki staf yang cukup memadai. Sedangkan panti khusus
a. Komunikasi.
menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah umtuk
b. Sumber-sumber.
pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal
awal.
d. Struktur birokrasi.
126-151).
2) Sumber-sumber kebijakan.
Winarno, 2002:110).
93
implmentasi kebijakan,yaitu:
perintah yang diberikan harus jelas dan konsisten, agar para pelaksana
razia.
Sumber- sumber dalam hal ini meliputi : staf, wewenang dan fasilitas.
pelaksanaan tugas tim sudah jelas tertera dalam SK. Walikota No.
462/133/2002.
jalan.
Kebijakan
fasilitas)
fasilitas)
b. Kecenderungan-kecenderungan
pelaksana kebijakan
Pemerintah Kota Semarang sendiri dan dari dalam panti khusus gelandangan.
seperti yang diungkapkan oleh Staf Bagian Sosial Pemerintah Kota Semarang.
sosial melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial. Kita punya staf yang bersama-
tenaga yang terampil di bidangnya. Dan juga kerjasama kita dengan panti
Gusnadi, Staf Bagian Sosial Pemkot Semarang, 6 Oktober 2006, 09.15 WIB).
mencari uang secara layak, dan juga masih terbatasnya dana yang digunakan
gelandangan yang kita tampung disini, akan tetapi terbatasnya dana yang ada
keterampilan itu nantinya tidak menggelandang lagi dan dapat bekerja secara
dan Penyaluran Panti Karya Mardi Utomo, 12 November 2006, 10.30 WIB).
100
a. Isi kebijakan.
terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya
tenaga manusia.
b. Informasi.
komunikasi.
c. Dukungan.
tersebut.
d. Pembagian potensi.
pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan
yaitu :
Semarang.
faktor :
a) Isi kebijakan.
yang timbul dalam implementasi dapat terjadi karena tenaga atau staf
terampil di bidangnya.
Panti sampai saat ini masih terdapat hambatan. Menurut Buku Standar
gelandangan itu sendiri, apakah ia mau bekerja untuk hidup layak dan
(b) Dana
faktor, yaitu :
(a) Informasi.
(b) Dukungan.
Kebijakan
Koordinasi Penanggulangan
b. Keterbatasan dana
c. Keterbatasan SDM
masyarakat
b. Kurangnya dukungan
masyarakat
Implementasi Kebijakan
Kota Semarang yang juga didukung oleh staf yang memadai, dan memperluas
hal penerimaan gelandangan hasil razia yang kita lakukan. Kalau masalah dana,
kita tidak memberi bantuan dana kepada panti karena Pemerintah Propinsi sudah
yang diterima itu masih kurang, sebaiknya panti yang mengusulkan kePemerintah
propinsi untuk menaikkan dana yang diberikan karena panti khusus gelandangan
itu milik pemerintah propinsi, dan bukan milik Pemerintah Kota”. (wawancara
dengan Gunawan, Staf Bagian Sosial Pemkot Semarang, 6 Oktober 2006, 10.30
WIB).
(wawancara dengan Sri Gudiati, Staf Bagian Sosial Pemerintah Kota Semarang, 6
“Masalah kurangnya dana yang kita terima dari pemerintah propinsi yang
serta jangkauan pelayanan, kita hanya berusaha agar dengan terbatasnya dana
yang ada kita bisa memberikan pelayanan yang maksimal”. (wawancara dengan
11.20 WIB).
dan di tepi-tepi sepanjang jalan lainnya. Dan ternyata masih ada juga orang yang
WIB-14.00 WIB).
bekerja dan mengharapkan sesuatu yang instant (cepat) untuk mendapatkan uang.
yaitu :
yang ternyata sampai sekarang masih saja ada masyarakat yang memberi uang
109
itu.
masyarakat ada yang mematuhinya, dan sebagian lagi tidak peduli dengan
kebijakan tersebut. Masyarakat yang masih saja memberi uang kepada mereka
minta di jalan, mereka ingin beramal untuk membantu sesama manusia yang
membutuhkan.
dalam pelaksanaannya.
110
berikut:
gelandangan hanya berusaha agar dengan terbatasnya dana yang ada Panti
dan untuk masalah terbatasnya dana ini Pemerintah Kota Semarang tidak
Propinsi.
BAB VPENUTUP
pelaksana kebijakan.
A. Simpulan
memadai.
112
113
gelandangan.
B. Saran
yang di tampung di dalam panti agar setelah mereka keluar dari panti mereka
mampu merubah pola hidup dan cara mencari penhasilannya sesuai dengan
implementasi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. 2005. Standar Pelayanan
Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis.
Jakarta: Departeman Sosial RI.
Effendi, Tadjuddin Noer. 1993. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan
Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1989. Studi Hukum dan Kemiskinan. Semarang: Tugu
Muda.
115
116
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Peraturan Perundangan :
Surat Keputusan Walikota Semarang No. 462 / 133 / 2002 tentang Pembentukkan
Tim Penanggulangan Tuna Sosial Kota Semarang